Anda di halaman 1dari 16

PENDAPAT ULAMA MAZHAB TERKAIT DENGAN HUKUM ZAKAT

FITRAH DENGAN MAKANAN POKOK ATAU UANG DAN PENDAPAT


ULAMA FIKIH TENTANG MAKNA SABILILLAH SEBAGAI
MUSTAHIQ ZAKAT DAN ZAKAT PRODUKTIF

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Fiqih Muqarin


Dosen Pengampu : Abdul Syakur,Lc.M.H

Oleh :

MUHAMMAD ZAINI RASIDIN


NIM : 1921508078

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN AJI MUHAMMAD
IDRIS
SAMARINDA
2022
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala. yang
telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Dampak Pernikahan Dari
Segi Kesehatan” pada Mata Kuliah Fiqih Muqarin ini dengan tepat waktu. Dan
dengan adanya makalah ini penulis berharap agar makalah ini dapat memberi manfaat
bagi siapapun yang membacanya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ustadz Abdul Syakur,Lc.M.H yang telah
memberi dukungan kepada penulis baik secara moral maupun materi. Tidak lupa juga
penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah yang penulis buat ini masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah-makalah yang akan penulis buat di masa yang akan datang.

Samarinda, 29 November 2022

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I.........................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................3
BAB II........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN........................................................................................................................................6
1. Syarat wajib zakat fitrah........................................................................................................................8
2. Rukun zakat fitrah adalah sebagai berikut :...........................................................................................9
BAB III....................................................................................................................................................13
PENUTUP................................................................................................................................................13
Kesimpulan..............................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Islam merupakan agama yang rahmatan lil alamin yang di dalamnya memandang
persoalan sosial sebagai hal yang memiliki tempat tersendiri, dimana dalam
pengelolaan harta Islam memperhatikan lingkungan, dibuktikan dengan adanya zakat
sebagai rukun Islam, yang secara substansi menggambarkan kepedulian bagi sesama.
Zakat dalam Islam bukan saja sebagai sarana ibadah dan bukan bagian dari rukun
Islam semata melainkan sebagai urat nadi yang menopang kehidupan individu
maupun kelompok, karena memiliki dimensi sosial dan ekonomi. Zakat menurut
bahasa adalah nama‟ yang berarti kesuburan, taharah : kesucian, barakah :
keberkahan dan berarti juga tazkiyah / tathir yang artinya mensucikan.
Zakat menurut syariat adalah sejumlah harta yang diwajibkan Allah SWT
diambil dari harta orang tertentu, untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya,
dengan syarat tertentu. Sedangkan esensi zakat adalah pengelolaan sejumlah harta
yang diambil dari orang yang wajib membayar zakat “muzakki” untuk diberikan
kepada mereka yang berhak menerima zakat “mustahik”. Pengelolaan meliputi
kegiatan pengumpulan (penghimpunan), penyaluran, pendayagunaan, pengawasan
dan pertanggungjawaban harta zakat.
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, tidak hanya wajib bagi Nabi
Muhammad SAW tetapi juga bagi seluruh umat tentang wajib zakat yang telah
ditegaskan oleh ayat-ayat Al-Qur‟an yang jelas dan tegas, selain dalam Al Qur‟an
terdapat perintah tentang wajib zakat dalam sunnah Nabi maupun kesepakatan ulama
atau juga disebut sebagai ijma‟. Didalam Al- Qur‟an, zakat disebut secara langsung
sesudah shalat dalam delapan puluh dua ayat. Ini menunjukkan betapa pentingnya
zakat, sebagaimana sholat.
Zakat sendiri adalah salah satu diantara rukun Islam yang lima, setingkat
dengan shalat, puasa dan haji. Tidak kurang pada delapan puluh dua tempat dalam Al
Qur‟an menyebutkan perintah menunaikan zakat dirangkaikan dengan perintah
menegakkan shalat. Seperti pada surat At-Taubah ayat 11:

