Di susun oleh :
(5140911180)
(5140911061)
(5140911065)
(5140911026)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang IJTIHAD SUMBER
PENGEMBANGAN HUKUM ISLAM ini. Makalah ini merupakan laporan yang dibuat
sebagai bagian dalam memenuhi kriteria mata kuliah. Salam dan salawat kami kirimkan
kepada junjungan kita tercinta Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, para sahabatnya serta
seluruh kaum muslimin yang tetap teguh dalam ajaran beliau.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan disebabkan oleh kedangkalan
dalam memahami teori, keterbatasan keahlian, dana, dan tenaga. Semoga segala bantuan,
dorongan, dan petunjuk serta bimbingan yang telah diberikan kepada kami dapat bernilai
ibadah di sisi Allah Subhana wa Taala. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfat bagi
kita semua, khususnya bagi kelompok kami.
DAFTAR ISI
BAB I
1.1;
1.2;
1.3;
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
BAB II
2.1
Pengertian ijtihad
2.2
Dasar-dasar ijtihad
2.3
2.4
2.5
2.6
Macam-macam ijtihad
2.7
Pembagian ijtihad
2.8
Metode ijtihad
2.9
Kesimpulan
3.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1;
1.2;
1.3
Latar belakang
Dewasa ini, kita tahu bahwa hukum Islam adalah sistem hukum yang
bersumber dari wahyu agama, sehingga istilah hukum Islam mencerminkan konsep
yang jauh berbeda jika dibandingkan dengan konsep, sifat dan fungsi hukum
biasa. Seperti lazim diartikan agama adalah suasana spiritual dari kemanusiaan yang
lebih tinggi dan tidak bisa disamakan dengan hukum. Sebab hukum dalam pengertian
biasa hanya menyangkut soal keduniaan semata. Sedangkan Joseph Schacht
mengartikan hukum Islam sebagai totalitas perintah Allah yang mengatur kehidupan
umat Islam dalam keseluruhan aspek menyangkut penyembahan dan ritual, politik
dan hukum.
Pada umumnya sumber hukum islam ada dua, yaitu: Al-Quran dan Hadist,
namun ada juga yang disebut Ijtihad sebagai sumber hukum yang ketiga berfungsi
untuk menetapkan suatu hukum yang tidak secara jelas ditetapkan dalam Al-Quran
maupun Hadist. Namun demikian, tidak boleh bertentangan dengan isi kandungan AlQuran dan Hadist.
Rumusan masalah
1.2.1 Menjelaskan pengertian tentang ijtihad
1.2.2 Menjelaskan dasar-dasar ijtihad
1.2.3 Menjelaskan hukum melaksanakan ijtihad
1.2.4 Menjelaskan ruang lingkup ijtihad
1.2.5 Menjelaskan bentuk-bentuk cara berijtihad
1.2.6 Menjelaskan macam-macam ijtihad
1.2.7 Menjelaskan pembagian ijtihad
1.2.8 Menjelaskan metode ijtihad
1.2.9 Menjelaskan metode ijtihad imam mazhab
1.2.10 Menjelaskan langkah langkah melaksanakan ijtihad
Tujuan
1.3.1
1.3.2
1.3.3
1.3.4
1.3.5
1.3.6
1.3.7
1.3.8
1.3.9
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian ijtihad
Secara bahasa, ijtihad berasal dari kata jahada. Bentuk kata masdharnya
terdiri dari dua bentuk yang berbeda artinya antara lain :
a.
Jahdun dengan arti kesungguhan atau sepenuh hati atau serius. Seperti dalam
Al-Quran surat An- Anam ayat 109.
...
b.
Jahdun dengan arti kesungguhan atau kemampuan yang didalamnya terkandung
arti sulit, berat dan susah. Seperti dalam Al-Quran surat An- Taubah ayat 79
....
Artinya : dan mereka (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk
disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu
menghina mereka..
Menurut Al-Amidi yang dikutip oleh Wahbah al-Zuhaili (1978: 480),
ijtihad ialah :
Artinya: Mencurahkan segala kemampuan untuk menentukan sesuatu yang
Zhanni dari hukum-hukum syara dalam batas sampai dirinya merasa tidak mampu
melebihi usaha itu.
Menurut al-Imam al-Syaukani Ijtihad ijtihad adalah :
Artinya: Mengerahkan kemampuan dalam memperoleh hukum syari yang
bersifat amali melalui cara istinbath.
Sedangkan al-Gazali mendepenisikan ijtihad adalah :
Artinya: pengarahan segala kemampuan seorang mujtahid dalam memperoleh
hukum-hukum syari.
Muhammad Abu Zahrah, mengartikan bahwa ijtihad ialah pencurahan segenap
kemampuan untuk sampai kepada suatu tujuan atau perbuatan.
