Anda di halaman 1dari 19

MELAYANI MUSTAHIK

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas pada mata kuliah


Manajemen ZISWAF pada semester VI

Dosen Pengampu: Nur Hasan M.A

Disusun oleh:

Nurlaila Masirotul Jannah 20.21.1.30

Qurrah A’yuni Padang 20.21.1.31

Umi Sohibah 20.21.1.45

PROGAM STUDI EKONOMI SYARIAH

SEKOLAH TINGGI ILMU SYARIAH AL WAFA

BOGOR

2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kita dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Melayani
Mustahik” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan dari makalah ini untuk
memenuhi tugas pada mata kuliah Manajemen ZISWAF. Selain itu makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan kita tentang bagaimana pelayanan bagi mustahik
sehingga menambah pengetahuan bagi para pembaca dan juga bagi penulis. 
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ustadz Nur Hasan M.A, selaku dosen
mata kuliah Manajemen ZISWAF, yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. 
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

        Bogor, 13 Februari 2023

                                                                                                 Kelompok 7,      

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang Masalah....................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................7
1.3 Tujuan Penelitian...............................................................................................................7
1.4 Manfaat Penelitian.............................................................................................................7
BAB II.........................................................................................................................................9
PEMBAHASAN.........................................................................................................................9
2.1 Pengertian Mustahik..........................................................................................................9
2.1.1 Golongan Mustahik Zakat..........................................................................................9
2.2 Hukum Penyalurkan Zakat Langsung Kepada Mustahik Tanpa Melalui Lembaga
Penyalur Zakat.......................................................................................................................12
2.3 Dampak Implementasi Pendistribusian Dan Pendayagunaan Zakat Terhadap Mustahik
...............................................................................................................................................16
BAB III.....................................................................................................................................17
PENUTUP.................................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................17
3.2 Saran................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................18

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sebagai muslim, kita telah mengetahui dan memahami tentang rukun Islam
yang lima. Salah satu rukunnya ialah zakat, yang berarti sejumlah harta tertentu yang
diwajibkan oleh Allah SWT untuk diberikan kepada para mustahik yang disebutkan
dalam Al-quran. Atau bisa juga berarti sejumlah dari harta tertentu yang diberikan
untuk orang tertentu. Zakat adalah potensi bagi umat Islam yang bisa digali dan
dikelola untuk memberikan andil yang besar bagi kesejahteraan umat, apabila sumber
dana yang satu ini benar-benar dioptimalkan, baik pengumpulan maupun
pendayagunaannya. Karena pentingnya peranan dan fungsi zakat, maka hal itu selaras
dengan firman Allah Swt dalam Al-Qur’an yang menyebutkan kata zakat bersama-
sama dengan shalat beberapa kali. Salah satu yang menunjang kesejahteraan hidup di
dunia dan menunjang hidup di akhirat adalah adanya kesejahteraan sosial-ekonomi.
Dari Anas bin Malik ra bahwa Rasulullah saw bersabda bahwa kefakiran itu
mendekati pada kekufuran. Sabda Nabi tersebut menunjukan bahwa umat muslim
sangat dianjurkan untuk tidak menjadi fakir. Karena orang fakir akan lebih mudah
terpengaruh untuk melakukan hal-hal yang dilarang oleh Islam agar terpenuhi
kebutuhan hidupnya. Untuk itu selain usaha keras dalam bekerja, perlu adanya peran
orang-orang muslim yang memiliki kelebihan harta agar ikut membantu dalam
menyelesaikan masalah kefakiran. Sebagaimana Firman Allah:

ِ ‫ق لِلسَّاِئ ِل َو ْال َمحْ ر‬


‫ُوم‬ ٌّ ‫َوفِي َأ ْم َوالِ ِه ْم َح‬
“Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta, dan orang
miskin yang tidak meminta,” (QS. Az-Zariyat, 51:19).
Untuk itu Islam mewajibkan zakat karena dapat menjadi sarana dalam
pemeratan kekayaan. Manfaat Zakat sendiri tidak hanya diterima oleh Mustahik,
melainkan juga terdapat manfaat yang sangat besar oleh para Muzakki. Diantaranya
adalah sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya,
menumbuhkan akhlak mulia, menghilangkan 5 sifat kikir, rakus, dan materialistis,
menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta
yang dimiliki (Hafidhuddin, 2004). Dalam QS At-Taubah ayat 5 dan 11 menegaskan
bahwa kesediaan untuk berzakat dipandang sebagai indikator utama kehambaan

4
seseorang kepada ajaran Islam. Dalam QS Al-Mukminun ayat 4 dinyatakan bahwa
menunaikan zakat adalah salah satu indikator orang-orang mukmin yang akan
mendapatkan kebahagiaan dunia akhirat. Zakat merupakan kewajiban yang tidak bisa
disamakan/digantikan dengan ibadah mahdhah1 yang lain. Zakat juga disebut ibadah
dengan harta yang dalam pengertian fiqih disebut maaliyah ijtimaiyyah, yang
memiliki kedudukan penting dan fundamental dalam masyarakat Islam. Di dalam Al-
Quran terdapat 27 ayat yang meyebutkan kewajiban menunaikan shalat dengan
kewajiban zakat dalam berbagai bentuk kata, seperti:

