Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang mengatur umatnya secara komprehensif yang
mencakup berbagai aspek kehidupan umat. Dalam menghadapi perkembangan zaman,
Islam tetap menyerukan untuk berpegang teguh pada Al-Quran dan Hadits sebagai
pedoman. Hukum Islam merupakan pedoman bagi umat Islam baik yang bersumber
dari Al-Quran, Hadits ataupun sumber lainnya yang disepakati maupun yang masih
terdapat ikhtilaf di dalamnya. Untuk mencapai hukum Islam yang mengatur segala
aspek masyarakat dengan masalah dalam perkembangannya, ataupun interpretasi
yang timbul dalam masyarakat terhadap teks, maka dibutuhkannya ijtihād oleh para
pakar dalam Islam, sehingga kebingungan dalam masyarakat dapat dihilangkan. Di
dalam perjalanan perkembangan ijtihad hingga masa para imam mazhab, ijtihad
berkembang hingga mencapai puncaknya dan menjadi masa keemasan fiqh. Namun
setelah masa tersebut berakhir, kegiatan ijtihad lambat laun mengalami kelesuan
hingga menjadi beku, masa inilah yang disebut masa tertutupnya pintu ijtihad atau
disebut sebagai masa ‘taqlid’. Keberadaan dan pengakuan terhadap ijtihad dapat
diketahui dengan jelas, seperti yang telah disebutkan dalam surat ar-Ra’d ayat 3 dan
an-Nisa’ ayat 105 berikut:

٣ ‫…ِا َّن ْيِف ٰذ َكِل ٰاَلٰيٍت ِّلَقْو ٍم َّيَتَفَّكُر ْو َن‬


“Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi
kaum yang memikirkan.”

‫ِا َّنٓا َاْنَز ْلَنٓا ِاَلْي َك اْلِكٰت َب اِب ْلَحِّق ِلَتْح َمُك َبَنْي الَّناِس ِبَم ٓا َاٰر ىَك اُهّٰلل ۗ َو اَل َتُكْن ِّلْلَخ ۤا ِنَنْي َخ ِص ْيًم ا‬
‫ِٕى‬
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa
kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah
wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak
bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat.”
Ketentuan-ketentuan umum mengenai ijtihād dalam hukum Islam perlu dilihat
dari segi sejarah perkembangannya agar terciptanya pengetahuan menyeluruh dan
mengetahui model ijtihād dalam gambaran praktik kehidupan modernisme. Hal ini
juga berguna untuk lebih memahami hakikat dalam ijtihād itu sendiri. Dalam makalah
ini akan dibahas lebih luas mengenai ijtihād sebagai metode studi hukum islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud ijtihad sebagai metode studi hukum islam?
2. Apa dasar hukum ijtihad?
3. Apa saja cakupan dan macam-macam ijtihad?
4. Bagaimana sejarah ijtihad?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian ijtihad sebagai metode studi hukum islam
2. Untuk mengetahui dasar hukum ijtihad
3. Untuk mengetahui cakupan dan macam-macam ijtihad
4. Untuk mengetahui sejarah ijtihad
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijtihad
Ijtihad (‫ )االجتهاد‬dari segi bahasa berasal dari kata ijtihada (‫)اجتهد‬yang berarti
bersungguh-sungguh, rajin, giat atau mencurahkan segala kemampuan (jahada). Jadi,
menurut bahasa, ijtihad ialah berupaya serius dalam berusaha atau berusaha yang
bersungguh-sungguh. Sementara secara istilah, para ulama ushul mendefinisikan
ijtihad sebagai berikut:
1. Wahbah al-Zuhaili
Ijtihad adalah melakukan istimbath hukum syari`at dari segi dalildalilnya yang
terperinci di dalam syari`at.1
2. Imam Al-Ghazali
Ijtihad adalah suatu istilah tentang mengerahkan segala yang diushakan dan
menghabiskan segenap upaya dalam suatu pekerjaan, dan istilah ini tidak
digunakan kecuali terdapat beban dan kesungguhan. Maka dikatakan dia berusaha
keras untuk membawa batu besar, dan tidak dikatan dia berusaha (ijtihad) dalam
membawa batu yang ringan. Dan kemudian lafaz ini menjadi istilah secara khusus
di kalangan ulama, yaitu usaha sungguh-sungguh dari seorang mujtahid dalam
rangka mencari pengetahuan hukum-hukum syari`at. Dan ijtihad sempurna yaitu
mengerahkan segenap usaha dalam rangka untuk melakukan penncarian, sehingga
sampai merasa tidak mampu lagi untuk melakukan tambahan pencarian lagi. 2
3. Abdul Hamid Hakim
Ijtihad adalah mengerahkan segenap kemampuan dalam rangka untuk
memperoleh hukum syara’ dengan jalan istinbath dari alqur’an dan as-sunnah.3
4. Abdul hamid Muhammad bin Badis Al-shanhaji
Ijtihad adalah mengerahkan segenap kemampuan untuk melakukan istibath hukum
dari dalil syara’ dengan kaidah-kaidah. Dan orang melakukan ijtihad tersebut
adalah orang yang pakar dalam bidang ilmu-ilmu al-Quran dan al-sunnah,
memiliki pengetahuan yang luas tentang maqasid syariah (tujuan-tujuan hukum
islam), dan memiliki pemahaman yang benar terkait dengan bahasa Arab.4
Dari definisi di atas, dapat difahami bahwa ijtihad itu, pertama usaha
intelektual secara sungguh-sungguh; kedua, usaha yang dilakukan itu adalah
melakukan istibath (menyimpulkan) dan menemukan hukum; ketiga, pencarian
hukum dilakukan melalui dalil-dalil baik dari alqur’an dan Sunnah; keempat,
orang yang melakukan ijtihad itu adalah seorang ulama yang memiliki
kompetensi, dan keluasan wawasan serta pengetahuan dalam bidang hukum Islam.