َ‫َّي ْعلَ ُم ْون‬ ‫ت لَِق ْوٍم‬


ِ ‫صل ااْل ٰ ٰي‬ ‫ىِف‬ ِ ٰ َّ ٰ َّ ‫فَاِ ْن تَابُ ْوا َواَقَ ُاموا‬
ُ ِّ ‫الصلو َة َواَٰت ُوا الزكو َة فَا ْخ َوانُ ُك ْم الدِّيْ ِن َوۗنُ َف‬

3
Artinya : “Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat,maka
(mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu
bagi kaum yang mengetahui “
Zakat merupakan ibadah dan kewajiban bidang harta benda dalam rangka
mencapai kesejahteraan ekonomi dan mewujudkan keadilan sosial. Zakat juga
merupakan sarana atau tali yang kuat dalam mengikat hubungan vertikal antara
manusia dengan Tuhan dan hubungan horizontal antara manusia dengan sesama
manusia, khususnya antara yang kaya dengan yang miskin, dan memberikan
keuntungan moril maupun materil, baik dari pihak penerima “mustahik” maupun dari
pihak yang memberi “muzzaki”Hakikat zakat bukanlah pemberian yang diberikan
oleh orang kaya kepada orang fakir, namun zakat adalah hak yang dititipkan Allah
SWT kepada orang kaya agar ia berikan kepada orang yang berhak menerimanya.
Dengan tujuan zakat dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fakir, menutup kefakiran
orang-orang lemah, mencukupi orang-orang sengsara, mencegah mereka dari
kelaparan, dan menghilangkan rasa ketakutan mereka Zakat merupakan sejumlah
harta tertentu yang diwajibkan oleh AllahSWT untuk diberikan kepada orang yang
berhak menerimanya “mustahik” dengan syarat-syarat tertentu. Tujuannya untuk
mewujudkan pemerataan keadilan dalam ekonomi. Sebagai salah satu aset lembaga
ekonomi Islam, zakat merupakan sumber dana potensial strategis bagi upaya
pembangunan kesejahteraan umat. Al Qur‟an memberi rambu agar zakat yang
dihimpun disalurkan kepada mustahik atau orang yang berhak menerima zakat.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat at-Taubah ayat 60 :
Artinya :“ Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-
orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”

4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembahasan yang di jelaskan pada latar belakang mengenai zakat.
Maka dari itu peneliti mencoba memahami dengan mermuskan permasalahan sebagai
berikut :
1. Bagaimana pendapat ulama mazhab terkaît hukum zakat fitrah dengan makanan
pokok atau uang?
2. Bagimana pendapat ulama tenatng makna sabilillah sebagai mustahiq zakat?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pendapat ulama mazhab terkaît hukum zakat fitrah dengan
makanan pokok atau uang?
2. Untuk mengetahui pendapat ulama tenatng makna sabilillah sebagai mustahiq
zakat?

