Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH IMAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kalam
Dosen Pengampu: Dra. Halimah, S.M, M.Ag.

Kelompok 4:
Irma Tri Lestari (11190340000040)
Istiqomatul Fitri (11190340000064)
Muhammad Fajar Shodiq (11200340000059)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


FAKULTAS USHULUDDIN
ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
2021

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah terkait “Iman” tepat pada waktunya. Shalawat serta salam juga
semoga selalu tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW, Semoga kita terpilih menjadi
umatnya yang mendapatkan syafa’at kelak di yaumil qiyamah. Aamiin ya rabbal ‘alamin.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Halimah, S.M, M.Ag. selaku dosen
mata kuliah Ilmu Kalam. Yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca. Meskipun, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan saran dan kritik membangun dari para pembaca untuk menjadi perbaikan bagi
kami di penulisan makalah selanjutnya.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Iman ini dapat memberikan manfaat
dan hikmah terhadap pembaca.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tangerang Selatan, 11 Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. i


DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 1
B. Rumsan Masalah ....................................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................................................... 1
BAB II .................................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 2
A. Pengertian-Pengertian Dasar Tentang: .................................................................................. 2
1. Iman ........................................................................................................................................ 2
2. Kufur ....................................................................................................................................... 3
3. Nifaq ....................................................................................................................................... 3
4. Fasiq ........................................................................................................................................ 4
5. Syirik ....................................................................................................................................... 4
6. Khurafat .................................................................................................................................. 5
7. Tahayul ................................................................................................................................... 5
B. Hubungan Antara Iman dan Ibadah Ritual dan Amal dari Berbagai Aspek Kehidupan . 6
C. Bertambah dan Berkurangya Iman ........................................................................................ 8
1. Dalil al-Qur’an dan as-Sunnah tentang Bertambah dan Berkurangnya Iman ......................... 9
2. Pendapat Sahabat, Tabiin, dan orang yang mengikuti mereka ............................................ 10
3. Sebab Bertambahnya Iman ................................................................................................... 11
4. Sebab Berkurangnya Iman ................................................................................................... 11
5. Golongan Yang Menyelisihi Pendapat Ahlus Sunnah Wal Jamaah ..................................... 12
BAB III................................................................................................................................................. 14
PENUTUP ............................................................................................................................................ 14
A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hakikat manusia diciptakan oleh Allah adalah semata-mata untuk ta’abbud yaitu
penghambaan yang penuh dengan cara beribadah hanya karena Allah Swt. Ada tiga komponen
dasar yang menjadikan sempurnanya predikat hamba di sisi Tuhannya. Tiga komponen
tersebut adalah Iman, Islam dan Ihsan.

Seseorang dikatakan beriman jikalau mereka meyakini dan membenarkan adanya Allah
Swt. Yang Maha Esa, adanya Malaikat Allah, Kitab-Kitab, Rasul, hari Kiamat serta adanya
Qadla’ dan Qadar. Sebagai orang muslim sebaiknya memiliki iman yang kuat karena iman
merupakan suatu pondasi atau dasar dari suatu agama, apabila suatu umat memiliki iman yang
kuat maka hampir tidak mungkin jika umat tersebut akan terjerumus ke suatu perbuatan dosa,
karena pondasi mereka di dalam suatu agama sudah cukup kuat.

Diutusnya Nabi Muhammad Saw. Oleh Allah Swt. Salah satunya adalah untuk
memperbaiki akhlak manusia agar kembali pada jalan kebenaran serta jalan yang diridhai Allah
Swt. Harus terus menerus ditingkatkan agar semakin kokoh dan kuat, karena keimanan terkikis
akan menyeret kita kepada kufur. Kekufuran apabila tertanam dalam jiwa manusia akan
menjerumuskan kepada perbuatan yang menyimpang yaitu syirik dan nifaq. Karena itu dalam
makalah ini kami mencoba membahasnya agar kita bisa menjaga iman dan menjahui
kekufuran.

B. Rumsan Masalah
1. Apa Pengertian Iman, Kufur, Nifaq, Fasiq, Syirik, Khurafat dan Tahayul?
2. Bagaimana hubungan antara Iman dengan Ibadah Ritual dan Amal dari berbagai
aspek kehidupan?
3. Apa saja sebab bertambah dan berkurangnya iman?
C. Tujuan Penulisan
1. Pembaca dapat mengetahui pengertian Iman, Kufur, Nifaq, Fasiq, Syirik, Khurafat
dan Tahayul
2. Pembaca dapat mengetahui hubungan antara Iman dengan Ibadah Ritual dan Amal
dari berbagai aspek kehidupan
3. Pembaca dapat mengetahui sebab bertambah dan berkurangnya Iman

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian-Pengertian dasar Iman, Kufur, Nifaq, Fasiq, Syirik, Khurafat dan


Tahayul
1. Iman
Iman menurut bahasa, merupakan mashdar (gerund) dari kata amana -yu’minu-imanan.
Ibnu Faris menerangkan bahwa kata iman terdiri atas huruf hamzah, mim, dan nun, Iman adalah
kata yang mempunyai dua arti dasar yang saling berdekatan: Pertama, iman berarti amanah
atau lawan dari kata khianat; juga dapat berarti ketenangan hati. Kedua, artinya adalah tashdiq
(memercayai). Dua arti tersebut mempunyai makna yang saling berdekatan. Iman dalam arti
tashdiq dapat dijumpai pada firman Allah SWT. yang menceritakan tentang ucapan para
saudara Yusuf kepada ayah mereka, Yakub:

١٧ -‫ما ا ْنت بِ ُمؤْ ِمن لنا ول ْو ُكنَّا صٰ ِدقِيْن‬


“Engkau tentu tidak akan percaya kepada kami sekalipun kami berkata benar.” (Yusuf: 17)
Definisi Iman menurut istilah syara’ adalah:
a. Iman terkadang diartikan sebagai tashdiq (memercayai) seperti makna linguistiknya
sebagaimana firman Allah Swt. Dalam QS. Yusuf: 17
Al-Qur`an menyebutkan tentang iman dengan menggunakan lafal yaqin (meyakini)
yang didukung oleh bukti-bukti, sebagaimana Allah Swt. berfirman:
“... dan mereka yakin dengan adanya hari akhirat.” (Al-Baqarah: 4)
Dalam ayat yang lain Allah berfirman:
“... dan demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (Kami yang
terdapat) di langit dan di bumi dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin.” (Al-
An’am: 75)
Tashdiq dan yaqin keduanya adalah amalan hati. Ada ulama yang menyatakan bahwa
iman itu adalah ucapan dan perbuatan, dan iman ini dinamakan juga ucapan hati.
b. Definisi iman menurut syara’ berarti juga pernyataan dalam bentuk ucapan. Allah
berfirman: Katakanlah: “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang
diturunkan kepada kami.” (Al Baqarah: 135)
c. Kata iman dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah terkadang diartikan sebagai ‘amal
(aktivitas). Allah berfirman:
‫ُضيْع اِ ْيمان ُك ْم‬ ٰ ‫و ما كان‬.….
ِ ‫اّللُ ِلي‬
“... dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu...” (Al-Baqarah: 143)
Maksud dari imanmu adalah shalatmu (wahai Muhammad) yang kau kerjakan ketika
masih berkiblat ke arah Baitul Maqdis, sebagaimana diterangkan dalam asbabun-nuzul
ayat tersebut.
Rasulullah Saw. bersabda:
“Mukmin yang imannya paling sempurna adalah yang paling baik akhlaknya.”
Nah, akhlak merupakan bagian aktivitas kita. Rasulullah Saw. bersabda kepada utusan
Abdul Qais:

2
“Kalian kuperintahkan untuk beriman pada Allah. Tahukah kalian apa itu beriman
pada Allah? Iman pada Allah adalah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah,
mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan memberikan seperlima harta ghanimah
(khumus).”
Nah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan memberikan khumus adalah aktivitas-
aktivitas yang termasuk bagian dari iman. Jadi iman merupakan keyakinan dalam hati
yang dituturkan dengan lisan dan diamalkan dalam perbuatan. Inilah pendapat
mayoritas ulama.1
2. Kufur
Kufur secara etimologi merupakan antonim dari iman, kata kufur berasal dari kafara-
yakfuru yang berarti keadaan tidak beriman kepada Allah SWT. Maka orang yang kufur atau
kafir adalah orang yang tidak percaya atau tidak beriman kepada Allah baik orang tersebut
bertuhan selain Allah maupun tidak bertuhan, seperti paham komunis (ateis).
Menurut Ibn Taimiyah Kufur secara bahasa berarti malam, menyembunyikan,
menutupi dan ingkar. Orang yang melakukan kekufuran, tidak beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya disebut kafir. Al-Laits berkata, “orang kafir dinamakan kafir karena kekafiran telah
menutupi hatinya”.
Sedangkan menurut terminologi kufur adalah ingkar terhadap Allah SWT. baik dengan cara
mendustakan-Nya maupun tidak. Kufur dengan cara mendustakan Allah berarti menolak
keberadaan Allah. kufur yang tidak mendustakan Allah berarti tidak menolak keberadaan Allah
akan tetapi tidak mengimani Allah SWT. Dengan demikian, kufur merupakan keadaan di mana
seseorang tidak mengikuti ketentuan-ketentuan syariat yang telah digariskan oleh Allah Swt.
3. Nifaq

Kata Nifaq dalam bahasa arab berasal dari akar kata nȃfaqa-yunȃfiqu-nifȃqan. Kata ini
diambil dari kata nafiqȃ, yang berarti salah satu lubang tikus, jika dicari melalui satu lubang,
maka tikus itu akan lari dan keluar melalui lubang yang lain
Kata Nifaq secara istilah syara berarti menutup kekufuran dan memperlihatkan
keimanan. Orang yang melakukan perbuatan nifaq disebut munafik. Orang munafik itu
ucapannya berbeda dengan perbuatannya, lahirnya tidak sama dengan batinnya, yang Nampak
darinya bertentangan dengan apa yang disembunyikannya dalam hati. Karena itu Allah Swt.
memperingatkan dengan firman-Nya:

٦٧ –‫ا َِّن ال ُم ٰن ِف ِقيْن ُه ُم ْالفا ِسقُ ْون‬


Artinya: “Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik.” (QS. At-
Taubah [9]: 67)
Nifak adalah suatu perbuatan yang lahir dan batinnya tidak sama. Secara lahiriah
beragama Islam, namun jiwanya atau batinnya tidak beriman. Jadi orang yang munafik itu
secara lahiriah mengaku beriman kepada Allah, mengaku beragama Islam, bahkan dalam

1
Abdul Majid Az-Zandani, Ensiklopedi Iman, Terj. Hafizh Muhammad Amin dan Ali Nurdin (Jakarta:
PUSTAKA AL-KAUTSAR, 2016), hal.9

