Disusun Oleh:
Kelompok 6 (Enam)
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Pengertian Ijtihad..........................................................................................3
B. Pengertian Hukum Islam...............................................................................4
C. Ijtihad dan Dinamika Pemikiran hukum Islam.............................................4
D. Objek atau Wilayah Ijtihad...........................................................................7
E. Hukum Melakukan Ijtihad............................................................................7
F. Fungsi Ijtihad................................................................................................8
G. Metode- metode berijtihad............................................................................9
H. Periode Ijtihad.............................................................................................12
I. Metode Ijtihad 4 Imam Mazhab..................................................................15
J. Kedudukan Ijtihad Dalam Studi Keislaman................................................19
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemikiran hukum Islam yang merupakan produk pemikiran ulama-ulama
terdahulu bukanlah merupakan hal yang tidak perlu diperbaharui.
Sebaliknya, hasil pemikiran yang tidak sesuai dengan zaman kekinian perlu
ditinjau ulang dan ini menunjukkan bahwa daya lentur dan dinamika
pemikiran tersebut kurang mampu mempertahan-kan diri dalam
perkembangan zaman.
iv
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi atau pengertian Ijtihad?
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami definisi Ijtihad.
v
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijtihad
Ijtihad adalah sendi Islam yang ke tiga, Sesudah Al-Quran dan Sunnah.
Menurut harfiah Ijtihad berasal dari kata Ijtihada, Artinya mencurahkan
tenaga, memeras pikiran, berusaha bersungguh-sungguh, bekerjasemaksimal
mungkin.1
Maka dari itu ijtihad menjadi bukti bagi manusia bahwa Islam selalu
memberikan pintu terbuka intelek manusia yang selalu mencari-cari bukan
saja diperkenankan bahkan ijtihad itu diperintahkan.3
1
Nasrudin Rrazak, Dienul Islam, ( Bandung: PT. Alma Arif, 1985 ), hlm. 107
2
Juhana S. Praja, Ilmu Ushul Fikih,( Bandung: Pustaka Setia, 2010 ), hlm . 99
3
Nasrudi Rrazak, Op.Cit, hlm 108
vi
Sabda Rasul:
”Apabila seorang hakim menetapkan hukum dengan berijtihad, kemudian
ia benar, maka ia mendapatkan dua pahala, tetapi Al-Quran apabila ia
menetapkan hukum dalam berijtihad itu dan dia salah, maka ia
mendapatkan satu pahala.” (HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, dan
Ahmad dari Amr Ibnu Ash).4
Ijtihad perlu dilakukan oleh orang yang memenuhi syarat dari masa ke
masa, karena Islam dan umat Islam berkembang dari zaman ke zaman sesuai
dengan perkembangan masyarakat. Dalam masyarakat itu senantiasa muncul
masalah-masalah yang perlu dipecahkan.Dengan ijtihad hukum Islam dapat
dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan umat Islam di setiap zaman.
4
Abdul Mujib dkk, Kawasan dan Wawasan Stud Islam, ( Jakarta: Kencana, 2007 ), cet.2, hlm. 181
5
“Pengertian Hukum islam, syariat islam, dalam
http://hk-islam.blogspot.com/2008/09/pengertian-hukum-islam-syariat-islam.html diakses pada
(08/09/2022)
6
Juhana S. Praja, Ilmu Ushul Fikih, ( Bandung: Pustaka Setia, 2010 ), cet. 4, hlm. 100
vii
Dari perkembanan model transaksi jual beli di Indonesia, akan dijumpai
beberapa formulasi. Dalam masyarakat tradisional model akad jual dilakukan
dengan dimulai tawar-menawar, kemudian terjadi kesepakatan kedua pihak,
maka tukar-menukar barang atau jual beli tanpa memperhatikan lafaz akad.
Berbeda dengan masyarakat tradisional, adalah masyarakat modern yang jual
belinya dilakukan di Supermarket, Mal, dan Swalayan, yang disana tidak
terdapat tawar menawar, melainkan harga sudah tertera di barangnya, dan
tanpa akad.
