Anda di halaman 1dari 3

c.

Kandungan Al-Qur’an
Al-Qur’an terdiri dari 114 surat dan 30 juz. Al-Qur’an adalah firman dari Allah swt
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw yang berfungsi sebagai pedoman hidup
bagi umat manusia, karena didalam Al-Qur’an terkandung banyak sekali petunjung-
petunjung untuk menghasilkan kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Al-Qur’an
diturunkan untuk semua umat manusia untuk sepanjang massa. Al-Qur’an
mengandung prinsip-prinsip pokok ajaran, yaitu :
 Pokok-pokok keimanan/keyakinan.
 Prinsip-prinsip syari’ah.
 Janji atau kabar gembira kepada yang berbuat baik (basyir) dan ancaman siksa bagi
yang berbuat dosa (nadzir).
 Kisah-kisah sejarah islam, sejarah para nabi dan rasul, dll.
 Dasar-dasar dan isyarat-isyarat ilmu pengetahuan
d. Fungsi Al-Qur’an
Secara garis besar, Al-Qur’an memiliki fungsi yang sangat penting yaitu :
1) Al-Qur’an diturunkan sebagai pemberi petunjuk yang benar bagi umat
manusia.
Al-Qur’an berisi tentang apa saja yang harus kita jalankan sebagai umat
beragama islam dan apa saja yang harus kita jauhkan selama di dunia. Al-
Qur’an sudah terbukti kebenerannya dan tidak perlu kita ragukan lagi.
2) Al-Qur’an memberikan penjelasan dan sumber ajaran islam yang akurat
Pernyataan ini membuktikan bahwa Al-Qur’an berfungsi sebagai pedoman
yang membuat manusia menjadi terarah.
3) Al-Qur’an memberitahukan apa manfaat yang akan kita dapatkan setelah kita
menjalankan semua prinsip yang ada di Al-Qur’an.
4) Al-Qur’an sebagai pengobat jiwa manusia
Sebagaimana firman Allah dalam QS.17 : 82 yang artinya “ Dan kami
turunkan dari Al-Qur‟an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang orang yang beriman dan Al-Qur‟an itu tidaklah menambah kepada
orang-orang yang zalim selain kerugian.
e. Kedudukan Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah sebagai sumber pertama bagi hukum islam dan sebagai pedoman
bagi kehidupan manusia, banyak sekali sisi positif yang kita dapat dalam menerapkan
Al-Qur’an dikehidupan sehari-hari.

2.5.3. Ijtihad/Rakyu

a. Pengertian Ijtihad/Rakyu

Proses pemikiran hukum (syara’) sangat bergantung pada jumlah pengetahuan


yang dimiliki seseorang. Semakin banyak pengetahuan yang didapat seperti: menguasai dan
memahami Al-Qur’an dan Al-Hadist, mengetahui pendapat-pendapat para ulama, ilmu
hukum islam, dan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya yang dimiliki seseorang tersebut, maka
memudahkan seseorang tersebut dalam memandang atau meihat sesuatu. AL-Ra’yu adalah
penglihatan yang berasal dari kata ra’a (melihat). Maksud dari penglihatan disini adalah
penglihatan akal Al-Ra’ yang merupakan hasil suatu proses yang terjadi pada otak manusia
setelah terlebih melakukan masukkan (input). Semakin banyak ilmu atau masukan yang kita
dapat, maka semakin dalam proses pemikiran kita (Mujilan, et.al., 2017). Proses pemikiran
tersebut sering kita sebut ijtihad.

Ijtihad berasal dari kata ijtahada – yajtahid- ijtihadan, yang artinya mengerahkan
segala kesungguhan dan ketekunan secara optimal untuk menggali dan menetapkan suatu
hukum (syara’) dari sumber Al-Qur`an dan Al-Hadist. Sebuah masalah yang berhungan
dengan islam yang tidak dapat diselesaikan hanya melalui Al-Qur’an dan Al-Hadist akan
diperjelas dengan melakukan sebuah ijtihad oleh orang-orang tertentu. Orang yang
melakukan ijtihad disebut mujtahid. Seorang mujtahid wajib mengetahui dan memiliki
pengetahuan lebih mengenai nash Al-Qur’an dan Al-Hadist baik dengan memahami apa yang
tersurat (teks) dan apa yang tersirat (konteks), serta seorang mujtahid juga harus
memperhatikan jiwa, rahasia hukum, ‘illat (alasan sebab dan akibat), dan unsur-unsur
kemaslatan yang dikandung dalam dua sumber tersebut.

