Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

FIQH DALAM ISLAM

MAKALAH INI DIBUAT DALAM RANGKA MEMENUHI TUGAS DALAM MATA


KULIAH STUDI ISLAM

DOSEN PENGAMPU : PROF. DR. H. HAMDANI ANWAR, M.A

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 4

1. RIFKY ARITAMA (11190340000042)


2. MAHADIKA BAGAS K. (11190340000045)
3. EPIN PADILLAH (11190340000048)

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UINSYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah swt. yang telah memberikan
kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran kepada
kami sehingga dapat menyelesaikan makalah yang bertema “Fiqh Dalam Islam” tepat
pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak alhamdulillah tantangan itu
dapat teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada bapak Prof. Dr. H. Hamdani Anwar, M.A selaku dosen pada mata
kuliah Studi Islam atas bimbingan dan kemudahan yang telah diberikan kepada kami
dalam pengerjaan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan makalah
ini. Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan dari
pembaca sekalian. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa
saja yang membacanya.

Ciputat, 14 April 2020

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................2

BAB II : PEMBAHASAN
2.1. Makna Fiqh, Ushul Fiqh, dan Syari’ah ................................................3
a. Fiqh...................................................................................................3
b. Ushul Fiqh.........................................................................................3
c. Syari’ah.............................................................................................4
2.2. Mazhab Hanafi......................................................................................5
a. Pendiri...............................................................................................5
b. Sumber Ajaran..................................................................................6
c. Ciri-ciri Mazhab Hanafi....................................................................7
2.3. Mazhab Maliki......................................................................................8
a. Pendiri...............................................................................................8
b. Sumber Ajaran..................................................................................9
c. Ciri-ciri Mazhab Maliki....................................................................11
2.4. Mazhab Syafi’I......................................................................................12
a. Pendiri...............................................................................................12
b. Sumber Ajaran..................................................................................13
c. Ciri-ciri Mazhab Syafi’i....................................................................14
2.5. Mazhab Hanbali....................................................................................14
a. Pendiri...............................................................................................14
b. Sumber Ajaran..................................................................................16
ii
c. Ciri-ciri Mazhab Hanafi....................................................................17
2.6. Manfaat Mempelajari Ilmu Fiqh...............................................

iii
BAB III : PENUTUP
3.1 Kesimpulan ..........................................................................................19
3.2 Saran dan Kritik....................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................20

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ilmu Fiqh merupakan salah satu daripada cabang ilmu agama islam yang paling penting
terutama dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari tentunya kita
selalu melakukan praktik ibadah yang dimana harus sesuia dengan ketentuan fiqh dan tidak
bisa sembarangan.

Kemudian ada mazhab yaitu metode (manhaj ) yang dibentuk setelah melalui pemikiran dan
penelitian, kemudian orang yang menjalaninya menjadikannya sebagai pedoman yang jelas
batasan!batasannya, bagian-bagiannya, dibangun di atas prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah.
Di Indonesia sendiri mazhab identik dengan aliran fiqh 4 imam mazhab dalam fiqh yang
masyhur yaitu: imam Abu Hanifah, Imam Maliki, Imam Syafi’I, dan Imam Hanbali.

Di makalah kali ini kita akan lebih memfokuskan dalam konteks fiqh dalam islam
terutama yang berkaitan dengan para imam mazhab. Di awal awal bab kita akan membahas
apa itu fiqh, ushul fiqh, dan Syariah. Kemudian dilanjut dengan membahas 4 imam mazhab
seputar biografinya, sumber pengambilan hukum, dan ciri-cirinya atau karakteristiknya. Dan
terakhir manfaat dalam mempelajari ilmu fiqh.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa itu Fiqh, Ushul Fiqh, dan Syari’ah?
2. Apa yang diketahui seputar mazhab Hanafi seputar pendiri, sumber hukum, dan ciri-
cirinya
3. Apa yang diketahui seputar mazhab Maliki seputar pendiri, sumber hukum, dan ciri-
cirinya?
4. Apa yang diketahui seputar mazhab Syafi’i seputar pendiri, sumber hukum, dan ciri-
cirinya?
5. Apa yang diketahui seputar mazhab Hanbali seputar pendiri, sumber hukum, dan ciri-
cirinya?
6. Apa manfaat dalam mempelajari ilmu Fiqh?

1
1.3. Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan pembuatan makalah ini
ialah sebagai berikut:

1. Memahami apa itu ilmu Fiqh, ushul Fiqh, dan Syari’ah.


2. Mengetahui sejarah pendiri, sumber pengambilan hukum, dan ciri-ciri seputar
mazhab Hanafi.
3. Mengetahui sejarah pendiri, sumber pengambilan hukum, dan ciri-ciri seputar
mazhab Maliki.
4. Mengetahui sejarah pendiri, sumber pengambilan hukum, dan ciri-ciri seputar
mazhab Syafi’i.
5. Mengetahui sejarah pendiri, sumber pengambilan hukum, dan ciri-ciri seputar
mazhab Hanbali.
6. Mengetahui manfaat mempelajari ilmu Fiqh.

2
BAB 2

PEMBAHASAN

I. Makna fiqih, ushul fiqih, dan syari’ah


a. Fiqih

Imam Abu Ishak As-Syirazi menerangkan sebagai berikut:


‫والفقه معرفة األحكام الشرعية الت‬
‫طريقها االجتهاد‬
Artinya, “Fiqih ialah pengetahuan tentang hukum-hukum syariat melalui metode ijtihad,”
Dari definisi di atas, kita bisa memahami bahwa fiqih merupakan pengetahuan tentang
hukum-hukum syariat yang cara mengetahuinya adalah dengan proses ijtihad. Pengetahuan-
pengetahuan tentang hukum syariat yang untuk mengetahuinya tidak perlu dilakukan ijtihad,
bukanlah bagian dari fiqih.