7
Ibid, hlm.172
8
Ibid, hlm. 173
viii
Menurut Dr. Asnawi Mahfudz. M.Ag, metode al-dihlawi dapat
dikembangkan dalam berbagai bentuk transaksi. Seiring dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi telah mempercepat arus transportasi,
komunikasi dan informasi, sehingga membawa dampak dalam dunia bisnis.
Jual beli jarak jauh sudah menjadi kebiasaan yang berlaku di dunia bisnis.
Dalam hal ini penjual dan pembeli tidak memperhatikan lagi masalah
ijab dan qabul secara lisan, tetapi cukup dengan perantara kertas-kertas
berharga, seperti, cek, dan, sebagainya.9 Jika jawaban Al-dihlawi
dikembangkan akan diperoleh jawaban bahwa jual beli yang demikian adalah
sah dan tidak melanggar etika bisnis dalam ajaran Islam, karena melalui
penukaran kertas-kertas berharga dari pihak pembeli dan barang dari pihak
penjual telah terungkap rasa suka sama suka antar penjual dan pembeli. Cara
demikian sudah dipandang memenuhi kriteria akad jual beli.10
1. Menguasai dan mengetahui arti ayat-ayat hukum yang terdapat dalam Al-
Quran, baik menurut bahasa maupun Syariah.
9
Ibid, hlm. 174
10
Ibid, hlm. 175
ix
6. Mengetahui Ilmu Ushul Fiqih yang merupakan fondasi ijtihad.
D. Objek atau Wilayah Ijtihad
Objek ijtihad dalam pandangan ulama salaf terbatas dengan masalah-
masalah fiqhiyah namun pada akhirnya objek tersebut mengembang pada
aspek keislaman yang mencakup akidah, filsafat, tasawuf dan fikih. Karena
itu, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam “ I’lam al- Muwaqi’in ” menerangkan
bahwa haram hukumnya memberikan fatwa yang menyalahi nash, bahwa
ijtihad menjadi gugur jika ditemukan nash. Dalam kaitan wilayah ijtihad
ustadz Muhamman al-Madani dalam bukunya “ Mawathin al- Ijtihad fi al-
syariah al- Islamiyyah ” menyatakan dalam masalah hukum terbagi dua
yaitu:11
1) Masalah Qath’iyah
2) Masalah Zhanniyah
1. Wajib ‘ain, yaitu bagi mereka yang dimintai fatwa hukum mengenai
suatu peristiwa yang terjadi, dan ia dikhawatirkan peristiwa itu lenyap
tanpa ada kepastian hukumnya, atau dia sendiri mengalami suatu
peristiwa dan ia ingin mengetahui hukumnya.
11
Abdul Mujib dkk, Kawasan dan Wawasan Studi Islam, ( Jakarta: Kencana, 2007 ), cet. 2, hlm.
193
12
Ibid, hlm. 194
x
2. Wajib kifayah, yaitu bagi orang yang dimintai fatwa hukum mengenai
suatu peristiwa yang tidak dikhawatirkan lenyap peristiwa itu, sedaang
selain dia masih terdapat mujtahid-mujtahid lainnya.
F. Fungsi Ijtihad
Dilihat lebih lanjut, fungsi ijtihad sendiri terbagi atas 3 macam, yaitu:
a. Ijma’
b. Qiyas
c. Istidlal
14
Ridwan Karim, “Ijma Dan Qiyas: Pengertian, Jenis, Dan Contoh,” Deepublishstore.Com, 2022,
https://deepublishstore.com/materi/ijma-dan-qiyas/.
xii
Secara bahasa, kata istidlal berasal dari kata istadalla yang berarti minta
petunjuk, memperoleh dalil, dan menarik kesimpulan. Imam al-Dimyathi
memberikan arti istidlal secara umum, yakni mencari dalil untuk mencapai
tujuan yang diminta. Menurut arti ini, istidlal berangkat dari kasus yang
dicari keputusan hukumnya. Dalam proses pencarian, mula-mula al-Qur’an
menjadi rujukan pertama. Jika tidak ditemukan jawaban di dalamnya, maka
al-Sunnah menjadi alternatif kedua. Jika tidak ditemukan jawabannya, Ijma’
menjadi pilihan ketiga, kemudian Qiyas pilihan berikutnya. Apabila keempat
dalil yang telah disepakati ulama tersebut belum bisa membuat keputusan
hukum, maka upaya berikutnya adalah mencari dalil yang diperselisihkan
para ulama, seperti istihsan, mashlahah mursalah, dan lain sebagainya.
