1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...............................................................................................2
BAB 1 Pendahuluan.................................................................................3
A.Latar Belakang.………………………………………………………………………………3
B.RumusanMasalah….………………………………………………………………………3
C.Tujuan Pembahasan………………………………………………………………………3
BAB 2 Pembahasan…………………………………………………………………………….4
A.Pengertian Ijtihad dan Mujtahid…………………………………………….4
B. Dasar Hukum Ijtihad...............................................................4
C. Macam-Macam Ijtihad............................................................ 5
D. Syarat-Syarat Mujtahid........................................................... 6
E. Metode-Metode Ijtihad........................................................... 6
F. Tingkatan Mujtahid................................................................. 7
BAB 3 Penutup..............................................................................8
Kesimpulan...........................................................................................8
2
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
B.Rumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat kita ambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.Apa Pengertian Ijtihad dan Mujtahid?
2.Apa dasar hukum Ijtihad ?
3.Apa saja macam-macam Ijtihad ?
4.Apa saja syarat-syarat Mujtahid ?
5.Apa saja metode-metode yang digunakan dalam Ijtihad ?
6.Bagaimana tingkatan seorang mujtahid ?
C.Tujuan Pembahasan
3
BAB II
PEMBAHASAN
Ijtihad adalah bahasa arab berbentuk "mashdar" yang berasal dari kata “Ijtahada”,
artinya bersungguh-sungguh, berusaha keras atau mengerjakan sesuatu dengan susah
payah. Dengan kata lain,ijtihad adalah pengerahan segala kesanggupan seorang faqih
(pakar fiqih islam) untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui
dalil syara’.
Sedang menurut istilah, para ahli ushul berbeda-beda dalam memberikan definisi,
diantaranya adalah:
Ijtihad adalah mencurahkan segala kemampuan untuk mencari hukum syara’ yang
bersifat operasional (pengamalan) dengan cara mengambil kesimpulan hukum
(istinbath).
Dari definisi diatas mengindikasikan bahwa ijtihad adalah hasil dari pemikiran
manusia (mujtahid) yang pencarian hukumnya didasarkan pada al-Qur’an dan Hadist.
Namun perlu dimengerti pula bahwa ijtihad tidak selamanya benar karena Rasulullah
pun melakukan ijtihad dan jika ijtihad beliau salah, segera mendapat teguran dari
Allah SWT melalui turunnya wahyu.
Secara umum hukum melakukan ijtihad adalah wajib , artinya seorang mujtahid
wajib melakukan ijtihad untuk menggali, menemukan dan merumuskan hukum syar’I
dalam hal hal yang tidak dijelaskan secara jelas dan pasti, baik di dalam Al Quran
maupun sunnah.
Hal ini di dasarkan pada firman Allah dalam surat Al Hasyr ayat 2 :
“maka ambilah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang orang yang
mempunyai pandangan”
Dan juga Surat An Nisa ayat 59
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya”
Dari dalil diatas telah tersirat bahwa manusia diperbolehkan menentukan hukum
tentang suatu hal apabila terjadi pertentangan dengan cara mengambil penjelasan
penjelasan yang ada dalam Al qur’an dan hadist Rosul.
B. Dasar Hukum Ijtihad
4
Adapun yang menjadi dasar ijtihad adalah al-qur’an dan hadits.Diantara ayat al-
qur’an yang menjadi dasar sebagai ijtihad adalah sebagai berikut:
Artinya: “dan dari mana saja kamu keluar (datang), Maka Palingkanlah wajahmu ke
arah Masjidil haram”
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa orang yang berada jauh dari
masjidil haram,apabila akan shalat,dapat mencari dan menentukan arah itu
melalui ijtihad dengan mencurahkan akal pikirannya berdasarkan indikasi
atau tanda-tanda yang ada.