Dari uraian tersebut dapat diuraikan bahwasanya ijtihad memiliki garis besar
seperti berikut :
Ijtihad
Sasaran/ hasilnya
Kegiatan
Pelakunya
Lapangannya
Tujuannya
tidak
terdapat
masalah
2.2
Sifat Hukumnya
Sistem/kaedah
..
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (Qs. Annisa : 59).
.......
Artinya : Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orangorang yang mempunyai wawasan. (QS. Al-Hasyr (59) : 2)
Artinya : Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya
Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang
banyak di dalamnya.
b; Sunnah
Adapun sunnah yang menjadi dasar ijtihad diantaranya adalah hadits Amr bin
al-Ash yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, dan Ahmad yang
menyebutkan bahwa Nabi Muhammad bersabda:
Artinya: apabila seorang hakim menetapkan hukum dengan berijtihad,
kemudian benar maka ia mendapatkan dua pahala. Akan tetapi, jika ia menetapkan
hukum dalam ijtihad itu salah maka ia mendapatkan satu pahala.(HR. Bukhari dan
Muslim,dari Ammar bin al-As).
: ) ( :
: : :
: :
:
Artinya: Ketika Nabi mengutus Sahabat Muadz bin Jabal ke Yaman sebagai
hakim Nabi bertanya: Bagaimana cara kamu menghukumi suatu masalah hukum?
Muadz menjawab: Saya akan putuskan dengan Quran. Nabi bertanya: Apabila tidak
kamu temukan dalam Quran? Muadz menjawab: Dengan sunnah Rasulullah. Nabi
bertanya: Kalau tidak kamu temukan? Muadz menjawab: Saya akan berijtihad dengan
pendapat saya dan tidak akan melihat ke lainnya. Muadz berkata: Lalu Nabi memukul
dadaku dan bersabda: Segala puji bagi Allah yang telah memberi pertolongan pada
utusannya Rasulullah karena Nabi menyukai sikap Muadz.( HR. Abu Dawud).
2.3
jelas dalam nas al-Quran dan hadits. Sedangkan orang yang faqih tersebut ada
bebrapa orang , maka ia dibolehkan dalam berijtihad.
5.
Haram, yaitu apabila melakukan ijtihad mengenai masalah-masalah
yang telah ada hukumnya dan telah ditetapkan berdasarkan dalil-dalil yang sharih,
dan qathi. atau bila seorang yang melakukan ijtihad tersebut belum mencapai tingkat
faqih. Karena ijtihad tidak boleh dilakukan bila telah ada dalil yang sharih dan qathi,
sedangkan dia tidak punya kemampuan dalam berijtihad.
2.4
. .....
Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing keduanya
seratus kali (Q.2 S.24. An-Nur).
2.5
2.6
....
Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru
Dalam ayat ini memang dijelaskanbatas waktu iddah adalah tiga kali quru
namun tiga kali quru tersebut bisa berarti suci atau haid. Ijtihad menetapkan tiga kali
quru dengan memahami petunjuk karinah yang ada disebut disebut ijtihad bayani .
b. Ijtihad Al-Qiyasi, yaitu ijtihad untuk menggali dan menetapkan hukum terdapat
permasalahan yang tidak terdapat dalam Al Quran dan sunnah dengan menggunakan
metode qiyas. Dalam ijtihad qiyasi ini hukumnya memang tidak
tersurat tetapi tersirat dalam dalil yang ada. Untuk mencari hukum tersebut
diperlukan ijtihad qiyasi .
Contoh hukum memukul kedua orang tua yang dikiaskan dengan mengatakan
ucapan akh.
2.7
2.8
Pembagian ijtihad
Ada beberapa pendapat ahli ushul mengenai pembagian ijtihad di antaranya
yaitu, Menurut Mahdi Fadhl membagi ijtihad menjadi dua bagian:
1. Ijtihad mutlak, yaitu ijtihad yang melengkapi semua masalah hukum, tidak
memilah-milahnya dalam bentuk bagian-bagian masalah hukum tertentu. Atau biasa
di sebut dengan ijtihad paripurna. Ulama yang mempunyai kemampuan dalam hal ini
disebut mujtahid mutlaq, yaitu seorang faqih yang mempunyai kemampuan ijtihad
meng-istinbath-kan seluruh bidang hukum dari dalil-dalilnya; atau mempunyai
kemampuan meng-istinbath-kan hukum dari sumber-sumber hukum yang diakui
secara syari dan aqli.