ُ ‫ك َس َك ٌن لَهُ ْم ۗ َوهَّللا‬ َ ‫ُخ ْذ ِم ْن َأ ْم َوالِ ِه ْم‬


َ ‫ص َدقَةً تُطَهِّ ُرهُ ْم َوتُزَ ِّكي ِه ْم بِهَا َو‬
َ ‫ص ِّل َعلَ ْي ِه ْم ۖ ِإ َّن‬
َ َ‫صاَل ت‬
‫َس ِمي ٌع َعلِيم‬
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui.” (QS. At-Taubah: 103)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa zakat itu diambil dari orang-orang yang
berkewajiban untuk berzakat (muzakki) untuk kemudian diberikan kepada yang
berhak menerimanya (mustahik). Orang yang mengambil zakat tersebut adalah para
petugas (amil). Dalam lingkup kemanusiaan, zakat mengandung hikmah dan peran
yang cukup mempengaruhi perekonomian dan kesejahteraan hidup manusia dan juga
kekuatan solidaritas sosial antar umat Islam di suatu wilayah. Dalam syariat Islam
yang berhak menerima zakat ialah delapan golongan/asnaf seperti disebutkan dalam
Al-Quran:

َ‫ب َو ْٱل ٰ َغ ِر ِمين‬ ُ َ‫ص َد ٰق‬


ِ ‫ت لِ ْلفُقَ َرٓا ِء َو ْٱل َم ٰ َس ِكي ِن َو ْٱل ٰ َع ِملِينَ َعلَ ْيهَا َو ْٱل ُمَؤلَّفَ ِة قُلُوبُهُ ْم َوفِى ٱل ِّرقَا‬ َّ ‫ِإنَّ َما ٱل‬
‫يضةً ِّمنَ ٱهَّلل ِ ۗ َوٱهَّلل ُ َعلِي ٌم َح ِكي ٌم‬ َ ‫يل ۖ فَ ِر‬ ِ ِ‫يل ٱهَّلل ِ َوٱب ِْن ٱل َّسب‬ ِ ِ‫َوفِى َسب‬
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS At-Taubah:60)

1
Ibadah mahdhah adalah ibadah yang berhubungan langsung dengan Allah SWT. Ibadah mahdhah memiliki
sifat yang murni. Artinya, tidak boleh diubah-ubah dan harus mengikuti ketentuan yang sudah ditetapkan Allah
SWT.

5
Delapan golongan tersebut merupakan cakupan dimensi kemaslahatan hidup
manusia. Jika pendistribusian zakat telah merata secara menyeluruh kepada golongan
tersebut maka aman dan sejahteralah kemaslahatan hidup manusia. Yang wajib diatasi
dalam kemiskinan bukan hanya sebatas miskin materi saja akan tetapi miskin akhlak,
ilmu, ruhani, cita-cita dan lain-lain. Solusi untuk menanggulangi kemiskinan yang ada,
dengan dilakukannya zakat secara komprehensif dan menjadikannya sebuah gerakan
atau misi bersama antar pemerintah dan masayarakat secara luas. Zakat adalah hak
mustahik, tujuan penyaluran zakat ialah menolong dan membinanya terutama fakir
miskin agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan sejahtera. Sehingga
kebutuhan hidup manusia yang layak terpenuhi dan dapat beribadah kepada Allah agar
terhindar dari sifat kufur. Zakat juga dapat menghilangkan kesenjangan sosial yang
timbul karena perbedaan status sosial di masyarakat dan juga menghilangkan sifat iri
dan hasad pada sesama. Pendistribusian zakat tidak hanya sekedar memenuhi
kebutuhan para mustahik terutama fakir miskin yang bersifat konsumtif dalam waktu
sesaat. Tetapi zakat juga memberikan solusi dengan cara menghilangkan atau
memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi miskin. Dalam proses penyaluran
zakat ini yang merekatkan solidaritas sosial adalah amil yang dimandatkan dan
diangkat secara sah oleh negara dan melaksanakan tugasnya secara jujur, amanah,
transparan dan professional. Amil menjalankan tugasnya dalam penyaluran zakat dan
juga mendapatkan bagian dari zakat tersebut karena merupakan salah satu dari delapan
golongan/asnaf. Dalam Alquran amil tidak disebut tunggal akan tetapi jama’ (plural)
atau disebut juga “amilin”, jadi penugasan sebagai amil dilakukan secara Bersama-
sama bukan hanya seorang dan merupakan orang yang memiliki legalitas dalam sistem
dan institusi yang mengelola zakat dan juga akan dimintakan pertanggungjawaban
selama pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat dan negara. Mewujudkan tujuan dan
fungsi zakat untuk kesejahteraan sosial diperlukan payung hukum atau kekuatan
institusi pengelolaan zakat dalam penguatan 7 sistem zakat nasional. Kebijakan
tersebut telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan zakat. Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa pengelolaan
zakat bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam
pengelolaan zakat dan meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. (Pusat Baznas, 2014). Pengelolaan
Zakat dalam ajaran Islam seharusnya dipungut oleh negara atau lembaga yang diberi
mandat dan legalitas oleh negara. Pengelolaan yang dibentuk oleh negara akan lebih

