Tugas iIni iDibuat iUntuk iMemenuhi iMata iKuliah iEtika iProfesi iHukum
Disusun iOleh i:
Kelompok iXI
Abdie
FAKULTAS iSYARI’AH
2021/2022
Prakata
Segala ipuji ibagi iAllah iswt iyang itelah imemberi ikami ikesempatan iserta
ikemudahan isehingga ikami idapat imenyelesaikan imakalah iini isesuai idengan iwaktu
iyang itelah iditentukan. iTanpa ipertolongan-Nya itentunya ikami itidak iakan ibisa
imenyelesaikan imakalah iini idengan ibaik. iTidak ilupa ishalawat iserta isalam isemoga
iterlimpah icurahkan ikepada iNabi iMuhammad iSaw iyang ikita inanti-nantikan isyafaatnya
idi idunia idan iakhirat inanti. i
Kami imengucapkan isyukur ikepada iAllah iSwt iatas ilimpahan inikmat isehat-Nya
isehingga ikami imampu iuntuk imenyelesaikan itugas imakalah idalam imata ikuliah iEtika
iProfesi iHukum idengan ijudul i“PERADILAN iETIK”. i
Kami isebagai ipenulis itentu imenyadari ibahwa imakalah iini imasih ijauh idari ikata
isempurna idan imasih ibanyak iterdapat ikesalahan iserta ikekurangan. iUntuk iitu ikami
imengharapkan ikritik idan isaran idari ipembaca iuntuk imakalah iini, iagar inantinya
imakalah iini imenjadi imakalah iyang ilebih ibaik ilagi. iTidak ilupa ikami iucapkan
iterimakasih iyang isebanyak-banyaknya ikepada isemua ipihak iyang itelah imembantu
imengerjakan imakalah iini. i
Samarinda,i7 iDesemberi2021
i i i i i i i i i i i i i iKelompok iXI
DAFTAR ISI
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................4
1. Apakah yang dimaksud dengan Perdilan Etik..................................................................5
2. Pentingnya beretika.............................................................................................................5
3. Perkembangan etika dalam sejarah...................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.......................................................................................................................5
1. Etika Teologis.......................................................................................................................9
2. Etika Ontologis: ...................................................................................................................9
3. Etika Positivist: ..................................................................................................................10
4. Etika Fungsional Tertutup: ..............................................................................................10
5. Etika Fungsional Terbuka: ..............................................................................................11
BAB III....................................................................................................................................11
PENUTUP...............................................................................................................................11
BAB iI
PENDAHULUAN
A. Latar iBelakang i
Di ibeberapa ilembaga inegara ibaik ieksekutif, ilegislatif idan iyudikatif imulai idari
ipusat isampai idaerah ipada iprinsipnya isudah imemiliki iregulasi ietika imasing-masing.
iKarena ipenerapannya idilakukan isecara iinternal imenyebabkan itujuan ipemberlakuan
ikode ietik itersebut itidak itransparan isehingga itidak imenimbulkan iefek ijera ibagi isi
ipelanggar ietika. i
Peradilan ietika isudah idimulai idi ibeberapa inegara idengan imembentuk iperadilan
ietik iyang imemiliki ikewengan iyang iluas idan isetara idengan ilembaga ipengadilan
ihukum. iPeradilan ietik idapat idijadikan ipilihan iuntuk imemberikan iefek ijera ikepada
ipenyelengggara ipemerintahan idan ilembaga iitu isendiri iketika imengabaikan inorma
iagama idan inilai-nilai ikebaikan iyang iberlaku. iPenegakan ihukum iseolah idilakukan idi
iruang ihampa iterhadap ibukan imanusia idengan ikaca imata ikuda. iLembaga iperadilan
imenjelma imenjadi isemacam imesin ihukum iyang imengolah iperistiwa ihukum imenjadi
iperistiwa ihukum ibaru itanpa imelahirkan ikemaslahatan. i
Pada isisi ilain, iinstitusi-institusi ipengawas ieksternal iyang idibuat iuntuk imenjaga
idan imenegakkan ietika iaktor-aktor iperadilan idalam imenjalankan ikewenangannya,
ibelum idapat ibekerja ioptimal ikarena ikendala idasar ihukum iyang ilemah, ikemandirian
istruktural iyang imenggantung iserta ikultur iinstitusi iperadilan iyang ibelum ibanyak
iberubah. iKesan itertutup idari ipengamatan idan ipantauan imasyarakat ijuga iterjadi. iOleh
ikarena iitu imaka idiperlukan isuatu imodel iperadilan ietika iyang ibenar-benar ididesain
isecara isistimatis idan imeliputi i
B. Rumusan iMasalah i
BAB iII
PEMBAHASAN
A. iPeradilan iEtik
Secara ihistoris, itidak iada imakna itunggal iyang imerepresentasikan idefinisi ietika.