2. Ijtihad juz-i. karia ijtihad seperti ini adalah kajian mendalam tentang bagian tertentu
dari hukum dan tidak mendalam bagian yang lain. Pelaku (muhtahid)-nya disebut
mujtahid juz-i, yaitu faqih yang mempunyai kemampuan meng-istinbath-kan sebagian
tertentu dari hukum syara dari sumbernya yang muktabar tanpa kemampuan mengistinbath-kan semua hukum.
Imam mijtahid yang empat(Maliki, SyafiI, Hambali, dan Ahmad) termasuk
kepada bagian pertama(mujtahid mutlaq) dan kebanyakan mujtahid lainnya termasuk
bagian yang kedua(mujtahid juz-i).
Metode ijtihad
1. Ijma yaitu kesepakatan para ulama dalam menetapkan masalah hukum yang tidak
diterangkan dalam Al-Quran maupun hadits setelah setelah Rasulullah wafat . ijma
dilakukan dengan cara musyawarah dengan besdasarkan Al-Quran dan Hadits.
2. Qiyas yaitu menyamakan permasalahan yang tejadi dengan masalah lain yang
sudah ada hukumnya, karena ada kesamaan sifat atau alasan. Contoh hukum minuman
keras dapat diqiyaskan dengan khamar karena keduanya ada kesamaan sifat yaitu
sama-sama memabukkan.
3. Ihtisan yaitu menetapkan suatu hukum masalah yang tidak dijelaskan secara rinci
dalam Al-Quran dan Hadits yang didasrkan atas kepentingan atau kemaslahatan
umat.
4. Ijtihad yaitu meneruskan keduanya berlakunya suatu hukum pada suatu masalah
yang telah ditetapkan karena adanya suatu dalil sampai adanya dalil lain yang
mengubah kedudukan hukum tersebut
5. Maslahah mursalah yaitu memutuskan hukum suatu permasalahan dengan
pertimbangan kemaslahatan bersama sesuai dengan maksud syarak yang hukumnya
tidak diperoleh dari dalil secara langsung dan jelas.
2.9
2.10
Perbedaan dalam segi yang disebutkan diatas menyebabkan hasil ijtihad temuan setiap
mujtahid pun terdapat perbedaan dan masing-masing diikuti oleh orang-orang yang
menganggapnya benar.
Dalam beberapa literature ushul fiqh, dirumuskan mengenai metode ijtihad
yang ditempuh oleh empat imam madzhab, yaitu:
1. Metode ijtihad Imam Abu Hanifah adalah dengan mencarinya dalam al-Quran
dan sunah dengan caranya yang ketat dan hati-hati, pendapat shahabat, qiyas dalam
pengunaanya yang luas, istihsan. Tidak disebutkannya ijma dalam rumusan itu bukan
berarti Abu Hanifah menolak ijma tetapi menggunakan ijma Sahabat yang
tergambar dalam ucapannya diatas.
2. Metode ijtihad Imam Malik adalah dengan menggunakan langkah sebagai berikut:
Al-Quran, sunah, amalan ahli Madinah, mashlahat mursalah, qiyas, dan saddu
dzariah. Amalan ahli Madinah disini berarti ijma dalam arti yang umum.
3. Metode ijtihad Imam Syafii adalah dengan menggali al-Quran, sunah yang shahih,
meskipun lewat periwayatan perseorangan (ahad), ijma seluruh mujtahid umat
Islam dan qiyas. al-Quran dan sunah dijadikannya satu level sedangkan ijma
shahabat lebih kuat dari pada ijma ulama dalam artian umum. Langkah terakhir yang
dilakukan adalah istishab.
4. Metode ijtihad Ahmad bin Hanbal adalah mula-mula mencarinya dalam al-Quran
dan sunah, kemudian dalam fatwa shahabat, kemudian memilih diantara fatwa sahabat
bila diantara fatwa tersebut terdapat beda pendapat, selanjutnya mengambilhadits
mursal dan hadits yang tingkatnya diperkirakan lemah, baru terakhir menempuh
jalan qiyas.
Langkah langkah melaksanakan ijtihad
Tentang langkah yang harus dilakukan oleh seorang mujtahid adalah
berdasarkan hadits yang populer tentang dialog Nabi dengan Muadz bin Jabal ketika
diutus Nabi ke Yaman untuk menjadi Hakim, hal ini merupakan dasar dari ijtihad.
Langkah Muadz bin Jabal dalam menghadapi suatu masalah hukum adalah pertama,
mencari dalam al-Quran. Kedua, jika tidak ditemukan dalam al-Quran, ia mencarinya
dalam sunah Nabi. Ketiga, bila dalam sunah tidak ditemukan, maka ia menggunakan
akal (royu).
Kronologis langkah yang dilakukan oleh Muadz bin Jabal itu diikuti pula oleh
ulama yang datang sesudahnya, termasuk imam madzhab yang populer. Namun
mereka berbeda dalam memahami al-Quran, sunah, dan kadar penggunaan akal
dalam menetapkan hukum. perbedaan tersebut menyebabkan perbedaan dalam
menetapkan hukum fiqh.