fiqih hanya terbatas pada pengetahuan tentang hukum syariat yang memerlukan proses
ijtihad untuk mengetahuinya, pemaparan Jalaluddin Al-Mahalli dalam kitab Syarh Al-
Waraqat:“(Fiqih) adalah pengetahuan tentang hukum-hukum syariat yang cara
mengetahuinya adalah dengan ijtihad. Salah satunya pengetahuan bahwa niat dalam wudhu
adalah wajib, witir (hukumnya) sunah, niat di malam hari merupakan syarat (sah) puasa di
bulan Ramadhan, zakat (hukumnya) wajib pada harta anak kecil, tidak wajib (hukumnya)
pada perhiasan yang diperbolehkan, dan membunuh dengan benda berat bisa menyebabkan
qishas, serta contoh-contoh permasalahan khilaf lainnya,”

b. Ushul Fiqih

Imam Abu Ishak As-Syirazi dalam Al-Luma’ menyebutkan:

‫وأما أصول الفقه فهي األدلة التي يبنى عليها الفقه وما يتوصل بها إلى األدلة على سبيل اإلجمال‬

Artinya, “Ushul fiqih ialah dalil-dalil penyusun fiqih, dan metode untuk sampai pada dalil
tersebut secara global,”
Maksudnya adalah bahwa ushul fiqih merupakan seperangkat dalil-dalil atau kaidah-
kaidah penyusunan hukum fiqih serta metode-metode yang mesti ditempuh agar kita bisa

3
memanfaatkan sumber-sumber hukum Islam untuk bisa memformulasikan sebuah hukum
khususnya terkait sebuah persoalan kekinian.

Fiqih berbeda dengan ushul fiqih. Wilayah yang dibahas ushul fiqih ialah
pendefinisian apa itu hukum? Apa itu wajib, sunah, dan lain sebagainya? Bagaimana caranya
melahirkan sebuah hukum? Bagaimana bisa sesuatu dikatakan wajib? Siapa saja yang bisa
mengeluarkan putusan hukum? Dan lain sebagainya.
Ushul fiqih ini lebih merupakan sebuah aturan-aturan tertentu yang dijadikan
pegangan atau kaidah bagi proses kelahiran sebuah hukum. Karena wilayah kerjanya yang
semacam ini, maka ia berlaku secara global baik pada suatu persoalan hukum atau lainnya.

c. Syari’ah

Syariah secara bahasa artinya jalan yang dilewati untuk menuju sumber air.Secara
bahasa, kata syariat juga digunakan untuk menyebut madzhab atau ajaran agama.Atau dengan
kata lebih ringkas, syariat berarti aturan dan undang-undang.Aturan disebut syariat, karena
sangat jelas, dan mengumpulkan banyak hal.. Ada juga yang mengatakan, aturan ini disebut
syariah, karena dia menjadi sumber yang didatangi banyak orang untuk
mengambilnya.Namun, dalam perkembangannya, istilah syariat lebih akrab untuk menyebut
aturan islam.

Secara istilah, syariat islam adalah semua aturan yang Allah turunkan untuk para
hamba-Nya, baik terkait masalah aqidah, ibadah, muamalah, adab, maupun akhlak. Baik
terkait hubungan makhluk dengan Allah, maupun hubungan antar-sesama makhluk.

Allah berfirman,

َْ ‫ِن‬
‫األ ْم ِر َف َّات ِب ْع َها‬ َ ‫ُث َّم َج َع ْل َن‬
َ ‫اك َعَلى َش ِري َع ٍة م‬

“Kemudian Aku jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama
itu), Maka ikutilah syariat itu…” (QS. Al-Jatsiyah: 18)

Rincian Syariat Para Nabi Berbeda-beda

Allah tegaskan dalam Al-Quran,

4
ً ‫ِل ُك ٍّل َج َع ْل َنا ِم ْن ُك ْم ِش ْر َع ًة َو ِم ْن َه‬
‫اجا‬

Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. (QS. Al-
Maidah: 48)

Rincian syariat yang Allah turunkan, berbeda-beda antara satu umat dengan umat
lainnya, disesuaikan dengan perbedaan waktu dan keadaan masing-masing umat. Dan semua
syariat ini adalah adil ketika dia diturunkan. Meskipun demikian, bagian prinsip dalam
syariat, tidak berbeda antara satu umat satu nabi dengan umat nabi lainnya.

II. Mazhab Hanafi


a. Pendiri

Imam hanafi dilahirkan di kota Kuffah pada tahun 80 H (699 M). Demikianlah
menurut riwayat yang masyhur. Nama asli beliau sejak kecil ialah Nu’man bin Tsabit bin
Zautha bin Mahan at – Taymi. Ayah beliau keturunan dari bangsa Persia (Kabul –
Afganisthan), tetapi sebelum belai dilahirkan, ayahnya telah pindah ke Kuffah. Jadi jelas
kalau bukan keturunan Arab asli, melainkan dari bangsa Ajam (Bangsa selain Arab).1

Ketika beliau dilahirkan, pemerintahan Islam berada dibawah tangan kekuasaan


Abdul Malikbin Marwan (Raja Bani Umayyah ke – 5).

Imam Hanifah memiliki beberapa orang putra, diantaranya adalah yang bernama
Hanifah. Oleh karena itu, beliau mendapat sebutan dari orang – orang dengan panggilan: Abu
Hanifah. Hal ini menurut suatu riwayat. Adapun menurut riwayat lain, penyebab beliau
mendapatkan sebutan Abu Hanifah, Karena beliau adalah seseorang yang rajin melakukan
ibadah kepada Allah dan sungguh – sungguh mengerjakan kewajibannya dalam agama.
Karena perkataan “hanif” dalam bahasa Arab itu artinya “cenderung” atau “condong” kepada
agama yang bena. Ada pula yang meriwayatkan, sebab beliau mendapat sebutan “Abu
Hanifah” karena eratnya beliau berteman dengan “tinta”. Kata “Hanifah” menurut bahasa
Irak, artinya yakni tinta. Yakni, beliau dimana – mana beliau senantiasa membawa tinta dan
alat tulis untuk menulis dan mencatat ilmu pengetahuan yang diperoleh dari guru – guru
beliau atau lainnya. Oleh karena itu beliau mendapat sebutan: Abu Hanifah. Kemudian
1
Chalil, Moenawar.2016. Biografi empat serangkai Imam Mazhab. Jakarta: Gema Insani

5
setelah beliau menjadi seorang alim – ulama besar dan terkenal di penjuru kota besar dan
sekitar Jazirah Arabiyah, maka beliau dikenal dengan gelar: Abu Hanifah.2

Dan para ahli tarikh meriwayatkan bahwa tujuh orang sahabat Nabi SAW (yang
dikala itu masih hidup) yang pernah bertemu dengan Imam Abu Hanifah ialah : Anas bin
Malik, Abdullah bin Harits, Abdullah bin Abi Aufa, Watsilah bin al – Aqsa, Ma’qil bis
Yasax, Abdullah bin Anis, dan Abu Thafail (‘Amir bin Watsilah).