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Zakat Fitrah


Pengertian zakat fitrah yaitu zakat yang harus dikeluarkan oleh setiap muslim
baik laki-laki maupun perempuan, besar ataupun kecil, tua ataupun muda, di bulan
Ramadhan sampai menjelang shalat Idul Fitri. Zakatul fitri terdiri dari dua kata yaitu
zakat dan fitri. Zakat berasal dari kata zaka ) ‫و‬ٟ G‫)ص‬yang berarti suci, baik, berkah,
tumbuh, atau berkembang. Zakat menurut syara‟ ialah pemberian yang wajib
diberikan dari sekumpulan harta tertentu, pada waktu tertentu kepada golongan
tertentu yang berhak menerimanya.
Ada pendapat beberapa ulama mengenai pengertian zakat. yaitu:
1. Menurut mazhab Maliki, definisi zakat adalah “mengeluarkan sebagian yang
khusus dari harta yang khusus pula yang telah mencapai nishab (batas kuantitas
yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang yang berhak menerimanya
(mustahiq).. Dengan catatan, kepemilikan itu penuh dan mencapai haul (setahun),
bukan barang tambang dan bukan pertanian.” .
2. Menurut mazhab Hanafi, zakat adalah “menjadikan sebagian harta yang khusus
dari harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus, yang ditentukan oleh
syari‟at karena Allah Swt.”
3. Menurut mazhab Syafi‟i, zakat adalah sebuah ungkapan untuk keluarnya harta
atau tubuh sesuai dengan cara khusus
4. Menurut mazhab Hambali, zakat adalah hak yang wajib (dikeluarkan) dari harta
yang khusus untuk kelompok yang khusus pula.
Dari definisi-definisi zakat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa zakat
menurut terminology dimaksudkan sebagai penuaian yakni penuaian hak yang wajib
yang terdapat dalam harta. Zakat juga dimaksudkan sebagai bagian harta tertentu dan
yang diwajibkan oleh Allah untuk diberikan kepada orang-orang fakir.
Dengan pengertian di atas maka zakat adalah sebagai realisasi benarnya iman
seseorang yang mengikat dia dengan tuhannya, dan antara dia sendiri dengan
masyarakat kaum muslimin, baik yang kaya maupun yang miskin. Adapun kata fitrah
maka yang dimaksud dengan kata itu berbuka dari puasa ramadhan dan ini terjadi
setelah tenggelamnya matahari pada terakhir bulan ramadhan. Dalam Al-Quran kata
fitrah dalam berbagai bentuknya disebut sebanyak 28 kali, 14 di antaranya

6
berhubungan dengan bumi dan langit. Sisanya berhubungan dengan penciptaan
manusia, baik dari sisi pengakuan bahwa penciptanya adalah Allah, maupun dari segi
uraian tentang fitrah manusia. Sehubungan dengan itu Allah berfirman pada surat Ar
Rum ayat 30:
ِ ‫ك الدِّيْ ُن الْ َقيِّ ۙ ُم َو ٰل ِك َّن اَ ْكَثَر الن‬ ِ ٰ ‫ِ خِل‬ ۗ َّ ِ ٰ َ ‫ك لِلدِّيْ ِن َحنِْي ًف ۗا فِطْر‬ ِ
َ‫َّاس اَل َي ْعلَ ُم ْو ۙن‬ َ ‫َّاس َعلَْي َها اَل َتْبديْ َل َْل ِق اللّ ِه ۗ ٰذل‬
َ ‫ت اللّه اليِت ْ فَطََر الن‬ َ َ ‫فَاَق ْم َو ْج َه‬

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah
Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada
perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui"
1) Madzhab Imam abu Hanifah zakat fitrah adalah wajib dengan syarat-syarat:
Islam, merdeka, memiliki nishab yang lebih dari kebutuhan pokok
2) Madzhab Imam Hambali zakat fitrah adalah wajib dengan terbenamnya matahari
pada malam hari raya fitrah bagi setiap muslim yang menjumpakan bahan
makannya dan makan keluarganya pada hari raya dan malam harinya dalam
keadaan lebih.
3) Madzhab Imam Syafi‟i zakat fitrah adalah wajib bagi orang yang beragama
islam, merdeka, wajib mengeluarkan zakatnya, pembantu dan kerabatnya. Setelah
apa saja yang dibutuhkan dari segala yang berlaku menurut adat kebiasaan.
4) Madzhab Imam Maliki zakat fitrah adalah wajib atas setiap orang yang merdeka,
yang beragama islam, yang mampu, mengeluarkannya pada waktu yang sudah
ditentukan.
Makna zakat fitrah yaitu zakat yang sebab diwajibkannya adalah futur
(berbuka puasa) pada bulan ramadhan. Disebut juga dengan sedekah fitrah, bahwa
lafadz (sedekah) menurut syara‟, dipergunakan untuk zakat yang diwajibkan
sebagaimana terdapat pada Quran dan Sunah. Zakat fitrah diwajibkan pada tahun
kedua Hijriyah, yaitu tahun diwajibkan puasa di bulan ramadhan untuk mensucikan
orang yang berpuasa, untuk memberikan makanan pada orang-orang miskin dan
mencukupkan mereka kebutuhan dan meminta-minta.