6
efektif pelaksanaan fungsi dan dampaknya dalam membangun kesejahteraan umat
Islam yang menjadi tujuan zakat, dibandingkan zakat yang dikumpulkan dan
didistribusikan oleh lembaga yang berjalan sendiri dan tidak ada koordinasi
(Nopiardo, 2016). Oleh sebab itu, BAZNAS sebagai lembaga yang dibentuk oleh
pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden RI No.8 Tahun 2001 yang memiliki tugas
dan fungsi menghimpun dan menyalurkan zakat,infaq dan sedekah (ZIS) pada tingkat
nasional. Dalam upaya penyaluran zakat, BAZNAS yang disini selaku lembaga yang
dimandati oleh negara untuk mengelola zakat membuat program dalam
mengalokasikan dana zakat untuk layanan kesehatan fakir miskin dan mustahik lain.
Karena mendapatkan layanan kesehatan yang berkualitas adalah hak semua orang,
tidak terkecuali masyarakat kurang mampu.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu mustahik, sebutkan dan jelaskan golongan apa saja yang berhak menerima

zakat?

2.Bagaimana hukumnya jika seseorang menyalurkan zakat langsung kepada mustahik

tanpa melalui lembaga penyalur zakat?

3. Bagaimana dampak implementasi pendistribusian dan pendayagunaan zakat

terhadap mustahik?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengertian mustahik serta golongan yang berhak menerima zakat

2. Untuk mengetahui bagaimana hukum menyalurkan zakat langsung kepada


mustahik tanpa melalui Lembaga penyalur zakat

3. Untuk mengetahui dampak implementasi pendistribusian dan pendayagunaan zakat


terhadap mustahik

7
1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan pembahasan yang menjadi fokus kajian penelitian ini dan tujuan yang
ingin dicapai maka diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan atau informasi bagi


masyarakat, pemerintah, praktisi dan akademisi.

b. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dan
perbandingan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan para praktisi yang berkaitan dengan
Zakat sebagai evaluasi sitematis.

b. Untuk memenuhi tugas Manajemen ZISWAF Program Studi Ekonomi Syariah


semester VI pada Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Alwafa Bogor.

8
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Mustahik

Daud Az-Zhahiri mengatakan bahwa zakat ini merupakan 'urf2 dari syariat
Islam dan tidak memiliki sumber makna secara bahasa. Adapun menurut ulama
mazhab Syafi'iyah, zakat merupakan nama untuk sesuatu yang dikeluarkan dari harta
dan badan dengan cara tertentu.
Pengertian mustahik adalah orang-orang yang berhak menerima zakat.
Terdapat tiga pendapat tentang orang yang menerima zakat tersebut, khususnya zakat
fitrah.
Disebutkan dalam buku Fikih Zakat, Sedekah, dan Wakaf yang ditulis oleh Qodariah
Barkah dkk, pendapat pertama mengatakan bahwa zakat wajib dibagikan pada asnaf
yang delapan (delapan golongan) dengan rata. Ini merupakan pendapat masyhur dari
golongan Syafi'i. Pendapat kedua memperbolehkan untuk membagikan zakat kepada
delapan golongan dan mengkhususkannya pada golongan fakir. Ini merupakan
pendapat jumhur ulama. Sementara itu, pendapat ketiga mengkhususkan untuk
membagikan zakat kepada orang-orang fakir saja. Ini merupakan pendapat dari
golongan Maliki, seperti Imam Ahmad yang diperkuat oleh Ibnu Qayyim dan Ibnu
Taimiah.
Mustahik harus memiliki akses pengetahuan dan pengamalan Islam. Dalam
agama Islam, beribadah dan menjalankan ajaran Islam merupakan suatu kewajiban
yang melekat bagi setiap pemeluknya. Mereka memiliki hak untuk mendapatkan
pengajaran agar dapat mengamalkan ajaran Islam dengan sebenar-benarnya dan
seutuhnya sesuai tuntunan Nabi Muhammad SAW.

2.1.1 Golongan Mustahik Zakat


Dalam Al-Qur'an surat At-Taubah ayat 60 telah disebutkan sebelumnya ada
delapan golongan mustahik zakat. Sasaran pendayagunaan zakat tentunya sesuai
dengan ketentuan dari ayat tersebut yaitu ada 8 asnaf atau golongan yang berhak
menerima zakat atau yang dikenal dengan istilah mustahik, yaitu:
1. Orang Fakir
2
Menurut Abdul Karim Zaidan dalam buku AL Wajiz fi Ushul al Fiqh, urf adalah perkataan atau perbuatan yang
diciptakan dan dibiasakan oleh masyarakat serta dijalankan secara turun-temurun.