Adapun para ulama terkenal, yang pernah beliau serap ilmu pengetahuannya
berjumlah sekitar 200 orang ulama besar. Disetiap kota atau negri yang beliau datangi dan
ada terdapat ulama didalamnya, maka segra Imam Abu Hanifah datangi untuk belajar serta
berguru kepadanya, walaupun hanya sebentar. Menurut Riwayat, guru – guru beliau dikala
itu ialah para ulama tabi’in ( orang – orang yang hidup dimasa setelah para Sahabat Nabi).
Diantara mereka; Imam atha bin Abi Rabah (wafat tahun 114 H), Imam Nafi’ Maula Ibny
Umar (wafat tahun 117 H), dan lain – lainnya lgai. Adapun orang alim ahli fiqih yang
menjadi guru beliau serta paling masyhur ialah imam Harrunad bin Asbu Sulaiman (wafat
pada tahun 120 H). Imam Hanafi berguru kepada beliau selama kurang – lebih 18 tahun
lamanya.3

b. Sumber Ajaran

Cara beliau memberi pengajaran dan kepemimpinan agar para muridnya memiliki
kebebasan dalam berfikir, diberi kemerdekaan untuk memecahkan masalah – masalah baru
yang belum didapat dalilnya dari wahyu (Al – Qur’an) dan dari Sunnah (Hadits).

Sepanjang riwayat , jalan yang diambil oleh beliau adalah ber – istimbath, belai kerap
kali berkata : “Sesungguhnya saya mengambil Kitab Allah apabila saya telah mendapatinya,
maka apa yang saya tidak dapati didalamnya, saya mengambil dari Sunnah Rasulb saw. Dan
atsar – atsar yang shahih darinya, serta yang telah tersiar diantara orang – orang
kepercayaan. Apabila saya tidak mendapati didalam kitab Allah dan Sunnah Rasul saw.
Maka saya mengambil perkataan para sahabatnya. Saya mengambl mana yang kehendaki dan
saya meninggalkan mana yang saya kehendaki. Kemudian saya tidak akan keluar dari

2
Asy – syurbasi, Ahmad. 2004. Sejarah dan biografi empat imam mazhab. Jakarta: Amzah.

3
Chalil, Moenawar.2016. Biografi empat serangkai Imam Mazhab. Jakarta: Gema Insani

6
perkataan mereka kepada perkataan orange yang selain mereka. Kemudian apabila urusan
telah sampai kepada (beliau mengemukakan beberapa nama ulama besar) maka saya akan
berijtihad sebagaimana mereka berijtihad”.4

Imam Sahal bin Muzahim, seorang murid imam Hanafi, pernah berkata, “Perkataan
Imam Abu Hanifah diambil dari orang yang dapat dipercaya. Suka memikirkan apa – apa
yang telah dianggap baik dan lurus oleh mereka dari segi qiyas. Maka apabila sesuatu urusan
dipandang kurang baik dari segi qiyas beliau menetapkannya dengan istihsan, selama yang
demikian itu dapat dilakukan. Oleh karena itu, jika dengan cara istihsan tidak dapat
dilakukan, barulah beliau mengembalikan urusan itu kepada apa yang telah dilakukan oleh
kaum muslimin (adat yan telah berlaku didalam masyarakat Umat Islam)”

Berdasarkan keterangan – keterangan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa dasar


– dasar mazhab Imam Hanafi ialah :

1. Kitab Allah (Al – Qur’an)


2. Sunnah Rasulullah saw. Dan atsar – atsar yang shahih serta telah masyhur (tersyi’ar)
diantara para ulama yang ahli.
3. Fatwa – fatwa dari para sahabat.
4. Qiyas
5. Istihsan
6. Adat yang telah berlaku didalam masyarakat umat Islam.

c. Ciri – ciri mazhab Imam Hanafi

Imam Abu Hanifah merupakan salah satu imam dari mazhab Ahlus-sunnah wal
Jama’ah yang juga dikenal sebagai Imam Hanafi. Imam Hanafi dikenal sering menggunakan
istihsan, qiyas, dan juga ra’yu. Ketiga metode tersebut sering digunakan untuk memperoleh
berbagai hukum yang tidak terdapat dalam Al Qur’an. Imam Hanafi menggunakan Al Qur’an
dan sunnah sebagai pedoman utama, dan pedoman lainnya adalah fatwa dari para sahabat,
qiyas, istihsan, dan juga ijma’. Metode dan ajaran imam hanafi ini akhirnya mulai
dilestarikan oleh muridnya yaitu Zufar bin Hudail bin Qais al-Kuhfi hingga akhirnya dikenal
sebagai mazhab Hanafi.5
4
Chalil, Moenawar.2016. Biografi empat serangkai Imam Mazhab. Jakarta: Gema Insani

5
Asy – syurbasi, Ahmad. 2004. Sejarah dan biografi empat imam mazhab. Jakarta: Amzah.

7
III. Mazhab Maliki
a. Pendiri

Imam Maliki lahir di Kota Madinah daerah negeri Hijaz, menurut riwayat yang
masyhur, pada tahun 93 Hijriyah (712 Masehi). Nama beliau sejak kecil ialah Malik bin Anas
bin Malik bin Abi Amir al-Ashbani. Beliau merupakan keturunan bangsa Arab dari dusun
Dzu Ashbah, sebuah dusun di kota Himyar dan jajahan Negeri Yaman.

