Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

FIQIH
‘’MENJELASKAN DAN MENGURAIKAN IJTIHAD, TAQLID, FATWA, MAZHAB
DAN TALFIQ’’

DOSEN PENGAMPU :
M. ALIM KHOIRI,S.H.I,M.Sy.

Oleh
Kelompok 3:
Auxcylia Marshanda (21206046)
Arsyad Aqil Faishol Abdillah (21206071)
Yeni Rizki Amalia (21206079)
Nabillah Aura Assyayuarahma (21206083)

FAKULTAS TARBIYAH

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

IAIN KEDIRI

2021/2022
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT.Yang telah memberikan hikmah,
hidayah, kesehatan serta umur yang panjang sehingga makalah ini yang berjudul “Menjelaskan
dan Menguraikan Ijtihad, Taqlid, Fatwa, Mazhab dan Talfiq” ini dapat terselesaikan.

Sholawat serta salam senantiasa kita limpahkan kepada junjungan nabi besar Muhammad
SAW yang telah membawa umatnya dari alam yang berliku–liku menuju alam yang lurus.
Aamiin.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih. Selain itu, makalah ini
bertujuan untuk menambah wawasan serta pengetahuan tentang “Pengertian dan Penguraian dari
Ijtihad, Taqlid, Fatwa, Mazhab dan Talfiq” bagi pembacaan penulis.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak M. ALIM KHOIRI,S.H.I,M.Sy.


selaku dosen pemgampu mata kuliah Fiqih yang telah membimbing kami dalam mengerjakan
tugas makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bisa membangun
menuju kesempurnaan dari para pembaca untuk kesempurnaan makalah selanjutnya.

Kediri, 25 September 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………...……….i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………...……..2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………..…………..3
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………………………...4
A. LATAR BELAKANG…………………………………………………………………….4
B. RUMUSAN MASALAH………………………………………………………………….4
C. TUJUAN PENELITIAN…………………………………………………………………..4
BAB 2 PEMBAHASAN………………………………………………………………..................5
1. IJTIHAD…..........……………………………………………………………………..5
A. PENGERTIAN IJTIHAD…………………………………………………………5
B. PEMBAGIAN DAN MACAM IJTIHAD………………………………………...5
2. TAQLID……………………………………………………………………………….5
A. PENGERTIAN TAQLID………………………………………………………….5
B. PERMASALAHAN TAQLID…………………………………………………….5
3. FATWA……………………………………………………………………………….6
A. PENGERTIAN FATWA…………………………………………………….........6
B. BENTUK-BENTUK FATWA…………………………………………………….6
4. MAZHAB……………………………………………………………………………..9
A. PENGERTIAN MAZHAB………………………………………………………..9
B. DASAR DAN STRATIFIKASI MAZHAB………………………………………9
5. TALFIQ………..…………………………………………………………………….10
A. DEFINISI TALFIQ………………………………………………………………10
B. PENDAPAT ULAMA’ TENTANG
TALFIQ…………………………………...11
BAB 3 PENUTUP……………………………………………………………………………….12
A. KESIMPULAN…………………………………………………………………………..12
B. SARAN…………………………………………………………………………………..12
DAFTAR PUSAKA……………………………………………………………………………..13

2
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fikih merupakan sistem norma (aturan) yang mengatur hubungan manusia dengan Allah,
sesama manusia dan dengan makhluk lainnya. Aspek fikih menekankan pada kemampuan cara
melaksanakan ibadah dan muamalah yang benar dan baik. Pembekalan materi yang baik akan
membentuk pribadi yang mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki budi pekerti yang luhur.
Sehingga memudahkan kita untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi di
zaman modern sekarang semakin banyak masalah- masalah muncul yang membutuhkan kajian
fiqih dan syari’at. Oleh karena itu, kita membutuhkan dasar ilmu dan hukum Islam untuk
menanggapi permasalahan di masyarakat sekitar.
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari ijtihad, serta bagaimana pembagian dan macamnya