Di bawah ini akan diuraikan langkah-langkah yang ditempuh oleh seorang
mujtahid dalam istimbath hukum.
1. Langkah pertama yang harus dilakukan mujtahid adalah merujuk pada al-Quran.
bila menemukan dalil atau petunjuk yang umum dan dzahir, maka si mujtahid harus
mencari penjelasannya, baik dalam bentuk lafadz khas yang akan mentakhsiskan,
BAB 3
PENUTUP
3.1
3.2
Kesimpulan
Dari uraian yang telah dikemukakan ini, dapatlah diambil suatu kesimpulan
bahwa Ijthad adalah pengarahan daya pikir yang sekuat-kuatnya, yang dilakukan oleh
ahli fiqih, yang mempunyai kemampuan mengggali hukum-hukum syara yang tidak
terdapat dalam al-Qurdan hadis. Hukum melaksanakan ijtihad ada 5 yaitu wajib ain ,
Fardu kifayah, sunat, mubah dan haram. Hukum ini tergantung kepada pelaku ijtihad
tersebut dan hukum yang diijtihadkan.
Bentuk- bentuk Ijtihad tersebut antara lain dalam bentuk ijtihad intiqai, yang
dilakukan oleh sekelompok orang untuk memilih pendapat para ahli terdahulu
mengenai masalah tertentu kemudian diseleksi mana dalil yang kuat yang relevan
dengan perkembangan zaman. Bentuk lain dalam berijtihad adalah melalui ijtihad
insyai yaitu usaha menetapkan kesimpulan hukum mengenai peristiwa-peristiwa
yang baru yang belum diselesaikan oleh para ahli fiqih terdahulu, sedangkan bentuk
lain adalah melalui ijtihad komperatif yaitu penggabungan antara ijtihad intiqai dan
ijtihad insyai.
Macam-macam ijtihad yaitu ijtihad bayani, ijtihad qiyasi dan ijtihad isthilahi.
Sedangkan langkah-langkah berijtihad adalah pertama mereka merujuk kepada alQuran, jika ditemukan dalam al-Quran mujtahid merujuk kepada sunnah, jika tidak
ditemukan dalam sunnah mujtahid merujuk kepada sahabat, bila tidak ada
kesepakatan dari para sahabat maka seorang mujtahid harus menggunakan daya dan
ilmunya untuk melakukan ijtihad untuk merumuskan sebuah hukum.
Saran
Demikian makalah ijtihad dalam mata kuliah yang tentunya masih jauh dari
kesempurnaan. Kami sadar bahwa ini merupakan proses dalam menempuh
pembelajaran, untuk itu kami mengharapkan kritik serta saran yang membangun demi
kesempurnaan hasil diskusi kami. Harapan kami semoga dapat dijadikan suatu ilmu
yang bermanfaat bagi kita semua. Amin!
DAFTAR PUSTAKA
http://portal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/706/1/Perkembangan%20Hukum%20Islam
%20Melalui%20Ijtihad.pdf
http://digilib.uinsuka.ac.id/8783/1/ABD.MADJID%20AS%20IJTIHAD%20DAN
%20RELEVANSINYA%20DALAM%20PEMBAHARUAN%20PEMIKIRAN%20HUKUM
%20ISLAM%20STUDI%20ATAS%20PEMIKIRAN%20YUSUF%20AL-QARADAWI.pdf
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih , PT. Logos Wacana Ilmu, Ciputat Jakarta, jilid 2, 1997
Al-Amidi, al-Ihkam fi usul al-ahkam, Dar. Al-Fikri, 1981
Al- Syaukani , al-Irsyad al-fuhul, Dar al-Kutub al-il-miyyah, Bairut, 1994
Al- Gazali, al-mustasfa mim ilmi al- Usul, Kairo, Sayyid al-Husain
H. Achmad Marbaie, SH., MS., Hukum Islam Fakultas Hukum UNEJ,
Yusuf Qardawi, al-ijtihad fi al-Syariat al- Islamiyyah maa nazharatin tahliliyyat fi al- Ijtihad
al-Muatsir, Kuwait, , Dar al-Qalam, 1985
Sayyid Sabiq, Fiqhul al-Sunnat, Bairut, Dar al-Fikr, jilid II,
Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad majlis tarjih Muhammadiyah, Logos Publishing House,
Jakarta 1995
Ade Dedi Rohayana, Ilmu Usul Fiqih, Pekalongan : STAIN Press, 2005
Zuhri, Saifudin, Ushul Fiqh: Akal Sebagai Sumber Hukum Islam, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009