Perlu dijelaskan, nama Anas bin Malik (ayah beliau) bukanlah Anas bin Malik yang
pernah menjadi sahabat dan pembantu Nabi kita Muhammad SAW, yang dimaksud Anas bin
Malik ini adalah bin Nadzhar bin Dhamdham bin Zaid al-Anshari al-Khazraji. Adapun Anas
bin Malik (ayah Imam Maliki) adalah bin Abi Amir bin Amr bin al-Harits bin Sa’ad bin Auf
bin Adi bin Malik bin Yazid. Ia (Anas) termasuk seorang tabi’in, dan yang termasuk daripada
sahabat Nabi ialah Abu Amir (Ayah kakek beliau).

Adapun Ibu Imam Malik ialah Siti al-Aliyah binti Syuraik bin Abdurrahman bin
Syuraik al-Azadiyah. Menurut beberapa riwayat yang tercantum dalam kitab-kitab tarikh
bahwa Imam Malik ketika berada di dalam kandungan rahim ibunya kurang-lebih selama dua
tahun. Dalam satu riwayat yang lain dikatakan: tiga tahun.

Ketika Imam Maliki lahir, pemerintahan Islam berada di tangan kekuasaan Khalifah
Sulaiman bin Abdul Malik (dari bani Umayyah ke-VII). Imam Maliki memiliki beberapa
putra, diantaranya ada bernama Abdullah. Oleh karena itu, beliau dikenal dengan sebutan
Abu Abdullah. Kemudian sesudah beliau menjadi seorang alim-ulama besar, dikenal dimana-
mana, dan ijtihad beliau terhadap hukum-hukum agama diakui dan diikuti oleh sebagian
kaum Muslimin, beliau dikenal oleh banyak orang dengan sebutan “Mazhab Imam Maliki”.

Ia menyusun kitab Al Muwaththa’, dan dalam penyusunannya ia menghabiskan waktu


40 tahun, selama waktu itu, ia menunjukan kepada 70 ahli fiqh Madinah.
Kitab tersebut menghimpun 100.000 hadits, dan yang meriwayatkan Al Muwaththa’ lebih
dari seribu orang, karena itu naskahnya berbeda beda dan seluruhnya berjumlah 30 naskah,
tetapi yang terkenal hanya 20 buah. Dan yang paling masyur adalah riwayat dari Yahya bin
Yahyah al Laitsi al Andalusi al Mashmudi.

Di antara guru beliau adalah Nafi’ bin Abi Nu’aim, Nafi’ al Muqbiri, Na’imul
Majmar, Az Zuhri, Amir bin Abdullah bin Az Zubair, Ibnul Munkadir, Abdullah bin Dinar,

8
dan lain-lain. Di antara murid beliau adalah Ibnul Mubarak, Al Qoththon, Ibnu Mahdi, Ibnu
Wahb, Ibnu Qosim, Al Qo’nabi, Abdullah bin Yusuf, Sa’id bin Manshur, Yahya bin Yahya al
Andalusi, Yahya bin Bakir, Qutaibah Abu Mush’ab, Al Auza’i, Sufyan Ats Tsaury, Sufyan
bin Uyainah, Imam Syafi’i, Abu Hudzafah as Sahmi, Az Aubairi, dan lain-lain.

Imam malik jatuh sakit pada hari ahad dan menderita sakit selama 22 hari kemudian
10 hari setelah itu ia wafat. sebagian meriwayatkan imam Malik wafat pada 14 Rabiul awwal
179 H.

sahnun meriwayatkan dari abdullah bin nafi’:” imam malik wafat pada usia 87 tahun”
ibn kinanah bin abi zubair, putranya yahya dan sekretarisnya hubaib yang memandikan
jenazah imam Malik. imam Malik kemudian dimakamkan di Baqi’.

b. Sumber Ajaran

Beliau terkenal dengan ahl al hadits dalam mengistinbathkan hukum islam. Kitab
pegangannya yang popular adalah al muwatha. Adapun sumber hukum Imam malik dalam
berijtihad selain menggunakan alquran, sunnah, ijma , dan qiyas, beliau juga menggunakan
dalil amal ahlul madinah, qaul shahabi , khabar ahad, istihsan dan maslahah mursalah sebagai
landasannya.

1. Alquran

Dalam berpegangan pada al-qur’an, beliau melakukan pengambilan hukum


berdasarkan atas zhahir nash al-qur’an atau keumumannnya, meliputi mafhum al
mukhalafah dan mafhum al aula dengan memperhatikan illatnya.

2. Sunnah

Dalam berpegang kepada sunnah sebagai dasar hukum, Imam Malik mengikuti
cara yang sama ketika berpegang kepada al-Qur’an. Apabila dalil syar’i
menghendaki adanya pentakwilan, maka yang dijadikan pegangan adalah arti
takwil tersebut. Apabila terdapat pertentangan antara makna zhahir Qur’an dengan
makna yang terkandung dalam sunnah, maka yang dipegang adalah makna zhahir
al-Qur’an. Tetapi apabila makna yang terkandung dalam sunnah tersebut
dikuatkan oleh ijmak ahl madinah maka ia lebih mengutamakan makna yang
terkandung dalam sunnah daripada zhahir al- Qur’an.

3. Ijma’ ahl madinah

9
Ijma’ ahl madinah ada beberapa macam , yaitu :

a. ijma’ ahl madinah yang asalnya dari al naql, hasil dari mencontoh
rasulullah, bukan hasil ijtihad ahl almadinah. Seperti penentuan tempat
mimbar nabi Muhammad. Ijma’ semacam ini dijadikan hujjah oleh
Imam Malik.
b. Amalan al madinah sebelum terbunuhnya Utsman bin Affan. Ijma’ ini
dijadikan hujjah oleh imam malik, karena hal ini didasarkan bahwa
belum pernah diketahui pada masa itu yang bertentangan dengan
sunnah Rasullullah SAW.
c. Amalan ahl madinah yang dijadikan pendukung atau pentarjih atas dua
dalil yang saling bertentangan. Artinya apabila ada dua dalil yang
bertentangan maka untuk mentarjih salah satu dari kedua dalil , ahl
madinah itulah yang dijadikan sebagai hujjah.
d. Amalan ahl madinah sesudah masa keutamaaan yang menyaksikan
amalan Nabi SAW. Amalan ahl madinah seperti ini bukan hujjah
menurut mazhab maliki.