2. Apa pengertian dari taqlid, dan bagaimana permasalahannya
3. Apa pengertian fatwa, dan apa saja macamnya
4. Apa pengertian mazhab, serta jelaskan dasar dan stratifikasinya
5. Apa pengertian talfiq, dan batasannya

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah untuk memenuhi tugas dari Bapak M. Alim Khoiri,S.H.I,M.Sy.
selaku dosen pengampu mata kulian FIQIH. Kami berharap makalah dapat bermanfaat bagi para
pembaca.

3
BAB 2
PEMBAHASAN
1.IJTIHAD
A. Pengertian ijtihad
Ijtihad adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh
siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak
dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan
matang.
B. Pembagian dan Macam Ijtihad
1. Ijma’
Ijma’ artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu
hukum-hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara
yang terjadi
2. Qiyas
3. Istihsan
4. Maslahah Mursalah
5. Sududz Dzariah
6. Istishab
7. Urf
8. Ijtihad Mutlaq

2.TAQLID
A. Pengertian Taqlid
Pengertian taqlid yaitu mengikut tanpa alasan atau meniru dan menurut tanpa dalil. Menurut
istilah agama yaitu menerima suatu ucapan orang lain serta memegang suatu hukum agama
dengan tidak mengetahui keterangan-keterangan dan alasan-alasannya.1
B. Permasalahan Taqlid
Seseorang yang mengikuti madzhab Imam Syafi’i lupa tidak mengucapkan niat puasa
dibulan ramadahan, padahal menurut Imam Syafi’i wajib untuk menunaikan niat puasa pada
waktu malam hari. Namun, pada sore harinya ia berpindah haluan ke madzhab Maliki yang tidak
mewajibkan untuk menunaikan niat puasa pada malam hari. Hal ini termasuk taqlid yang
diperbolehkan karena adanya khilaf atau lupa yang tak disengaja.2

1
https://m.republika.co.id
2
Kompasiana.com/shofaalfia5476

4
3.FATWA
A. Pengertian Fatwa
Kata fatwa dalam bahas arab disebut ifta’, yang berarti memberikan penjelasan, hukum, atau
keputusan. Fatwa secara sederhana adalah jawaban atas suatu kejadian. Fatwa merupakan salah
satu dari produk hukum Islam Indonesia di samping tiga produk lainnya yaitu fikih, UU dan
yurisprodensi. Fatwa merupakan pemikiran-pemikiran berbentuk hukum sebagai jawaban
terhadap problematika yang retjadi di masyarakat yang di keluarkan oleh pihak-pihak yang
berkopeten baik secara perorangan maupun kelembagaan. Sedangkan fatwa dalam kamus ushul
fiqh berarti jawaban pertanyaan atau hasil ijtihad atau ketetapan hukum. Fatwa adalah pendapat
atau keputusan mengenai ajaran Islam yang disampaikan oleh lembaga atau perorangan yang
diakui otoritasnya, yakni mufti.
Mufti berkedudukan sebagai pemberi penjelasan tentang hukum syara’ yang harus diketahui
dan diamalkan oleh umat Muslim. Umat akan selamat apabila mufti memberikan fatwa yang
benar. Sebaliknya umat akan tersesat apabila mufti salah di dalam berfatwa. Maka seorang mufti
harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

1. Syarat umum, mufti harus seorang yang sudah mukallaf yaitu muslim, dewasa, dan
sempurna akalnya.
2. Syarat keilmuan, mufti harus mempunyai keahlian dan kemampuan untuk melakukan
ijtihad, seperti: pengetahuan bahasa, pengetahuan Alqur’an, dan sunnah Nabi, ijma’,
pengetahuan ushul fiqh, dan tujuan hukum.
3. Syarat kepribadian, mufti harus adil, dapat dipercaya dan mempunyai moralitas. Syarat

ini harus dimiliki seorang mufti karena secara langsung mufti akan menjadi panutan

masyarakat.