9
Fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan pokoknya (makanan, pakaian, dan tempat tinggal). Atau siapa saja yang
pendapatannya lebih sedikit dari apa yang dibutuhkannya untuk memenuhi
kebutuhan pokoknya. Adapun pihak-pihak yang termasuk dalam kategori fakir
diantaranya adalah: lansia, janda, yatim, orang-orang yang terkena musibah, orang
yang punya penyakit turunan, tunanetra, orang catat, dan sejenisnya dengan syarat
mereka bukan orang yang mampu.
2. Orang Miskin
Orang miskin adalah orang yang penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup (yang pokok) sehari-hari pada taraf yang paling minimal. Model
penyaluran zakat yang disarankan untuk fakir dan miskin ini yang pertama adalah
dengan memberikan bagian zakat untuk dinikmati secara konsumtif bagi mereka
yang memiliki kekurangan dalam hal fisik seperti orang-orang yang sudah jompo
yang tidak mungkin lagi mengusahakan hartanya atau dengan memberikan bagian
zakat mereka untuk dikelola oleh suatu lembaga produktif dibawah pengawasan
badan pengelola zakat dimana hasilnya dapat diberikan ataudimanfaatkan untuk
memenuhi keperluan mereka. Sedangkan yang kedua yaitu dengan memberikan
bagian zakat untuk digunakan sebagai bantuan modal kegiatan produktif kepada
mereka yang memiliki kekurangan harta namun masih mampu untuk bekerja
sehingga dapat diperoleh hasil untuk dinikmati, tentunya dibawah pengawasan dan
arah-arahan dari badan pengelola zakat.
3. Pengurus Zakat
Pengurus zakat (amil) adalah orang-orang yang ditunjuk untuk mengmpulkan
zakat dari para wajib zakat (muzakki) dan mendistribusikan harta zakat tersebut
kepada orang-orang yang berhak mendapat zakat tersebut kepada orang-orang
yang berhak menerimanya (mustahiquz zakah). Mereka berhak mendapat zakat
walaupun mereka kaya, sebagai imbalan atas tugas mereka mengumpulkan dan
membagikan zakat. Menurut UU No.23 Tahun 2011 amil zakat dilaksanakan oleh
BAZNAS dengan dibantu LAZ sebagai bentuk partisipasi masyarakat.
4. Muallaf
Muallaf adalah orang yang baru masuk Islam. Terdapat tiga kategori yang
termasuk dalam muallaf yaitu: orang yang diharapkan/diajak untuk memeluk
Islam, orang yang diajak untuk membela Islam serta orang yang baru masuk Islam
kurang dari satu tahun yang masih memerlukan bantuan untuk beradaptasi kondisi

10
baru mereka. Pendistribusian dana zakat muallaf dapat didistribusikan untuk
membantu penyantunan dan pembinaan orang-orang yang baru masuk Islam serta
pembiayaan lembaga dakwah yang khusus melakukan kegiatan untuk hal tersebut,
khususnya untuk pembinaan mental mereka. Akan tetapi tetap disarankan bahwa
dana zakat yang diberikan tetaplah harus melalui proses produktif terlebih dahulu
baru hasilnya yang dimanfaatkan.
5. Budak (Hamba sahaya)
Hamba sahaya yaitu seseorang yang hendak melepaskan dirinya dari ikatan
perbudakan. Pendayagunaan zakat untuk budak ini dapat diarahkan untuk menebus
orang-orang Islam yang ditawan oleh musuh, membantu negara Islam atau negara
yang sebagian besar penduduknya beragama Islam yang berusaha melepaskan diri
dari belenggu perbudakan modern kaum penjajah modern, pembebasan budak
temporer dari eksploitasi pihak lain misalnya pekerja kontrak dan ikatan kerja
yang tidak wajar, membebaskan pedagang, petani, nelayan kecil dan sebagainya
dari ketergantungan dari lintah darat.
6. Orang yang Berutang (Gharim)
Gharim adalah orang-orang yang mempunyai utang, yang tidak mampu melunasi
utang-utang mereka. Mereka yang memikul beban utang untuk memperbaiki
hubungan sesama manusia atau untuk membayar diyat 3, atau untuk memenuhi
kebutuhan-keutuhan pribadi mereka, baik mereka miskin maupun kaya. Dari Anas
ra. bahwasanya Nabi Saw bersabda : “Sesungguhnya meminta-minta itu tidak
halal keculai bagi tiga golongan, yaitu : orang yang sangat fakir, orang yang
mempunyai utang yang sangat banyak , dan orang yang sangat membutuhkan
darah (untuk membayar diyat).
7. Fisabilillah
Secara umum makna fisabilillah ini segala amal perbuatan dalam rangka di jalan
Allah. Pada zaman Rasulullah, fisabilillah adalah para sukarelawan perang yang
ikut berjihat bersama beliau yang tidak mempunyai gaji tetap sehingga mereka
diberi bagian dari zakat. Pendapat yang memperluas menyatakan bahwa segala
amal perbuatan shaleh yang dilakukan secara ikhlas dalam rangka ber-taqarrub
kepada Allah, baik yang bersifat pribadi maupun kemasyarakatan, termasuk dalam
kerangka fisabilillah. Adapun pendapat yang mempersempit menyatakan bahwa