B. Dasar Hukum Zakat Fitrah

7
Zakat fitrah hukumnya wajib, karena diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.96
Tujuannya adalah untuk membantu mereka yang berhak. Dasar hukumnya perintah
Allah dalam Al-Qur'an. Kata zakat dalam berbagai bentuk dan konteksnya disebut
dalam Al-Qur'an sebanyak 60 kali, 26 kali diantaranya disebut bersamasama dengan
shalat. Di antara Ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis yang menunjukkan kewajiban
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Al-Quran
a) Firman Allah SWT dalam QS al-Baqarah ayat 110 :
ِ ‫الز ٰكوةَ ۗ وما ُت َقدِّموا اِل َْن ُف ِس ُكم ِّمن خ ٍ جَتِ ُدوه ِعْن َد ال ٰلّ ِه ۗ اِ َّن ال ٰلّه مِب َا َتعملُو َن ب‬
‫صْيٌر‬ َّ ‫َواَقِْي ُموا‬
َّ ‫الص ٰلوةَ َواٰتُوا‬
َ ْ َْ َ ُ ْ ‫ْ ْ َرْي‬ ُْ َ َ
“Dan laksanakanlah salat dan tunaikanlah zakat. Dan segala kebaikan yang kamu
kerjakan untuk dirimu, kamu akan mendapatkannya (pahala) di sisi Allah. Sungguh,
Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

b) Firman Allah SWT dalam QS Al-'Ala:14:


‫قَ ۡد اَ ۡفلَ َح َم ۡن َتَز ّٰك‬

“Sungguh beruntung orang yang menyucikan diri (dengan beriman),”

c) Firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqaroh 277:


ٌ ‫الز ٰكوةَ هَلُ ْم اَ ْجُر ُه ْم ِعْن َد َرهِّبِ ۚ ْم َواَل َخ ْو‬
َ‫ف َعلَْي ِه ْم َواَل ُه ْم حَيَْزنُ ْون‬ ِ ‫الصلِ ٰح‬ ِ ِ ِ
َّ ‫الص ٰلوةَ َواَٰت ُوا‬
َّ ‫ت َواَقَ ُاموا‬ ّٰ ‫ا َّن الَّذيْ َن اٰ َمُن ْوا َو َعملُوا‬

“Sungguh, orang-orang yang beriman, mengerjakan kebajikan, melaksanakan salat


dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa
takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.”

C. Syarat dan Rukun Zakat Fitrah


1. Syarat wajib zakat fitrah
a. Orang yang diwajibkan membayar zakat fitrah ialah orang yang mempunyai
tiga syarat : Islam
b. Sudah terbenam matahari (sudah mulai tanggal 1 syawal )
c. Mempunyai kelebihan makanan untuk diri dan keluarganya.
Hanya orang islam saja yang berkewajiban membayar zakat, sedang orang
kafir tidak, bahwa Nabi mewajibkan zakat fitrah kepada orang Islam, zakat fitrah
diwajibkan mulai terbenamnya matahari di akhir bulan ramadhan sampai
terlaksananya sholat idul fitri.
2. Rukun zakat fitrah adalah sebagai berikut :

8
a. Niat untuk menunaikan zakat dengan ikhlas sematamata karena Allah SWT.
b. Ada orang yang menunaikan zakat fitrah
c. Ada barang atau makanan pokok yang di zakat