3
beberapa hal kelihatan seperti berbuat dan bertindak untuk kepentingan Islam, tetapi
sebenarnya hatinya mempunyai maksud lain yang tidak didasari iman kepada Allah.2
4. Fasiq
Kata fasik pada dasarnya berasal dari akar kata fasaqa-yafsuqu-fisqan-fusuqan. secara
etimologis mempunyai arti keluar dari jalan yang hak, kesalehan, serta syariat. Senada dengan
hal tersebut, Ibn Faris menyebutkan bahwa kata yang terdiri dari huruf fa, sin, qaf bermakna
keluar dari ketaatan.3
Fasik didefinisikan sebagai orang yang banyak berbuat maksiat, meninggalkan perintah
Allah Swt, keluar dari jalan benar dan agama. Fasik juga didefinisikan dengan orang yang
melakukan dosa besar atau sering melakukan dosa kecil.
Secara terminologis, menurut al Jurjani, orang fasik adalah orang yang menyaksikan,
tetapi tidak meyakini dan melaksanakan. Sedangkan Al-Manzhur lebih lanjut menjelaskan
bahwa fasik bermakna maksiat, meninggalkan perintah Allah Swt, dan menyimpang dari jalan
yang benar. Fasik juga berarti menyimpang dari agama dan cendrung pada kemaksiatan.
Seseorang yang berbuat fasik adalah orang-orang yang terus menerus melakukan dosa
besar, menganggap dosa besar adalah hal yang biasa, dan menolak untuk meninggalkan dosa
besar, maka mereka dapat tertutup serta mati hatinya sehingga bisa menjadi munafik dan kafir.
5. Syirik
Menurut Ibnu Manzur, kata syirik berasal dari kalimat fi’il madhi yaitu syaraka, yang
bermakna ‫‘ مخالطة الشريكين‬bersekutu dua orang misalnya seseorang berkata ‘asyraku
billah‘ artinya bahwa dia sederajat dengan Allah SWT.
secara kualitas syirik dapat dibagi dua, yaitu:
1. Syirik besar (al-Syirk al-Akbar), yaitu meyakini adanya Tuhan selain Allah SWT.
Disebut syirik besar karena menyekutukan Tuhan secara keseluruhan. Begitu
besarnya, sehingga dosa pelaku syirik ini tidak diampuni Allah
2. Syirik kecil (al-Syirk al-Asghar), yaitu melakukan sembahan bukan karena Allah
SWT, tetapi karena manusia. Misalnya, seseorang melaksanakan shalat bukan
karena Tuhan, tetapi karena manusia, agar disebut alim. Dalam Islam syirik bentuk
ini disebut juga dengan riya.4
Syirik adalah perbuatan menyekutukan Allah, sekalipun orang tersebut mempercayai
adanya Allah. Karena mencampur baurkan kepercayaan terhadap Allah dengan kepercayaan
terhadap yang lain yang dianggap sebagai tuhan, sehingga ia tidak sepenuhnya mempercayai
ke-Esaan dan kemahakuasaan Allah SWT.
Kemusyrikan sangat bertentangan dengan tauhid karena tauhid adalah ingin
menegakkan keyakinan akan kemahakuasaan Allah, sedangkan kemusyrikan adalah
sebaliknya. Kemusyrikan meniadakan (menafikan) keesaan Allah, karena orang musyrik
mempercayai atau meyakini adanya kekuatan selain Allah, adanya Zat lain selain Zat Allah

2
Yuni Puspitaningrum, “Konsep Iman, Kufur dan Nifaq”. Jurnal Penidikan Islam dan Isu-isu Sosial. Vol. 18 No
2, 2020. Hal. 38
3
Ahadi Syawal, Skripsi: “Sifat-Sifat Fasik dalam Al-Qur’an” (Makassar: UIN Alaudin, 2016), hal.29
4
Khoirul Hadi, Skripsi: “Makna Syirik dalam Al-Qur’an (Kajian Tafsir Tematik dan Kaitannya dengan
Fenomena Kehidupan Sekarang)” (Riau: UIN SULTAN SYARIF KASIM, 2013), hal. 24