3
Diyat adalah sejumlah denda yang dikeluarkan oleh pelaku pembunuhan kepada keluarga korban yang
memaafkan perbuatannya

11
yang di maksud fisabilillah di sini adalah khusus untuk jihad. Menurut Qardhawi,
bahwa jihad itu sendiri bukan hanya dalam bentuk perang saja, tetapi segala
perbuatan yang dapat meninggikan kalimat Allah di muka bumi ini dan
merendahkan kalimat orang-orang kafir.
8. Ibnu Sabil
Ibnu Sabil yaitu orang yang kehabisan bekal dalam perjalananya, yang tidak
mempunyai harta yang dapat mengantarkannya untuk sampai ke negerinya.
Kepadanya di berikan zakat dengan jumlah yang dibutuhkan itu banyak maupun
sedikit. Demikian pula diberikan kepadanya biaya selama perjalanannya hingga ia
dapat sampai di negerinya, walaupun ia seorang yang kaya di negerinya, walaupun
ia seseorang yang kaya.
Sementara itu, orang yang tidak termasuk mustahik zakat adalah orang kaya,
hamba sahaya, keturunan Rasulullah SAW, dan orang dalam tanggungan berzakat.

2.2 Hukum Penyalurkan Zakat Langsung Kepada Mustahik Tanpa Melalui

Lembaga Penyalur Zakat

Di dalam ajaran Islam, perintah zakat wajib hukumnya dilakukan oleh setiap


muslim yang memiliki harta dengan nisab dan haul tertentu. Persyaratan zakat tersebut
mencakup nisab, haul, harta yang dimiliki, dan harus diorientasikan kepada 8
golongan penerima zakat yang sudah ditetapkan dalam Al-Quran.
Dalam praktik pelaksanaan zakat, ada orang-orang yang berpikir ingin
langsung menyalurkan zakat pada mustahik. Mereka memilih tidak menyalurkan lewat
amil atau lembaga zakat yang ada. Beberapa diantaranya memiliki alasan karena ingin
langsung merasakan kebermaknaan memberi zakat dan ada juga yang tidak terlalu
percaya pada lembaga zakat atau amil. Namun, sebenarnya ada banyak keutamaan
menyalurkan zakat melalui lembaga yang profesional.
Praktik zakat dengan menyalurkan zakat langsung pada mustahik ini memang
tidak ada salahnya atau hukumnya tidak diharamkan dalam Islam. Aturan Islam
sendiri tidak memberikan pelarangan terhadap umat Islam yang ingin membagikan
zakatnya secara langsung kepada mustahik. Walaupun sebenarnya, dalam sunnah
Rasulullah SAW dan sejarah perkembangan zakat dalam Islam, pendistribusian dan
penarikan zakat selalu dilakukan oleh amil atau lembaga yang amanah.

12
Dalam penjelasan imam al-‘Imrani, salah-satu ulama Syafi’iyah dalam
bukunya al–Bayan Fi mazhab al–Imam al–Syafi’i i (h. 289-290) beliau menjelaskan
bahwa cara penyaluran zakat fitrah kepada yang tidak mampu atau kepada kelompok
penerima lainnya menurut pandangan Imam Syafi’i dapat dilihat dalam kedua
pendapatnya.
Pertama, dalam pendapat lamanya (qaul qadim: pendapat beliau waktu di
Baghdad Iraq) zakat fitrah harus disalurkan kepada panitia atau lembaga yang resmi
menangani pengumpulan zakat tidak boleh disalurkan langsung kepada para penerima.
Jika terpaksa dilakukan maka harus diambil lagi dan diserahkan kepada panitia atau
lembaga pengumpul zakat.
Kedua, beliau dalam pendapat barunya (qaul jadid: pendapat beliau waktu di
Mesir) mengatakan bahwa zakat fitrah boleh-boleh saja disalurkan secara langsung
kepada para penerima zakat. Ia tidak harus disalurkan melalui lembaga dan panitia
pengumpul zakat. Karena menurut beliau zakat fitrah ini juga disamakan dengan
harta-harta yang tergolong harta batin (tidak nampak sebagaimana hewan, buah-
buahan dan lain sebagainya).  Maka ia diberikan kebebbasan untuk menyalurkannya.
Selanjutnya, lebih utama mana antara menyalurkan secara lansung tanpa
melalui lembaga atau didistribusikan melalui lembaga amil zakat?
Imam Al-‘Imrani dalam redaksi tersebut juga menyampaikan perbedaan
pendapat dalam kalangan ulama syafi’iyah yang diwakilkan oleh para ulama di dalam
mazhab Syafi’i. Ada yang mengatakan bahwa zakat fitrah lebih utama disalurkan
secara langsung tanpa perantara kepada para penerima. Karena jalan ini lebih
meyakinkan bagi orang yang memiliki kewajiban mengeluarkan zakat.
Sebagian lain mengatakan sebaliknya. Zakat fitrah lebih utama disalurkan
melalui lembaga atau panitia pengumpul dana zakat. Karena dengan jalan ini
kebutuhan mereka para penerima khususnya fakir miskin lebih terjamin dan tercukupi.
Berbeda jika disalurkan secara lansung, kadang mencukupi kadang tidak.
Dalam QS. At-Taubah ayat 103 yang artinya “ambillah zakat dari sebagian
harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan
mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa
bagi mereka. Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
Para mufassir berpendapat bahwa kata ‘ambillah’ merupakan perintah Allah
yang ditunjukan kepada Rasul-Nya agar Rasulullah sebagai pemimpin mengambil
sebagian dari harta benda mereka sebagai zakat. Karena itu, Rasulullah Saw selalu