D. Kadar Makanan Pokok Zakat Fitrah


Dalam hadist Ibnu Umar disebutkan Rasulullah menetapkan bahwa zakat fitrah
dibayarkan pada bulan ramadhan dan besarnya adalah satu sha‟kurma dan satu sha‟
gandum. zakat fitrah itu berupa gandum, jagung, kurma kering, syair, anggur, kurma
basah, (kismis), atau keju. Dan susu kering yang dibuang buihnya. Dan untuk di
Indonesia makanan pokoknya adalah beras. Sebagian yang lain menetapkan bahwa
zakat fitrah berupa makanan pokok yang lain daerah setempat, atau makanan pokok
untuk orang-orang dewasa, demikian yang dituturkan oleh Abdul Wahab dalam
mazhab Hanafi Artinya :”Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf telah
mengabarkan kepada kami Malik dari Zaid bin Aslam dari 'Iyadh bin 'Abdullah bin
Sa'ad bin Abu Sarhi Al 'Amiriy bahwa dia mendengar Abu Sa'id Al Khudriy
radliallahu 'anhu berkata: Kami mengeluarkan zakat fithri satu sha' dari makanan atau
satu sha' dari gandum atau satu sha' dari kurma atau satu sha' dari keju (mentega) atau
satu sha' dari kismi (anggur kering)”. Apakah jenis makanan bersifat ta‟abuddi dan
yang dimaksudkan adalah bendanya sendiri, sehingga setiap muslim tidak boleh
dipindah jenis makanan yaitu kepada makanan lain atau makanan pokok lainnya.
Golongan Syafii dan Maliki berpendapat, bahwa jenis makanan itu bukan
bersifat ta‟abbudi dan tidak dimaksudkan bendanya itu sendiri, sehingga wajib bagi si
Muslim mengeluarkan zakat fitrah dari makanan pokok negerinya. Menurut satu
pendapat, dari makanan pokok itu.
Menurut Maliki mengemukakan berbagai kemungkinan dari kemungkinan
tersebut, sebagian menganggap pada waktu mengeluarkan, akan tetapi sebagian lagi
menetapkan makanan pokok yang dipergunakan pada sebagian besar bulan
Ramadhan. Golongan Syafi‟i mengemukakan dalam Al-Wasith, bahwa yang
dipandang adalah makanan pokok penduduk pada waktu wajib zakat fitrah, bukan
sepanjang tahun
Bahwa menurut zahirnya Imam Ahmad, bahwa orang itu tidak boleh
berpindah dari jenis makanan yang lain macam, yang telah ada nashnya, apabila orang
itu mampu melakukannya, sama aja apakah beralihnya pada makanan pokok itu. Dari
golongan Abu Hanifah boleh mengeluarkan tepung dan terigu, karena ia adalah

9
makanan yang bisa ditimbang, ditakar dan bisa dimanfaatkan oleh orang kafir, karena
membuat tepung memerlukan biaya memerlukan.
E. Pendapat Ulama Tentang Zakat Fitrah Dengan Uang.
Menurut pendapat mayoritas ulama, dari kalangan madzhab Maliki, Syafi‟i
dan Hambali mengeluarkan zakat fitrah dengan uang tidak diperbolehkan. Syafiiyah
berpendapat bahwa zakat diambil dari mayoritas makanan pokok suatu negeri atau
tempat tersebut, yang dianggap sebagai mayoritas makanan pokok adalah mayoritas
makanan pokok setahun, kualitas makanan pokok terbaik boleh digunakan untuk
menggantikan kualitas makanan pokok terjelek dalam berzakat. Malikiyah
berpendapat bahwa zakat fitrah wajib ditunaikan dari makanan pokok yang mayoritas
dikonsumsi oleh suatu negeri, dari Sembilan jenis gandum, beras, salat (jenis beras),
jagung, padi, kurma, anggur, dan keju, yang dikonsumsi dari Sembilan jenis ini tidak
boleh selain ini.
Hanabilah menetapkan wajib mengeluarkan zakat fitrah dengan sesuai dalil
yaitu gandum, kurma, anggur, dan keju, jika makanan pokok ini tidak ada maka bisa
menggantikan setiap bijibijian dan buah-buahan, tidak boleh mengeluarkan zakat
dengan makanan pokok berupa daging. Dalam kitab Majmu Syarah al-Muhadzab
karangan Imam Abi Zakariya Muhyidin Syaraf an-Nawawi bahwasanya Zakat tidak
boleh menggunakan uang.
Cendekiawan Muslim kontemporer, Syech Yusuf al Qardhawi mengatakan,
pemberian dengan harga ini sebenarnya lebih mudah di zaman sekarang, terutama di
lingkungan negara industri. ''Di mana orang-orang tidaklah bermuamalah kecuali
dengan uang,'' tegasnya. Lebih jauh, Syech al Qardhawi berpandangan, terkait dua
cara pembayaran ini, apakah dengan bahan makanan atau uang, sebaiknya dilihat dari
tingkat keutamaannya.
Dalam artian, mana yang lebih bermanfaat bagi para fakir miskin. Bila
makanan lebih bermanfaat bagi mereka, maka menyerahkan zakat berupa makanan
jauh lebih penting. Namun jika dengan uang dianggap lebih banyak manfaatnya,
berzakat dengan uang menjadi lebih utama.

