Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

IJTIHAD DALAM ISLAM

Disusun Oleh :

Anisa Mutiara 2016051027


Ariq Ramadhan Fatih R 2016051011
Else Melinia 2016051061
Fawwaz Athallah 2056051019
Meisya Nadila 2016051039
Puja Utama KPC 2016051019
Salsabila Salma 2016051065
Yunita Andriyani 2016051025

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI BISNIS


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya, sehingga penyusunan Makalah tentang “IJTIHAD” sebagai tugas dari mata kuliah
Pendidikan Agama Islam ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan
syafa‟atnya di akhirat nanti.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Namun, kami berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca
untuk makalah ini, agar kelak kami dapat membuat makalah yang lebih baik lagi. Apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya, terima kasih.

Wassalamu‟alaikum Wr. Wb.

[Type here]
DAFTAR ISI

1. Pengertian Ijtihad ..................................................................................................................... 1


2. Macam-macam Ijtihad ................................................................................................................3

a. Ijtihad Fardhi......................................................................................................................... 3

b. Ijtihad Jami‟i ......................................................................................................................... 3

c. Ijtihad Intiqa‟i……………………………………………………………………………….3

3. Metode Ijtihad.......................................................................................................................... 4

a.Ijma' .......................................................................................................................................... 4

b. Qiyas .................................................................................................................................... 4

c. Istidlal .................................................................................................................................. 5

d. Masalin Al-Mursalah ........................................................................................................... 5

e. Istishan ................................................................................................................................. 6

f. Istisab ................................................................................................................................... 6

g. Urf atau adat istiadat ............................................................................................................ 6

4. Kegunaan Ijtihad........................................................................................................................... 6

5. Manfaat Ijtihad……………………………….............................................................................. 7
6. Kesimpulan dan Saran….. ……………………………………………………………………..11

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................12

[Type here]
1. Pengertian Ijtihad

Menurut WikiPedia Ijtihad (bahasa Arab: ‫اجتهاد‬‎) adalah sebuah usaha yang
sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang
sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak
dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat
dan pertimbangan matang.
Menurut bahasa, ijtihad berarti "pengerahan segala kemampuan untuk
mengerjakan sesuatu yang sulit." Atas dasar ini maka tidak tepat apabila kata
"ijtihad" dipergunakan untuk melakukan sesuatu yang mudah/ringan.
Pengertian ijtihad menurut istilah hukum Islam ialah mencurahkan tenaga
(memeras pikiran) untuk menemukan hukum agama (syara‟) melalui salah
satu dalil syara‟, dan tanpa cara-cara tertentu.
Pengertian ijtihad juga dapat dilihat dari dua segi baik etimologi maupun
terminologi. Dalam hal ini memiliki konteks yang berbeda. Ijtihad secara
etimologi memiliki pengertian: “pengerahan segala kemampuan untuk
mengerjakan sesuatu yang sulit”. Sedangkan secara terminologi adalah
“penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat pada
kitabullah (syara) dan sunnah rasul atau yang lainnya untuk memperoleh nash
yang ma‟qu; agar maksud dan tujuan umum dari hikmah syariah yang terkenal
dengan maslahat tersebut sehingga definisi ijtihad adalah pencurahan seorang
faqih atas semua kemampuannya.

Imam Mahdi mendefinisikan ijtihad sebagai berikut:


Ijtihad adalah mencurahkan segala kemampuan untuk mencari hukum syara‟
yang bersifat zhanni sampai dirinya merasa tak mampu mencari tambahan
kemampuan.
Melaksanakan ajaran Islam yang murni yang sesuai dengan al-Quran dan al-
Hadis, karena di dalam ajaran Islam meru[pakan ajaran yang sempurna
berjalan sesuai dengan tuntutan zaman. Sebagaimana firman Allah swt. dalam
al-Quran surah al-Maaidah (5) ayat 3:

1
Terjemahnya:
„ . . . pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu. . .‟.

Imam al-Ghazali mendefinisikan ijtihad dengan “badzlul mujtahid wus’ahu fi


thalabil ‘ilmi bi ahkamis syariah” (mengerahkannya seorang mujtahid kepada
segala kemampuan dan upayanya untuk mengurai pengetahuan tentang
hukum-hukum syariat). Imam Ibn Qudamah juga berpendapat serupa dan
hampir sama dengan definisi versi Imam al-Ghazali. Sedangkan Imam al-
Baydlowi mendefinisikan ijtihad sebagai “pengerahan segala upaya untuk
menangkap hukum-hukum syariat”.