iDalam itradisi iYunani iKuno, iterma ietika idikenal idengan isebutan ethos. Ethos bisa ibera
rti ikarakter. iNamun, idi isisi ilain, ethos diartikan isebagai kebiasaan. iDalam itradisi iRoma
wi, iterma ethikos, iyang imerupakan ikata isifat ethos, idiadopsi ike idalam ibahasa iLatin im
enjadi moralis, iyang iartinya ipun isama: ikebiasaan. iDi idalam ibahasa iInggris, iterma itadi
ikemudian idiadopsi imenjadi mores, iyang iartinya ipun isama: ikebiasaan. iMengingat, iyan
g ikita iakan ibicarakan idi isini iadalah iberkisar ihukum, imaka ipengertian ietika isebagai ik
ebiasaan ilah iyang idiambil. iBukan ietikaiSistem iperadilan imuncul isebagai icara inegara
imenyelesaikan ipersoalan idalam imasyarakat iyang isedang iberkonflik. iDalam iperadilan
imasyarakat idiajak iuntuk imengunakan imekanisme iyang isudah idiatur isedemikian idetail
idengan ipengunaan ipasal-pasal idalam iperundang-undangan. iJika ipasal dalam iundang-
undang ibersifat isangat irinci, imaka ikode ietik iprofesi ilebih ibersifat iumum. iItulah
isebabnya ipelanggaran iterhadap ietika iselalu idikaitkan idengan ikonteks iterjadinya
iperbuatan itersebut. iKarena ibisa ijadi imereka iyang dianggap iberbuat itidak ietis,
isesungguhnya itidak ibermaksud idemikian. iMemang iharus diakui ipenyelesaian imelalui
iperadilan lebih itransparan idan iakuntabel iserta ipara pengadilnya isangat iindependen.
iMereka iyang iterlibat idalam imasalahpun idapat isecara kontinyu idan iterbuka iuntuk
imenghadiri idan imengetahui itahap demi itahap ipenyelesaian tersebut.
Berbeda idengan ipenyelesaian etis iyang ibersifat itertutup idan isulit idiakses ioleh
publik idan pengadilnyapun itidak iindependen. iPerbedaan imodel ipenyelesaian ini ikarena
pelanggaran ietika idan ipelanggaran ihukum imemiliki karakter iyang ijuga iberbeda.Dalam
UUD i1945, ihanya iada isatu ilembaga iyang idiberi kewenangan idalam imelakukan
pengawasan iterhadap ipelanggaran etika iyaitu iKomisi iYudisial. iLembaga iini idiberi
kewenangan iuntuk mengawasi iperilaku ihakim idengan imengunakan iinstrumen iKode
Etikidan iPedoman iPerilaku iHakim i(KEPPH) iuntuk imencermati,menganalisa, imemeriksa
dan imenjatuhkan isanksi iterhadap hakim-hakim iyang imelanggar ietika. isebagai ikarakter
Komisi Yudisial juga diberi kewenangan membentuk Majelis Kehormatan Hakim (MKH
terhadap hakim-hakim yang diberikan sanksi berat berupa pemberhentian tetap. MKH terdiri
dari 7 orang, 4 orang berasal dari Komisi Yudisial dan 3 orang dari Mahkamah Agung
bersidang untuk mendengarkan pembelaan dari hakim terlapor dan setelah itu memberikan
putusan terhadap pelanggaran KEPPH. Sangat berbeda dengan model pengadilan terbuka
yang mendengarkan kedua belah pihak serta saksi-saksi untuk menguatkan argumen dari
masing-masing pihak di depan majelis hakim. MKH hanya mendengarkan pembelaan dari
Terlapor. Semua hal yang berkaitan dengan kasus tersebut sebelum dibawa ke hadapan MKH
dikonstruksikan oleh lembaga-lembaga yang menerima laporan pelanggarn KEPPH. Dalam
proses mengkonstruksi kasus ini semua tugas yang djalankan oleh Komisi Yudisial sifatnya
sangat tertutup hanya para pelapor, saksi dan tim pemeriksa Komisi Yudisial yang
mengetahui kasus tersebut. Setelah pelanggaran etis tersebut terang dan didukung oleh bukti-
bukti, kemudian kasus tersebut diputuskan untuk dibawa ke sidang MKH yang terbuka untuk
umum.
Dari model pengawasan etika yang dilakukan oleh Komisi Yudisial selama ini
memang memerlukan pemikiran dan diskusi yang panjang jika akan digunakan sebagai
model untuk mendorong munculnya peradilan etika yang mandiri. Berkaca juga dari
beberapa negara seperti Amerika Serikat, Italia, Peru dan Turki yang tidak menempatkan
penegakan etik dalam suatu ranah peradilan etika yang berdiri sendiri. Hal ini menunjukkan
di negara-negara tersebut pelanggaran etika diselesaikan oleh organisasi profesinya masing-
masing. Maka penempatan peradilan etika dalam suatu ranah kekuasaan kehakiman,
bukanlah perkara mudah. Karena pelanggaran etika sifatnya hanya internal lembaga profesi
yang bersangkutan. Di sisi yang lain perlu dipikirkan yaitu sumber daya manusia yang
mengelolanya. Selain yang sangat penting yaitu regulasi karena tanpa itu peradilan etik tidak
mungkin akan dapat terbentuk.