F. Makna Fi Sabilillah

10
Para ulama memang berbeda pendapat tentang makna mustahiq zakat yang
satu ini, yaitu fi sabilillah. Perbedaan ini berangkat dari ijtihad mereka yang
cenderung muwassain (meluaskan makna)dan mudhayyiqin (menyempitkan makna).
Sebagian ulama beraliran mudhayyiqin bersikeras untuk tidak memperluas
maknanya, fi sabilillah harus diberikan tetap seperti yang dijalankan di masa
Rasulullah SAW dan para shahabat, yaitu untuk para mujahidin yang perang secara
pisik.
Sebagian ulama yang beraliran muwassa'in cenderung untuk memperluas
maknanya sampai untuk biaya dakwah dan kepentingan umat Islam secara umum.
1) Pendapat Pertama
Jumhur ulama termasuk di dalamnya 4 imam mazhab (hanafi, maliki, syafi'i
dan hanbali) termasuk yang cenderung kepada pendapat yang pertama (mudhayyiqin),
mereka mengatakan bahwa yang termasuk fi sabilillah adalah para peserta
pertempuran pisik melawan musuh-musuh Allah dalam rangka menegakkan agama
Islam.
Di kalangan ulama kontemporer yang mendukung hal ini adalah Syeikh
Muhammad Abu Zahrah. Perbedaannya bukan dari segi dalil, tetapi dari segi manhaj
atau metodologi istimbath ahkam. Yaitu sebuah metode yang merupakan logika dan
alur berpikir untuk menghasilkan hukum fiqih dari sumber-sumber Al-Quran dan
Sunnah.
Mereka yang termasuk ke dalam pendapat ini adalah Jumhur Ulama. Dalilnya
karena di zaman Rasulullah SAW memang bagian fi sabilillah tidak pernah digunakan
untuk membangun masjid atau madrasah. Di zaman itu hanya untuk mereka yang
jihad secara pisik saja.
Para ulama jumhur mengatakan bahwa para mujahidin di medan tempur
mereka berhak menerima dana zakat, meskipun secara materi mereka cukup berada.
Sebab dalam hal ini memang bukan sisi kemiskinannya yang dijadikan objek zakat,
melainkan apa yang dikerjakan oleh para mujahidin itu merupakan mashlahat umum
2) Pendapat Kedua
Sedangkan para ulama yang lain cenderug meluaskan makna fi sabilillah,
tidak hanya terbatas pada peserta perang pisik, tetapi juga untuk berbagai kepentingan
dakwah yang lain. Di antara yang mendukung pendapat ini adalah Syeikh Muhammad
Rasyid Ridha, Dr. Muhammad `Abdul Qadir Abu Farisdan Dr. Yusuf Al-Qradawi.
Dasar pendapat mereka juga ijtihad yang sifatnya agak luas serta bicara dalam