4
yang ikut menentukan sesuatu. orang yang melakukan kemusyrikan akan mendapatkan dosa
paling besar yang tidak terampunkan.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala
dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. A-Nisa: 48)
Menurut Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah at-Tuwaijiri, Syirik yaitu menjadikan
sekutu bagi Allah SWT dalam rububiyah, uluhiyah, asma' dan sifat-Nya, atau pada salah
satunya. Apabila seorang manusia meyakini bahwa bersama Allah SWT ada yang
menciptakan, atau yang menolong, maka dia seorang musyrik. Barangsiapa yang meyakini
bahwa sesuatu selain Allah SWT berhak disembah, maka dia seorang musyrik. Barangsiapa
yang meyakini bahwa bagi Allah SWT ada yang serupa pada asma' dan sifat-Nya, maka dia
seorang musyrik.5
6. Khurafat
Kata Khurafat berasal dari kata Kharaf yang berarti rusak akal karena tua. Khurafat
artinya perkataan dusta yang dipermanis atau omongan dusta yang menakjubkan. Secara
etimologi, Khurafat berarti takhayul, dongeng, legenda dan hal yang berkenaan dengan
kepercayaan yang tidak masuk akal (batil)
Sedangkan secara istilah, khurafat adalah suatu kepercayaan, keyakinan, pandangan
dan ajaran yang sesungguhnya tidak memiliki dasar dari agama tetapi diyakini bahwa hal
tersebut berasal dan memiliki dasar dari agama. Dengan demikian, bagi umat Islam, ajaran atau
pandangan, kepercayaan dan keyakinan apa saja yang dipastikan ketidakbenaranya atau yang
jelas-jelas bertentangan dengan ajaran al-Qur’an dan Hadis nabi, dimasukan dalam kategori
khurafat.
Ali Mahfuz, seorang ahli teologi Islam, mendefinisikan khurafat adalah sesuatu yang
tidak dapat diterima oleh akal yang sehat. Orang yang membawa hal-hal yang bersifat khurafat
biasanya suka memutar balikkan fakta, memberikan hal-hal yang bersifat dusta dan
menonjolkan hal-hal yang batil.
Hadith Rasulullah SAW yang berkaitan dengan hukum perkara yang diada-adakan
tanpa ada nash yang benar, tentang khurafat ini di antaranya:
“Dari Al Qasim bin Muhammad dari 'Aisyah Radliallahu 'anha ia berkata, "Rasulullah
Saw bersabda: "Barangsiapa membuatbuat suatu perkara yang tidak ada dalam agama kami,
maka akan tertolak." Ibnu Isa menyebutkan, "Rasulullah Saw bersabda: "Barangsiapa
membuat perkara baru selain dari yang kami perintahkan maka akan tertolak." (Sunan Abu
Daud:3990)
7. Tahayul
Kata tahayul berasal dari bahasa Arab, al-tahayul yang bermakna rekarekaan,
persangkaan, dan khayalan. Sementara secara istilah, tahayul adalah kepercayaan terhadap
perkara ghaib, yang kepercayaan itu hanya didasarkan pada kecerdikan akal, bukan didasarkan
pada sumber Islam, baik al-Qur’an maupun al- hadis.

5
Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah at-Tuwaijiri, Ensiklopedi Islam Al- Kamil, (Jakarta: Darus Sunnah,
2013), hlm. 75.

5
Selanjutnya Tahayul juga diartikan sesuatu yang termasuk khayal, tidak masuk akal
atau tidak terbukti dalam kenyataan. Pengertian ini mencakup hal-hal yang biasa berlaku di
masyarakat dengan suatu yang sering diistilahkan dengan gugon tuhon, yaitu kepercayaan
masyarakat yang tidak beralasan sama sekali.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tahayul adalah suatu kepercayaan rakyat
yang berupa kebiasaan, pengalaman, adakalanya berbentuk alat, biasanya diturunkan melalui
lisan, mengandung sebab akibat, dan bersifat gaib serta kebenarannya tidak bisa
dipertanggungjawabkan atau tidak logis 6
B. Hubungan Antara Iman dan Ibadah Ritual dan Amal dari Berbagai Aspek
Kehidupan
Jika kita lihat dari pengertian iman yang sesungguhnya adalah kepercayaan yang
meresap ke dalam hati dengan tidak bercampur keraguan sama sekali, dan dapat memberi
pengaruh dalam padangan hidup, tingkah laku, dan perbuatan sehari-hari. Jadi, iman itu bukan
semata-mata ucapan lidah, bukan sekedar perbuatan dan bukan pula hanya pengetahuan
tentang rukun iman. Dan iman itu bukan hanya mengetahui arti dan hakikat iman karena
banyak juga orang yang mengetahui hakikat iman dan kenyataannya mereka tidak beriman.
Sebagaimana firman Allah dalam Q.S An-naml: 14

ُ‫فُ َك ا َنُ عَ اقِبَة‬


َ ْ‫اس تَ يْ قَ نَ تْ َه اُ أَنْ ف س ه ْمُ ظ لْ ًم اُ َوع ل ًّواُُُ فَا نْظ ْرُ َك ي‬
ِ
ْ ‫ح د واُ ِبَاُ َو‬
َ ‫َو َج‬
ُ‫ين‬ ِِ
١٤ - َ ‫ا لْم ْف س د‬
“mereka membantah keterangan-keterangan (agama) Allah, karena dengki dan sombong.
Padahal hati mereka meyakininya”

Kaitannya dengan ibadah, Secara harfiah ibadah dapat diartikan sebagai rasa tunduk,
atau thoat melaksanakan pengabdian atau tanasukh merendahkan diri atau khudlu
menghinakan diri7. Makna ibadah dalam arti yang luas dapat dipahami bertaqarrub atau
mendekatkan diri kepada Allah dengan mentaati segala perintah-perintah-Nya, mengamalkan
segala yang diizinkan Allah. Dari uraian tersebut makna ibadah dapat dipahami sebagai taat
yang disertai ketundukan dan kepatuhan kepada Allah SWT., dengan menjalankan segala yang
dicintai dan diridhai-Nya, melalui perkataan maupun perbuatan, baik yang bersifat lahiriah
maupun yang bersifat batiniah, bayangkan saja jika seorang tidak memiliki sekecil keimanan
dalam diri nya mungkin bisa saja tidak sama sekali perintah dijalankannya. Jangankan yang

6
Ruhil “TAKHAYUL BIMA: Analisi Bentuk, Fungsi, dan Makna”. (Mataram: Universitas mataram, 2017), hal.
12
7
Muhaimin. Dimensi-dimensi Studi Islam. Surabaya: Karya Abditama. 1994. Hal 256.

6
sudah ada keimanan dalam dirinya yang sudah jelas ada keyakinan dan keimanan dalam dirinya
saja terkadang masih resah untuk menjalankan perintah Nya.

