Anda di halaman 1dari 10

PENDAHULUAN

    Ijtihad merupakan dinamika ajaran Islam yang keberadaannya harus dipertahankan untuk
menciptakan kehidupan yang kreatif. hal ini disebabkan al-Qur'an hanya memuat permasalahan-
permasalahan secara garis besar. manusia harus mampu menerjemahkan dan menjabarkan nash-nash
al-Qur'an yang masih garis besar itu ke dalam realitas kehidupan masyarakat yang dinamik dan selalu
berubah. jika semangat ijtihad ini ditinggalkan ummat Islam, maka yang terjadi adalah stagnasi, padahal
al-Qur'an selalu relevan dengan gerak dan dinamika masyarakat. Pembahasan dan penelitian masalah-
masalah baru di zaman modern ini harus dilakukan secara kolektif. Dengan mengumpulkan berbagai ahli
yang menguasai bidang terkait dengan suatu permasalahan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar masalah
yang sedang dicari hukumnya itu bisa dikaji secara detail dari berbagai aspeknya.
Namun pada perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa ijtihad sebaiknya hanya dilakukan para ahli
agama Islam.
Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup dalam beribadah
kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada suatu waktu tertentu.
Fungsi Ijtihad meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal
dalam kehidupan manusia diatur secara detil oleh Al Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada perbedaan
keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat masalah baru
akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan baru dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam
kehidupan beragama sehari-hari.
Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau di suatu masa waktu
tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas
ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus
mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika
persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al Quran dan
Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat
Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al Quran dan Al Hadist.

PEMBAHASAN

Pengertian Ijtihad
   
Ijtihad berasal dari kata ‫ يجهد‬- ‫ جهد‬yang berarti "berusaha dengan sungguh-sungguh". Dari pengertian
bahasa ini selanjutnya para Ulama' merumuskan pengertian istilah. mereka berbeda pendapat dalam
merumuskan pengertian tersebut. Ada juga Ijtihad yang diberikan arti sebagai berikut "Segala upaya
yang dicurahkan Mujtahid dalam berbagai bidang ilmu, seperti bidang fiqih, teologi, filsafat dan
tasawuf".
   
Macam-macam IjtihaD

Ijtihad dari segi obyek kajiannya, menurut al Syatibhi, dibagi menjadi dua yaitu:
1.    Ijtihad Istinbathi
Adalah ijtihad yang dilakukan dengan mendasarkan pada nash-nash syariat dalam meneliti dan
menyimpulkan ide hukum yang terkandung di dalamnya. dan hasil dari ijtihad tersebut kemudian
dijadikan sebuah tolak ukur untuk setiap permasalahan yang dihadapi.
2.    Ijtihad Tathbiqi
Jika ijtihad istimbathi dilakukan dengan mendasarkan pada nash-nash syariat, maka ijtihad Tathbiqi
dilakukan dengan permasalahan kemudian hukum produk dari ijtihad istinbathi akan diterapkan.
Objek Ijtihad
Menurut Imam Ghazali, objek ijtihad adalah setiap hukum syara’ yang tidak memiliki dalil yang qoth’i.
Dengan demikian, syariat Islam dalam kaitannya dengan ijtihad terbagi dalam dua bagian.
Syariat yang tidak boleh dijadikan lapangan ijtihad yaitu, hukum-hukum yang telah dimaklumi sebagai
landasan pokok Islam, yang berdasarkan pada dalil-dalil qoth’i, seperti kewajiban melaksanakan rukun
Islam, atau haramnya berzina, mencuri dan lain-lain.
Syariat yang bisa dijadikan lapangan ijtihad yaitu hukum yang didasarkan pada dalil-dalil yang bersifat
zhanni, serta hukum-hukum yang belum ada nash-nya dan ijma’ para ulama.