13
mengutus para petugas zakat ke tiap-tiap daerah untuk memungut zakat, yang diambil
dari orang-orang kaya di daerah itu dan diserahkan pada orang-orang miskinnya.
Misalnya, beliau mengutus sahabat Muadz bin Jabal untuk pergi ke Yaman.
Dalam berbagai hadits pun diungkapkan bahwa Rasulullah Saw selalu
mengutus petugas pengambil zakat (amil zakat) untuk mengambil zakat dari kaum
aghniya (orang kaya yang wajib berzakat) untuk kemudian disalurkan kepada
mustahiknya. Misalnya, dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah mengutus Umar ibnul Luthbiah sebagai amil zakat (Fikih
Zakat, Yusuf Qardhawi, hlm. 545). Dengan demikian, kalau ditanya manakah yang
lebih utama? Maka jawabannya, bahwa zakat itu lebih utama jika diserahkan melalui
para amil zakat yang amanah dan profesional.
Jika zakat itu diserahkan melalui amil (lembaga), mengutip pendapat Prof. DR.
H. Didin Hafidhuddin, MSc, paling tidak ada lima keunggulan. Pertama, lebih sesuai
dengan petunjuk al-Qur’an dan as-Sunnah; kedua, untuk menjamin kepastian dan
disiplin pembayar zakat; ketiga, untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahik
apabila berhadapan langsung untuk menerima zakat dari para muzakki; keempat,
untuk mencapai efisiensi dan efektivitas, serta sasaran yang tepat dalam
pendayagunaan zakat, menurut skala prioritas yang ada pada suatu tempat; dan kelima,
untuk memperlihatkan syi’ar Islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan
yang Islami.
Ada memang yang berpendapat bahwa zakat boleh disalurkan sendiri,
langsung kepada mustahik. Tetapi hal ini baru boleh dilakukan jika amil tidak ada atau
ada amil, tetapi amil tersebut sudah terbukti tidak amanah. Ketidakamanahan amil ini
bukan hanya berdasarkan prasangka. Maka, tugas kita sekarang adalah berupaya untuk
mendukung kerja-kerja amil yang telah terbentuk dan membangun amil zakat yang
kredibel, amanah, profesional, memiliki program-program yang tepat sasaran dan
sesuai syari’ah. Jangan hanya karena alasan tidak percaya terhadap amil zakat, kita
menyerahkan zakat secara langsung kepada mustahiqnya. Hal ini tentu kurang tepat,
tidak mengikuti sunnah dan jauh dari keunggulan-keunggulan yang sudah
disampaikan di atas. Oleh karena itu, upaya-upaya perbaikan ke arah yang lebih sesuai
dengan syariat Islam dan yang lebih tepat, mari kita lakukan secara bersama-sama.