Secara umum, yang dimaksud dengan ijtihad adalah usaha dan upaya yang
dikerahkan oleh seorang bernama “Mujtahid”, dengan segala kemampuan
dan pengetahuan yang dimiliknya untuk menggali dan menemukan hukum-
hukum syariat dan harus benar-benar orang yang taat dan memahami benar isi
Al-Qur‟an dan hadis.

2
2. Macam-Macam Ijtihad

Secara umum Ijtihad terbagi ke dalam dua kategori. Pertama, ijtihad ditinjau
dari segi asalnya. Berikut bentuknya
a. Ijtihad Fardi
Dilaksanakan secara independen (mustaqil) oleh seorang yang disebut
mujtahid. Metode, prosedur penetapan hukum serta proses dalam
pengambilan keputusannya dilakukan secara independen.

b. Ijtihad Jama’i
Yaitu ijtihad yang dilakukan tidak secara perorangan melainkan secara
kolektif oleh kelompok mujtahid dengan keahlian yang berbeda-beda
dalam berbagai bidang ilmu

Kemudian, apabila ditinjau dari segi pelaksanaan dan prosesnya ijtihad juga
dibagi menjadi dua bagian yaitu :

c. Ijtihad Intiqa’i
Merupakan pemilihan satu dari beberapa pendapat terkuat yang ada dalam
peninggalan fiqih Islam yang di dalammya berisi tentang fatwa dan
hukum-hukum islam (Al-Qardhawi, 1997:24). Dalam istilah Ushul Fiqih
metode intiqa‟i ini disebut metode tarjih yaitu memilih atau mengungulkan
pendapat terkuat dari pendapat-pendapat yang ada. Menurut Yusuf al-
Qardhawi kaidah tarjih itu banyak yang mana diantaranya adalah: pertama,
pendapat yang diambil harus memiliki hubungan kesesuaian dengan
kondisi hidup kekinian, kedua, hendaknya pendapat tersebut
menggambarkan kelemah lembutan dan kasih sayang kepada manusia,
ketiga, tidak menjauhi kemudahan akan ketetapan hukum keislaman.
Keempat, memperioritaskan untuk merealisasikan akan tujuan-tujuan
syari‟at yaitu menjaga kemaslahatan manusia dan menolak marabahaya
dari mereka (Al-Qardhawi, 1997:25).

3
d. Ijtihad Insya’i
Merupakan penarikan kesimpulan hukum baru akan sebuah permasalahan,
dimana persoalan tersebut belumlah pernah terjadi. Kegiatan ijtihad
Insya‟i ini menurut al-Qardhawi sebuah keharusan guna mencari pemecah
yang solutif terhadap permasalahan yang baru mengemuka serta menjadi
literasi dalam pengembangan hukum keislaman, karea kepastian akan
setiap masa akan melahirkan permasalahan yang sangat varaitif, begitupun
dengan kondisi zaman sekarang, yang mana permasalahannya jelas
berbeda dari masalah-masalah di masa lalu.

3. Metode Ijtihad

Ada beberapa metode atau cara untuk melakukan ijtihad, baik ijtihad
dilakukan sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. Diantara metode
atau cara berijtihad adalah:

a) Ijma', adalah persetujuan atau kesesuaian pendapat para ahli mengenai


suatu masalah pada suatu tempat disuatu masa.
Contoh : Saudara-saudara seibu-sebapak, baik laki-
laki ataupun perempuan (banu ala‟yan wa ala‟lat) terhalang dari menerima
warisan oleh bapak. Hal ini ditetapkan dengan ijma‟.

b) Qiyas, adalah menyamakan hukum suatu hal yang tidak terdapat


ketentuannya didalam Al-Qur'an dan As-Sunah dengan hal (lain) yang
hukumnya disebut dalam Al-Qur'an dan sunnah Rasul karena persamaan
illat-Nya.
Contoh : Larangan meniru khamr yang terdapat dalam Al-Qur'an surat Al-
Maidah ayat 90 Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

                    
                    

4
yaaa ayyuhallaziina aamanuuu innamal-khomru wal-maisiru wal-
angshoobu wal-azlaamu rijsum min 'amalisy-syaithooni fajtanibuuhu
la'allakum tuflihuun

Artinya :
"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras,
berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak
panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka
jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung." (QS. Al-
Ma'idah 5: Ayat 90)

Yang menyebabkan minuman itu dilarang adalah illat-Nya yakni


memabukkan. Sebab minuman yang memabukkan, dari apapun ia dibuat,
hukumnya sama dengan khamr yaitu dilarang untuk diminum. Dan untuk
menghindari akibat buruk meminum minuman yang memabukkan itu,
mak dengan qiyas pula ditetapkan semua minuman yang memabukkan,
apapun namanya, dilarang diminum dan dijual belikan untuk umum.

c) Istidlal, adalah menarik kesimpulan dari dua hal yang berlainan.