 KESIMPULAN
Terkadang ijtihad disalah-pahami oleh sebagian kaum muda. Ketika mereka memilih satu pendapat dari
dua pendapat atau lebih, dengan mudahnya dia berkata bahwa itu adalah ijtihad. Pada taraf tertentu
pandangan keliru ini membuat mereka alergi kepada taklid, yang juga dipandang secara keliru.
Kekeliruan-keliruan semacam ini mungkin disebabkan mereka hanya melihat dari sisi bahasa atau
lughoh semata.
Secara bahasa, ijtihad berarti bersungguh-sungguh, bersusah-payah, menggunakan segenap
kemampuan. Maka sebagian kaum muda beranggapan bahwa jika mereka bersusah-payah menggali
hukum syar’iyyah dengan segenap ilmunya yang sangat minim dan segenap kemampuan aqalnya yang
sangat dangkal, itu adalah ijtihad.
Namun, di kalangan ulama, ijtihad ini khusus digunakan dalam pengertian usaha yang sungguh-sungguh
dari seorang ahli hukum (fuqoha) untuk mengetahui hukum syari’at. Adapun Imam Al-Ghazali
mengatakan bahwa ijtihad adalah usaha sungguh-sungguh dari seorang Mujtahid dalam upaya
mengetahui atau menetapkan hukum syari’at. Dalam definisi lain dikatakan bahwa ijtihad ialah
mencurahkan seluruh kemampuan untuk menetapkan hukum syara’ dengan jalan istinbat
(mengeluarkan hukum) dari Kitabullah dan Sunnah Rasul.

DAFTAR PUSTAKA
Dr. Saiban Kasuwi, MA, Metode Ijtihad Ibnu Rusyd, Malang: KutubMinar, 2005,  cet.I.
A. Hanafie, MA., Ushul Fiqh, Jakarta: Widjaya, 1993, cet. XII
Dr. H. Rachmat Syafe’i, MA., Ilmu Ushul Fiqh, Bandung: Pustaka Setia, 1999, cet. I.
Pembahasan

a. Pengertian Ijtihad

Dari segi bahasa, Ijtihad ialah mengerjakan sesuatu dengan segala kesungguhan.
Perkataan ijtihad tidak digunakan kecuali untuk perbuatan yang harus dilakukan dengan
susah payah.

Adapun ijtihad secara istilah cukup beragam dikemukakan oleh ulama usul fiqh.
Namun secara umum adalah

‫في ال َّش ِر ْي َع ِة‬ ِ ‫َع َملِيَّةُ ا ْستِ ْنبَا ِط اَْألحْ َك ِام ال َّشرْ ِعيَّ ِة ِم ْن اَ ِدلَّتِهَا التَّ ْف‬
ِ ‫ص ْيلِيَّ ِة‬
Artinya : “Aktivitas untuk memperoleh pengetahuan (istinbath) hukum syara’ dari dalil
terperinci dalam syariat”

Dengan kata lain, ijtihad adalah pengerahan segala kesanggupan seorang faqih (pakar
fiqih Islam) untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui dalil syara’
(agama). Dalam istilah inilah ijtihad lebih banyak dikenal dan digunakan bahkan banyak para
fuqaha yang menegaskan bahwa ijtihad dilakukan di bidang fiqih.

b. Dasar Hukum Ijtihad

Yang menjadi landasan diperbolehkannya ijtihad banyak sekali, baik melalui


pernyataan yang jelas maupun berdasarkan isyarat, diantaranya yaitu :

1) Firman Allah SWT

َ ‫اس بِ َما َأ َرا‬


}105 : ‫ك هّللا ُ {النساء‬ ِّ ‫اب بِ ْال َح‬
ِ َّ‫ق لِتَحْ ُك َم بَي َْن الن‬ َ َ‫ك ْال ِكت‬
َ ‫نز ْلنَا ِإلَ ْي‬
َ ‫ِإنَّا َأ‬
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran,
supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan
kepadamu”

2) Adanya keterangan sunnah, diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Umar :

‫اف َواِ َذا َح َك َم فَا َّجتَهَ َد ثُ َّم َأ َّخطَا َء فَلَهُ َأجْ ٌر‬
ِ ‫اب فَلَهُ اَجْ َر‬
َ ‫ص‬َ َ ‫اِ َذا َح َك َم ْال َحا ِك ُم فا َّجتَهَ َد فَا‬
“Jika seorang hakim menghukumi sesuatu, dan benar, maka ia mendapat dua, dan bila
salah maka ia mendapat satu pahala”

c. Macam-macam Ijtihad

Menurut Muhammad Taqiyu al-Hakim membagi ijtihad menjadi dua bagian, yaitu :

1) Ijtihad al-Aqli, yaitu ijtihad yang hujjahnya didasarkan pada akal tidak menggunakan dalil
syara’