4. Qaul Shahabi

Yang dimaksud sahabat disini ialah sahabat besar yang pengetahuan mereka
terhadap suatu masalah itu didasarkan pada naql. Ini berarti bahwa yang dimaksud
dengan qaul shahabi berwujud hadits-hadits yang wajib diamalkan. Menurut
Imam Malik, para sahabat besar tersebut tidak akan memberi fatwa kecuali atas
dasar yang dipahami dari rasulullah.

5. Khabar Ahad

Dalam menggunakan khabar Ahad, Imam Malik tidak konsisten. Sebab terkadang
ia lebih mendahulukan qiyas daripada khabar ahad. Misalnya, bila khabar ahad
tersebut tidak dikenal oleh kalangan masyarakat Madinah, ini berarti khabar ahad
itu tidak benar dari Rasulullah SAW. Maka, khabar ahad itu tidak digunakan
sebagai dasar hukum, tetapi beliau akan menggunakan qiyas dan maslahah.

6. Al- Istishan

10
Menurut mazhab Maliki Al- Istishan adalah menurut hukum dengan mengambil
maslahah yang merupakan bagian dalam dalil yang bersifat kully(menyeluruh).
Dalam istilah lain, Istishan adalah beralih dari satu qiyas ke qiyas lain yang
dianggap lebih kuat dilihat dari tujuan syari’at diturunkannya. Tegasnya, istishan
selalu melihat dampak suatu ketentuan hukum, yakni jangan sampai suatu
ketentuan hukum membawa dampak merugikan. Dampak suatu hukum harus
mendatangkan manfaat dan menghindarkan mudharat.

Menurut mazhab Maliki, istishan bukan berarti meninggalkan dalil dan bukan
berarti menetapkan hukum atas dasar ra’yu semata, melainkan berpindah dari
suatu dalil ke dalil lain yang lebih kuat. Dalam kaidah fiqiyah disebut raf’ul al-
Haraj wa al-Masyaqah (menghindarkan kesempitan yang telah diakui syari’at
kebenarannya).

7. Maslahah al- Mursalah


Maslahah al- Mursalah adalah maslahah yang tidak ada ketentuannya, baik secara
tersurat atau sama sekali tidak disinggung oleh nash. Dengan demikian, maka
berarti Maslahah al- Mursalah kembali pada memelihara tujuan syari’at yang
diturunkan. Adapun tujuan syari’at diturunkan dapat diketahui melalui al-qur’an
dan sunnah.

c. Ciri-ciri Mazhab Imam Maliki

Mazhab Imam Maliki pemikiran hukumnya banyak dipengaruhi sunnah yang cenderung
tekstual, karena beliau termasuk periwayat hadist yang bercorak fiqih. Selain itu
pemikirannya juga banyak menggunakan tradisi bangsa Madinah. Salah satu ciri khusus
Mazhab Maliki yaitu lebih mengutamakan amal penduduk madinah dari pada hadist Ahad.
Bahkan mendahulukan qiyas dari pada hadits Ahad. Mazhab Maliki merupakan Mazhab
Fiqih dengan pengikut yang terkonsentrasi pada wilayah Afrika Utara dan Afrika Barat
dengan jumlah pengikut sebanyak 270 juta jiwa. Negara-negara dengan pengikut terbanyak
mazhab ini adalah Maroko, Al-Jazair, Mesir, Sudan, Nigeria, dan Tunisia.

11
IV. Mazhab Imam Syafi’i
a. Pendiri

Silsilah Imam Syafi’i dari nasab ayah ialah Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin
Saib bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Abdul Muthalib bin Abdul Manaf. Imam Syafi’i lahir
pada bulan Rajab tahun 150 Hijriyah (767 Masehi). Menurut riwayat, pada tahun itu juga
wafat Imam Hanafi di Baghdad, Imam Syafi’i lahir di Ghuzah (nama suatu kampung di
daerah Palestina, Syam, wilayah Asqalan). Ibunya Fatimah binti ubaidillah menamakan
beliau dengan “Muhammad”. Sementara, berselang beberapa hari kemudian tersiar berita dari
Baghdad yang menyebutkan bahwa Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi) telah wafat dan telah
dikebumikan di Rashafah, Baghdad sebelah timur.

Riwayat lain menerangkan, ketika itu keluarga Imam Syafi’i telah mengadakan
perhitungan bahwa hari wafatnya Imam Abu Hanifah bertepat dengan kelahiran Imam
Syafi’i, Berdasar riwayat ini, sebagian ahli tarikh mencatat, hari lahirnya Imam Syafi’i
bertepatan dengan hari wafatnya Imam Hanafi.

Bahkan menurut riwayat lain, pada bulan dan tahun itu juga Imam Ibnu Juraij al-
Makki meninggal, seorang alim-ulama’ besar di Kota Mekkah, yang terkenal sebagai Imam
Ahli Hijaz. Dengan adanya dua peristiwa wafatnya dua Imam besar, maka para ahli
meramalkan bahwa pribadi Imam Syafi’i akan menggantikan kedudukan kedua imam besar
tadi, khususnya keahlian dalam urusan pengetahuan. Beliau disebut juga sebagai orang
pertama yang membukukan ilmu usul fiqih. Karyanya yang terkenal adalah Al-Umm dan Al-
Risalah

Sebelum kelahirannya, Rasulullah SAW sudah jauh-jauh hari meramalkan tentang


kelahiran seseorang yang baik prilaku budi pekertinya, cerdas akal pikirnya, dan kelak akan
menjadi mujaddid Islam penerus perjuangan Rasulullah. Sesuai sabda Rasulullah SAW
bahwasannya “Setiap seratus tahun sekali Allah akan membangkitkan seorang pemimpin
besar dari keturunanku (Quraisy) yang akan memperbarui keadaan umat dalam hal
keagamaan. Adapun orang pertama adalah Umar bin Abdul Aziz, sedangkan pada Abad
kedua adalah Muhammad bin Idris As-Syafi’i”. Guru beliau adalah Imam Malik sedangkan
murid atau pengikutnya yang terkenal adalah Imam Ahmad Al-Ghazali, Ibnu Katsir, Ibnu
Majah, An-Nawawi, Ibnu Hajar al-Asqalani, Abu Hasan Al-Asy’ari, dan Said Nursi.