Pengertian ietik itersebut isudah imelewati iempat itahap iatau ifase iperkembangan
igenerasi ipengertian, iyaitu i(i) ifase ipengertian iteologis i(etika iteologis), i(ii) ifase
ipengertian iontologis i(etika iontologis), i(iii) ifase ipengertian ipositivis i(etika ipositivist),
idan iterakhir ipada ifase iperkembangan idewasa iini iadalah i(iv) ifase ipengertian
ifungsional i(etika ifungsional). i
1. Etika iTeologis
Dalam iperkembangan ikedua, isistem ietika iitu ilama ikelamaan ijuga idijadikan
ioleh ipara ifilosof idan iagamawan isebagai iobjek ikajian iilmiah. iKarena ifilsafat imanusia
isangat iberkembang ipembahasannya imengenai isoal-soal ietika idan iperilaku imanusia
iini. iKarena iitu, ipada itingkat iperkembangan ipengertian iyang ikedua, ietika iitu idapat
idikatakan idilihat isebagai iobjek ikajian iilmiah, iobjek ikajian ifilsafat. iInilah iyang isaya
inamakan isebagai itahap iperkembangan iyang ibersifat iontologis. iEtika iyang isemula
ihanya idilihat isebagai idoktrin-doktrin iajaran iagama, idikembangkan imenjadi i‘ethics’
idalam ipengertian isebagai iilmu iyang imempelajari isistem iajaran imoral. i
3. Etika iPositivist: i
Tahap iperkembangan igenerasi ipengertian ietika iyang iterakhir iitulah iyang isaya
inamakan isebagai itahap ifungsional, iyaitu ibahwa iinfra-struktur ikode ietika iitu idisadari
iharus idifungsikan idan iditegakkan idengan isebaik-baiknya idalam ipraktik ikehidupan
ibersama. iUntuk iitu, idiperlukan iinfra-struktur iyang imencakup iinstrumen iaturan ikode
ietik idan iperangkat ikelembagaan ipenegaknya, isehingga isistem ietika iitu idapat
idiharapkan ibenar-benar ibersifat ifungsional. iDimana-mana idi iseluruh idunia, imulai
imuncul ikesadaran iyang iluas iuntuk imembangun iinfra istruktur ietik iini idi ilingkungan
ijabatan-jabatan ipublik. iBahkan ipada itahun i1996, iSidang iUmum iPBB
imerekomendasikan iagar isemua inegara ianggota imembangun iapa iyang idinamakan
i“ethics iinfra-structure iin ipublic ioffices” iyang imencakup ipengertian ikode ietik idan
ilembaga ipenegak ikode ietik. iItu ijuga isebabnya imaka idi iEropa, idi iAmerika, idan
inegara-negara ilain idi iseluruh ipenjuru idunia imengembangkan isistem ikode ietik idan
ikomisi ipenegak ikode ietik iitu. iTidak iterkecuali ikita idi iIndonesia ijuga imengadopsi
iide iitu idengan imembentuk iKomisi iYudisial iyang idirumuskan idalam iPasal i24B iUUD
i1945 idalam irangka iPerubahan iKetiga iUUD i1945 ipada itahun i2001. iBersamaan
idengan iitu, ikita ijuga imembentuk iBadan iKehormatan iDPR, idan iBadan iKehormatan
iDPD, idan ilain-lain iuntuk imaksud imembangun isistem ietika ibernegara. iPada itahun
i2001, iMPR-RI ijuga imengesahkan iKetetapan iMPR iNo. iVI iTahun i2001 itentang iEtika
iKehidupan iBerbangsa. i
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Definisi ietika. iDalam itradisi iYunani iKuno, iterma ietika idikenal idengan isebuta
n ethos. Ethos bisa iberarti ikarakter. iNamun, idi isisi ilain, ethos diartikan isebagai kebiasaa
n. iDalam itradisi iRomawi, iterma ethikos, iyang imerupakan ikata isifat ethos, idiadopsi ike
idalam ibahasa iLatin imenjadi moralis, iyang iartinya ipun isama: ikebiasaan. iDi idalam iba
hasa iInggris, iterma itadi ikemudian idiadopsi imenjadi mores, iyang iartinya ipun isama: ike
biasaan.
penempatan peradilan etika dalam suatu ranah kekuasaan kehakiman, bukanlah
perkara mudah. Karena pelanggaran etika sifatnya hanya internal lembaga profesi yang
bersangkutan. Di sisi yang lain perlu dipikirkan yaitu sumber daya manusia yang
mengelolanya. Selain yang sangat penting yaitu regulasi karena tanpa itu peradilan etik tidak
mungkin akan dapat terbentuk
Pengertian ietik itersebut isudah imelewati iempat itahap iatau ifase iperkembangan
igenerasi ipengertian, iyaitu i(i) ifase ipengertian iteologis i(etika iteologis), i(ii) ifase
ipengertian iontologis i(etika iontologis), i(iii) ifase ipengertian ipositivis i(etika ipositivist),
idan iterakhir ipada ifase iperkembangan idewasa iini iadalah i(iv) ifase ipengertian
ifungsional i(etika ifungsional)