Adapun keterangan dari sunnah,yang menjadi dasar berijtihad diantaranya
hadits ‘Amr bin al-‘Ash yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang
menyebutkan bahwa Nabi Muhammad bersabda :
”apabila seorang hakim menetapkan hukum dengan berijtihad, kemudian
benar maka ia mendapatkan dua pahala. Akan tetapi, jika ia menetapkan
hukum dalam ijtihad itu salah maka ia mendapatkan satu pahala”
Dan hadis Mu’adz ibnu Jabal ketika Rasulullah SAW mengutusnya ke Yaman
untuk menjadi hakim di Yaman:
Rasulullah bertanya:”dengan apa kamu menghukumi?” Ia
menjawab,”dengan apa yang ada dalam kitab Allah”. Bertanya Rasulullah,
”jika kamu tidak mendapatkan dalam kitab allah?” Dia menjawab “aku
memutuskan dengan apa yang diputuskan Rasulullah”. Rasulullah bertanya
lagi, ”jika tidak mendapatkan dalam ketetapan Rasulullah?” Berkata Mu’adz,
”aku berijtihad dengan pendapatku”. Rasulullah bersabda, ”aku bersyukur
kepada allah yang telah menyepakati utusan dari Rasulnya”
Dari dialog antara Mu’adz ibnu Jabal dengan Nabi Muhammad SAW, dapat
diambil kesimpulan bahwa selama masih ada nash-nash yang mengatur
sesuatu itu dalam al-qur’an,maka dapat menggunakan al-qur’an, apabila
tidak ada dalam al-qur’an menggunakan hadits nabi, dan bilamana dari hadis
Rasulullah SAW tidak terdapat aturannya atau apabila tidak ada nash (dalil)
tertulis,barulah diperlukan ijtihad.
C.Macam-Macam Ijtihad
5
Atau biasa di sebut dengan ijtihad paripurna. Ulama yang mempunyai
kemampuan dalam hal ini disebut mujtahid mutlaq.
2.Ijtihad Juz-I, yaitu ijtihad seperti ini adalah hanya meliputi sebagian masalah
hukum tertentu. Seorang mujtahid yang melakukan ijtihad semacam ini
disebut mujtahid juz-i.
3.Ijtihad yang berusaha menggali dan menemukan hokum dari dalil-dalil
yang telah ditentukan.
4.Ijtihad yang bukan untuk menggali dan menemukan hokum, tetapi
menerapkan hukum hasil penemuan mujtahid terdahulu pada masalah
hokum yang muncul kemudian.
5.Ijtihad yang dipandang sebagai penemuan atau ijtihad yang dilakukan oleh
orang yang .memiliki kemampuan berijtihad sesuai dengan syarat yang
ditentukan
6.Ijtihad yang dipandang sebagai bukan penemuan atau ijtihad yang
dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kemampuan berijtihad sesuai
dengan syarat yang ditentukan.
7.Ijtihad yang hanya dilakukan satu orang saja.
8.Ijtihad yang dilakukan oleh sejumlah orang secara kolektif.
D.Syarat-Syarat Mujtahid
6
E.Metode-Metode Ijtihad
F.Tingkatan Mujtahid
7
menetapkan hukum secara langsung berdasarkan sumbernya yang telah
memenuhi persyaratan.
2.Mujtahid Muntasib yaitu yang aktifitas ijtihadnya terkait dengan mujtahid
lainnya, di dalam melakukan ijtihad ia memilih dan mengikuti metode
mujtahid terdahulu. Dalam penetapan hokum biasanya sama dengan
mujtahid terdahulu.
3.Mujtahid Madzhab yaitu mujtahid yang mengikuti imam madzhabnya dlam
melakukan ijtihad maupun dalam ilmu ushul fiqh nya.
4.Mujtahid Murajjih yaitu mujtahid yang tidak melakukan istinbath terhadap
hukum-hukumj furu’ yang belum sempat ditetapkan oleh ulama terdahulu
dan belum diketahui hukum-hukumnya. Yang mereka lakukan hanyalah
mentarjih (mengunggulkan) di antara pendapat-pendapat yang diriwayatkan
dari imamn dengan alat tarjih yang telah dirumuskan oleh mujtahid pada
tingkatan di atasnya.
5.Mujtahid Muwazin yaitu mujtahid yang tidak memiliki kemampuan untuk
mentarjihkan pendapat para imam madzhab dan hanya membanding-
bandingkan pendapat dalam madzhab tertentu kemudian berdalil apa yang
lebih tepat untuk diamalkan.
6.Hafidz yaitu orang yang tidk nelakukan ijtihad tetapi memiliki kemampuan
untuk menghafal hokum yang ditetapkan oleh imam mujtahid tedahulu serta
periwayatannya.
7.Mukholid yaitu orang yang tidak memiliki kemampuan untuk melakukan
ijtihad dan tidak memiliki kemampuan untuk mengeluarkan pendapat para
imam madzhab dan dalil-dalilnya tetapi hanya mengikuti oendapaat para
imam madzhab secara langsung.
8
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan