Anda di halaman 1dari 23

TEORI MAQASID AL-SYARI’AH KONTEMPORER DALAM

HUKUM ISLAM DAN RELEVANSINYA DENGAN


PEMBANGUNAN EKONOMI NASIONAL
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas UAS mata kuliah
Ekonomi Pembangunan Islam pada semester v(lima)
Dosen Pengampu : Andrian Aziz Widodo, M.M, M.Si, M.E.I, M.H

Disusun oleh:

Qurrah A’yuni Padang 20.21.1.31

PROGAM STUDI EKONOMI SYARIAH

SEKOLAH TINGGI ILMU SYARIAH AL WAFA

BOGOR

2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................................................... ii
BAB I .............................................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................................................ 3
1.4 Manfaat Penelitian.............................................................................................................................. 3
BAB II ............................................................................................................................................................. 4
KAJIAN TEORI ................................................................................................................................................ 4
2.1 Maqashid al-Syari’ah ........................................................................................................................... 4
2.2 Hukum Islam ....................................................................................................................................... 5
2.3 Pembangunan Ekonomi ...................................................................................................................... 7
BAB III .......................................................................................................................................................... 10
METODOLOGI PENELITIAN.......................................................................................................................... 10
BAB IV.......................................................................................................................................................... 11
PEMBAHASAN ............................................................................................................................................. 11
4.1 Kaitan Maqashid al-Syari’ah dalam Bidang Ekonomi ...................................................................... 11
4.2 Maqashid al-Syari’ah Sebagai Indikator Pembangunan ................................................................... 12
4.3 Relevansi Teori Maqashid al-Syari’ah dengan Hukum Konvensional .............................................. 17
BAB V........................................................................................................................................................... 18
PENUTUP ..................................................................................................................................................... 18
5.1 Kesimpulan........................................................................................................................................ 18
5.2 Saran ................................................................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................... 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Islam adalah ajaran tentang segala aspek kehidupan di alam semesta, termasuk
persoalan ekonomi rakyat, yang sumbernya berasal dari Tuhan (Allah). Islam dikatakan
sebagai ajaran yang bersifat universal, melintasi setiap ruang dan waktu (shalih li kulli
zaman wa makan) atau selalu relevan diterapkan untuk semua tempat dan zaman.
Artinya, kebenaran Islam sebagai sebuah aturan universal bisa dipakai kapan saja,
dimana saja, dan dalamkondisi apa saja dari sejak ia turun ke dunia hingga akhir dari
segala kehidupan dunia kelak.
Semua norma hukum Islam, baik yang berbentuk perintah maupun yang
berbentuk larangan, yang terkandung dalam teks-teks syariat bukanlah sesuatu yang
hampa tanpa makna. Tetapi, semua itu mempunyai maksud dan tujuan tertentu demi
kebaikan kehidupan seluruh umat manusia. Dengan kata lain, semua perintah dan
larangan dalam ajaran Islam sebenarnya bukanlah untuk membebani umat manusia,
tetapu hal itu semata-mata demi kebaikan umat manusia sendiri.1 Para ulama menyebut
hal tersebut dengan istilah maqashid al-syari’ah.
Tujuan penetapan hukum atau yang sering dikenal dengan istilah maqashid al-
syari’ah merupakan salah satu konsep penting dalam kajian hukum Islam. Karena begitu
pentingnya maqashid al-syari’ah tersebut, para ahli teori hukum menjadikan maqashid
al-syari’ah sebagai sesuatu yang harus dipahami oleh mujtahid yang melakukan ijtihad.
Maqashid al-syari’ah juga menjadi kunci keberhasilan mujtahid dalam ijtihadnya,
karena kepada dasaran tujuan hukum itulah setiap persoalan dalam kehidupan umat
manusia diacukan. Sedemikian penting konsep maqashid al-syari’ah, sehingga al-
Syathibi mengatakan bahwa mengetahui dan memahami maqashid al-syari’ah secara
utuh dan total merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh seorang mujtahid
termasuk juga para pembelajar yang menekuni studi hukum baik hukum Islam maupun
hukum konvensional.2

1
Said Aqil Siradj dan Mamang Muhamad Haerudin, Berkah Islam Indonesia: Jalan Dakwah Rahmatan
Lil-'alamin, (Jakarta: Quanta, 2015), hlm. 69
2
Abd Moqsith Ghazali dkk, Metodologi Studi Al-Qur’an, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009),
hlm. 159 Lihat juga, al-Syathibi, al-Muwafaqat, Juz III, hlm. 105-106

1
Hukum diciptakan dengan tujuan dan maksud demi kepentingan umat manusia.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, sebagaimana dikutip oleh Khairul Umam menyatakan,
menyatakan bahwa tujuan syari’at adalah kemaslahatan hamba di dunia dan di akhirat.3
Semua ketentuan syari’at adalah keadilan yang mengandung kasih 2ocus2 dan hikmah.
Atas dasar itu, segala sesuatu yang jauh dari keadilan, kasih 2ocus2, atau bahkan
menimbulkan kekacauan di tengah masyarakat, bisa dipastikan bahwa hal tersebut
bukanlah ketentuan yang bersumber dari syari’at.
Dalam konteks yang lebih luas, di satu sisi, perubahan-perubahan social yang
dihadapi umat Islam di saat ini telah melahirkan sejumlah problem serius berkaitan
dengan hukum Islam. Di sisi yang lain, metode yang dikembangkan para pembaru dalam
menjawab problem tersebut tampak belum memuaskan. Dalam penelitian mengenai
pembaruan hukum di dunia Islam, termasuk di Indonesia, sebagaimana yang dinyatakan
oleh J.N.D. Anderson,4 disimpulkan bahwa metode yang umumnya dikembangkan oleh
pembaru Islam dalam menangani isu-isu hukum masih bertumpu pada pendekatan yang
terpilah-pilah dengan mengeksploitasi prinsip takhayyur5 dan talfiq.6 Atas dasar itu,
sangat perlu saat ini dirumuskan suatu metodologi sistematis yang mempunyai akar
Islam yang kokoh jika ingin menghasilkan hukum yang komprehensif dan berkembang
secara konsisten.7 Atas dasar itu pula, pendalaman mengenai teori maqashid al-syari’ah
dalam kajian hukum Islam merupakan suatu keniscayaan yang harus terus dilakukan.
Makalah ini akan merusaha menelaah secara komprehensif tentang teori maqashid al-
syari’ah dalam hukum Islam. Poin-poin yang dianggap penting dalam masalah ini
meliputi pengertian maqashid al-syari’ah, kandungannya, cara mengetahuinya, serta
cara penerapannya.

3
Khairul Umam, Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 127
4
J.N.D. Anderson, Law Reform in the Muslim World, (London: University of London Press, 1976), hlm.
42
5
Takhayyur adalah suatu metode (salah satu prinsip dalam ushul fiqh lama) yurisprudensi yang menurutnya
seorang Muslim dalam suatu situasi spesifik diizinkan keluar dari penafsiran mazhab hukumnya sendiri untuk
mengikuti penafsiran salah satu dari tiga mazhab sunni lainnya. Ekspolitasi metode ini dalam penerapan syari’at
bahkan diperluas cakupannya untuk memilih opini di luar mazhab sunni yang empat, atau opini para pakar hukum
sebelum terkristalnya mazhab, atau opini para para pakar yang belakangan. Lihat, Taufik Adnan Amal dan Samsu
Rizal Panggabean, Politik Syari’at Islam: Dari Indonesia Hingga Nigeria, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2004), hlm.
182
6
Sementara talfiq adalah adalah suatu metode yang dengannya pandangan-pandangan berbagai mazhab
atau yuris Muslim dikombinasikan untuk membentuk suatu peraturan tunggal. Sebagaimana dengan takhayyur,
talfiq juga diperluas cakupannya dengan memasukkan pandangan-pandangan di luar mazhab sunni yang empat.
Ibid.
7
John L. Esposito, Women in Muslim Family Law, (Syracuse: Syracuse University Press, 1982), hlm. 101

2
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Kaitan Maqashid Al-Syari’ah dalam bidang ekonomi?


2. Apa maksud dari Maqashid al-Syari’ah Sebagai Indikator Pembangunan?
3. Relevansi Teori Maqashid al-Syari’ah dengan Hukum Konvensional?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Kaitan Maqashid Al-Syari’ah dalam bidang ekonomi


2. Untuk mengetahui maksud dari Maqashid al-Syari’ah Sebagai Indikator
Pembangunan

3. Untuk mengetahui bagaimana Relevansi Teori Maqashid al-Syari’ah dengan


Hukum Konvensional

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan pembahasan yang menjadi fokus kajian penelitian ini dan tujuan yang ingin
dicapai maka diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan atau informasi bagi
masyarakat, pemerintah, praktisi dan akademisi, khususnya dalam perbandingan
ekonomi kapitalis dan ekonomi islam dari tinjauan Maqashid al-Syari’ah.
b. Hasil penelitian ini diharapkan pula dapat memberikan sumbangan pemikiran secara
ilmiah pengembangan ilmu pengetahuan hukum ekonomi syariah pada umumnya dan
pengkajian ekonomi kapitalis dan ekonomi islam pada khususnya perbandingan dari
tinjauan Maqashid al-Syari’ah. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan
sebagai referensi dan perbandingan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan para praktisi yang berkaitan dengan
ekonomi islam dan para ekonom sebagai evaluasi sitematis, ilmiah terhadap kebijakan
terkait hukum ekonomi islam dan praktek perekonomian di Indonesia pada khususnya,
dan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mencapai maslahat umat sebagai
perwujudan kebahagiaan dunia dan akhirat.
b. Untuk memenuhi Tugas UAS Program Studi Ekonomi Syariah semester v(lima) pada
Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Alwafa Bogor.

3
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Maqashid al-Syari’ah

2.1.1 Defenisi Maqashid al-Syari’ah


Secara lughawi (bahasa), maqashid merupakan bentuk jama’ dari mufrad
maqshud berasal dari kata qashada yang memiliki arti tujuan.8 Sebagai pemikir Muslim
kontemporer, Jasser Audah memberikan tambahan maqashid dapat berarti tujuan,
sasaran, atau sebuah tujuan akhir. Dalam bahasa Inggris, “telos” dalam bahasa Yunani,
“finalite” dalam bahasa Prancis, atau “zweck” dalam bahasa Jerman. 9 Hal ini dapat
disamakan dengan istilah “ends” 3Sedangkan dalam ilmu syari‟at, al-maqashid dapat
memberikan beberapa makna seperti al-hadaf (tujuan), al-garad (sasaran), al-mathulub
(hal yang diinginkan), ataupun al-gayah (tujuan akhir) dalam hukum Islam. Dari sudut
pandang lain, sebagian ulama menganggap maqashid sama seperti al-mashalih
(kemaslahatan) seperti Abdul Malik al-Juwainy.10 Al-Juwainy termasuk ulama pertama
yang melakukan pengembangan teori al-maqashid. Al-Juwainy menggunakan istilah
maqashid dan almashalih al-ammah (kemaslahatan publik).
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Maqashid asy-
syariah (bahasa Arab: ‫مقاصد الشردعة‬, maqaṣid asy-syariʿah, "maksud-maksud syariah"
atau "tujuan-tujuan syariah") adalah sebuah gagasan dalam hukum
Islam bahwa syariah diturunkan Allah untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Menurut
para pengusung gagasan ini, tujuan-tujuan ini dapat ditemukan atau disarikan dari
sumber utama hukum Islam (yaitu quran dan Sunnah) dan harus senantiasa dijaga saat
memutuskan perkara hukum. Bersama dengan gagasan klasik lainnya
yaitu mashlahah (kemaslahatan umum), gagasan ini mulai banyak berperan pada zaman
modern.11
Sedangkan dalam istilah, maqashid al-syari’ah yakni merupakan tujuan utama
dan rahasia yang ditetapkan oleh Allah SWT dalam semua aspek hukum-Nya. Seorang

8
Sarah, Siti and Nur Isyanto. “Maqashid al-Syari‟ah dalam Kajian Teoritik dan Praktek.” Tasyri‟: Journal
of Islamic Law 1, no. 1 (January 11, 2022), hal. 72
9
Retna, Gumanti. “Maqashid al-Syari‟ah” menurut Jasser Auda (Pendekatan Sistem dalam Hukum Islam).
Jurnal Al-Himayah. Vol. 2, No. 1, 2018. (March 2018), hal. 100.
10
Beliau wafat pada tahun 478 H. atau 1185 M.
11
“Pengertian Maqashid al-Syari’ah” diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Maqashid_asy-syariah,
pada 5 januari 2023

4
cendekiawan Muslim yaitu Imam Ibn al-Qayyim12 menuturkan terkait syari’at Islam,
maqashid merupakan sebuah anugerah yang dapat memberikan pengaruh positif
terhadap hamba Allah di dunia maupun di akhirat.
2.1.2 Dasar Hukum Maqashid al-Syari’ah
Dasar hukum maqashid al-syari’ah adalah ayat al-Qur’an yang yang
menyatakan bahwa hukum Islam itu diturunkan mempunyai tujuan kemaslahatan bagi
manusia. Hal tersebut terdapat dalam surah al-Maidah ayat 15-16 yang berbunyi:

‫سلَ ٰدماا‬ ُ ‫اّللُاا َمناٱتَّ َب َعاارض ٰ َْو َن اهُۥا‬


َّ ‫سبُ َلااٱش‬ َّ ‫ا َة ْه ىابهاٱ‬.‫ينا‬ ٌۭ ‫اوكتَ ٰد‬
ٌۭ ‫با ُّمب‬ َ ‫ور‬ َّ َ‫ َق ْا َجا ٓ َء ُكمامن‬...
ٌۭ ‫اٱّللاا ُن‬
‫ا‬.‫ااو َة ْه ةه ْماإشَ ٰىاص ٰ َع ٍۢطا ُّم ْستَق ٍۢيما‬
َ ‫اٱشظلُ َم ٰدتااإشَىاٱش ُّنوراابإ ْذنهاۦ‬ُّ َ‫َوة ُْخع ُج ُهمامن‬
Artinya:‫“ا ا‬Sungguh telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan‫ا ا‬Kitab yang
menerangkan. Dengan kitab itulah Allah memimpin orang-orang‫اا‬yang mengikuti
keridhoan-Nya ke jalan keselamatan dan dengan kitab itu pula‫ا‬Allah mengeluarkan dari
kegelapan kepada cahaya yang terang benderang dengan seizinnya dan memimpin
mereka ke jalan yang lurus” (Q.S. Al-Maidah: 15-16).13
Berpijak pada ayat di atas, para ulama fikih dan ushul fikih sepakat bahwa
hukum diturunkan untuk kemaslahatan manusia di dunia maupun di akhirat. Atas dasar
itu pula, dalam membicarakan maqashid al-syari’ah, meskipun al-Syatibi menggunakan
kata-kata yang berbeda-beda, tetapi mempunyai arti yang sama dengan maqashid al-
syari’ah, yaitu al-maqashid alsyari’ah li al-syari’ah, maqashid min syari’al-hukm, yaitu
hukum-hukum yang disyari’atkan untuk kemaslahatan manusia dunia dan akhirat.

2.2 Hukum Islam

Pengertian hukum Islam atau syariat Islam adalah sistem kaidah-kaidah yang
didasarkan pada wahyu Allah SWT dan Sunnah Rasul mengenai tingkah laku mukallaf
(orang yang sudah dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan diyakini, yang mengikat
bagi semua pemeluknya. Dan hal ini mengacu pada apa yang telah dilakukan oleh Rasul
untuk melaksanakannya secara total. Syariat menurut istilah berarti hukum-hukum yang
diperintahkan Allah Swt untuk umat-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik yang

12
Muhammad bin Abi Bakar (‫)محم ا بنا أبيا بکع‬, bin Ayyub bin Sa'd al-Zar'i, al-Dimashqi (‫)لش مرقي‬,
bergelar Abu Abdullah Syamsuddin (‫)أبوا عب ا هللاا شمسا لش ةن‬, atau lebih dikenal dengan nama Ibnu Qayyim Al-
Jauziyyah, dinamakan karena ayahnya berada / menjadi penjaga (qayyim) di sebuah sekolah lokal yang
bernama Al-Jauziyyah, diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Ibnul_Qayyim_al-Jauziyyah, pada 5 januari
2023
13
Alquranul karim surah Al-Maidah ayat 15-16

5
berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun yang berhubungan dengan
amaliyah.14 Syariat Islam menurut bahasa berarti jalan yang dilalui umat manusia untuk
menuju kepada Allah Ta’ala. Dan ternyata Islam bukanlah hanya sebuah agama yang
mengajarkan tentang bagaimana menjalankan ibadah kepada Tuhannya saja. Keberadaan
aturan atau sistem ketentuan Allah swt untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah
Ta’ala dan hubungan manusia dengan sesamanya. Aturan tersebut bersumber pada
seluruh ajaran Islam, khususnya Al-Quran dan Hadits.15
Definisi hukum Islam adalah syariat yang berarti aturan yang diadakan oleh
Allah untuk umat-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi SAW, baik hukum yang
berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun hukum-hukum yang berhubungan
dengan amaliyah (perbuatan) yang dilakukan oleh umat Muslim semuanya.16
Hukum Islam bukan hanya sebuah teori saja namun adalah sebuah aturan-aturan
untuk diterapkan di dalam sendi kehidupan manusia. Karena banyak ditemui
permasalahan-permasalahan, umumnya dalam bidang agama yang sering kali membuat
pemikiran umat Muslim yang cenderung kepada perbedaan. Untuk itulah diperlukan
sumber hukum Islam sebagai solusinya, yaitu sebagai berikut:17
1. Al-Quran; Sumber hukum Islam yang pertama adalah Al-Quran, sebuah kitab suci
umat Muslim yang diturunkan kepada nabi terakhir, yaitu Nabi Muhammad SAW
melalui Malaikat Jibril. Al-Quran memuat kandungankandungan yang berisi
perintah, larangan, anjuran, kisah Islam, ketentuan, hikmah dan sebagainya. Al-
Quran menjelaskan secara rinci bagaimana seharusnya manusia menjalani
kehidupannya agar tercipta masyarakat yang berakhlak mulia. Maka dari itulah,
ayat-ayat Al-Quran menjadi landasan utama untuk menetapkan suatu syariat.
2. Al-Hadits; Sumber hukum Islam yang kedua adalah Al-Hadits, yakni segala sesuatu
yang berlandaskan pada Rasulullah SAW. Baik berupa perkataan, perilaku, diamnya
beliau. Di dalam Al-Hadits terkandung aturan-aturan yang merinci segala aturan
yang masih global dalam Al-Quran. Kata hadits yang mengalami perluasan makna
sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka dapat berarti segala perkataan (sabda),
perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Rasulullah SAW yang dijadikan
ketetapan ataupun hukum Islam.

14
BAB II, KAJIAN TEORI “Pengertian Hukum Islam”, halaman 17, diakses dari
https://r.search.yahoo.com/uinsatu.ac.id, pada 5 januari 2023
15
Ibid, halaman 17
16
Ibid, halaman 18
17
Ibid, halaman 18

6
3. Ijma’; Kesepakatan seluruh ulama mujtahid pada satu masa setelah zaman
Rasulullah atas sebuah perkara dalam agama. Dan ijma’ yang dapat dipertanggung
jawabkan adalah yang terjadi di zaman sahabat, (setelah sahabat), dan tabi’ut tabiin
(setelah tabiin tabiin). Karena setelah zaman mereka para ulama telah berpencar dan
perselisihan semakin banyak, sehingga tak dapat dipastikan bahwa semua ulama
telah bersepakat.
4. Qiyas; Sumber hukum Islam yang keempat setelah Al-Quran, Al-Hadits dan Ijma’
adalah Qiyas. Qiyas berarti menjelaskan sesuatu yang tidak ada dalil nashnya dalam
Al-Quran ataupun Al-Hadits dengan cara membandingkan sesuatu yang serupa
dengan sesuatu yang hendak diketahui hukumnya tersebut. Artinya jika suatu nash
telah menunjukkan hukum mengenai suatu kasus dalam agama Islam dan telah
diketahui melalui salah satu metode untuk mengetahui permasalahan hukum
tersebut, kemudian ada kasus lainnya yang sama dengan kasus yang ada nashnya itu
dalam suatu hal itu juga, maka hukum kasus tersebut disamakan dengan hukum
kasus yang ada nashnya.

2.3 Pembangunan Ekonomi

Teori pembangunan ekonomi dapat digolongkan menjadi lima golongan besar


yaitu Klasik, Karl Marx, Neo klasik, Scumpeter, dan Post Keynesian. Aliran-aliran
ini mengemukakan sebab-sebab pertumbuhan pendapatan nasional dan
proses pertumbuhannya.18
1. Teori Aliran Klasik
Aliran klasik muncul pada akhir abad ke-18 dan permulaan abad ke 19 yaitu dimasa
revolusi industri yang merupakan awal bagi adanya perkembangan ekonomi. Pada
waktu itu aliran ekonomi yang sedang berkembang adalah sistem liberal dan menurut
aliran klasik ekonomi liberal itu disebabkan oleh adanya kemajuan dalam bidang
teknologi dan peningkatan jumlah penduduk. Kemajuan teknologi tergantung pada
pertumbuhan kapital. Kecepatan pertumbuhan kapital tergantung pada tinggi
rendahnya tingkat keuntungan,sedangkan tingkat keuntungan ini tergantung pada
sumber daya alam. Aliran klasik juga mengalami perkembangan dari beberapa
pengamat aliran klasik, diantaranya:

18
Teori Pembangunan Ekonomi, diakses dari
https://www.academia.edu/9574531/TEORI_PEMBANGUNAN_EKONOMI, pada tanggal 5 januari 2023

7
a. Adam Smith; Menurut Adam Smith, untuk berlakunya perkembangan ekonomi
diperlukan adanya spesialisasi atau pembagian kerja. Pembagian kerja didasari
oleh akumulasi capital yang berasal dari dana tabungan dan luas pasar. Luas pasar
disni berfungsi untuk menampung hasil produksi sehingga dapat menembus
perdagangan internasional. Perrtumbuhan itu mulai makaia akan bersifat
kumulatif artinya bila ada pasar yang dan ada akumulasi kapital, pembagian kerja
akan terjadi dan akan menaikan tingkat produktivitas tenaga kerja.
b. David Ricardo; Menurut David Ricardo di dalam masyarakat ekonomi ada tiga
golongan masyarakat yaitu golongan capital, golongan buruh, dan golongan tuan
tanah. Golongan kapital adalah golongan yang memimpin produksi dan
memegang peranan yang penting karena mereka selalu mencari keuntungan dan
menginvestasikan kembali pendapatannya dalam bentuk akumulasi kapital yang
mengakibatkan naiknya pendapatan nasional. Golongan buruh merupakan
golongan yang terbesar dalam masyarakat, namun sangat tergantung pada
capital. Golongan tuan tanah merupakan golongan yang memikirkan sewa saja
dari golongan kapital atas areal tanah yang disewakan. David Ricardo
mengatakan bahwa bila jumlah penduduk bertambah terus dan akumulasi kapital
terus menerus terjadi, maka tanah yang subur menjadi kurang jumlahnya atau
semakin langka adanya.
c. Thomas Robert Malthus; Menurut Thomas Robert Malthus tambahan permintaan
tergantung kepada kenaikan jumlah penduduk yang terus menerus. Namun, hal
itu juga perlu diikuti oleh perkembangan unsur lainseperti turunnya biaya
produksi dan kenaikan jumlah capital. Apabila jumlah produksibertambah maka
secara otomatis permintaan akan ikut bertambah pula karena padahakekatnya
kebutuhan manusia tidak terbatas.
2. Teori Karl Marx (Pertumbuhan dan kehancuran)
Karl Marx mengemukakan teorinya berdasarkan atas sejarah perkembangan
masyarakat. Perkembangan masyarakat tersebut berlangsung dalam lima tahap
yaitu: masyarakat primitive (sifatnya masih sangat sederhana, tidak ada surplus
produksi karena masyarakat membuat sendiri barang-barang yang mereka
butuhkan), masyarakat perbudakan (masyarakat yang tidak memiliki modal
dijadikan budak), masyarakat feodal (kaum bangsawan yang memiliki tanah),
masyarakat kapitalis (memperkerjakan kelas buruh karena mereka tidak memiliki
alat produksi), masyarakat sosial (kepemilikan alat-alat produksi didasarkan atas hak

8
milik social,memberi kesempatan kepada manusia untuk maju baik di lapangan
produksi maupun didalam kehidupan).
3. Aliran Neo Klasik
Aliran Neo Klasik mempelajari tingkat bunga, yaitu harga modal yang
menghubungkan nilai pada saat ini dan saat yang akan datang. Menurut Neo Klasik,
tingkat bunga dan tingkat pendapatan menentukan tingginya tingkat tabungan,
tingkat bunga juga menentukan tingginya tingkat investasi, jika tingkat bunga rendah
maka investasi akan tinggi dan sebaliknya (Akumulasi Kapital). Perkembangan
ekonomi terjadi sebagai proses yang gradual. Perkemabangan juga sebagai proses
yang harmonis dan kumulatif, maksudnya adalah prosesini melibatkan factor yang
tumbuh bersama, sebagai contoh adalah perkembangan industri itu tergantung pada
baiknya pembagian kerja di antara para buruh. Selain itu, kaum Neo Klasik optimis
bahwa manusia mampu untuk mengatasi terbatasnya pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi juga memerlukan aspek internasional.
4. Teori Schumpeter
Menurut Joseph Schumpeter perkembangan ekonomi bukan merupakan proses yang
harmonis ataupun gradual, tetapi merupakan perubahan yang spontan dan terputus-
putus. Perkembangan ekonomi ini juga dipengaruhi oleh perubahan dalam selera
konsumen namun bersifat sedikit. Adanya wiraswasta (enterpreneur), innovator,
yang melaksanakan kombinasi-kombinasi baru faktor produksi, seperti:
mengemukakan atau mengenalkan barang-barang baru atau barang-barang
berkualitas baru yang belum dikenal oleh konsumen, mengenalkan suatu metode
produksi yang baru, pembukaan pasar baru bagi perusahaan, penemuan sumber-
sumber ekonomi baru, menjalankan organisasi baru dalam industri. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa individu adalah tiap perubahan dalam fungsi produksi yang akan
mempengaruhi kenaikan hasil produksi.
5. Analisis Post Keynesian
Analisis Keynesian menggunakan anggapan berdasarkan atas keadaan waktu
sekarang seperti mengenai tingkat teknik tenaga kerja selera, dengan tidak
memperhatikan keadaan jangka panjang. Teori ini juga berpendapat bahwa apabila
jumlah penduduk bertambah maka pendapatan rill perkapita akan berkurang kecuali
bila pendapat rill juga bertambah.

9
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library reseacrh) dengan teknik


analisis mendalam. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan metode
kualitatif yaitu pendekatan yang lebih menekankan pada aspek pemahaman secara
mendalam terhadap suatu masalah daripada melihat permasalahan tersebut. Metode
penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai
lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci,teknik
pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat
induktif/kualiatif, dan hasil penelitian lebih menekankan makna daripada generalisasi.
Denzin dan Lincoln dalam Moleong (2009:5) mengungkapkan bahwa penelitian
kualitatif adalah penelitian dengan menggunakan latar belakang alamiah, dengan maksud
menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai
metode yang ada.

10
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Kaitan Maqashid al-Syari’ah dalam Bidang Ekonomi

Maqashid al-Syari’ah tidak saja menjadi faktor yang paling menentukan dalam
melahirkan produk-produk ekonomi syariah yang dapat berperan ganda (alat sosial
kontrol dan rekayasa sosio-economy) untuk mewujudkan kemaslahatan manusia, tetapi
juga lebih dari itu, maqashid syariah dapat memberikan dimensi filosofis dan rasional
terhadap produk-produk hukum ekonomi Islam yang dilahirkan dalam aktivitas ijtihad
ekonomi syariah kontemporer. Maqashid al-Syari’ah akan memberikan pola pemikiran
yang rasional dan substansial dalam memandang akad-akad dan produk-produk
perbankan syariah. Pemikiran fikih semata akan menimbulkan pola pemikiran yang
formalistic dan tekstualis. Hanya dengan pendekatan Maqashid al-Syari’ah -lah produk
perbankan dan keuangan syariah dapat berkembang dengan baik dan dapat meresponi
kemajuan bisnis yang terus berubah dengan cepat.
Di era kemajuan ekonomi dan keuangan syariah kontemporer, banyak persoalan
yang muncul, seperti hedging19 (swap, forward, options), Margin During Contruction
(MDC), profit equalization reserve (PER), trade finance dan segala problematikanya,
puluhan kasus hybrid contracts, instrument money market interbank, skim-skim sukuk,
repo, pembiayaan sindikasi antar bank syariah atau dengan konvensional,
restrukturisasi, pembiayaan property indent, ijarah maushufash fiz zimmah, hybrid take
over dan refinancing, forfeiting, overseas financing, skim KTA, pembiayaan multi guna,
desain kartu kredit, hukum-hukum terkait jaminan fiducia, hypoteik dan hak
tanggungan, maqashid dari anuitas, tawarruq, net revenue sharing, cicilan emas,
investasi emas, serta sejumlah kasus-kasus baru yang terus bermunculan.
Upaya ijtihad terhadap kompleksitas ekonomi dan keuangan syariah masa kini
yang terus berubah dan berkembang, memerlukan analisis berdimensi filosofis dan
rasional dan subtantif yang terkandung dalam konsep maqashid al-syariah. Berdasarkan
urgensi maqashid al-syariah yang demikian besar, maka Iqtishad Consulting
bermaksud menggelar Workshop Eksekutif Aplikasi Maqashid Syariah pada Ekonomi,
Keuangan, Produk Perbankan, dan Regulasi Perbankan dan Keuangan Syariah.

19
Hedging adalah lindungi nilai dari resiko kerugian investasi, diakses dari
https://r.search.yahoo.com/www.ocbcnisp.com, pada tanggal 5 januari 2023

11
Tanpa maqashid al-syariah, maka semua pemahaman mengenai ekonomi
syariah, keuangan dan perbankan syariah akan sempit dan kaku. Tanpa maqashid al-
syariah, seorang pakar dan praktisi ekonomi syariah akan selalu keliru dalam
memahami ekonomi syariah. Tanpa maqashid al-syariah, produk keuangan dan
perbankan, regulasi, fatwa, kebijakan fiscal dan moneter, akan kehilangan substansi
syariahnya. Tanpa maqashid al-syariah, fikih muamalah yang dikembangkan dan
regulasi perbankan dan keuangan yang hendak dirumuskan akan kaku dan statis,
akibatnya lembaga perbankan dan keuangan syariah akan sulit dan lambat berkembang.
Tanpa pemahaman maqashid al-syariah, maka pengawas dari regulator gampang
menyalahkan yang benar ketika mengaudit bank-bank syariah. Tanpa maqashid al-
syariah, maka regulator (pengawas) akan gampang menolak produk inovatif yang sudah
sesuai syariah. Tanpa pemahaman maqashid al-syariah maka regulasi dan ketentuan
tentang PSAK syariah akan rancu, kaku dan dan mengalami kesalahan fatal.20

4.2 Maqashid al-Syari’ah Sebagai Indikator Pembangunan21

Salah satu dari tujuan pembangunan ekonomi dalam perspektif ekonomi Islam
sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah terciptanya keadilan distribusi; berarti
tercapainya minimal dalam pembangunan adalah terpenuhinya hak dasar kebutuhan
ekonomi individu masyarakat, sebagai jaminan pemeliharaan maqashid al-syari’ah,
yang terdiri dari lima maslahat pokok, berupa keselamatan agama, jiwa, akal, keturunan
dan harta manusia, sebagai hak setiap individu. Tidak terpenuhinya hak dasar kebutuhan
ekonomi disebabkan buruknya distribusi, akan menimbulkan problem ekonomi,yang
jauh dari pengertian kondisi sejahtera.
Al-Syatibi menganggap bahwa tujuan syariah (maqashid al-syari’ah) adalah
kemaslahatan umat manusia. Kemaslahatan dalam hal ini diartikannya sebagai segala
sesuatu yang menyangkut rezeki manusia, pemenuhan penghidupan manusia, dan
perolehan apa-apa yang dituntut oleh kualitas-kualitas emosional dan intelektualnya,
dalam pengertian yang mutlak.22 Kemaslahatan manusia dapat teralisasi apabila lima

20
https://www.kompasiana.com/maulanaura/5f0aaba8097f3638616df7f2/implementasi-maqashid-
syariah-dalam-ekonomi-islam
21
Dikutip dari artikel Ali Rama Dan Makhlani “TOPIK PEMBANGUNAN EKONOMI DALAM
TINJAUAN MAQASHID SYARI’AH” dan diakses dari https://www.researchgate.net/publication/326191541
PEMBANGUNAN_ EKONOMI_DALAM_TINJAUAN_MAQASHID_SYARIAH, pada tanggal 5 januari 2023
22
Umar Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi, halaman 381

12
unsur pokok kehidupan manusia dapat dikembangkan, dijaga dan dilestarikan, yaitu
agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
Sementara itu menurut Al-Ghazali, tujuan utama syariah adalah untuk melayani
kepentingan manusia dan untuk menjaga mereka darisegala sesuatu yang mengancam
eksistensinya. Ia selanjutnya mengklasifikasikan maqashid (tujuan) ke dalam empat
pembagian utama, yaitu dengan mengatakan:23
“The very objective of the Shariah is to promotethe well-being of the people,
which lies insafeguarding their faith (din), their self (nafs), their intellect (‘aql), their
posterity (nasl), andtheir wealth (mal). Whatever ensures thesafeguard of these five
serves public interest andis desirable, and whatever hurts them is againstpublic interest
and its removal is desirable.”
Oleh karenanya, dengan jelas Al-Ghazali mengungkapkan bahwa tujuan utama
dari syariah adalah untuk mendorong kemaslahatan (kesejahteraan) manusia yang mana
terletak pada pemeliharaan agama, hidup, akal, keturunan dan kekayaan. Selanjutnya,
segala sesuatu yang melindung lima unsur kepentingan publik tersebut maka dianjurkan
dilakukan. Dan sebaliknya, segala sesuatu yang mengancamnya adalah harus
dihilangkan. Al-Ghazali kemudian membagi tingkatan kebutuhan manusia menjadi tiga
tingkatan, yaitu dharuriyat, hajiyat dan tahsiniyat. Dharuriyat adalah kemestian dan
landasan dalam menegakkan kesejahteraan manusia di dunia dan akhirat yang
mencakup pemeliharaan lima unsur pokok kehidupan manusia (agama, hidup,
akal,keturunan dan harta). Pengabaian terhadap kelima unsur pokok tersebut akan
mengancam eksistensi kehidupan manusia dan akan menciptakan kerusakan di muka
bumi dan kerugian diakhirat. Dan pemeliharaan dan pelestarian terhadap kelima unsur
pokok tersebut akan mewujudkan kesejahteraan dan kebahagian hidup manusia.
Sementara hajiyat adalah dimaksudkan untuk memudahkan kehidupan, menghilangkan
kesulitan atau menjadikan peliharaan yang lebih baik terhadap lima unsur pokok
kehidupan manusia. Dan tahsiniyat adalah agar manusia dapat melakukan yang terbaik
untuk menyempurnakan pemeliharaan lima unsur pokok kehidupan manusia. Ia tidak
bermaksud untuk menghilangkan atau mengurangi berbagai kesulitan, tetapi hanya
bertindak sebagai kesulitan, tetapi hanya bertindak sebagai pelengkap, penerang dan
penghias kehidupan manusia.

23
Umar Chapra, The Islamic Vision of Development in the Light of Maqasid Al Shariah, (IDB, 2008),
halaman 7

13
Mustafa Anas Zarqa24 menjelaskan bahwa tidak terwujudnya aspek dharuriyat
dapat merusak kehidupan manusia di dunia dan akhirat secara keseluruan. Pengabaian
terhadap aspek hajiyat tidak sampai merusak keberadaan lima usur pokok, tetapi hanya
membawa kesulitan bagimanusia sebagai mukallaf dalam merealisasikannya. Adapun
pengabaian terhadap aspek tahsiniyat mengabaikan upaya pemeliharaan lima unsur
pokok tidak sempurna. Lebih jauh, ia meyatakan bahwa segala aktivitas atau sesuatu
yang bersifat tahsiniyat harus dikesampingkan jika bertentangan dengan maqashid yang
lebih tinggi (dharuriyah dan hajiyat).Kebutuhan pokok ekonomi, adalah jenis dan
tingkat kebutuhan ekonomi minimal yang menjadi hak setiap individu, teridentifikasi
dari maqashid al-syari’ah pada tingkatan pertama, yakni al-dharuriyat al-khams.
Kebutuhan ekonmi pada skala dharuriyah adalah segala barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan skala tersebut yang harus selalu tercukupi, sebagai penentu bagi
eksistensi kehidupan manusia, agar tetap mampu melaksanakan kewajiban dan tugas
sebagai khalifah di bumi, sesuai dengan tujuan manusia menurut perspektif Islam.
Indikator-indikator pembangunan ekonomiyang didasarkan pada maqashid al-syari’ah
(al-dharuriyat al-khams) dapat dilihat dari:25
1. Pemeliharaan agama
Kebutuhan dasar ini antara lain merujuk pada identifikasi kebutuhan berupa sarana,
barang dan jasa yang dikemukakan ‘Abd al-Mun’im ‘Afar26 adalah sebagai berikut:
a. Untuk menjaga kesinambungan iman dan akidah maka setidaknya perlu
disediakan antara lain: jasa da’i dan pembimbing ibadah,pencetakan dan penerbitan
buku-buku agama termasuk Al-Quran dan Al-Hadist, pendirian pusat-pusat
pengajian dan bimbingan agama.
b. Untuk melaksanakan ibadah yang terdiri dari:
- Sholat: dibutuhkan mesjid dan mushola, jasa imam dan muadzin, dana-dana waqaf
untuk biaya pemeliharaan tempat ibadah, dan penyediaan fasilitas-fasilitas
penunjang lainnya.

24
Mustafa Anas Zarqa, Islamic Economic: An Approach to Human Welfare, Reading in the
Concept and Methodology of Islamic Economics (Selangor Darul Ehsan: Pelanduk Publication, 1989), halaman
35-36
25
Dalam uraian lebih dalam dan lengkap dapat dilihat pada Saifullah, Ekonomi Pembangunan
Islam, (Bandung: Gunungdjati Press, 2012), halaman 124-138

26
‘Abdul Mun’im Afar, al-Tanmiya wa al-Takhtît wa taqwîn al-masyru’ât fi al-Islâm, (Jeddah: Dar
al-Arabi, 1992), halaman 71

14
- Zakat: pembentukan struktur kelembagaan zakat yang terintegrasi dan dikelola
secara profesional dan transparan, pelatihan manajemen pengumpulan, penge-
lolaan dan distribusi zakat, pemetaan potensi pengumpulan dana zakat dari para
muzakki dan pemetaan sebaran mustahiq zakat, penegakan hukum bagi pihak yang
tidak mau membayar zakat, pembentukan lembaga yang intens mensosialisasikan
kewajiban membayar zakat serta hukum-hukum agamnya.
- Puasa: lembaga pendidikan yang mengajarkan hukum-hukum puasa, penciptaan
lingkungan yang mendukung lancarnya pelaksanaan puasa, menyemarakkan
kegiataan keagamaan selama bulan ramadhan.
- Haji: pembentukan lembaga pengelolaan pelaksanaan haji dan lembaga pengelola
dana haji, penyediaan alat transportasi dan penginapan yang nyaman dan lembaga
bimbingan haji dan pengajaran manasik haji.
c. Lembaga peradilan: dibutuhkan jasa kepemimpinan kepala negara, majelis per-
musyawaratan, para hakim, lembaga urusan Islam.
d. Lembaga keamanan: jasa aparat keamanan untuk menjaga keselamatan para
pelaksana dakwah, keamanan masyarakat dan negara serta memberikan hukuman
bagi para pelanggar aturan-aturan yang berlaku.
2. Pemeliharaan jiwa dan akal
Pemeliharaan keselamtan jiwa menurut Afar27 meliputi sembilan bidang pokok:
a. Makanan: makanan pokok dan perlengkapan penyajiannya, lauk-pauk beserta
bumbu-bumbu, air bersih dan garam.
b. Perangkat perlengkapan untuk pemeliharaan badan
c. Pakaian
d. Perumahan
e. Pemeliharaan kesehatan: ketersediaan rumahsakit, peralatan sakit, obat-obat,
dokter, ambulans, dan lain-lain.
f. Transportasi dan telekomunikasi: alat transportasi darat, laut dan udara dan alat-
alat komunikasi
g. Keamanan: jasa keamanan bagi individu dan masyarakat
h. Lapangan pekerjaan: pekerjaan yang halaldan manusiawi, upah yang adil, dan
kondisikerja yang nyaman

27
Ibid, halaman 73

15
i. Lindungan sosial: lembaga pemeliharaan lanjut usia, anak yatim piatu, bantuan
bagi para penganggur dan jaminan sosial.
Pemeliharaan akal dapat terdiri dari:
a. Pendidikan: penyediaan lembaga Pendidikan dari tingkat dasar sampai perguruan
tinggi, biaya pendidikan yang rendah bahkan gratis, penyediaan alokasi dana yang
tinggi untuk sektor pendidikan, penyediaan sarana pendidikan yang memadai
termasuk guru dan tenaga pengajar.
b. Penerangan dan kebudayaan.
c. Penelitian ilmiah: pusat pengembangan kurikulum, pusat pengembangan ilmu
modern, pusat penelitian, dan lain-lain. Indikator kesuksesan pembangunan eko-
nomi dapat dilihat dari terpenuhinya kebutuhan dasar untuk memelihara jiwa dan
akal manusia. Semua elemen-elemen penunjang dari pemeliharaan jiwa dan akal
adalah mutlak disediakan.28
3. Pemeliharaan keturunan dan harta
Tidak ada peradaban yang mampu bertahan jika generasi mudanya memiliki kualitas
spiritual,fisik dan mental yang rendah, sehingga ber-dampak pada ketidakmampuan
untuk menghadapi tantangan kehidupan yang semakin dinamis. Oleh kerenanya mesti
dilakukan perbaikan secara terencanan dan berkelanjutan untuk memperbaiki kualitas
generasi muda. Salah satu langkah untuk memperbaiki karakter dan keperibadian
mereka adalah dengan menanamkan akhlak baik (khuluq hasan) melalui proses
tarbiyah di keluarga dan lembaga pendidikan. Sementara harta merupakan fasilitas
yang dianugerahkan Allah kepada manusia untuk menunjang fungsi utamanya sebagai
khalifah dibumi. Harta adalah amanah yang harus dikembangkan secara terencana
untuk tujuan menghilangkan kemiskinan, memenuhi kebutuhan dasar setiap individu,
membuat kehidupan terasa nyaman dan mendorong terciptanya distribusi pendapatan
dan kekayaan yang merata. Oleh karenya, pembangunan berbasis maqâshid al-
syari’ah adalah pembangunan yang meletakkan prioritas utamanya untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia demi terpeliharanya lima maslahat pokok (agama, akal,
jiwa, keturunan dan harta) melalui usaha dalam proses produksi atau pembangunan
ekonomi.

28
Al-Ghazali mengungkapkan bahwa tujuan utama dari syariahadalah untuk mendorong kemaslahatan
(kesejahteraan) manusiayang mana terletak pada pemeliharaan agama, hidup, akal,keturunan dan kekayaan.
Selanjutnya, segala sesuatu yangmelindung lima unsur kepentingan publik tersebut makadianjurkan dilakukan.
dan sebaliknya, segala sesuatu yangmengancamnya adalah harus dihilangkan.

16
4.3 Relevansi Teori Maqashid al-Syari’ah dengan Hukum Konvensional

Gustav Radbruch, seorang filsuf hukum Jerman mengajarkan adanya tida ide
dasar hukum, yang oleh sebagaian besar pakar teori hukum dan filsafat hukum juga
diidentikkan sebagai tiga tujuan hukum,29 yaitu kemanfaatan, keadilan, dan kepastian
hukum. Berangkat dari hal tersebut, maka tentu saja hukum menjadi instrumen penting
bagi suatu negara dengan tujuan tertentu. Secara garis besar, ada tiga teori yang menjadi
tujuan hukum, yaitu:
Pertama, teori keadilan (teori etis). Tujuan dibentuknya hukum sesuai dengan teori
keadilan dikaji dari sudut pandang falsafah hukum. Artinya, hukum memberikan
keadilan bagi masyarakat.
Kedua, teori kegunaan atau kemanfaatan (teori utility). Tujuan dibentuknya hukum
sesuai dengan teori kegunaan dan kemanfaatan ini dikaji berdasarkan sudut pandang
sosiologi. Artinya, hukum memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat
karena hukum berada di atas kepentingan pribadi atau pun golongan.
Ketiga, teori kepastian hukum (teori yuridis formal). Tujuan hukum sesuai dengan teori
kepastian hukum ini dikaji dari sudut pandang hukum normatif. Artinya hukum
bertujuan untuk menjaga kepentingan setiap orang sehingga tidak diganggu hak-
haknya.
Maqashid al-syari’ah berkembang dari abad ke abad dan hingga kini masih
menjadi pijakan penting dalam penemuan hukum, menjadi teori yang sangat relevan
dalam pembangunan hukum nasional (hukum konvensional). Pasalnya, teori maqashid
al-syari’ah selaras dengan salah satu dari tiga tujuan hukum di atas, yaitu kemanfaatan.
Teori maqashid al-syari’ah meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum.
Kemanfaatan di sini adalah kemaslahatan bagi seluruh umat manusia. Hal ini sama
dengan salah satu aliran filsafat, utilitirianisme, yang menekankan pada kemanfaatan
(happiness) dalam pembentukan hukum.30
Pengetahuan tentang maqashid al-syari’ah adalah berperan sebagai alat bantu
untuk untuk menetapkan hukum terhadap kasus yang tidak tertampung dalam al-Qur’an
dan sunnah secara kajian kebahasaan.

29
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicalprudence), cet. Ke-
7, (Jakarta: Kencana, 2017), halaman 231
30
Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan Bagaimana
Filsafat Hukum Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006), hlm. 117

17
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari semua uraian panjang lebar dalam makalah ini, dapat ditarik kesimpulan
bahwa maqashid al-syari’ah merupakan aspek yang sangat penting dalam pembentukan
dan pengembangan hukum Islam. Teori maqashid alsyari’ah juga sekaligus menjawab
segala persoalan hukum di tengah masyarakat akan dapat diselesaiakan meskipun tidak
ada penjelasannya secara eksplisit dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Teori ini juga
sekaligus sebagai jawaban bahwa hukum Islam itu dapat dan bahkan sangat mungkin
beradaptasi dengan perubahan-perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Adaptasi
yang dilakukan tetap berpijak pada landasan-landasan yang kuat dan kokoh serta masih
berada pada ruang lingkup syari’ah yang bersifat universal. Dengan menerapkan teori
maqashid al-syari’ah, akan tampak bahwa Islam itu selalu sesuai untuk setiap zaman
dan pada setiap tempat. Sebagai sebuah teori, pemaknaan terhadap konsep maqashid al-
syari’ah berkembang seiring dengan perkembangan kehidupan masyarakat dunia.
Pemaknaan terhadap aspek dharuriyyat, misalnya, berkembang seiring dengan
perkembangan zaman, namun tidak keluar dari titik pokok hukum Islam itu sendiri,
yaitu kemaslahatan umat manusia baik di dunia maupun di akhirat.
Terakhir, terori maqashid al-syari’ah juga sangat relevan dengan pembentukan
hukum nasional yang mengikat dan memaksa. Maqashid alsyari’ah selaras dengan
salah satu tujuan hukum, yaitu kemanfaatan.

5.2 Saran

Perlu ada upaya peningkatan mutu dan jumlah pengkajian dan penelitian dalam
bidang maqaṣid al-syariʻah secara intensif, komprehensif dan lebih bervariasi, serta
memperbanyak kegiatan-kegiatan ilmiah dengan tema maqaṣid al-syariʻah seperti
penelitian, seminar, diskusi ilmiah.
Implementasi maqaṣid al-syariʻah umum dan khusus sebagai standar mutu
ijtihad dan produk hukum Islam kontemporer. Maqaṣid al-syariʻah khusus adalah alat
kontrol agar produk hukum dimaksud tidak kontradiktif dengan karakter-karakter dan
prinsip-prinsip dasar Islam itu sendiri. Jadi juga hendaknya harus meningkatkan
kompetensi ilmu alat dalam bidang hukum Islam seperti Ilmu Bahasa Arab, ilmu al-

18
Qur’an, ilmu al-Hadits, dan Usul Fikih bagi akademisi dan praktisi hukum Islam sesuai
standar yang dibutuhkan dalam pengkajian terhadap maqaṣid al-syariʻah, karena
pengkajian dimaksud tidak mungkin dilakukan dengan benar dan tepat tanpa dukungan
perangkat ilmu alat tersebut, mengingat sumber informasi tentang maqaṣid al-syariʻah
adalah nash-nash al-Quran dan al-Hadits serta ilat-ilat hukum Fikih.

19
DAFTAR PUSTAKA

http://ejournal.iainu-kebumen.ac.id/index.php/lab/article/view/270. diakses pada 5 januari


2023
https://www.academia.edu/9574531/TEORI_PEMBANGUNAN_EKONOMI. diakses pada 5
januari 2023
https://www.researchgate.net/publication/326191541_PEMBANGUNAN_EKONOMI_DAL
AM_TINJAUAN_MAQASHID_SYARI%27AH. diakses pada 5 januari 2023
Siradj, Said Aqil dan Mamang Muhamad Haerudin.2015. Berkah Islam Indonesia: Jalan
Dakwah Rahmatan Lil-'alamin. Jakarta: Quanta
Ghazali, Abd Moqsith dkk. 2009. Metodologi Studi Al-Qur’an. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Umam, Khairul. 2001. Ushul Fiqih. Bandung: Pustaka Setia
Anderson, J.N.D. 1976. Law Reform in the Muslim World. London: University of London Press
Amal, Taufik Adnan dan Samsul Rizal Panggabean. 2004. Politik Syari’at Islam: Dari
Indonesia Hingga Nigeria. Jakarta: Pustaka Alvabet
Esposito, John L. 1982. Women in Muslim Family Law. Syracuse: Syracuse University Press
Sarah, Siti and Nur Isyanto. 2022. “Maqashid al-Syari‟ah dalam Kajian Teoritik dan Praktek.”
Tasyri‟: Journal of Islamic Law
Gumanti, Retna. 2018. “Maqashid al-Syari‟ah” menurut Jasser Auda (Pendekatan Sistem
dalam Hukum Islam). Jurnal Al-Himayah
https://id.wikipedia.org/wiki/Maqashid_asy-syariah. diakses pada 5 januari 2023
https://id.wikipedia.org/wiki/Ibnul_Qayyim_al-Jauziyyah. diakses pada 5 januari 2023
Alquranul karim surah Al-Maidah ayat 15-16
https://r.search.yahoo.com/uinsatu.ac.id. diakses pada 5 januari 2023
https://www.academia.edu/9574531/TEORI_PEMBANGUNAN_EKONOMI. diakses pada 5
januari 2023
https://r.search.yahoo.com/www.ocbcnisp.com. diakses pada 5 januari 2023
https://www.kompasiana.com/maulanaura/5f0aaba8097f3638616df7f2/implementasi-
maqashid-syariah-dalam-ekonomi-islam. diakses pada 5 januari 2023
https://www.researchgate.net/publication/326191541. diakses pada tanggal 5 januari 202
Chapra, Umar. 2008. The Islamic Vision of Development in the Light of Maqasid Al Shariah.
IDB

20
Zarqa, Mustafa Anas. 1989. Islamic Economic: An Approach to Human Welfare, Reading in
the Concept and Methodology of Islamic Economics. Selangor Darul Ehsan: Pelanduk
Publication
Saifullah. 2012. Ekonomi Pembangunan Islam. Bandung: Gunung djati Press
Afar , ‘Abdul Mun’im. 1992. al-Tanmiya wa al-Takhtît wa taqwîn al-masyru’ât fi al-Islâm.
Jeddah: Dar al-Arabi
Ali, Achmad. 2017. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicalprudence). Jakarta: Kencana
Darmodiharjo, Darji dan Shidarta. 2006. Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan Bagaimana
Filsafat Hukum Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

21

Anda mungkin juga menyukai