Sedang ritual adalah perilaku yang diatur secara ketat yang dilakukan sesuai dengan
ketentuan yang berbeda dengan perilaku sehari-hari, baik cara melakukan maupun maknanya .
Kegiatan ritual dalam Islam, apabila ditinjau dari sudut tingkatan ada tiga, yaitu: (a) Ritual
Islam yang primer adalah ritual yang wajib dilakukan oleh umat Islam. Umpamanya shalat
wajib lima waktu sehari semalam. (b) Ritual Islam yang sekunder adalah ibadah shalat sunnah,
misalnya: bacaan surah dalam shalat dhuha dan tahajjud. (c) Ritual Islam yang tersier, adalah
ritual yang berupa anjuran dan tidak sampai pada derajat sunnah.8

Adapun yang dimaksud ibadah ritual di sini adalah shalat dan puasa:

a) Shalat menurut bahasa shalat artinya doa.9 jiwa shalat adalah menghadap
Allah dengan penuh jiwa yang khusyu dihadapan-Nya dan berikhlas bagi-
Nya serta hadir hati dalam berdzikir, berdoa dan memuji. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa shalat adalah menghadapkan hati atau jiwa
kepada Allah dengan penuh khusyu, ikhlas dalam sebuah bentuk ibadah
yang terdiri atas beberapa perkataan dan perbuatan, diawali dengan takbir
dan diakhiri dengan salam dengan memenuhi syarat dan rukun tertentu.
Selain sebagai kewajiban, shalat juga berfungsi sebagai sarana pembina
akhlak yang efektif. Kalau kita sandingkan demgan keimnanan seseorang
dalam mengerjakan sholat terasa mudah baginya, sebaliknya seseorang
yang sholat tanpa keimnanan maka akan terasa berat meskipun hanya 5
menit mengerjakannya. Karena iman merupakan pondasi bagi seorang
mukmin.
b) Puasa menurut bahasa puasa berarti imsak atau menahan, berpantang atau
meninggalkan.10 Banyak dari kita yang sudah mengetahui bahwa puasa itu
yang dapat membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga terbenam matahari
diserati niat dan beberapa syarat. Dilihat dari segi penampilan, maka puasa
merupakan amalan batin yang membutuhkan kesabaran dan keikhlasan
serta keimanan, apabila dilaksanakan dengan sepenuhnya tentu akan

8
Hakim, Atang Abdul, Mubarok, Jaih. Metodologi Studi Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2000. Hal 128.
9
Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. Yogyakarta: Pondok Pesantren Al-
Munawwir Krapyak. 1984. Hal 847.
10
Daradjat, Zakiyah. Dasar-Dasar Agama Islam. Bandung: Universitas Terbuka. 1999. Hal 240.

7
membentuk kepribadian seseorang lebih sempurna di samping akan
mendapat ridha dari Allah, sebab puasa melatih jiwa agar bersih dari
perbuatan dosa dan untuk melaksanakan perintah Allah.

Bandingkanlah dengan zakat dalam ajaran Islam, suatu pembayaran harta benda yang
diwajibkan oleh Allah atas keimanan, zakat merupakan ibadat yang diikuti dengan harta. Zakat
ini dibayar dengan hati yang ikhlas, jujur dan rela. Bahkan ada yang bersedia memberikan lebih
banyak dari yang diwajibkan, karena percaya bahwa apa yang diberikannya untuk rnenunaikan
kewajiban kepada Allah, itulah yang kekal, sedang apa yang ada di tangannya mungkin akan
hilang lenyap dengan percuma atau tidak diduga.11

Sedikit hal yang dipaparkan di atas merupakan bagian dari ritual dan amal ibadah yang
bersangkut paut dengan iman, niscahya jika tidak ada keimnana dalam diri seseorang tidak
akan sama sekali mengerjakannya, misal saja puasa yang rela menahan nafsunya hingga
seharian, zakat yang rela mengeluarkan harta nya disamping punya kebutuhan hidup. Tapi
perlu kita ketahui Meskipun tujuan peribadatan adalah untuk mengingat dan memuliakan
Allah SWT, namun perlu ditekankan bahwa kemuliaan dan keagungan Allah tidak bergantung
sedikitpun pada pemuliaan dan pengakuan makhluk-Nya, karena Dia tidak bergantung pada
ciptaan-Nya dan bebas dari segala kebutuhan, tetapi manusia membutuhkan bentuk-bentuk
peribadatan yang berulang untuk menjaga hubungan dengan Tuhannya.

C. Bertambah dan Berkurangya Iman


Pembahasan mengenai iman merupakan pembahasan yang penting bagi seorang muslim, karna
ia menyangkut kebaikan dunia dan akhirat yang mana harus bersandar kepada iman yang benar.
Allah SWT berfirman:

‫س ِن َما كَانُوا‬ َ ً ‫صا ِل ًحا ِم ْن ذَك ٍَر أَ ْو أ ُ ْنثَ ٰى َوه َُو ُمؤْ ِم ٌن فَلَنُحْ يِيَنَّهُ َحيَاة‬
َ ْ‫طيِبَةً ۖ َولَنَجْ ِزيَنَّ ُه ْم أَجْ َر ُه ْم بِأَح‬ َ ‫َم ْن‬
َ ‫ع ِم َل‬
َ‫َي ْع َملُون‬
"Barangsiapa yang mengerjakan amal sholeh, baik laki-laki maupun perempuan
sedangkan ia adalah seorang yang beriman, maka sungguh akan Kami anugerahkan
baginya kehidupan yang indah dan sungguh akan Kami beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. an-Nahl
[16]: 97)

11
Qardhawi, Yusuf. Iman dan Kehidupan. Jakarta: N.V. Bulan Bintang. 1983. Hal 190-193.

8
Perlu ditegaskan iman sebagaimana yang dikatakan oleh para ulama adalah: ucapan
dengan lisan, pembenaran (i’tiqad) dengan hati dan amal dengan anggota badan, yang
bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.12

1. Dalil al-Qur’an dan as-Sunnah Iman itu Bertambah dan Berkurang


Iman bertambah dengan ketaatan. Setiap kali manusia melakukan ketaatan, maka
imannya bertambah. Iman berkurang karena kemaksiatan, di mana setiap kali manusia
melakukan kemaksiatan, maka imannya berkurang.13

Dalam hal ini mereka berdalil dengan dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah.