2) Ijtihad syar’i, yaitu ijtihad yang didasarkan pada syara’

d. Syarat-syarat Ijtihad

1. Menguasai dan mengetahui arti ayat-ayat hukum yang terdapat dalam al-Qur’an baik
menurut bahasa maupun syariah

2. Menguasai dan mengetahui hadits tentang hukum, baik menurut bahasa maupun syariat

3. Mengetahui naskah dan mansukh dari al-Qur’an

4. Mengetahui permasalahan yang sudah ditetapkan melalui ijma’ ulama, sehingga ijtihadnya
tidak bertentang dengan ijma’

5. Mengetahui Qiyas dan berbagai persyaratannya serta istinbathnya

6. Mengetahui bahasa Arab dan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan bahasa, serta
problematikanya

7. Mengetahui ushul fiqh yang merupakan fondasi dari Ijtihad.

8. Mengetahui maqoshidu asy-syariah (tujuan syariah) secara umum, atau rahasia


disyariatkannya suatu hukum

e. Objek Ijtihad
Menurut Imam Ghazali, objek ijtihad adalah setiap hukum syara’ yang tidak memiliki
dalil yang qoth’i. Dengan demikian, syariat Islam dalam kaitannya dengan ijtihad terbagi
dalam dua bagian.

1. Syariat yang tidak boleh dijadikan lapangan ijtihad yaitu, hukum-hukum yang telah
dimaklumi sebagai landasan pokok Islam, yang berdasarkan pada dalil-dalil qoth’i,
seperti kewajiban melaksanakan rukun Islam, atau haramnya berzina, mencuri dan lain-
lain.

2. Syariat yang bisa dijadikan lapangan ijtihad yaitu hukum yang didasarkan pada dalil-dalil
yang bersifat zhanni, serta hukum-hukum yang belum ada nash-nya dan ijma’ para
ulama.

f. Hukum Melakukan Ijtihad

1. Fardhu ain : bila ada permasalahan yang meminta dirinya, dan harus mengamalkan hasil
dari ijtihad-nya dan tidak boleh taqlid kepada orang lain.

Juga dihukumi fardhu ain jika ditanyakan tentang suatu permasalahan yang belum ada
hukumnya.

2. Fardhu kifayah : jika permasalahan yang diajukan kepadanya tidak dikhawatirkan akan
habis waktunya, atau ada orang lain selain dirinya yang sama-sama memenuhi syarat
sebagai seorang mujtahid

3. Sunnah : apabila ber-ijtihad terhadap permasalahan yang baru, baik di tanya atau tidak

4. Haram : apabila ber-ijtihad terhadap permasalahan yang sudah ditetapkan secara qoth’i,
sehingga hasil ijtihadnya bertentangan dengan dalil syara’.

g. Tingkatan Mujtahid

1. Mujtahid mustaqil : adalah seorang mujtahid yang bebas menggunakan kaidah-kaidah yang
ia buat sendiri, dia menyusun fiqih-nya sendiri yang berbeda dengan madzhab.
2. Mujtahid mutlaq ghairu mustaqil adalah orang yang memiliki kriteria seperti mujtahid
mustaqil, namun dia tidak menciptakan sendiri kaidah-kaidahnya, tetapi mengikuti
metode salah satu imam.

3. Mujtahid muqoyyad / mujtahid takhrij adalah mujtahid yang terikat oleh madzhab
imamnya

4. Mujtahid tarjih adalah mujtahid yang belum sampai derajatnya pada mujtahid takhrij,
tetapi mujtahid ini sangat faqih, hafal kaidah-kaidah imamnya, mengetahui dalil-dalilnya,
cara memutuskan hukum dan lain-lain, namun kalau dibandingkan dengan mujtahid di
atas ia tergolong masih kurang.

5. Mujtahid fatwa : adalah orang yang hafal dan paham terhadap kaidah-kaidah imam
madzhab, mampu menguasai persoalan yang sudah jelas maupun yang sulit, namun dia
masih lemah dalam menetapkan suatu putusan berdasarkan dalil serta lemah dalam
menetapkan qiyas.

h. Ijtihad bagi Nabi-nabi

Pada ulama telah sepakat bolehnya ber-ijtihad bagi Nabi-nabi dalam hal-hal yang
berhubungan dengan kepentingan dunia dan soal-soal peperangan. Menurut jumhur, Nabi-
nabi boleh ber-ijtihad, kalau seseorang boleh ber-ijtihad sedang ia tidak terhindar dari
kemungkinan luput, mengapa Nabi-nabi tidak boleh ber-ijtihad, padahal mereka terjamin dari
keluputan.

i. Ijtihad bagi Sahabat-sahabat

Para ahli ushul berbeda pendapat tentang diperbolehkannya ijtihad bagi sahabat-
sahabat di masa Rasul. Pendapat yang kuat membolehkan ijtihad bagi sahabat-sahabat; baik
di kala berdekatan dengan Rasulullah ataupun ketika berjauhan.