Contoh istidlal : Jumlah hari pada setiap bulan komariah adalah tidak lebih
dari tiga puluh hari.15
d. Al-Maslahah Mursalah
15
Fikri Amiruddin, “Pengertian Istidlal Dalam Hukum Islam,” Fikriamiruddin.Com, 2020,
https://www.fikriamiruddin.com/2020/07/pengertian-istidlal.html.
16
Saepul Aziz, “Maslahah Mursalah Dalam Kedudukannya Sebagai Sumber Hukum Islam,”
Jabar.Kemenag.Co.Id, 2020, https://jabar.kemenag.go.id/portal/read/maslahah-mursalah-dalam-
kedudukannya-sebagai-sumber-hukum-islam.
xiii
e. Istihsan
f. Istishab
Istishab adalah apa yang sudah tetap keberadaannya pada masa yang
awal, sehingga tetap berlaku pada masa yang mendatang, sampai ada dalil
yang akan merubahnya. Istishab merupakan kembali kepada hukum yang
asal, ketika tidak dalil khusus yang mengaturnya, berdasarkan ‘illah yang
ada. Contoh : Bila seseorang pinjam uang kepada kita. Lalu kita maupun dia
ragu-ragu. Sudah bayar hutang atau belum. Maka kita kembali kepada
keadaan yang awal. Keadaan yang tidak diragukan. Bahwa dia berhutang.
Selama tidak ada bukti bahwa dia sudah bayar, maka dia dihukumi belum
bayar.
g. Urf
H. Periode Ijtihad
Ijtihad selalu dilakukan dari fase ke fase, yakni mulai dari fase nabi
Muhammad saw, fase sahabat, dan fase-fase berikutnya. Yang fase-fase
tersebut penjelasannya terdapat dalam.21
19
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, ( Jakarta: PT. Grafindo Pertsada, 2011 ), cet. 16, hlm. 124
20
Ibid, hlm. 125
21
Abdul Mujib dkk, Kawasan dan Wawasan Studi Islam, ( Jakarta: Kencana, 2007 ), cet.2, hlm.
182
xv
Tahap pertumbuhan dan perkembangan hukum islam sebagai berikut:
22
Muhammad Daud Ali, Op.Cit, hlm. 164
23
Ibid, hlm. 168
xvi
Di antara tindakan ijtihad yang dilakukan oleh khalifah Umar tersebut
sebagai berikut:
Pada masa ini, khalifah Ali memecahkan pesoalan antara Sunni dan
Syiah, mengenai perbedaan pendapat masalah politik, masalah
pemahaman akidah, dan pelaksanaan ibadah. Masa Pengembangan dan
Pembukuan Periode Ijtihad dan kemajuan bersamaan masanya dengan
periode kemajuan Islam I, 700-1000 M. Periode ini disebut juga periode
pengumpulan hadis, ijtihad atau fatwa sahabat dan tabiin( generasi
sesudai sahabat).24
Pada masa inilah timbul empat mazhab dalam hukum Islam, yaitu:
1. ImamAbu Hanifah
2. ImamMalik
3. ImamSyafii
24
Nasution Razak, Islam Ditinjau dari Berbagai aspeknya jilid II , ( Jakarta: universitas
Indonesia, 2002 ), cet. 2, hlm. 6
25
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, ( Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2000 ), cet. 5, hlm. 256
xvii
I. Metode Ijtihad 4 Imam Mazhab
Ijtihad pada imam mazhab ini merupakan ijtihad pengembangan dari masa
tabi’in dengan cara meletakkan dasar dan prinsip-prinsip pokok dalam
berijtihad yang kemudian disebut “ushul”. Langka dan metode yang mereka
tempuh dalam berijtihad melahirkan kaidah-kaidah umum yang dijadikan
pedoman oleh generasi berikutnya dalam mengembangkan pendapat
pendahulunya.