Cara Berzakat Jika Menyalurkan Langsung Pada Mustahik

14
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan jika memang ingin menyalurkan
zakat langsung. Kelima hal ini tentunya harus dilakukan agar zakat yang diberikan
dapat tepat sasaran, sesuai ketentuan Islam, dan etika yang berlaku. Berikut
pembahasannya.
1. Memastikan Jenis Zakat yang Akan Diberikan
Sebelum menyalurkan zakat, pastikan jenis zakat yang akan kita berikan.
Apakah zakat fitrah atau zakat maal. Jika zakat maal, pastikan juga jenisnya dan
nisabnya. Apakah nisabnya sudah benar sesuai dengan perhitungan dan ketentuan
Islam. Jangan sampai kita menunaikan zakat, namun perhitungannya belum benar atau
sesuai.
Apabila kita menyalurkannya melalui lembaga zakat, misalnya saja seperti
yang Dompet Dhuafa lakukan, biasanya amil atau bisa berkonsultasi via online, akan
dihitung terlebih dahulu kewajiban zakat yang harus dikeluarkan. Hal ini tentu
membuat hati lebih tenang karena zakat sesuai ketentuan.
2. Memastikan Golongan Penerima Zakat
Bukan hanya jenis harta, tapi juga golongan penerima zakat wajib untuk kita
ketahui sebelumnya. Zakat berbeda dengan sedekah yang penyalurannya lebih flexibel
dan bisa didapatkan oleh siapapun. Ada kriteria tersendiri dalam zakat mengenai siapa
saja yang bisa menerima zakat atau tidak.
Pastikan terlebih dahulu, apakah orang yang akan menerima zakat kita sesuai
dengan ketentuan Islam mengenai golongan penerima zakat. Jangan sampai kita sudah
memberikan zakat, namun kepada orang yang salah.
Biasanya, jika melalui amil atau lembaga zakat, mereka akan mensurvey atau
melakukan analisis terlebih dahulu mengenai mustahik. Hal ini membuat zakat lebih
tepat sasaran dan akan diterima oleh mustahik atau kaum dhuafa yang benar-benar
berhak.
3. Menjaga Hati dan Empati pada Mustahik
Saat akan menyalurkan zakat pada mustahik, perhatikan sikap dan apa yang
kita bicarakan. Jangan sampai dengan zakat yang diberikan, malah akan menyinggung
hati dan perasaan mereka. Jangan gunakan perhiasan berlebih, menunjukkan
perbedaan dengan mustahik secara strata ekonomi, atau menganggap mereka lebih
rendah dibanding muzakki.
Dalam Islam, asas pemberian zakat dilakukan secara persaudaraan. Harta yang
kita miliki bukanlah hak milik kita sutuhnya. Harta tersebut adalah milik dan dari

15
Allah SWT yang dititipkan pada kita. Ada hak mustahik di dalamnya yang harus kita
salurkan.
Berikan zakat pada mustahik sebagaimana kita memberikan hadiah atau
bantuan kepada suadara. Jangan merasa kita lebih mulia atau lebih tinggi dibanding
mereka. Dihadapan Allah SWT, semua sama. Yang membedakan hanyalah keimanan
dan ketaqwaan kita.
4. Memberikan Zakat dengan Etika yang Baik
Penyaluran zakat juga harus dilakukan dengan etika yang baik. Misalnya
pemelihan tempat, cara memberikan, dan waktu pemberian. Sempat ada kabar berita
bahwa ada orang yang membagikan zakatnya dengan cara melempar-lemparkan
uangnya pada mustahik yang banyak dan mengantri di suatu tempat. Tentu hal ini
bukan cara yang etis apalagi jumlah yang diterima mustahik juga akan gambling.
Cara yang baik misalnya diberikan di rumahnya. Diberikan sambil berdoa
(misalnya doa membayar zakat) satu sama lain, untuk mendoakan yang baik. Selain
itu, ungkapkan bahwa apa yang kita berikan adalah hak mereka dan semoga bisa
membantu kehidupannya. Tidak perlu meminta hormat atau penghargaan dari
mustahik, karena itu bukanlah suatu yang wajib. Yang terpenting kita ikhlas dan apa
yang disalurkan menjadi keberkahan untuk mustahik atau muzakki.
5. Tidak Mengungkit Pemberian Zakat di Hadapan Orang Lain atau Waktu Selanjutnya
Jangan sampai kita mengungkit pemberian zakat di hadapan mustahik, di
hadapan orang lain atau di waktu-waktu selanjutnya. Hal ini tentu menjadi riya dan
akan menghapus kebaikan kita di waktu sebelumnya. Lupakan dan ikhlaskan, biarlah
Allah yang akan memberikan ganti berupa pahala dan penghargaan kelak kita di
akhirat.

2.3 Dampak Implementasi Pendistribusian Dan Pendayagunaan Zakat Terhadap

Mustahik

1. Dapat Meningkatkan Petumbuhan Ekonomi


Salah satu tindakan terencana dalam pengentasan kemiskinan adalah dengan membuat
pemetaan. Pemetaan yang dimaksud untuk mendapatkan data secara pas dan akurat
dimana si miskin berada, dan disaat yang sama mencari dimana si kaya berada. Islam
tidak menghalangi kekayaan seseorang tidak pula membiarkan kemiskinan. Dengan

16
adanya pemetaan dalam pendistribusian dalam zakat ini dapat menghindari tumpang
tindih penanganan suatu daerah miskin oleh berbagai lembaga pada saat bersamaan.
2. Dapat menghilangkan kemiskinan
Zakat adalah salah satu ibadah yang di wajibkan Allah oleh semua penganut agama
islam yang berkecukupan. Hak itu diperuntukkan oleh fakir miskin dan para mustahiq
lain yang membutuhkan, sebagai tanda syukur juga sebagai pembersihan diri juga
harta. Dalam memberantas kemiskinan melalui zakat, zakat secara tidak langsung
berpengaruh dalam hasil produksi. Penghasilan dalam bentuk kekayaan dapat
diwujudkan untuk mencapai target perkembangan ekonomi, yaitu meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, dengan cara melakukan pengembangan penghasilan ekonomi
atau mengatur unsur-unsur hasil produksi. Keuangan negara indonesia yang paling
fundemental dalam pengembangan harta adalah zakat. Sedangkan indonesia mayoritas
penduduknya adalah muslim. Yang berati potensi pengembangan harta melalui zakat
sangat besar. Zakat merupakan upaya untuk mengembangkan penghasilan dengan cara
memperdayakan zakat untuk terus berproduksi. Meningkatnya penghasilan
masyarakat akan mewujudtkan pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi.
3. Merupakan sumber kemakmuran rakyat
Konsep pengembangan harta dalam islam adalah: harta yang berkah yaitu adalah harta
yang bertambah banyak, paling tidak dari segi dampak manfaat yang ditimbulkan.
Dengan berzakat memberi efek nyaman dan aman pada pemiliknya karena tidak ada
yang perlu di khawatirkan tentang hartanya. Bahkan hartanya lah yang akan menjamin
pemiliknya.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pengurus zakat (amil) adalah orang-orang yang ditunjuk untuk mengumpulkan