Nabi pernah menyerahkan putusan tentang Yahudi Bani Quraidzah kepada Sa’ad.

Daftar Pustaka
- A. Hanafie, MA., Ushul Fiqh, Jakarta: Widjaya, 1993, cet. XII

- Dr. H. Rachmat Syafe’i, MA., Ilmu Ushul Fiqh, Bandung: Pustaka Setia, 1999, cet. I.

http://makalah-ibnu.blogspot.co.id/2008/11/i-j-t-i-h-d.html

Menurut bahasa, ijtihad berarti Al-jahd atau al-juhd yang berarti la-masyaqat (kesulitan
dan kesusahan) dan akth-thaqat (kesanggupan dan kemampuan). Dalam al-quran disebutkan:
“..walladzi lam yajidu illa juhdahum..” (at-taubah:79)
artinya: “… Dan (mencela) orang yang tidak memperoleh (sesuatu untuk disedekahkan) selain
kesanggupan”(at-taubah:79)
Kata al-jahd beserta serluruh turunan katanya menunjukkan pekerjaan yang dilakukan lebih dari
biasa dan sulit untuk dilaksanakan atau disenangi.
Dalam pengertian inila Nabi mengungkapkan kata-kata:
“Shallu ‘alayya wajtahiduu fiddua’”
artinya:”Bacalah salawat kepadaku dan bersungguh-sungguhlah dalam dua”

Ijtihad ialah mencurahkan segala kesungguhan (tenaga dan pikiran) untuk menemukan
hukum syara’ dari dalil-dalil tafshily dari kaidah-kaidah hukum syara’.
Namun menurut pendapat saya bahwa ijtihad ialah suatu pendapat para ulama untuk sebuah
masalah yang belum ada maupun yang ada akan tetapi belum jelas hukumnya di Al-Qur’an dan
hadits lalu dari pendapat tersebut sebagai ketentuan hukum syara’
Syariat islam adalah ketentuan hukum ketuhanan. Dan ijtihad disini merupakan suatu
jalan untuk mendapatkan ketentuan-ketentuan hukum yang timbul karena tuntutan kepentingan
dalam mu’amalah. Itulah sebabnya perkembangan hukum ijtihad menjadi keharusan hukum
praktis. Sebagaimana contoh ijtihad tidak termasuk Qiyas, sedangkan Qiyas termasuk dalam
ijtihad.

OBJEK KAJIAN
Objek ijtihad ialah setiap peristiwa hukum baik sudah ada nashnya yang bersifat dhanni
maupun belum ada nashnya sama sekali. Bagi peristiwa yang sudah ada nashnya cara ijtihad
adalah dengan jalan memahami nash atau meneliti apakah nash itu bersifat umum, apakah
dibatasi keumumannya atau tidak. Bagi yang tidak ada ketentuan nashnya, maka objek ijtihad
ialah memahami dan meneliti hukumnya dengan memakai Qiyas, istihsan, maslahah mursalah,
istishab, urf dan dalil-dalil hukum lainnya.

SYARAT-SYARAT MUJTAHID

Menurut Abdulwahab khalaf dalam kitab ushulnya bab ijtihad untuk dinyatakan sebagai orang
yang ahli berijtihad ada 4 syarat:

1. harus mengetahui dan memahami ilmu bahasa arab dengan sempurna dari segala seginya.
2. harus mengetahui ilmu Al-Qur’an dengan sempurna dari segala seginya, yakni yang
berhubungan dengan hukum-hukum yang dibawa oleh Al-Qur’an beserta ayat-ayatnya
dan pula cara-cara pengambilan hukum dari ayat tersebut.
3. mengetahui as-sunnah dengan sempurna dari segala seginya yakni hal-hal yang
berhubungan dengan hukum-hukum syara’.
4. mengetahui wajah-wajah atau pemakaian seperti halnya macam-macam illat dan hikmat-
hikmat penetapan hukum, yang karenanyalah hukum disyariatkan.