Dalam buku Ushul Fiqih Mazhab Asy-Syafii karya Teuku Khairul Fazil
dijelaskan, Imam Syafii dalam karya yang ditekankan langsung kepada
muridnya, Rabin bin Sulaiman, mengidentikkan ijtihad dengan qiyas. Beliau
menyimpulkan bahwa ijtihad adalah qiyas. Namun demikian pada titik lain,
dia menolak tegas metode istihsan karena metode tersebut merupakan
pemikiran yang dianggap hanya berdasarkan pemikiran bebas manusia atas
dasar kepentingan perilaku individual.
Syarat-syarat ijtihad yang dirumuskan Imam Syafii dalam kitab Ar-Risalah
misalnya, sampai saat ini terus dipakai oleh pakar-pakar hukum Islam.
Siapapun yang ingin berijtiad harus memenuhi syarat-syarat yang ada di
dalamnya. Di antaranya adalah harus mengetahui bahasa Arab, materi huum
Alquran, bahasa yang bersifat umum dan khusus, serta mengetahui teori
nasakh dan mansukh. Kemudian seorang ahli fiqih juga harus bisa
menggunakan sunah dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran yang tegas dan
jelas. Ketika dia tidak menemukan sunnah, maka dia harus mengetahui adanya
kesepakatan (konsesus) yang mungkin menginformasikan kasus-kasus yang
ada. Adapun metode ijtihad Imam Syafii yakni dengan rujukan utama Alquran
dan sunah, ijma, dan qiyas.26
26
Imas Damayanti, Metode yang Digunakan Imam Syafii dalam Ijtihad Hukum,
https://www.republika.co.id/berita/qcrrn8320/metode-yang-digunakan-imam-syafii-dalam-ijtihad-
hukum#:~:text=Adapun%20metode%20ijtihad%20Imam%20Syafii,sunah%2C%20ijma%2C
%20dan%20qiyas. Diakses pada tanggal 2 Desember 2022 pkl 19:14
xviii
Metode dan sumber hukum yang menjadi ciri khas yang bagi mazhab
Maliki adalah 'Amal Ahlul Madinah. Madinah juga menjadi tempat Nabi
mempraktikkan keberagamaan yang bisa ditiru generasi selanjutnya. Imam
Malik menyebutkan praktik ahli Madinah sebagai sumber hukum merupakan
tradisi penduduk Madinah yang dianggap sangat dekat dengan masa
Rasulullah.
Jika praktik masyarakat Madinah lebih sebagai respons atas sunnah nabi,
maka tradisi dalam hukum merupakan sumber hukum Islam. Bagi Imam
Malik, tidak semua tradisi sesuai dengan spirit hukum Islam. Tradisi (urf)
yang dianggap sesuai adalah tradisi yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai
syariah. Mazhab Maliki meski dikenal sebagai ahl al-hadis, tetap memiliki
formula hukum jika menemukan masalah yang tak ada rujukannya dalam
Alquran maupun hadis nabi.
28
Abdurrahman Kasdi, “Metode Ijtihad Dan Karakteristik Fiqih Abu Hanifah,” Yudisia 5, no. 2
(2014): hlm. 220-221.
xx
Metode yang dikembangkan oleh ahmad bin hambal adalah metode
Dialektika hal ini dapat kita lihat cara beliau menjelaskan tentang suatu
hukum, Fiqih Imam Ahmad menjelaskan tentang syarat-syarat penegakan
sanksi potong tangan. Dari sisi pelaku pencurian, syarat-syarat yang meski
dipenuhi adalah pencurinya sudah mukallaf, dapat memilih, merdeka, dan
budak pemilik, meskipun Syubhat.Sedangkan syarat dari segi benda adalah
benda yang dicurinya berupa harta dan sudah mencapai nishab. Menurut
Ahmad ibn Hambal, nishab harta curian yang pencurinya harus dikenai sanksi
potong tangan adalah ¼ dinar atau 3 Dirham.
Dalam bidang pemerintahan Imam Ahmad berpendapat bahwa khalifah
yang memimpin adalah dari kalangan Quraisy sedangkan taat kepada khalifah
adalah mutlak. Imam Ahmad berpendapat : “Mendengarkan dan taat kepada
para imam dan amirul mu’minin (adalah wajib), baik ia seorang yang baik
maupun Fajir”.
Dalam bidang Mu’amalah, terutama tentang Khiyar al-Majlis.Imam
Ahmad berpendapat bahwa jual beli belum dianggap lazim (meskipun telah
terjadi ijab dan qabul) apabila penjual dan pembeli masih dalam satu ruangan
yang di tempat itu akad dilakukan.Apabila keduanya atau salah satunya tidak
di tempat itu lagi (berpisah) maka akad sudah lazim. Alasannya adalah hadist
riwayat Nafi’ dan ‘Abdullah ibn Umar r.a yang menyatakan bahwa nabi
Muhammad Saw bersabda : “Setiap penjual dan pembeli mempunyai hak
khiyar (pilih) selama keduanya belum berpisah “29
29
Tarbiyah, Ijtihad Imam Hanbali, https://tarbiyyah-blog.blogspot.com/2012/05/ijtihad-imam-
hanbali.html Diakses pada tanggal 2 Desember 2022 pkl 20:01
xxi
Ijtihad sangat penting dalam studi keislaman, karena materi ijtihad akan
sangat berguna bagi seorang pelajar untuk mencari tahu ataupun mengetahui
semua hal yang tidak dijelaskan di dalam Al-Qur’an dan Hadits, baik itu dari
hal ibadah maupun hukum.
Dengan berijtihad, maka suatu hukum akan mudah dipahami dan
digunakan oleh semua orang untuk mengatasi kebingungan yang terjadi
karena tidak adanya suatu dalil yang jelas dalam sumber-sumber Islam.
Ijtihad memiliki kedudukan yang lumayan tinggi dalam studi keislaman,
karena kedua hal ini seperti saling berhubungan satu sama lain, ijtihad dapat
membuat suatu perbandingan antara pendapat yang satu dengan pendapat yang
lain, hal ini dapat mempermudah setiap orang untuk mengikuti pendapat yang
sesuai dengan kebutuhan ataupun kemampuan seseorang itu sendiri.
Dalam studi keislaman, ijtihad tidak dapat dikesampingkan, karena ijtihad
ini sangat penting untuk dipelajari dan dipahami agar tidak menimbulkan
kesalahpahaman atas perbedaan pendapat dari ulama-ulama tentang hukum-
hukum yang telah ditetapkan dan disepakati oleh banyak ulama.
BAB III
PENUTUP
xxii
1. Kesimpulan
Ijtihad adalah pengerahan segala kesanggupan seorang faqih untuk
memperoleh pengetahuan tentang hukum melalui dalil syara’. Al-quran dan
Sunnah sebagai dua sumber ajaran Islam maka ijtihad berfungsi sebagai alat
penggeraknya, tanpa daya ijtihad kedua sumber itu
menjadi lumpuh.Sebab itu ijtihad menjadi sumber tambahan dalam Islam.
Maka dari itu ijtihad menjadi bukti bagi manusia bahwa Islam selalu
memberikan pintu terbuka intelek manusia. Kemudian dalam hukum Islam,
setiap ajaran hukum Islam sangat diperlukan agar tidak termakan oleh waktu
serta mampu menjawab tantangan zaman.Dengan berpedoman kepada
kemaslahatan manusia para mujtahid akan dapat selalu mengikuti dan
mengendalikan perkembangan masyarakat, menemukan hukum bagi satu
masalah baru.
2. Saran-saran
Dari beberapa penjelasan di atas tentang penulisan Ijtihad dan Dinamika
Pemikiran Hukum Islam pasti tidak terlepas dari kesalahan penulisan dan
rangkaian kalimat dan penyusunan Makalah ini menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan seperti yang diharapkan oleh para pembaca
dalam khususnya pembimbing mata kuliah Pengantar Studi Islam. oleh
karena itu penulis makalah ini mengharap kepada para pembaca mahasiswa
dan dosen pembimbing mata kuliah ini terdapat kritik dan saran yang
sifatnya membangun dalam terselesainya makalah yang selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
xxiii
Nurdin, Rosnawi. (2011). pemikiran hukum Islam dan Dinamika Masyarakat
kontemporer http://jurnaltahkim.wordpress.com diakses pada(08/09/2022)
Razak, Nasrudin. (1985). , Dienul Islam. Bandung: PT. Alma Arif
Mujib, Abdul. Dkk. (2007). Kawasan dan Wawasan Studi Islam. Jakarta:
Kencana
Pengertian Hukum Islam. (2011) Syariat Islam.
http://hk-islam.blogspot.com/2008/09/pengertian-hukum-islam-syariat-
islam.html diakses pada (08/09/2022)
Nata, Abudin. 2000. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Grafindo Persada
xxiv
Hukum Islam.” Jabar.Kemenag.Co.Id, 2020.
https://jabar.kemenag.go.id/portal/read/maslahah-mursalah-dalam-
kedudukannya-sebagai-sumber-hukum-islam.
xxv
HASIL DISKUSI
Pertanyaan-pertanyaan :
1. Apa yang dimaksud dengan hukum Islam ? (Restu kelompok 13)
2. Apa dampak positif berijtihad menurut kalian ? (Annisa kelompok 11)
3. Bagaimana kedudukan ijtihad sebagai sumber hukum dibandingkan Al-
Qur’an dan Hadits ? (Winda kelompok 9)
4. Jelaskan apa itu dalil nash ? (Ikbal kelompok 1)
5. Perbuatan manusia yang seperti apa yang dapat membuat ijtihad itu
berkembang ? (Aulia kelompok 10)
6. Apa yang menjadi dasar pengambilan hukum Islam ? (Irhas kelompok 3)
7. Bagaimana peranan ijtihad dalam pengembangan hukum Islam ? (Maul
kelompok 9)
8. Mengapa ijtihad dijadikan alat pengembangan hukum dalam Islam ?
(Cindy kelompok 13)
Jawaban :
1. Definisi hukum Islam adalah syariat yang berarti aturan yang diadakan
oleh Allah untuk umat-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi SAW,
baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah)
maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan amaliyah
(perbuatan) yang dilakukan oleh umat Muslim semuanya.
xxvi
3. Kedudukan ijtihad dapat dikatakan sejajar dengan hukum Islam lainnya,
yakni Alquran dan sunnah. Sangat penting adanya bagi umat muslim
untuk memahami kedudukan ijtihad sebagai tambahan pengetahuan
tentang islam. Agar tidak ada kesalahpahaman dalam mendalami ijtihad
tersebut. Dengan adanya ijtihad, diharapkan Islam mampu menjadi agama
yang luwes, dinamis, fleksibel sesuai dengan dinamika zaman.
4. Dalil Nash adalah Dalil naqli yang bersumber dari al-Qur’an, ini
merupakan dalil yang sudah jelas dan kebenarannya tidak diragukan lagi,
karena berasal dari Allah SWT dan dijamin kemurnian atau keasliannya.
6. Sumber hukum Islam merupakan suatu rujukan, landasan atau dasar yang
utama dalam pengambilan hukum. Ada 4 sumber hukum Islam yang
dijadikan pedoman bagi umat Islam yakni, Al-Qur’an, Hadits, Ijma’, dan
Qiyas.
Menambahkan jawaban:
1. Riza
2. Maulina
3. Salman
xxvii