Dari al-Qur’an, firman Allah,

َ ‫علَي ِہم َءايَ ٰـتُهُ ۥ زَ ادَت ُہم إِي َم ٰـ ً۬نًا َو‬


)٢( َ‫علَ ٰى َربِ ِهم يَت ََو َّكلُون‬ َ ‫ۡ َوإِذَا ت ُ ِليَت‬

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut Nama Allah,
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat ayat-Nya, bertambahlah iman mereka
(karenanya), dan hanya kepada Rabbnyalah mereka bertawakal." (QS.Al-Anfal: 2). Ayat ini
menetapkan bahwa iman itu bertambah. Bila seseorang mendengarkan al-Qur'an, maka
imannya bertambah, (sebaliknya) bila dia menjauh dari alQur'an, maka imannya berkurang.14

۟ ُ‫ورة ٌ فَ ِم ْن ُهم َّمن يَقُو ُل أَيُّ ُك ْم زَ ادَتْهُ ٰ َه ِذ ِٓۦه إِي ٰ َمنًا ۚ فَأ َ َّما ٱلَّذِينَ َءا َمن‬
‫وا فَزَ ادَتْ ُه ْم إِي ٰ َمنًا َو ُه ْم‬ َ ‫س‬ ِ ُ ‫َوإِذَا َما ٓ أ‬
ْ َ‫نزل‬
ُ ‫ت‬
َ‫يَ ْستَ ْبش ُِرون‬

“Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada
yang berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surat ini?"
Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa
gembira.” (QS. at-Taubah: 124). Setiap kali satu surat dari al-Qur'an turun, maka iman mereka
bertambah.

Juga firman Allah,

‫َويَ ْزدَادَ ٱلَّذِينَ َءا َمنُ ٓو ۟ا ِإي ٰ َمنًا‬

“... supaya orang yang beriman bertambah imannya.” (QS. al-Mudatsir: 31)

12
Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, Pejelasan Ringkas Matan Al Aqidah Ath Thahawiyah. Pustaka Sahifa.
hal 222
13
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin. Syarah Lum’atul I’tiqad. Pustaka Sahifa. hal 356
14
Ibid,.

9
Ayat ini jelas menetapkan adanya pertambahan dalam iman seseorang.

Sedangkan berkurangnya iman, sabda Nabi SAW,

َّ
‫إحداكن‬ ‫الحازم ِمن‬
ِ ‫الر ُج ِل‬
َّ ‫ب‬ِ ُ‫َب ِلل‬
َ ‫ِين أذه‬ ِ ‫ما رأَيْتُ ِمن ناقصا‬
ٍ ‫ت عق ٍل ود‬

“Tidak pernah aku melihat yang kurang akal dan agamanya, namun mampu
menghilangkan keteguhan lelaki yang teguh, melebihi kalian wahai para wanita”

Disini Rasulullah SAW menetapkan adanya kurang agama.

Kemudian jika dipastikan bahwa tiada nash berkenaan dengan kebakuan adanya
kekurangan, maka penetapan adanya pertambahan memastikan adanya kekurangan. Maka, kita
katakan, “Setiap nash yang menunjukkan kepada pertambahan iman mencakup penunjukan
kepada adanya kekurangannnya.”15

2. Pendapat Sahabat, Tabiin, dan orang yang mengikuti mereka dengan baik
Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib mengatakan:

‫ من ال صبرله ال إيمان له‬,‫الصبر من اإليمان بمنزلة الرأس من الجسد‬

“Kesabaran pada iman itu tidak ubahnya kepala pada tubuh; barang siapa tidak
bersabar maka ia tidak mempunyai iman.”

Abdullah bin Mas’ud mengatakan

‫ وفقها‬،‫ ويقينا‬،‫اللهم زدنا إيمانا‬

“Ya Allah, tambahkanlah kepada kami keimanan, keyakinan dan pemahaman.”

‘Abdullah bin Abbas, Abu Hurairah, dan Abu Darda mengatakan

‫اإليمان يزيد وينقص‬

“Iman itu bertambah dan berkurang

Waki’ bin al-Jarrah mengatakan,

‫ اإليمان قول وعمل‬:‫اهل السنة يقولون‬

”Ahlus Sunnah mengatakan, ‘iman itu ucapan dan perbuatan.”

15
Syaikh Muhammad al-Utsaimin, Syarah Aqidah Wasithiyah . Darul Falah. hal 677

10
Imam Ahlus Sunnah, Ahmad bin Hanbal mengatakan,

‫ ونقصانه بترك العمل‬،‫ فزيادته بالعمل‬،‫اإليمان يزيد وينقص‬

“Iman itu bertambah dan berkurang; bertambahnya dengan (melakukan) amal, dan
berkurangnya dengan meninggalkan amal”16

Inilah yang dipegang oleh semua Sahabat, Tabiin, dan orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik dari kalangan Muhadditsin, Fuqaha’, para imam agama ini dan orang-
orang yang mengikuti mereka.17

3. Sebab Bertambahnya Iman Ada Empat:


Pertama, ma’rifatullah dengan nama-nama dan sifat-sifatnya, karena semakin
bertambah ma’rifat seseorang kepada Allah dengan nama-nama dan sifat-sifatnya, maka
semakin bertambah pula imannya.