Contoh : Menarik kesimpulan dari adat-istiadat dan hukum agama yang
diwahyukan sebelum islam.

d) Masalin Al-Mursalah, adalah cara menemukan hukum suatu hal yang


tidak terdapat ketentuannya baik didalam Al-Qur'an maupun dalam kitab-
kitab hadist, berdasarkan pertimbangan kemaslahatan masyarakat atau
kepentingan umum.
Contoh : Pembenaran pemungutan pajak itu masih tetap berlaku selama
belum ada bukti dan saksi yang menyatakan bahwa perjalanan utang
piutang telah berakhir.

5
e) Istishan, adalah cara menentukan hukum dengan cara menyimpang dari
ketentuan yang sudah ada demi keadilan dan kepentingan sosial. Atau
suatu cara untuk mengambil keputusan yang tepat menurut suatu keadaan.
Contoh : Pencabutan hak milik seseorang atas tanah untuk pelebaran jalan.

f) Istisab, adalah menetapkan hukum suatu hal menurut keadaan yang terjadi
sebelumnya, sampai ada dalil yang mengubahnya.
Contoh : Ria mengadakan perjanjian utang piutang dengan nanda, menurut
ria telah dibayar , tanpa menunjukkan bukti atau saksi dalam kasus ini
berdasarkan istisab dapat ditetapkan bahwa ria masih belum membayar
utangnya dan perjanjian ini masih berlaku selama masih belum ada bukti
dan saksi yang menyatakan bahwa perjanjian utang piutang tersebut telah
berakhir.

g) Urf atau adat istiadat adalah yang tidak bertentangan dengan hukum islam
dapat dikukuhkan tetap harus berlaku bagi masyarakat yang bersangkutan.
Contoh : Melamar wanita dengan memberikan suatu tanda (pengikat),
pembayaran mahar secara tunai atau utang atas persetujuan kedua belah
pihak dan lain-lain.

4. Kegunaan Ijtihad

Fungsi Ijtihad adalah :


Fungsi ijtihad adalah untuk mendapatkan solusi hukum, jika terdapat suatu
masalah yang harus diterapkan hukumnya, namun tidak dijumpai pada Al-
Qur‟an dan Hadist.

Meski Al-Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti
semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detail oleh Al-Quran
maupun Al-Hadist. Selain itu, ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al-
Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat masalah baru akan

6
terus berkembang dan dibutuhkan aturan-aturan turunan dalam melaksanakan
Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.

Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu
atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah
perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al
Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus
mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran atau
Al-Hadits. Tapi jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas
atau tidak ada ketentuannya dalam Al-Quran dan Al-Hadist, pada saat itulah
maka umat Islam membutuhkan ketetapan Ijtihad. Akan tetapi yang berhak
membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al Quran dan Al
Hadist.

5. Manfaat Ijtihad
Adapun manfaat ijtihad, diantaranya yaitu :
1. Dapat mengetahui hukumnya, dari setiap permasalahan baru yang dialami
oleh umat muslim, sehingga hukum islam selalu berkembang dan mampu
menjawab tantangan.
2. Dapat menyesuaikan hukum berdasarkan perubahan zaman, waktu dan
keadaan
3. Menetapkan fatwa terhadap permasalah-permasalah yang tidak terkait
dengan halal atau haram.
4. Dapat membantu umat muslim dalam menghapi masalah yang belum ada
hukumnya secara islam.

a. Kedudukan Ijtihad Dalam Sumber Ajaran Islam

Perihal kebolehan melakukan ijtihad dalam Islam didasarkan pada sejumlah


ayat al-Qur‟an dan as-Sunah. Diantara ayat al-Qur‟an dimaksud, adalah: Qs.
An-Nisa‟ (4): 59 dan 105; Qs. Ar-Rum (30): 21; Qs. Az-Zumar (39): 42; dan

7
Qs. al-Jatsiyah (45): 13. Adapun redaksi firman Allah SWT dalam Qs. an-
Nisa‟ (4) dimaksud adalah :

‫شع تى ت نا ف ئٌ ي ن كى اأن ًس ًأًن ي ان س سٌل أط ي عٌا ً ىه ال ط ي عٌا أ ي نٌا أ ي ٍ ان ر أي يا ي ا‬