12
Imam Syafi’i menghabiskan waktunya untuk mengajar di Mesir. Menurut al-Dzahabi
dalam siyar A’lam al-Nubala’ dengan mengutip qaul al-Rabi’ bin Sulaiman, Imam al-Syafi’i
membagi malamnya menjadi tiga: sepertiga pertama digunakan untuk menulis, sepertiga
kedua digunakan untuk shalat malam, dan sepertiga terakhir digunakan untuk tidur. Imam
Syafi’i wafat pada 30 Rajab 204 H. Dalam usia 54 tahun.

b. Sumber Ajaran

Pada awalnya Imam Syafi’i mengikuti ra’yu dalam berijtihad, tetapi kemudian beliau
berpindah pada metode ahl al-hadits sebagaimana dalam perkataannya “Apabila hadis itu
shahih maka itulah pendapatku”. Adapun sumber hukum yang digunakannnya untuk
berijtihad adalah al-qur’an, sunnah, ijma’ dan qiyas. Beliau menolak istishan sebagaimana
dengan panjang lebar ia menguraikan pendapatnya bahwa jika seseorang diperbolehkan
menggunakan istishan dalam agama maka setiap orang akan dapat membuat syari’at sendiri.
Imam Syafi’i menolak istishan yang tidak memiliki sandaran sama sekali.

Dalam Istinbath hukum, Imam Syafi’i menempuh cara sebagaimana yang termaktub
dalam kitabnya ar-Risalah :

1. Al-Qur’an. Beliau mengambil dengan makna (arti) lahir, kecuali jika didapati
alasan yang menunjukkan bukan arti yang lahir yang harus dipakai (dituruti).
2. As-Sunnah. Beliau mengambil sunnah atau hadits saw, bukan yang mutawatir
saja, tetapi yang ahad pun diambil dan dipergunakan pula untuk menjadi dalil,
yang telah mencukupi syarat-syaratnya. Yakni, selama perawi hadits orang
yanh dapat dipercaya, kuat daya ingat, dan bersambung-langsung sampai
kepada Nabi Saw.
3. Ijma’. Beliau mengambil dan menetapkan adanya ijma ialah ijma para sahabat.
Jika didapati dari seorang sahabat Nabi yang menyalahinya, maka belumlah
diartikan telah di-ijma’ (disepakati). Jadi beliau mempergunakan alasan Ijma’
bilamana sudah terang (jelas) tidak ada seorang pun yang menyalahinya
(bertentangan) atau tidak diketahui seorang pun yang membantahnya. Di
samping itu beliau berpendapat dan meyakini terjadinya satu pemahaman dan
kesesuaian (dalam menetapkan ijma’) bagi semua ulama itu tidak mungkin.
4. Qiyas. Beliau mengambil dan mempergunakan hukum qiyas apabila sudah
terang dan jelas tidak didapati dalil yang terang dari Al-Qur’an, dari Sunnah
(hadits) yang Shahih, atau dari ijma’, walaupun dalam keadaan yang

13
memaksa, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Bahkan, beliau tidak
terburu-buru menjatuhkan hukum secara qiyas, sebelum menyelidiki lebih
dalam, bisa atau tidaknya hukum itu digunakan sebagai qiyas.
5. Istidlal. Apabila beliau dalam suatu urusan yang bertalian dengan hukum
sudah tidak mendapati dalil dan ijma serta tidak ada jalan dari qiyas, maka
barulah beliau mengambil dengan jalan istidlal, mencari alasan, berdasarkan
atas kaidah-kaidah (undang-undang) agama meskipun dari agama Ahli Kitab
(Yahudi dan Nasrani), dan tidak sekali-kali beliau menggunakan pendapat atau
buah pemikiran manusia. Beliau juga tidak mau mengambil hukum dengan
cara Istihsan, seperti yang biasa dilakukan oleh para ulama dan pengikut
mazhab Imam Hanafi di Baghdad dan lain-lainnya.

c. Ciri-ciri Mazhab Imam Syafi’i

Salah satu ciri khas Mazhab Syafi'i adalah dinamis. Hal ini diminta oleh Syah
Waliyullah al-Dahlawi dalam kitabnya Hujjatullah al-Balighah. Karena Mazhab Syafi'i
adalah mazhab yang terdepan dalam urusan dinamisasi dan progresivitas. Layak masuk akal
oleh karena itu, banyak pengikut mampu bertahan sampai sekarang. Corak pemikirannya
adalah konvergensi atau pertemuan antara rasionalis dan tradisonalis, selain berdasarkan pada
Al-qur’an, sunnah, dan ijma, Imam Syafi’i juga berpegang dengan qiyas. Untuk
penyebarannya Mazhab Syafi’i diikuti oleh 495 juta jiwa. Negara-negara dengan mayoritas
pengikut mazhab ini adalah Indonesia, Ethiopia, Malaysia, Yaman, Mesir, dan Somalia.

V. Mazhab Hanbali
a. Pendiri

Ahmad bin Muhammad bin Hanbal adalah Imam yang keempat dari fuqaha’ Islam.
Beliau adalah seorang yang mempunyai sifat-sifat yang luhur dan tinggi yaitu sebagaimana
dikatakan oleh orang-orang yang hidup semasa dengannya, juga orang yang mengenalnya.
Beliau Imam bagi umat Islam seluruh dunia, juga Mufti bagi negeri Irak dan seorang yang
alim tentang hadist-hadist Rasulullah Saw. Juga seorang yang zuhud dewasa itu, penerang
untuk dunia da sebagai contoh dan teladan bagi orang-orang ahli sunnah, seorang yang sabar
dikala menghadapi percobaan, seorang yang saleh dan zuhud.6