4. Syarat pelengkap, mufti harus mempunyai keteguhan niat, tenang jiwanya, hasil

fatwanya tidak membingungkan atau menimbulkan kontroversi dan dikenal di tengah

umat.

B. Bentuk-Bentuk Fatwa
Secara umum bentuk-bentuk fatwa dibagi kepada: Pertama, fatwa dilihat dari asal-usul
lahirnya fatwa. Kedua, fatwa dilihat dari segi prosesnya fatwa.

Fatwa dalam perspektif asal usulnya fatwa dibagi kepada :

1. Fatwa Kolektif (al-Fatwa al-Ijma’i)


Fatwa kolektif adalah : Fatwa yang dirumuskan dan ditetapkan oleh sekelompok
atau lembaga yang memiliki kemampuan dalam ushul fikih dan fikih dan berbagai disiplin

5
ilmu lainnya sebagai penunjang, sehingga akhir kesimpulan hukum yang diputuskan
mendekati kebenaran. Kedudukan fatwa kolektif ini harus mampu menetapkan hukum
dengan berani dan bebas dari pengaruh dan tekanan politik, sosial dan budaya yang
berkembang.3 Di Indonesia yang dikategorikan dalam kelompok fatwa kolektif ini seperti
Majelis Ulama Indonesia (MUI), Lembaga Penelitian UIN, Direktorat Pembinaan
Peradilan Agama Islam Departemen Agama, Komisi Fatwa Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia,4 Majelis Tarjih Muhammadiyah, Lembaga Bahsu al-Masail dan lainnya.
Fatwa/ijtihad bersifat kelembagaan/kolektif dipandang ijtihad yang baik dilakukan,
dengan alasan proses perumusannya dilihat dalam berbagai sudut pandang keilmuan yang
lebih mendekati kebenaran dan lebih kuat dari fatwa indifidual.5 Hal ini juga dipertegas
Harun Nasution, menurutnya yang diperlukan memang ijtihad politik, terlebih lagi ijtihad
kolektif nasional.6 Inilah membedakan fatwa/ijtihad saat ini dengan upaya ijtihad masa lalu.
Hal ini disebabkan persoalan – persoalan yang muncul lebih kompleks. Pemecahannya
memerlukan pendekatan tidak hanya pengkajian dari aspek hukum semata, akan tetapi
memerlukan pengkajian dari berbagai disiplin, seperti ilmu kesehatan, psikologi, emonomi,
politik dan lainnya.
2. Fatwa Personal (al-Fatwa al-Fardi)
Fatwa personal adalah fatwa yang dihasilkan dari penelitian dan penelaahan yang
dilakukan oleh seseorang. Biasanya hasil ijtihad seseorang lebih banyak memberi warna
terhadap fatwa kolektif. Fatwa personal selalu dilandasai studi yang dalam terhadap suatu
masalah yang akan dikeluarkan fatwanya, sehingga proses lahirnya fatwa kolektif diawali
dengan kegiatan perorangan.7 Sesungguhnya fatwa-fatwa yang berkembang dalam fikih
Islam lebih banyak bertopang kepada fatwa – fatwa personal. Seperti fatwa di kalangan
mazhab-mazhab fikih, fatwa Syaikh Muhammad Syaltut, fatwa Yusuf alQradhawi, fatwa Ibn
Taimiyah, fatwa Syaikh al-Maraghi, fatwa Muhammad Abduh, fatwa Muhammad Abu
Zahrah, fatwa Said Rasyid Ridha, dan lainnya.Kemudian fatwa dilihat dari segi prosesnya
fatwa, dibagi kepada fatwa tarjih dan fatwa al-insya’i (fatwa kreatif). Kedua bentuk fatwa
diuraikan di bawah ini secara
1. Fatwa Tarjih
Fatwa tarjih adalah adalah fatwa kolektif yang dihasilkan oleh sekelompok orang atau
lembaga tertentu dengan memilah-milah berbagai pendapat, kemudian memilih pendapat yang
terkuat dari berbagai pendapat tersebut. Di Indonesia fatwa seperti ini ditemukan pada Majelis
Tarjih Muhammadiyah. Menurut Yusuf al-Qaradawi indikator fatwa tarjih adalah : Fatwa itu
lebih sesuai dengan kondisi zaman sekarang. Fatwa tersebut lebih banyak mencerminkan
rahmat kepada manusia. Fatwa lebih dekat dengan kemudahan yang diberikan oleh syara’.
Fatwa diprioritaskan dalam merealisis maksud-maksud syara’,maslahat makhluk dan usaha
3
Ali Hasballah, Usul al-Tasyri’ al-Islami (Mesir : Dar al-Ma’arif, 1976) Cet. 5. h. 426
4
Rohadi Abdul Fatah, Analisis fatwa Keagamaan Dalam Fikih Islam. h. 140-141. Lihat, Amir Syarifuddin, Usul Fikih
(Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2005) Jilid. 2. h. 273
5
Asafri Jaya, Konsep Maqashid al-Syariah Menurut Syatibi (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996) h.158
6
Ibid., h.159
7
Ibid., h. 141

6
untuk menghindari kerusakan dari manusia.8

2. Fatwa al-Insya’i
Fatwa al-Insya’i adalah fatwa yang mengambil konklusi hukum baru dalam suatu
permasalahan yang belum pernah dikemukakan oleh ulama terdahulu, baik masalah baru
maupun masalah lama.9 Menurut Yusuf al-Qaradawi bentuk fatwa al-Insya’i merupakan
bentuk baru, belum pernah dilakukan oleh ulama terdahulu. Misalnya fatwa tentang zakat
tanah sewaan. Menurut Yusuf Qaradawi si penyewa tanah wajib mengeluarkan zakat
tanaman atau buah-buahan yang dihasilkan dari tanah sewaan apabila telah memenuhi
nisab zakat, setelah dikurangi jumlah sewa. Pengurangan ongkos atau nilai sewa karena
sewa sebagai utang yang menjadi beban penyewa. Dengan demikian ia hanya
mengeluarkan zakatnya dari hasil netto tanaman atau buah-buahan dari tanah yang
disewanya. Adapun si pemilik tanah harus mengeluarkan zakat upah sewaan yang
diterimanya (juga sampai nisab) dibarengi dengan pajak tanah yang harus dibayarkan.
Dengan kata lain zakat yang dibayarkan merupakan kewajiban si penyewa tanah dan
pemilik tanah.