1
Wahbah al-Zuhaili, al-Wajiz fi ushul al-Fiqh, (Bairut: dar al-fikr al-Mu’ashir, 1999), hlm 231.
2
Abu Hamid Al-Ghazali, al-Mustasfa min Ilmi al-Ushul, ditahqiq dan diterjemahkan kedalam bahasa inggris oleh
Ahmad Zaki hamad, (Riyadh KSA: Dar al-Maiman linasr wa al-tauzi’, tt), hlm. 640.
3
Abdul Hamid Hakim, Mabadi’ Awaliyah, (Jakarta: Penerbit Sa’adiyah Putra, tt)
4
Abdul Hamid Muhammad Bin Badis Al-Shanhaji, Mabadi’ al-Ushul, ditahqiq oleh Dr. Amar Thalibiy, (TTp: al-
Syirkah al-wathaniyah li al-nasr wa al-tauzi’,1980), Hlm. 47.
B. Dasar Hukum Ijtihad
Ijtihad menurut ulama ushul merupakan pokok syari’at yang ditetapkan oleh
Allah AWT dan rasul-Nya dan dapat diketahui melalui kitabnya, Alquran dan al-
Sunnah.

‫ِا َّنٓا َاْنَز ْلَنٓا ِاَلْي َك اْلِكٰت َب اِب ْلَحِّق ِلَتْح َمُك َبَنْي الَّناِس ِبَم ٓا َاٰر ىَك اُهّٰلل ۗ َو اَل َتُكْن ِّلْلَخ ۤا ِنَنْي َخ ِص ْيًم ا‬
‫ِٕى‬
Sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu Al-Kitab dengan benar agar engkau
menetapkan di antara manusia dengan jalan yang telah ditunjukkan oleh Allah
kepadamu. (An Nissa’ :105)

Ayat ini menunjukan ketetapan ijtihad dengan jalan menetapkan hukum


melalui Alquran dan al-Sunnah. Cara seperti ini, menurut para ulama adalah ijtihad
dengan jalan qiyas, yaitu menyamakan ketentuan hukum yang sudah ada
ketetapannya di dalam nash dengan kasus yang terjadi yang belum ada ketentuanya
hukumnya dengan melihat persamaan illat di antara keduanya.
Menurut Syeikh Muhammad Khudlari Bik dalam kitabnya Ushul Al-Fiqh,
bahwa hukum ijtihad itu dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu :
1. Wajib ‘Ain, yaitu bagi seseorang yang ditanya tentang sesuatu masalah dan
masalah itu akan hilang sebelum hukumnya diketahui. Atau ia sendiri mengalami
suatu peristiwa yang ia sendiri juga ingin mengetahui hukumnya.
2. Wajib kifayah, yaitu apabila seseorang ditanya tentang sesuatu dan sesuatu itu
tidak hilang sebelum diketahui hukumnya, sedangkan selain dia masih ada
mujtahid lain. Apabila seorang mujtahid telah menyelesaikan dan menetapkan
hukum sesuatu tersebut, maka kewajiban mujtahid yang lain telah gugur. Namun
bila tak seorang pun mujtahid melakukan ijtihadnya, maka dosalah semua
mujtahid tersebut.
3. Sunnah, yaitu ijtihad terhadap suatu masalah atau peristiwa yang belum terjadi
C. Cakupan Dan Macam-Macam Ijtihad
Dilihat dari segi cakupannya ijtihad dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Al-Masail Al-Furu'iyyah Al-Dhoniah yaitu masalah-masalah yang tidak
ditentukan secara pasti oleh nash Alquran dan Hadist. Hukum islam tentang
sesuatu yang ditunjukkan oleh dalil dhoni atau ayat-ayat Alquran dan hadis yang
statusnya dhoni mengandung banyak penafsiran sehingga memerlukan upaya
ijtihad untuk sampainya pada ketentuan yang meyakinkan.
2. Al-Masail Al-Fiqhiyah Al-Waqa’iyah Al-Mu’ashirah, yaitu hukum Islam tentang
sesuatu yang baru, yang sama sekali belum ditegaskan atau disinggung oleh
Alquran, hadist, maupan Ijmak para ulama'.
Dilihat dari pembagiannya, macam-macam ijtihad menurut al-Dualibi,
sebagaimana dikatakan oleh Wahbah Al-Zuhaili, ijtihad dibedakan dalam tiga
macam:
1. Al-Ijtihad al-Bayani, yaitu menjelaskan (bayan) hukumhukum syari`ah dari
nash-nash syar`i.
2. Al-Ijtihad al-Qiyasi, yaitu meletakkan (wadl`an) hukumhukum syari`ah untuk
kejadian/peristiwa yang tidak terdapat dalam al Qur`an dan Sunnah, dengan
jalan menggunakan qiyas atas apa yang terdapat dalam nash-nash hukum
syar`i.
3. Al-Ijtihad al-Isthishlahi, yaitu meletakkan hukum-hukum syari`ah untuk
kejadian/peristiwa yang terjadi yang tidak terdapat dalam al Qur`an dan
Sunnah menggunakan ar ra`yu yang disandarkan atas isthishlah. Maksud
istislah adalah dengan memelihara kepentingan hidup manusia yaitu menarik
manfaat dan menolak madharat dalam kehidupan manusia.
D. Sejarah Ijtihad

Anda mungkin juga menyukai