6
Ahmad asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab, (Semarang: Amzah, 1991), hlm. 190.

14
Tokoh utama mazhab Hanbali adalah Imam Ahmad ibn Hanbal.Nama lengkapnya
adalah Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal ibn Hilal ibn Asad ibn Idris ibn ‘Abdillah ’ibn ibn
Hayyan ibn Abdillah ibn Anas ibn ‘Auf ibn Qasit ibn Mukhazin ibn Syaiban ibn Zahl ibn
Sa’labah ibn ‘Ukabah ibn Sa’b ibn ‘Ali ibn Bakr ibn Wa’il ibn Qasit ibn Hanb ibn Aqsa ibn
Du’ma ibn Jadilah ibn Asad ibn Rabi’ah ibn Nizar ibn Ma’ad ibn ‘Adnan ibn ‘Udban ibn al-
Hamaisa’ ibn Haml ibn an-Nabt ibn Qaizar ibn Isma’il ibn Ibrahim asy-Syaibani al-
Marwazi.7
Imam Ahmad ibn Hanbal lahir di Baghdad pada masa pemerintahan ‘Abbasiyyah
dipegang oleh al-Mahdi, yaitu pada bulan Rabi’ al-Awwal tahun 164 H bertepatan dengan
tahun 780 M8. Ayahnya meninggal sebelum ia dilahirkan, oleh sebab itu, Imam Ahmad ibn
Hanbal mengalami keadaan yang sangat sederhana dan tidak tamak. dan Ibunya bernama
Safiyyah binti Abdul Malik bin Hindun al-Syaibani dari golongan terkemuka kaum baru
Amir.Nasab dan keturunan Nabi Muhammad bertemu dengan Imam Ahmad bin Hanbal baik
dari pihak ayahnya maupun dari pihak ibunya9.

Imam Ahmad sejak masa kecil ia dikenal dengan orang yang mencintai ilmu.
Baghdad yang saat itu juga sebagai tempatnya ilmu pengetahuan membuat kecintaan beliau
semakin tinggi. Beliau memulai belajar ilmu-ilmu keislaman seperti Al Qur’an, Hadis,
Bahasa Arab dan ilmu-ilmu lainnya kepada ulama yang ada di Baghdad saat itu.

Perhatiannya terhadap hadist membuahkan kajian yang memuaskan dan memberi


warna lain pada pandangan fiqhnya. Beliau lebih banyak mempergunakan hadist sebagai
rujukan dalam memberi fatwa-fatwa fiqhnya. Beliau banyak sekali menulis kitab kitab, salah
satu karya beliau yang paling masyhur adalah al- Musnad.Didalamnya terhimpun 40.000
buah hadist yang merupakan seleksi dari 70.000 buah hadist.

Imam Hanbali pernah mendapat siksaan dari khalifah Al Ma’mun saat itu, Al
Ma’mun dengan kekuasaan memaksa seluruh ulama saat itu untuk membuat fatwa bahwa Al
Qur’an itu makhluk. Tentu saja imam Hanbali menolak dengan keras perintah ini. Imam

7
Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Ahmad ibn Hanbal Imam Ahl as-Sunnah wa al- Jama’ah,(Beirut: Dar al-Kutub
al-‘Ilmiyyah, 1992), hlm. 3

8
5 M. Abu Zahrah, Ibn Hanbal Hayatuhu wa Ashruhu Arauhu Wafiqhuhu, (Mesir: Dar al- Fiqr, 1981), hlm.15.

9
Muhammad Abu Zahra, Tarikh al-Mazahib al-Mazahib al-Islamiyyah, (Kairo: Maktabah al-Madai, tt), hlm.
250-251

15
Hanbali berpendapat bahwa Al Qur’an merupakan kalam Allah bukan Makhluk Allah. Maka
kemudian Imam Hanbali dijebloskan ke penjara dan disiksa oleh pemerintahan Al Ma’mun
saat itu. Bertahun tahun beliau disiksa oleh pemerintahan saat itu.

Hingga pada saat pemerintahan oleh Al Mutawakkil segala bid’ah dalam urusan
agama dihapuskan dan menghidupkan kembali sunnah Nabi Saw. Dengan demikian Imam
Hanbali dan beberapa kawannya dibebaskan dari penjara. Demikian cobaan yang dihadapi
imam Hanbali dalam mempertahankan pendiriannya untuk tidak mengakui kemakhlukan Al
Qur’an. Imam Hanbali wafat pada umur 77 tahun di Baghdad.

b. Sumber Ajaran
1. Al Qur’an dan Al Hadis

Al Qur’an merupakan sumber hukum pertama dalam menggali sumber hukum fiqhnya,
sedangkan hadis atau sunnah sendiri adalah penjelas Al Qur’an dan tafsir hukum-
hukumnya.

2. Fatwa para sahabat Nabi

Sahabat ialah orang yang hidup di masa Rasul beriman dan mengikuti ajaran Rasulullah.
Apabila beliau tidak mendapat suatu nash yang jelas, baik dari al Qur’an atau Sunnah
maka ia menggunakan fatwa-fatwa dari sahabat Nabi yang tidak ada perselisihan
dikalangan ulama.

3. Fatwa para sahabat yang masih dalam perselisihan

Apabila terjadi pertentangan diantara sahabat, ia memilih pendapat yang berdalil pada al
Qur’an dan Hadis. Mayoritas ulama mengakui fatwa sahabat sebagai dasar dalam
menetapkan hukum.

4. Hadis Mursal dan Hadis Dha’if

Hadist mursal adalah hadist yang gugur perawi dan sanadnya setelah tabi’in. sedangkan hadis
dhaif ialah hadis yang lemah. Maksud dha’if disini bukan dha’if yang batil dan mungkar,
tetapi merupakan hadis yang tidak berisnad kuat yang tergolong sahih dan hasan. Apabila
tidak didapatkan dari al-Qur’an, Hadits, fatwa sahabat yang disepakati atau yang masih
diperselisihkan , maka barulah beliau menetapkannya dengan hadits mursal dan dha’if yang
tidak seberapa dhaifnya (merupakan hadits yang tidak sampai ketingkat shahih dan termasuk

16
hadits hasan). Bagi Imam Ahmad, mengamalkan Hadis dha’if dalam cakupan fadlailul
a’mal (keutamaan perbuatan) sah-sah saja selama kelemahan hadis tersebut tidak parah.
Berbeda jika berkaitan dengan penetapan hukum syari’at, maka Hadis yang dijadikan dasar
harus Hadis Shahih.