8
Ibid., h. 143
9
Ibid.,h. 145

7
4.Mazhab
A. Pengertian Mazhab
Mazhab berasal dari sighot mashdar mimy (kata sifat) dan isim makan (kata yang
menunjukkan tempat) yang diambil dari fi’il madhy “zahaba”, yazhabu, zahaban, zuhuban,
mazhaban, yang berarti pergi. Berarti juga al-ra’yu (pendapat), view (pandangan), kepercayaan,
ideologi, doktrin, ajaran, paham, dan aliran.10
Sementara pengertian mazhab menurut istilah meliputi dua hal : (1) mazhab adalah jalan
pikiran atau metode yang ditempuh oleh seorang Imam Mujtahid dalam menetapkan hukum
suatu peristiwa berdasarkan kepada al-Qur’an dan Hadits, (2) mazhab adalah fatwa atau
pendapat seorang Imam Mujtahid tentang hukum suatu peristiwa yang diambil dari al-Qur’an
dan Hadits. Dari dua pengertiaan tersebut disimpulkan mazhab adalah pokok pikiran atau dasar
yang digunakan oleh Imam Mujtahid dalam memecahkan masalah, atau mengistinbathkan
hukum Islam.11
B. Dasar dan Stratifikasi Mazhab
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) stratifikasi adalah pembedaan penduduk
atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atas dasar kekuasaan, hak-hak istimewa,
dan prestise. Dapat diartikan bahwa stratifikasi adalah pembedaan atau pengelompokan suatu
hal.
Mazhab berkembang menjadi kelompok umat Islam yang mengikuti cara istinbath imam
mujtahid tertentu atau mengikuti pendapat imam mujtahid tentang masalah hukum Islam. Wujud
hukum Islam bermula dari pendapat perseorangan terhadap pemahaman nash atau pendapat
perseorangan tentang upaya penemuan hukum terhadap suatu kejadian (waqi’ah) yang ada.
Bermula dari pendapat perorangan yang dilengkapi dengan metode itu, kemudian diikuti oleh
orang lain atau murid yang jumlahnya semakin banyak.
Pendapat perseorangan itu kemudian menjadi pendapat beberapa orang dan begitu
seterusnya diikuti oleh orang lain, kemudian menjadi baku. Hukum Islam, dari pendapat
perseorangan kemudian diikuti oleh murid-muridnya, lalu dianggap sebagai pendapat yang
paling kuat di daerah atau kota tertentu. Ketika itulah maka disebut dengan mazhab sebuah kota
atau daerah, yang seolah menjadi sebuah konsensus (ijma) dari masyarakat kota atau daerah
tesebut.12
Mazhab merupakan aliran pemikiran atau perspektif di bidang fiqh, yang kemudian
menjadi komunitas dalam masyarakat islam. Mazhab, bagaikan aliran sungai dari mata air yang
sama. Di tengah perjalanan bertemu dengan aliran sungai lain yang juga bercabang dan
beranting.13
Di Indonesia terdapat 4 mazhab, yakni:
10
(Yanggo, 1997:71, Azizi, 2002:20)
11
(Yanggo, 1997:72)
12
2A. Qodri Azizy, Reformasi Bermazhab, (Cet. II; Jakarta Selatan : Teraju, 2003), h. 17
13
Abbas Arfan, Geneologi Pluralitas Mazhab Dalam Hukum Islam, h. 6-7

8
1. Mazhab Hanafi
2. Mazhab Maliki
3. Mazhab Syafi’i
4. Mazhab Hambali
(1) Mazhab Hanafi menentukan hukum dengan berdasarkan Kitabullah, as-sunnah, fatwa-fatwa
para sahabat Nabi, qiyas, istihsan, kebiasaan.
(2) Mazhab Maliki menentukan hukum dengan berdasarkan Kitabullah, as-sunnah, ijma’, qiyas
atau mashalihul-mursalah.
(3) Mazhab Syafi’i menentukan hukum dengan berdasarkan Al-Qur’an, sunnah Rasulullah,
ijma’, qiyas, istidlal.
(4) Mazhab Hambali menentukan hukum dengan berdasarkan Nash kitabullah dan hadits shahih,
fatwa-fatwa sahabat-sahabat Rasulullah, pendapat sahabat, hadits dha’if, mursal, qiyas.14
5.TALFIQ
A. Definisi Talfiq
Kata talfiq menurut bahasa barasal dari asal kata ‫ ـق لـف‬yang artinya mempertemukan menjadi
satu15. Ada pula yang berpendapat talfiq berasal dari bahasa Arab yang artinya “menyamakan” atau
“merapatkan dua tepi yang berbeda”, seperti perkataan: ‫ الث ق تلفي‬artinya: mempertemukan dua tepi
kain kemudian menjahitnya, juga perkataan ‫ ثي الد ق تلفي‬,berarti menghiasi suatu cerita dengan yang
salah atau bohong.16

Sedangkan menurut istilahnya, talfiq adalah mengambil atau mengikuti suatu hukum tentang suatu
peristiwa dengan mengambilnya dari berbagai mazhab. Talfiq juga sebutan bagi seseorang yang dalam
beribadah mengikuti salah satu pendapat dari madhhab yang empat atau mazhab lain yang populer,
tetapi ia mengikuti pula mazhab yang lain dalam hal yang pokok atau salah satu bagian tertentu.

