Oleh Indah Husnul Hotima, 1706978061, Mahasiswa Program Profesi Ners FIK UI
202, Stase Maternitas, indahhusnul16@gmail.com
2. Karakteristik kontraksi pada fase laten dan fase aktif kala I persalinan
(Kurniarum, 2016; Osmosis, 2021)
4. Apa yang terjadi dan dampaknya jika nyeri persalinan tidak ditangani/
dikelola dengan baik terhadap ibu bersalin dan janinnya
(Kurniarum, 2016; Pillitteri, 2014)
Proses persalinan diawali dengan kontraksi rahim yang menimbulkan rasa nyeri
dan tidak nyaman pada ibu yang akan melahirkan. Rasa nyeri pada persalinan
adalah manifestasi dari adanya kontraksi (pemendekan) otot rahim. Kontraksi
inilah yang menimbulkan rasa sakit pada pinggang, daerah perut dan menjalar ke
arah paha. Kontraksi ini menyebabkan adanya pembukaan mulut rahim (serviks).
Dengan adanya pembukaan servik ini maka akan terjadi persalinan.
Bila rasa nyeri tidak diatasi, ibu akan mengalami beberapa hal, antara lain:
a. Nyeri yang tidak teratasi dapat menyebabkan nyeri kronik, post-partum stress
syndrome, pengeluaran adrenalin yang dapat memperpanjang waktu persalinan
(Ashagrie, Fentie, & Kassahun, 2020).
b. Stress menyebabkan pelepasan katekolamin yang mengakibatkan berkurangnya
aliran darah ke uterus, menyebabkan uterus kekurangan oksigen. Hal ini dapat
mengurangi suplai oksigne ke janin
c. Peningkatan curah jantung karena adanya pelepasan katekolamin akibar nyeri
dari kontraksi otot abdomen dan uterus
d. Peningkatan denyut jantung dan tekanan darah
e. Ketidaknyamanan yang dirasakan oleh ibu
f. Kemampuan ambulasi menurun dan menarik diri
g. Munculnya rasa cemas, perubahan mood, menjadi sensitif
h. Saat nyeri terjadi karena fase dilatasi servix, bloody show akan meningkat
akibat ruptur pembuluh darah kapiler di serviks dan segmen bawah uterus
i. Kelelahan berlebih pascamelahirkan
Dampak jika nyeri selama persalinan tidak dikelola dengan baik diantaranya
adalah rasa tidak nyaman pada ibu yang dapat mengakibatkan pula rasa cemas
akan persalinan yang dilalui.
5. Tanda - tanda kala II persalinan yang dapat dinilai/ diobservasi melalui
inspeksi vulva / perineum
(Kurniarum, 2016)
Persalinan kala II dimulai dengan pembukaan lengkap dari serviks dan berakhir
dengan lahirnya bayi. Proses ini berlangsung 2 jam pada primipara dan 1 jam pada
multipara. Tanda-tanda bahwa kala IIpersalinan sudah dekat adalah:
a. Ibu ingin meneran
b. Inspeksi: Perineum menonjol, vulva vagina dan sphincter anus membuka
c. Jumlah pengeluaran air ketuban meningkat
d. His lebih kuat dan lebih cepat 2-3 menit sekali
e. Pembukaan lengkap (10 cm)
f. Pada Primigravida berlangsung rata-rata 1.5 jam dan multipara rata-rata 0.5 jam
Kondisi ibu dan janin selama proses persalinan perlu dipantau untuk melihat
kemajuan dari proses persalinan. Pada kala I, komponen yang perlu dikaji secara
berkala meliputi suhu, nadi, pernafasan, tekanan darah, berkemih, detak jantung
janin, kontraksi, dan perineum (Pilliteri, 2013).
Pada kala II, komponen pemeriksaan mirip dengan kala I, namun dilakukan dalam
interval lebih pendek. Menurut Kurniarum (2016), kemajuan persalinan yang perlu
dikaji pada kala II meliputi:
8.
Episiotomi tidak dilakukan pada setiap persalinan melainkan hanya pada kasus-
kasus tertentu yaitu sebagai berikut (Dutta, 2015):
a. Perineum kaku sehingga dapat menyebabkan keterlambatan turunnya presentasi
janin. Hal ini biasanya ditemukan pada lansia primigravida.
b. Pencegahan perineum ruptur yang dapat disebabkan oleh bayi yang berukuran
besar, face to pubis, kepala bayi tidak fleksi, presentasi breech, dan distosia
bahu yaitu keadaan dimana bahu anterior janin membentur simfisis ibu setelah
melahirkan vertex
c. Persalinan operatif (perlu bantuan alat) seperti persalinan forceps dan
persalinan ventouse
Episiotomi harus dilakukan pada saat yang tepat. Episiotomi dapat menyebabkan
perdarahan jika dilakukan pada waktu yang terlalu cepat, dan akan menyebabkan
laserasi (sobekan) jika dilakukan terlalu lama. Indikasi sudah waktunya dilakukan
episiotomi yaitu sebagai berikut:
a. Jarak kepala dan perineum menipis (3 cm sampai 4 cm kepala terlihat)
b. Perineum meregang
c. Perineum menipis dan sianosis
Semakin tinggi skor, semakin baik kondisi bayi baru lahir. Jika skor Apgar ≥8
poin, tidak diperlukan intervensi selain mendukung upaya pernapasan normal
dan mempertahankan termoregulasi. Skor 4 hingga 7 poin menandakan
kesulitan sedang, dan skor 0 hingga 3 poin menunjukkan kesulitan berat dalam
menyesuaikan diri dengan kehidupan ekstrauterin (Pillitteri, 2014).