5. Qiyas

Qiyas adalah mempersamakan masalah yang belum ada nash dan dalil hukumnya dengan
masalah lain yang sudah ada hukumnya dan tercatat jelas dalilnya, dengan melihat
persamaan sifat keduanya yang menjadi penentu hukum. Apabila beliau tidak
mendapatkan dalil dari al Qur’an, Hadis, Fatwa Sahabat yang disepakati atau masih
dipersilihkan, hadis dha’if atau mursal, maka dalam keadaan demikian beliau
menggunakan qiyas. Yakni apabila terpaksa.

c. Ciri-ciri mazhab imam Ahmad bin Hanbal

Salah satu ciri mazhab ini ialah lebih mempriotaskan nash atau dalil-dalil ketimbang
akal dalam menyelesaikan suatu persoalan agama atau menetapkan sumber hukum. Dapat
dilihat pengambalian sumber hukum pun imam Ahmad lebih mempriotaskan nash atau dalil
daripada menggunakan akal kecuali apabila terpaksa. Imam hanbali meminimalisir atau
memperketat ruang ijtihad atau penafsiran. Karena bagi beliau selagi ada nash dari Al
Qur’an, hadis, atau sahabat dan para tabi’in maka cukuplah dapat menjadikan pijakan dalam
mengambil sumber hukum.

Pengikut mazhab ini cenderung menolak kegiatan ibadah yang tidak ditemukan dalam
didalam nash atau dalil. Adanya riwayat hadis yang membahas larangan membuat ibadah
baru dalam agama, makin menguatkan pandangan mereka dalam mengkritik kegiatan ibadah
yang belum ada riwayat dari orang-orang salaf (terdahulu). Sehingga apabila ada ada
kegiatan ibadah dan tidak ditemukannya dalam riwayat nash atau dalil mereka akan menolak,
mengkiritk, atau menyalahkan. Oleh karena itu mazhab ini cenderung tekstual dalam
memahami nash atau dalil dan riwayat yang disandarkan pada sahabat dan tabi’in.

VI. Manfaat Mempelajari Ilmu Fiqh

Fiqh sebagai disiplin keilmuan dalam agama Islam, telah berhasil menjelaskan dengan
jelas dan tepat, tentang hukum-hukum yang terkandung pada setiap potong ayat, dan hadis

17
yang jumlahnya ribuan. Dengan menguasai disiplin ilmu fikih, maka ajaran agama Islam bisa
dipahami dengan benar. Masalah-masalah dalam ilmu fikih menempati porsi terbesar dalam
khazanah keilmuan Islam, hal itu karena hal-hal yang berkaitan dengan hukum yang
bukan qath’i dalam ajaran Islam bersifat dinamis dan selalu berkembang. Ilmu fikih sangat
penting dikuasai sebagai kunci dalam memahami ajaran-ajaran yang terdapat dalam Islam.
Berikut beberapa manfaat dalam (belajar) ilmu fiqh:

1. Menerapkan kaidah islam secara benar.


2. Memperluas wawasan tentang islam.
3. Mengaplikasikan hukum sesuai syari’at agama.
4. Menghindari berbagai macam bentuk taqlid yang keliru.
5. Mencari mazhab fiqh yang sesuai dengan kondisi dimana kita tinggal.
6. Meningkatkan keimanan.
7. Memperkuat ketakwaan.
8. Membantu penyelesaian perkara secara islama/ ada nash atau dalilnya.
9. Mengetahui dalil-dalil hukum suatu masalah dalam fiqh.
10. Meluruskan penyimpangan yang terjadi dalam masyrakat.

18
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Ilmu fiqh adalah pengetahuan tentang hukum-hukum syariat yang cara


mengetahuinya adalah dengan proses ijtihad. ushul fiqih merupakan seperangkat dalil-dalil
atau kaidah-kaidah penyusunan hukum fiqih serta metode-metode yang mesti ditempuh agar
kita bisa memanfaatkan sumber-sumber hukum Islam untuk bisa memformulasikan sebuah
hukum khususnya terkait sebuah persoalan kekinian. Dan syaria’h adalah semua aturan yang
Allah turunkan untuk para hamba-Nya, baik terkait masalah aqidah, ibadah, muamalah, adab,
maupun akhlak.

Di dalam fiqh sunni ada 4 imam mazhab yang masyhur. Mazhab 4 imam ini dianut
oleh hampir seluruh muslim di Dunia. Mereka adalah Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam
Syafi’I, dan Imam Hanbali. Masing-masing imam ini memiliki ijtihad tersendiri dalam
merumuskan hukum suatu perkara. Demikian pula mazhab-mazhab ini memiliki ciri-ciri dan
karakteristiknya masing-masing.

Banyak sekali manfaat dalam mempelajari ilmu fiqh ini. Salah satu diantaranya yakni
menerapkan dan menjalankan suatu hukum atau perkara sesuai syari’at agama menurut dalil-
dalil yang shahih dalam Al-Qur’an maupun Hadis atau perkataan Sahabat dan Ulama Salaf.

3.2. Saran dan kritik

Pemakalah sangat sadar apabila di makalah ini banyak suatu kesalahan dan
kekeliuaran dalam perumusan masalah ini. Oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik
dan sarannya mengenai pembahasan materi diatas.

19
DAFTAR PUSTAKA

 Asy – syurbasi, Ahmad. 2004. Sejarah dan biografi empat imam mazhab.
Jakarta: Amzah.
 Chalil, Moenawar.2016. Biografi empat serangkai Imam Mazhab. Jakarta:
Gema Insani.
 Kamil Muhammad ‘Uwaidah. 1992. Ahmad ibn Hanbal Imam Ahl as-Sunnah
wa al- Jama’ah. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah,
 M. Abu Zahrah.1981. Ibn Hanbal Hayatuhu wa Ashruhu Arauhu Wafiqhuhu,
Mesir: Dar al- Fiqr.
 Abu Zahra, Muhammad. Tarikh al-Mazahib al-Mazahib al-Islamiyyah, Kairo:
Maktabah al-Madai.

20

Anda mungkin juga menyukai