Ada juga ulama yang mendefinisikan talfiq sebagai mengikuti atau bertaklid kepada dua imam
mujtahid atau lebih dalam melaksanakan suatu amal ibadah, sedangkan kedua imam yang bersangkutan
tidak mengakui sahnya amal ibadah tersebut karena tidak sesuai dengan pendapat mereka masing-
masing. Ada juga yang mendefinisikan dengan beramal dalam suatu masalah menurut hukum yang
merupakan gabungan dari dua madhhab atau lebih atau menentukan hukum suatu peristiwa
berdasarkan pendapat berbagai madhhab.

B. Pendapat Ulama tentang Talfiq


1. Tidak boleh pindah mazhab, baik secara keseluruhan maupun sebagian.

14
Munawar Khalil, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab (Jakarta: Metro Pos), 329-330
15
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jild II, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), 427.
16
H. A. Mu’in dkk, Ushul Fiqh II, (Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agam Islam,
1986), 179.

9
Ketika seorang mujtahid memilih salah satu dalil maka ia harus tetap berpegang pada
dalil itu, karena dalil yang telah dipilih dipandang kuat (ra>jih{) dan yang tidak dipilihnya
dianggap lemah. Pertimbangan rasio dalam kondisi seperti itu tentu menghendaki untuk
mangamalkan dalil yang dipandang kuat dan secara rasional pula apa yang telah
dipilihnya itu harus dipertahankan. Atas dasar inilah, maka hukum talfi>q adalah
haram. Golongan ini dipelopori oleh sebagian besar ulama Sha>fi’iyah terutama Ima>m
al-Qaffa>l Sha>fi’i> (291-365 H), Ibn Hajar al-'Asqalan> i> dan sebagian ulama madhhab
Hanafi.17
2. Boleh pindah mazhab.
Menurut pendapat ini, seseorang boleh-boleh saja pindah mazhab meskipun dengan
alasan mencari keringanan, asalkan tidak terjadi dalam satu kasus yang menurut masing-
masing mazhab adalah saling membatalkan.18
3. Boleh secara mutlak.
Pendapat ini membolehkan talfiq secara mutlak, karena memang tidak ada larangan
dalam agama untuk memilih salah satu madhhab. Walaupun didorong ingin mencari
keringan dan mengambil yang mudah-mudah.Mayoritas ulama mengambil pendapat
tentang bolehnya talfiq>. . Pendapat ini dipelopori oleh Ima>m Kamal bin Humman> (w.
861 H/1458 M) dan Imam> Ibnu Nujaim (w. 970 H/1563 M). Keduanya ulama fiqh
mazhab Hanafi. Ima>m Qurafi(w. 684 H/1285 M) dan Ibnu Urfah al-Wargha>mi> al-
Tun> isi> atau Ibnu Urfah al-Ma>liki> (803 H/1400 M). Keduanya mazhab fiqh Mal>
iki> dan sebagian besar Mazhab Shaf> i'i> mengatakan bahwa tidak ada satu nash (al-
Qur’a>n dan al-Hadit> h) pun yang menyatakan bahwa talfi>q dilarang.19

17
H. Ahmad & Abd. Majid, Ushul Fiqh, (Pasuruan: PT. Goroeda Buana Indah, 1994),221.
18
bid, 222.
19
Abdul Aziz Dahlan (ed.) et.al., Enskilopedi Hukum Islam, 1786.

10
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ijtihad merupakan sebuah usaha yang sungguh-sungguh yang bisa dilakukan oleh siapa
saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas
dalam Al-Qur’an maupun hadis. Adapun pembagian ijtihad yaitu, ijma’, qiyas, istihsan,
maslahah mursalah, sududz dzariah, istishab, urf, dan ijtihad mutlaq.
Menurut istilah agama taqlid yaitu menerima suatu ucapan orang lain serta memegang
suatu hukum agama dengan tidak mengetahui keterangan-keterangan dan alasan-alasannya.
Contoh permasalahan dalam taqlid yaitu, seseorang yang mengikuti madzhab Imam Syafi’i lupa
tidak mengucapkan niat puasa dibulan ramadahan, padahal menurut Imam Syafi’i wajib untuk
menunaikan niat puasa pada waktu malam hari. Namun, pada sore harinya ia berpindah haluan
ke madzhab Maliki yang tidak mewajibkan untuk menunaikan niat puasa pada malam hari. Hal
ini termasuk taqlid yang diperbolehkan karena adanya khilaf atau lupa yang tak disengaja.
Fatwa merupakan pemikiran-pemikiran berbentuk hukum sebagai jawaban terhadap
problematika yang retjadi di masyarakat yang di keluarkan oleh pihak-pihak yang berkopeten
baik secara perorangan maupun kelembagaan. Dilihat dari asal-usulnya terdapat 2 fatwa yaitu,
fatwa kolektif dan fatwa personal. Sedangkan dilihat dari prosesnya fatwa dibagi menjadi 2
yaitu, fatwa tarjih dan fatwa al-insya’i.
Mazhab merupakan pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh Imam Mujtahid dalam
memecahkan masalah, atau mengistinbathkan hukum Islam. Di Indonesia terdapat 4 mazhab
yaitu, mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafi’i, dan mazhab Hambali.
Talfiq memiliki arti mengambil atau mengikuti suatu hukum tentang suatu peristiwa
dengan mengambilnya dari berbagai mazhab. Ada pendapat beberapa ulama’ mengenai talfiq.
Diantaranya, tidak boleh pindah mazhab, baik secara keseluruhan maupun sebagian, yang kedua
boleh pindah mazhab, dan yang ketiga boleh secara mutlaq.

B. Saran
Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan dari makalah yang kami buat, baik dari
tulisan maupun bahasa yang kami buat. Oleh karena itu, mohon diberikan sarannya agar kami
bisa membuat makalh lebih baik lagi, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

11
DAFTAR PUSAKA

https://m.republika.co.id
Kompasiana.com/shofaalfia5476
Ali Hasballah, Usul al-Tasyri’ al-Islami (Mesir : Dar al-Ma’arif, 1976) Cet. 5. h. 426
Rohadi Abdul Fatah, Analisis fatwa Keagamaan Dalam Fikih Islam. h. 140-141. Lihat, Amir
Syarifuddin, Usul Fikih (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2005) Jilid. 2. h. 273
Asafri Jaya, Konsep Maqashid al-Syariah Menurut Syatibi (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
1996) h.158
Ibid., h.159
Ibid., h. 141
Ibid., h. 143
Ibid.,h. 145
(Yanggo, 1997:71, Azizi, 2002:20)
Yanggo, 1997:72)
2A. Qodri Azizy, Reformasi Bermazhab, (Cet. II; Jakarta Selatan : Teraju, 2003), h. 17
Abbas Arfan, Geneologi Pluralitas Mazhab Dalam Hukum Islam, h. 6-7
Munawar Khalil, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab (Jakarta: Metro Pos), 329-330
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jild II, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), 427.
H. A. Mu’in dkk, Ushul Fiqh II, (Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan
Tinggi Agam Islam, 1986), 179.
H. Ahmad & Abd. Majid, Ushul Fiqh, (Pasuruan: PT. Goroeda Buana Indah, 1994),221.
bid, 222.
Abdul Aziz Dahlan (ed.) et.al., Enskilopedi Hukum Islam, 1786.

12

Anda mungkin juga menyukai