Kedua, melihat ayat-ayat Allah, baik yang kauniyah maupun yang syar’iyah. Allah
berfirman:

‫ت○ َو ِإلَى‬
ْ ‫ص َب‬ َ ‫ت○ َو ِإلَى ْال ِج َبا ِل َكي‬
ِ ُ‫ْف ن‬ ْ ‫ْف ُر ِف َع‬
َ ‫اء َكي‬ َّ ‫ت○ َو ِإلَى ال‬
ِ ‫س َم‬ ْ َ‫ْف ُخ ِلق‬
َ ‫اإل ِب ِل َكي‬ ُ ‫أَفَ ََل َي ْن‬
ِ ْ ‫ظ ُرونَ ِإلَى‬
ْ ‫س ِط َح‬
‫ت‬ ِ ‫○اْل َ ْر‬
َ ‫ض َكي‬
ُ ‫ْف‬ ْ

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan, dan langit,
bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi
bagaimana ia dihamparkan?” (QS. al-Ghasyiyah: 17-20)

Ketiga, memperbanyak ketaatan dan memperbaikinya, karena amal perbuatan termasuk


kedalam kategori iman, jika memang demikian, berarti iman bertambah dengan bertambahnya
amal kebaikan.

Keempat, meniggalkan kemaksiatan dalam rangka mendekatkan diri kepada allah


dengan itu iman seseorang akan bertambah.

4. Sebab Berkurangnya Iman Ada Empat:


Pertama, berpaling dari ma’rifatullah, nama-nama dan sifat-sifat-Nya

16
Atsar ini Diriwayatkan oleh Imam al-Laikai dalam kitabnya, Syarh Ushuul I’tiqad Ahlis Sunnah Wal
Jamaa’ah Minal Kitaab Was Sunnah Wa Ijmaa’ish Shahaabah Wat Taabi’iin, dikutip dari Abdil Hamid al-
Atsari. Panduan Aqidah Lengkap. Terj Ahmad Syaikhu. (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2005) hal 113
17
Abdil Hamid al-Atsari. Panduan Aqidah Lengkap. Terj Ahmad Syaikhu. (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2005)
hal hal 114

11
Kedua, tidak mau melihat ayat-ayat Allah, baik yang kauniyah maupun yang syar’iyah.
Sesungguhnya hal ini memicu kelalaian dan kerasnya hati.

Ketiga, minimnya amal shalih. Hal ini ditunjukkan oleh sabda Nabi SAW tentang
para wanita, Maksud hadits Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:

( ُ‫ساء ) فقُ ْلن‬


ِ ِ‫معشر الن‬
َ َّ
‫إحداكن يا‬ ‫الحازم ِمن‬
ِ ‫الر ُج ِل‬
َّ ‫ب‬ِ ُ‫َب ِلل‬
َ ‫ِين أذه‬ ِ ‫ما رأَيْتُ ِمن ناقصا‬
ٍ ‫ت عق ٍل ود‬
‫ بلى‬: َ‫الر ُج ِل ) قُ ْلن‬
َّ ِ‫نصف شَهادة‬
ِ ‫ ( أليس شَهادة ُ المرأةِ ِمثْ َل‬:‫ ما نقصانُ دِينِنا وعق ِلنا يا رسو َل هللاِ ؟ قال‬:‫له‬
َ ُ ‫ت المرأة ُ لم ت‬
ُ َ‫ص ِل ولم ت‬
‫ص ْم‬ ْ ‫س‬
ِ ‫ت إذا حاض‬ َ ‫ ( فذاك نُقصانُ عق ِلها َأولي‬:‫) قال‬
“Aku tidak pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya paling bisa mengalahkan
akal lelaki yang kokoh daripada salah seorang kalian (kaum wanita).” Maka ada yang bertanya, “Wahai
Rasulullah, apa maksudnya kurang akalnya wanita?” Beliau menjawab, “Bukankah persaksian dua
orang wanita sama dengan persaksian seorang lelaki?” Ditanyakan lagi, “Ya Rasulullah, apa maksudnya
wanita kurang agamanya?” “Bukankah bila si wanita haid ia tidak shalat dan tidak pula puasa?”, jawab
beliau. (Muttafaqun ‘alaih, HR. Bukhari no. 1462 dan Muslim no. 79)

Keempat, melakukan perbuatan maksiat. Hal ini berdasarkan firman Allah

۟ ُ‫علَ ٰى قُلُو ِب ِهم َّما كَان‬


َ‫وا َي ْك ِسبُون‬ َ َ‫كَۡ َّال ۖ َب ْل ۜ َران‬

“Sekali kali tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu
menutupi hati mereka” (QS. al-Muthafifin: 14)

5. Golongan Yang Menyelisihi Pendapat Ahlus Sunnah Wal Jamaah


Golongan yang menyelisihi pendapat Ahlus Sunnah wal Jamaah tentang bertambah dan
berkurangnya iman ada dua golongan: Murjiah di satu pihak, Khawarij dan Mu’tazilah di pihak
yang lain.

Pertama, Murjiah mengatakan, iman tidak bertambah dan berkurang, karena amal
perbuatan bukan termasuk iman, sehingga iman bisa bertambah dengan bertambahnya amal
dan berkurang dengan berkurangnya amal. Iman hanyalah pengakuan hati dan pengakuan itu
tidak bertambah dan berkurang.