b. Dasar, Kedudukan dan Fungsi Ijtihad/Rakyu


Dasar yang melatar belakangi ijtihad itu adalah tidak adanya masalah-masalah yang
tidak ada pemecahannya atau tidak ada sistematikanya dalam Al-Qur’an dan Al-
Hadist. Kedudukan ijtihad adalah sumber hukum islam yang terakhir setelah Al-
Qu’an dn Al-Hadist. Fungsi ijtihad yaitu utuk menjelaskan atau menyelesaikan
masalah-masalah yang tidak bisa hanya dijelaskan melalui Al-Qur’an dan Al-Hadist
saja.
c. Syarat-syarat Berijtihad
Para ulama menetapkan beberapa syarat bagi orang yang hendak melakukan ijtihad
atau bisa disebut mujtahid, syarat-syarat tersebut adalah:
 Mengetahui nash Al-Qur`an dan Sunnah
Al-Qur’an dan Sunnah/Hadis merupakan sumber utama, sedangkan ijtihad/rakyu
merupakan sumber tambahan atau sumber pengembangan yang dihasilkan oleh para
mujtahid. Untuk itu setiap mujtahid harus memiliki pengetahuan yang luas dan
mendalam mengenai Al-Qur’an dan Sunnah/Hadis.
 Mengetahui dan menguasai bahasa Arab
Seorang mujtahid harus mengetahui dan menguasai bahasa arab agar bisa
mengimbangi dengan para ulama dari Arab dan bisa memahami Al-Qur’an dan hadis
tanpa harus mencari artinya disumber lain.
 Mengetahui soal-soal ijma’
Mujtahid harus mengetahui pendapat-pendapat para ulama yang sudah terpercaya
dan sesuai syari’at islam apabila ingin berijtihad.
 Mengetahui ushul fiqih.
Mujtahid harus mengetahui ilmu hukum islam yang berlaku dan sudah sesuai
dengan Al-Qur’an dan Sunnah ketika ingin berijtihad.
 Mengetahui nasikh dan mansukh.
Nasikh adalah penjelasan berhentinya hukum syari’at dengan jalan syar’i yang
datang setelahnya. Sedangkan mansukh adalah
 Mengetahui ilmu-ilmu penunjang lainnya.
Mujtahid harus mengetahui ilmu-ilmu yang didapat dan harus bisa memilah mana
yang sesuai dengan syari’at islam dan mana yang tidak sesuai.
d. Menyikapi Hasil Ijtihad/Rakyu
Menyikapi adanya perbedaan hasil ijtihad tersebut bagi umat Islam yang tidak punya
kompentensi untuk melakukan ijtihad sendiri adalah :
 Ittiba', yaitu sebagai masyarakat yang tidak begitu paham mengenai sumber hukum
islam menyikapinya dengan melakukan kajian berbagai aspek ijtihad dari para
mujtahid yang menghasilkan ijtihad yang berbeda-beda tersebut. Jadi dari kajian
yang sudah kita lakukan akan menghasilkan ijtihad yang kuat dan meyakinkan
serta sesuai juga dengan syari’at islam.
 Muqollid, yaitu kita sebagai masyarakat yang tidak begitu paham mengenai sumber
hukum islam menyikapi hasil ijtihad ulama' mujtahid yang diyakini kekuatannya
tanpa melakukan kajian proses dan hasil ijtihad tersebut .
 Menghargai hasil ijtihad lain yang tidak diikuti. Ijtihad tidak mengandung
kebenaran mutlak, tetapi kebenaran relatif karena dilakukan oleh mujtahid yang
tidak ma'shum, hanya Al-Qur'an dan Sunnah/Hadis yang mengandung kebenaran
mutlak.

Anda mungkin juga menyukai