Dengan di kemukakannya syarat-syarat tersebut diatas tadi, boleh jadi timbul pertanyaan.
Kalau yang dikatakan seorang mujtahid (yang boleh meng-istinbathkan hukum langsung dari Al-
Qur’an dan hadits) harus memenuhi persyaratan diatas, maka apakah pada masa sekarang ada
orang yang patut dianggap sebagai seorang mujtahid? Tidaklah mudah untuk mengetahui suatu
ilmu sampai ke akar-akarnya walaupun itu ada, bagaimana cara mengetahuinya, sebab
kepandaian adalah bersifat abstrak.

DASAR HUKUM BERIJTIHAD


Dalam sejarah perkembangan hukum islam ijithad telah menjadi istilah hukum tertentu,
yang berarti suatu jalan pengambilan hukum dengan Al-Qur’an, as-sunnah dan akal. Adapun asal
mula ijtihad secara tegas dan jelas menurut sejarah hukum islam adalah tentang Tanya jawab
anatara Nabi Muhammad dengan sahabat mu’az bin jabal sewaktu ditunjuk oleh nabi sebagai
gubernur di yaman.

Al-Qur’an
Dalil hukum sebagai dasar wajibnya berijtihad adalah firman Allah Swt.
Yang artinya:
“maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang
mempunyai pandangan.” (QS. 59:2)
Dan firman Allah Swt yang artinya :
“kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (al-qur’an_ dan rasul (as-sunnah)….” (QS. 2:59)

Hadits
Rasulullah SAW bersabada yang artinya :
“dari sahabat Umar bin Ash sesungguhnya dia mendengar Rasulullah Saw bersabda:
apabila seorang hakim hendak mengambil keputusan kemudian ia berijtihad dan ternyata
mendapat hasil yang tepat, maka ia mendapat dua pahala. Dan apabila ia hendak mengambil
keputusan dengan ijtihadnya kemudian ternyata salah, maka baginya hanya mendapat satu
pahala saja”.

FUNGSI DAN TUJUAN IJTIHAD

1. Ijtihad menentukan hukum tentang segala sesuatu yang baru, karena perbuatan manusia
selalu terjadi perubahan dengan tiada hentinya dalam kehidupannya. Perubahan dengan
tiada hentinya dalam kehidupan. Perubahan ini terbukti dengan adanya sejarah. Sejarah
menceritakan perkembangan kehidupan manusia. Kalau kehidupan atau hukum itu tidak
berubah-ubah tidak ada gunanya hukum masa lalu.
2. ijtihad merupakan sumber hukum modernisasi dalam islam. Dengan ijtihad hukum islam
senantiasa menjadi baru sesuai dengan selera atau gaya modern dan sesuai dengan jiwa
atau pandangan zaman
3. ijtihad merupakan salah satu sistem berpikir ilmiah islam, ia memberikan kemerdekaan
berpikir, tetapi kemerdekaan ini tidak lepas dari ikatan berdisiplin yang diatur oleh
Qur’an dan hadits sebagain dasar asasinya.
4. ijtihad sebagai penopang kebudayaan dalam islam, bukan agama atau ibadah,
kebudayaannya bersifat pembaharuan sedang kan agama atau ibadah selamanya tetap

KEDUDUKAN IJTIHAD
Berbeda dengan al-Qur'an dan as-Sunnah, ijtihad terikat dengan ketentuan-ketentuan sebagi
berikut :

A.    Pada dasarnya yang ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan yang mutlak
absolut. Sebab ijtihad merupakan aktifitas akal pikiran manusia yang relatif. Sebagai produk
pikiran manusia yang relatif maka keputusan daripada suatu ijtihad pun adalah relatif.

B.     Sesuatu keputusan yang ditetapkan oleh ijtihad, mungkin berlaku bagi seseorang tapi tidak
berlaku bagi orang lain. Berlaku untuk satu masa / tempat tapi tidak berlaku pada masa / tempat
yang lain.

C.     Ijtihad tidak berlaku dalam urusan penambahan ‘ ibadah mahdhah. Sebab urusan ibadah
mahdhah hanya diatur oleh Allah dan Rasulullah.

D.    Keputusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur'an dan as-Sunnah.

E.     Dalam proses berijtihad hendaknya dipertimbangkan faktor-faktor motifasi, akibat,


kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan nilai-nilai yang menjadi ciri dan jiwa daripada
ajaran Islam.

Anda mungkin juga menyukai