zakat dari para wajib zakat (muzakki) dan mendistribusikan harta zakat tersebut
kepada orang-orang yang berhak mendapat zakat tersebut kepada orang-orang yang
berhak menerimanya (mustahiquz zakah) seperti yang telah disebutkan di dalam Al-
Quran surah At-Taubah ayat 60.

Allah SWT mendorong kaum muslimin untuk membayar zakat dengan


menjelaskan manfaat zakat bagi kebersihan jiwanya. Zakat akan memberikan dampak
positif baik bagi pemberi maupun bagi yang menerima. Melihat begitu pentingnya
zakat maka kita semua harus mau melakukan dan melaksanakan pembayaran zakat,
dan umumnya masyarakat dapat melakukan pembayaran melalui dua cara yang
banyak dilakukan oleh Muzakki. Dua cara tersebut adalah ada orang yang
membayarkan zakatnya melalui lembaga zakat, dan ada juga yang membayarkan
zakatnya langsung kepada mustahiq. Untuk menjamin kelangsungan kalau membayar
lewat lembaga zakat maka perlu adanya loyalitas bagi para muzakki. Dan untuk
menumbuhkan loyalitas perlu adanya suatu transparansi, pelayanan dan kualitas yang
baik.

3.2 Saran

1. Kepada pihak lembaga yaitu BAZNAS diharapkan dapat meningkatkan kinerja


dalam melayani mustahik, memberikan layanan yang lebih ramah terhadap pelanggan
pelanggan BAZNAS atau lembaga lainnya.
2. Kepada seluruh masyarakat terutama ummat islam, diharapkan sadar terhadap
zakat, bahwa zakat mampu merubah perekonomian pun bisa merubah kehidupan
masyarakat lemah, dengan zakat roda perekonomian pun berputar dan akhirnya
seluruh masyarakat yang kekurangan pun terbantu.

18
DAFTAR PUSTAKA

Alqur’anul Karim

http://repository.iainpare.ac.id/1513/1/15.2400.002.pdf, diakses pada tanggal 14 Februari


2023

https://r.search.yahoo.com/
_ylt=AwrKDdbNpetjjmIPMQPLQwx.;_ylu=Y29sbwNzZzMEcG9zAzMEdnRpZAM
Ec2VjA3Ny/RV=2/RE=1676416589/RO=10/RU=https%3a%2f%2fid.wikipedia.org
%2fwiki%2fDiyat/RK=2/RS=Rc1WXSfOweXKTHIHbCSLsMyPsyI-, diakses pada
tanggal 14 Februari 2023

https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28144/1/DINI%20NURANI
%20LARASATI-FDIKOM.pdf, diakses pada tanggal 14 Februari 2023

https://kumparan.com/berita-hari-ini/ibadah-mahdhah-pengertian-jenis-jenis-dan-perbedaan
nya-dengan-ghairu-madhah-1xQUgcdt2EH/2, diakses pada tanggal 14 Februari 2023

https://www.dompetdhuafa.org/hukum-menyalurkan-zakat-langsung/, diakses pada tanggal


14 Februari 2023

https://baitulmal.acehprov.go.id/post/bolehkah-menyerahkan-zakat-langsung-kepada-musta
hik, diakses pada tanggal 14 Februari 2023

https://kumparan.com/berita-hari-ini/pengertian-dan-macam-macam-urf-menurut-paraulam
a-1xYQJ6voxDR/4, diakses pada tanggal 14 Februari 2023

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6044754/pengertian-mustahik-zakat-dan-8-golong
annya-yang-perlu-diketahui, diakses pada tanggal 14 Februari 2023

http://repository.iainpare.ac.id/1513/1/15.2400.002.pdf, diakses pada tanggal 15 Februari


2023

http://etheses.uin-malang.ac.id/12130/1/14751005.pdf, diakses pada tanggal 15 Februari


2023

https://kaltara.antaranews.com/berita/484018/mana-utama-bayarkan-zakat-langsung-atau-pe
rantara-amil-, diakses pada tanggal 15 Februari 2023

19

Anda mungkin juga menyukai