‫خس األ ًان يٌو ب اىهم ٌ ي نٌ ت ؤ ك ن تى إٌ ًان س سٌل ىه ال إن ي ًه ف سد ش يئ ف ي‬, ‫ن ك ذ‬
‫ت أًي ال ح سٍ أ ً خ يس‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul-
(Nya) dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu (urusan) maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur‟an) dan
Rasul (sunnah-Nya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
(Qs. an-Nisa‟/4: 59). Selain Qs. an-Nisa‟ (4) ayat 59 tersebut, keberadaan
ijtihad sebagai sumber ajaran Islam, setelah al-Qur‟an dan as-Sunnah,
didasarkan juga pada sabda Rasulullah saw berikut ini:

‫ل ق ا ؟ ت ق ضَ ب ى‬: ‫ىه ال ب ك تا ف َ ب ًا‬. ‫ ل ق ا‬: ‫ ل ق ا ؟ ىه ال ب ك تا ف َ ت جد ن ى ٌ ف ئ‬:


َ‫ ىه ال ل ز سٌ ب و ق ضَ ب ًا أق ض‬, ‫ ل ق ا‬: ‫؟ ىه ال ل ز سٌ ب و ق ضَ ف يًا ت جد ن ى ٌ ف ئ‬
‫ ق ال‬: ‫ن و ز سٌ ز سٌل ًف ان رٍ ىهم ان حًد‬

Artinya: Dengan apa kamu memutuskan perkara Mu‟adz? Mu‟adz menjawab,


“Dengan sesuatu yang terdapat dalam kitabullah”. Nabi bersabda, “kalau
kamu tidak mendapatkannya dari kitabullah? Mu‟adz menjawab, “saya akan
memutuskannya dengan sesuatu yang telah diputuskan oleh Rasulullah.”
Nabi berkata, kalau kamu tidak mendapatkan sesuatu yang telah diputuskan
oleh Rasulullah? Mu‟adz menjawab, “saya akan berijtihad dengan pikiran
saya.” Nabi bersabda, segala puji bagi Allah yang telah memberi taufiq
kepada utusan dari rasul-Nya.

Adapun as-Sunah yang menjadi dasar keberadaan ijtihad, tentu dalam


kapasitasnya sebagai sumber ajaran Islam, antara lain adalah hadis „Amr bin
Ash yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim dan Ahmad berikut ini:

8
‫أجس ف هو ث ف اج تيد ح كى ذا اخطأ ًإ ٌ اجسا ف هو ب صا ف أ ف اج تيد ك ى ن حا ا ح كى ذا إ و‬
‫ًاحد‬

Artinya: Apabila seorang hakim menetapkan hukum dengan berijtihad,


kemudian dia benar maka ia mendapatkan dua pahala. Akan tetapi, jika ia
menetapkan hukum dalam ijtihad itu salah maka ia mendapatkan satu pahala
(HR. Imam Muslim).

Sejumlah dalil di atas selain menunjukkan kebolehan melakukan


ijtihad dan juga menunjukkan bahwa ijtihad merupakan sumber ajaran Islam.
Pertama, ditempatkannya kalimah “… wa uli al-amr minkum, fain tanaza‟tum
fi sya‟in farudduhu ila Allah wa ar-rasul”. Pada Qs. an-Nisa‟ (4): 59
menunjukkan bahwa ijtihad merupakan sumber ketiga ajaran Islam.
Pemaknaan semacam ini semakin mendapatkan relevansinya ketika dikaitkan
dengah hadis Rasulullah SAW. mengenai sahabat Mu‟adz bin Jabal terutama
dirujukkan pada “ajtahidu bi ra‟yi” (aku akan berijtihad dengan ra‟yuku),
yang dalam hadis tersebut diposisikan setelah tidak ditemukan dalil dalam al-
Qur‟an dan as-Sunnah. Lebih dalam hadis tersebut Rasulullah SAW.
menyetujui langkah ijtihad sahabat Mu‟adz bin Jabal dengan ungkapan
“Alhamdulillah al-ladzi waffaqa rasula rasulih”.

Kedua, meskipun kedudukan ijtihad sebagai sumber ketiga ajaran


Islam, namun kualifikasi perintah ketaatan terhadap ijtihad berbeda dengan
al-Qur‟an dan as-Sunnah. Mengingat dalam Qs. an-Nisa‟ (4): 59 ketika
menyebut Allah dan Rasul didahului oleh perintah taat (athi‟ullah wa
athi‟urrasul) maka ketaatan terhadap al-Qur‟an dan as-Sunnah merupakan
suatu kewajiban mutlak bagi setiap ummat Islam. Tetapi mengingat pada uli
al-amri dan seterusnya tidak didahului oleh perintah taat (athi‟u) maka, hal ini
dapat dipahami bahwa ketaatan terhadap ijtihad itu bersifat kondisional.
Dalam pengertian ketika ijtihad masih relevan maka mesti ditaati tetapi ketika
sudah tidak relevan maka ketaatan itu bukan merupakan keharusan dan
kemudian harus dilakukan ijtihad baru.

9
Ijtihad memang merupakan salah satu sumber ajaran Islam, setelah al-
Qur‟an dan as-Sunnah. Hal ini berarti bahwa ijtihad baru dapat dirujuk
sebagai sumber ajaran Islam ketika dalil yang diperlukan untuk menetapkan
suatu hukum benar-benar secara eksplisit tidak ditemukan dalam al-Qur‟an
dan as-Sunnah. Lebih dari itu, mengingat perintah taat sebagaimana terdapat
dalam Qs. an-Nisa‟ (4): 59—hanya difokuskan pada Allah SWT. dan rasul-
Nya “athi‟u Allah wa athi‟u arrasul”, maka ketaatan mutlak hanyalah
terhadap al-Qur‟an dan as-sunnah, sedangkan ketaatan terhadap ijtihad
sifatnya kondisional. Jika hasil ijtihad itu sejalan dengan al-Qur‟an dan as-
Sunnah sebagai produk ulil amri, maka wajib dipatuhi, sedangkan jika
kebijakannya tidak sesuai dengan al-Qur‟an dan as-Sunnah, maka tidak ada
kewajiban untuk mengikutinya. Di kalangan ulama‟ fiqih, ijtihad dapat
mengambil berbagai bentuk. Keragaman model ijtihad itu di kalangan ulama‟
telah terpresentasikan, misalnya dalam hal perbedaan pendapat dari empat
madzhab fikih mengenai sumber-sumber ajaran Islam. Bentuk-bentuk ijtihad
itu dapat berupa ijma‟ ulama‟ (kesepakatan para ulama‟), qiyas (analogi), al-
mashlahat al-mursalah (kemaslahatan ummat), „urf (tradisi yang sudah
berlangsung), istihsan (sesuatu yang dianggap baik), qaul as-shahabat
(pendapat para sahabat), syar‟u man qablana (agama sebelum Islam), dan
sadd ad-dzari‟ah (menolak keburukan). Agak sedikit berlainan, Imam
Syaukani menyebutkan metode ijtihad dengan memberikan rincian sebagai
berikut ini: ijma‟, qiyas, istishab, istihsan, istishlah, sadd ad-dzari‟ah dan „urf.
Sementara itu Abdullah Ahmed an-Na‟im menyebut, ijma‟ dan qiyas sebagai
tehnik ijtihad, dan tehnik lain yang merupakan tambahan adalah istihsan,
istislah atau maslahah, istishab, darurah, dan „urf.

10
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Ijtihad adalah
mencurahkan segala bentuk tenaga dan pemikiran secara bersungguh-sungguh
untuk menetapkan suatu hukum. Dasar dari Ijtihad bersumber dari Al-Quran dan
Hadist sebagaimana yang dijelaskan diatas.

Ijtihad harus dilakukan jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di
suatu tempat tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut
dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya
dalam Al Quran atau Al Hadist.

Saran

Kami segenap anggota kelompok dalam hal ini menyadari bahwa penulisan makalah
ini masih jauh dari kata sempurna, kedepannya kami selaku penulis akan berusaha
lebih baik lagi dalam menjelaskan kesluruhan makalah di atas dengan sumber-
sumber yang lebih banyak dan tepat yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan
Untuk itu kami segenap anggota kelompok dengan terbuka menerima masukan
berupa saran dan kritik dari Bapak/Ibu pengampu mata kuliah Agama Islam agar
dapat dijadikan suatu bahan evaluasi dan pembelajaran bagi kami.

11
DAFTAR PUSTAKA
Kurniawan, A. (2021) Pengertian Ijtihad, Rukun beserta Fungsinya.

https://www.dosenpendidikan.co.id/ijtihad/

Nafisa, Amilatun (2020) Fungsi dan Manfaat Ijtihad

12

Anda mungkin juga menyukai