11
konteks fiqih prioritas. Di masa sekarang ini, lahan-lahan jihad fi sabilillah secara
pisik boleh dibilang tidak terlalu besar. Sementara tarbiyah dan pembinaan umat yang
selama ini terbengkalai perlu pasokan dana besar. Apalagi di negeri minoritas muslim
seperti di Amerika, Eropa dan Australia.
Siapa yang akan membiayai dakwah di negeri-negeri tersebut, kalau bukan
umat Islam. Dan bukankah pada hakikatnya perang atau pun dakwah di negeri lawan
punya tujuan yang sama, yaitu menyebarkan agama Allah SWT dan menegakkannya.
Dalam kitab Fiqhuz Zakah, Dr. Yusuf al-Qaradawi menyebutkan bahwa asnaf fi
sabilillah, selain jihad secara pisik, juga termasukdi antaranya adalah:
1. Membangun pusat-pusat dakwah (al-Markaz Al-Islami) yang menunjang
program dakwah Islam di wilayah minoritas, dan menyampaikan risalah Islam
kepada non muslim di berbagai benua merupakan jihad fi sabilillah.
2. Membangun pusat-pusat dakwah (al-Markaz Al-Islami) di negeri Islam sendiri
yang membimbing para pemuda Islam kepada ajaran Islam yang benar serta
melindungi mereka dari pengaruh ateisme, kerancuan fikrah, penyelewengan
akhlaq serta menyiapkan mereka untuk menjadi pembela Islam dan melawan para
musuh Islam adalah jihad fi sabilillah.
3. Menerbitkan tulisan tentang Islam untuk mengantisipasi tulisan yang menyerang
Islam, atau menyebarkan tulisan yang bisa menjawab kebohongan para penipu
dan keraguan yang disuntikkan musuh Islam, serta mengajarkan agama Islam
kepada para pemeluknya adalah jihad fi sabilillah.
4. Membantu para du'at Islam yang menghadapi kekuatan yang memusuhi Islam di
mana kekuatan itu dibantu oleh para thaghut dan orang-orang murtad, adalah
jihad fi sabilillah.
5. Termasuk di antaranya untuk biaya pendidikan sekolah Islam yang akan
melahirkan para pembela Islam dan generasi Islam yang baik atau biaya
pendidikan seorang calon kader dakwah/ da`i yang akan diprintasikan hidupnya
untuk berjuang di jalan Allah melalui ilmunya adalah jihad fi sabilillah

12
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Zakat menurut syariat adalah sejumlah harta yang diwajibkan Allah SWT diambil
dari harta orang tertentu, untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya, dengan
syarat tertentu. Sedangkan esensi zakat adalah pengelolaan sejumlah harta yang
diambil dari orang yang wajib membayar zakat “muzakki” untuk diberikan kepada
mereka yang berhak menerima zakat “mustahik”. Pengelolaan meliputi kegiatan
pengumpulan (penghimpunan), penyaluran, pendayagunaan, pengawasan dan
pertanggungjawaban harta zakat
Zakat fitrah hukumnya wajib, karena diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.96
Tujuannya adalah untuk membantu mereka yang berhak. Dasar hukumnya perintah
Allah dalam Al-Qur'an
Para ulama memang berbeda pendapat tentang makna mustahiq zakat yang satu
ini, yaitu fi sabilillah. Perbedaan ini berangkat dari ijtihad mereka yang cenderung
muwassain (meluaskan makna)dan mudhayyiqin (menyempitkan makna)
Para ulama memang berbeda pendapat tentang makna mustahiq zakat yang satu
ini, yaitu fi sabilillah. Perbedaan ini berangkat dari ijtihad mereka yang cenderung
muwassain (meluaskan makna)dan mudhayyiqin (menyempitkan makna)

13
DAFTAR PUSTAKA

H.Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: PT Sinar Baru Algesindo: 1986

14

Anda mungkin juga menyukai