11. Tanda-tanda kala III persalinan yang harus diobservasi
a. Tanda-Tanda Pelepasan Plasenta (Leifer, 2019)
Pelepasan plasenta pada umumnya terjadi beberapa menit setelah persalinan.
Pada saat plasenta mulai lepas dari dinding uterus, uterus akan terus
berkontraksi sampai uterus dikeluarkan dari rahim. Proses ini berlangsung
selama 5-30 menit secara spontan setelah persalinan bayi. Tanda-tanda
pelepasan plasenta sudah mulai terjadi yaitu sebagai berikut:
• Rahim semakin naik ke atas dan membulat
• Perpanjangan tali pusat
• Perdarahan (kurang lebih 500 ml). Perdarahan tidak boleh lebih dari 500 ml
• Teraba kontraksi
b. Observasi plasenta (Leifer, 2019)
• Pengukuran tali pusat
• Insersi
• Terdapat 2 arteri dan 1 vena
• Keutuhan kotiledon berdasarkan mekanisme persalinan plasenta (matthew-
duncan/schultze) (Dutta, 2015)
- Matthew-Duncan (marginal separation)
Pelepasan plasenta dimulai dari bagian pinggir atau batas karena bagian
tersebut lebih banyak tidak tersangga. Kontraksi uterus yang terus
bertambah menyebabkan lebih banyak area plasenta terlepas. Pelepasan
jenis ini lebih umum ditemukan.
- Schultze (central separation)
Pelepasan plasenta dimulai dari bagian tengah yang menyebabkan
terbukanya beberapa sinus uterus dan akumulasi darah di belakang
plasenta (retroplacental hematoma). Seiring dengan bertambahnya
kontraksi, pelepasan semakin berjalan maju dengan difasilitasi oleh berat
plasenta dan darah retroplasenta hingga plasenta terlepas secara
keseluruhan.
12. Bagaimana manajemen aktif kala III persalinan (Chapman & Durham, 2010)
a. Kaji tanda vital ibu setiap 15 menit.
b. Dorong pasien untuk bernapas dengan kontraksi dan rileks di antara kontraksi.
c. Dorong interaksi ibu-bayi dengan memberikan kontak langsung pada bayi baru
lahir, jika bayi baru lahir stabil
d. Berikan obat pereda nyeri sesuai indikasi.
e. Dokumentasi persalinan meliputi ringkasan persalinan, ringkasan persalinan
untuk ibu dan bayi, informasi bayi, resusitasi bayi dan dokumentasi personel
yang hadir.
f. Jelaskan semua prosedur yang akan datang.
g. Tetap bersama ibu dan keluarganya
a. DJJ
REFERENSI
Ashagrie, H. E., Fentie, D. Y., & Kassahun, H. G. (2020). A review article on
epidural analgesia for labor pain management: A systematic review.
International Journal of Surgery Open, (24), 100-104.
https://doi.org/10.1016/j.ijso.2020.04.007.
Dutta, D. (2015). DC Dutta's textbook of obstetrics including perinatology and
contraception. India: Jaypee Brothers Medical Publishers.
Karjatin, A. (2016). Keperawatan maternitas . Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kurniarum, A. (2016). Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta:
Pusdik SDM Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Leifer, G. (2018). Introduction to maternity and pediatric nursing. Philadelphia:
Saunders.
Lowdermilk, D. L., Perry, S. E., Cashion, K., & Alden, K. R. (2016). Maternity &
women's healh care (11th ed.). St. Louis: Elsevier.
Murray, S., & McKinney, E. (2014). Foundations of maternal-newborn and women's
health nursing (6th ed.). St. Louis, Missouri: Elsevier.
Leifer, G. (2019). Introduction to maternity and pediatric nursing. Saint Louis:
Elsevier.
Pillitteri, A. (2014). Maternal and Child Health Nursing Care of the Childbearing
and Childrearing Family (7th ed.). Los Angeles: Lippincott Williams &
Wilkins.
Ramdhani, A., Istikarini, I., Susiyanti, R., Asih, D., Rahayu, M., & Hanjari, R.
(2018). Buku saku praktik klinik keperawatan edisi 2. Jakarta Selatan:
Penerbit Salemba Medika.
Ricci, S. C., Kyle, T., & Carman, S. (2013). Maternity and pediatric nursing (2nd
ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer Health Lippincott Williams & Wilkins.
WHO. (2003). Essential Antenatal, Perinatal and Postpartum Care. Copenhagen:
World Health Organization.