Kedua, Khawarij dan Mu’tazilah, mereka berkata bahwa amal perbuatan termasuk
dalam iman dan menjadi syarat bagi tetap adanya iman itu. Maka, barangsiapa melakukan
kemaksiatan berupa dosa besar, maka ia keluar dari iman. Khawarij mengatakan sesungguhnya
dia menjadi seorang yang kafir. Sedang mu’tazilah mengatakan bahwa dia berada pada

12
Manzilah baina Manzilataini (posisi diantara dua posisi). Maka tidak dikatakan mukmin, tidak
pula dikatakan kafir, tetapi dikatakan “keluar dari iman dan tidak masuk ke dalam kekufuran,
sehingga menjadi berada pada manzilah baina manzilataini.18

18
Syaikh Muhammad al-Utsaimin, Syarah Aqidah Wasithiyah . Darul Falah. hal 676

13
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Iman merupakan keyakinan dalam hati yang dituturkan dengan lisan dan diamalkan dalam
perbuatan.
Kufur merupakan ingkar terhadap Allah Swt. baik dengan mendustakan-Nya maupun
tidak. Maka dengan demikian kufur merupakan keadaan di mana seseorang tidak mengikuti
ketentuan syariat yang telah ditetapkan oleh Allah Swt.
Nifaq istilah syara‟ berarti menutupi kekufuran dan memperlihatkan keimanan dan orang
yang melakukannya disebut munafik, yang ucapan dan perbuatannya berbeda, lahirnya berbeda
dengan batinnya.
Fasiq secara menurut al-Jurjani, orang fasik adalah orang yang menyaksikan, tetapi tidak
meyakini dan melaksanakan. Al-Manzhur menjelaskan lebih lanjut fasiq bermakna maksiat,
meninggalkan perintah Allah, dan menyimpang dari jalan yang benar.
Syirik adalah perbuatan menyekutukan Allah, sekalipun orang tersebut mempercayai
adanya Allah. Syirik dibagi dua menurut kualitasnya, 1) Syirik besar, yaitu meyakini adanya
Tuhan selain Allah Swt. 2) Syirik kecil, yaitu melakukan sembahan bukan karena Allah Swt,
tetapi karena manusia. Menurut Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah at-Tuwaijiri, Syirik
yaitu menjadikan sekutu bagi Allah SWT dalam rububiyah, uluhiyah, asma' dan sifat-Nya, atau
pada salah satunya.
Khurafat secara istilah adalah suatu kepercayaan, keyakinan dan ajaran yang
sesungguhnya tidak memiliki dasar dari agama tetapi diyakini bahwa hal tersebut berasal dan
memiliki dasar dari agama.
Tahayul secara istilah adalah kepercayaan terhadap perkara ghaib, yang kepercayaan itu
hanya didasarkan pada kecerdikan akal, bukan didasar pada sumber islam, baik al-Quran atau
as-Sunnah.
Iman kaitannya dengan ibadah merupakan bentuk pengamalan iman itu sendiri dengan taat
dan tunduk serta patuh kepada Allah Swt. dengan menjalankan yang diperintah-Nya, melalui
perkataan maupun perbuatan, baik bersifat lahiriah maupun batiniyah. Seorang yang tidak
memiliki sekecil keimanan dalam diri nya mungkin bisa saja tidak sama sekali perintah
dijalankannya.
Iman bertambah dengan ketaatan. Setiap kali manusia melakukan ketaatan, maka imannya
bertambah. Iman berkurang karena kemaksiatan, di mana setiap kali manusia melakukan
kemaksiatan, maka imannya berkurang.
Golongan yang menyelisihi Ahlu as-Sunnah wal Jamaah terkait bertambah dan
berkurangnya iman ada golongan Murjiah serta golongan Khawarij dan Mu‟tazilah, Murjiah
mengatakan iman tidak bertambah dan berkurang. Sedang Khawarij mengatakan barang siapa
melakukan kemaksiatan berupa dosa besar maka ia keluar dari iman. Adapun Mu‟tazilah
mengatakan ia berada pada Manzilah baina Mazilataini (posisi diantara dua posisi).

14
DAFTAR PUSTAKA
Az-Zandani, Abdul Majid (2016) Ensiklopedi Iman. (Hafizh Muhammad Amin dan Ali
Nurdin, Terjemahan). (Jakarta: PUSTAKA AL-KAUTSAR.)

Ibrahim, Muhammad (2013) Ensiklopedi Islam Al- Kamil. (Jakarta: Darus Sunnah)

Puspitaningrum, Y. (2020) Konsep Iman, Kufur dan Nifaq. Jurnal Penidikan Islam dan Isu-
isu Sosial, Vol. 18 (2), Hal. 38

Muhaimin (1994) Dimensi-dimensi Studi Islam. (Surabaya: Karya Abditama)

Abdul, Atang dkk (2000) Metodologi Studi Islam. (Bandung: Remaja Rosdakarya)

Munawwir Ahmad Warson (1984) Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. (Yogyakarta:


Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak)

Daradjat, Zakiyah. (1999) Dasar-Dasar Agama Islam. (Bandung: Universitas Terbuka)

Al-Utsaimin, Muhammad. Syarah Aqidah Wasithiyah . (Darul Falah)

Al-Atsari, Abdil Hamid (2005) Panduan Aqidah Lengkap. (Ahmad Syaikhu, Terjemahan).
(Bogor: Pustaka Ibnu Katsir)

Qardhawi, Yusuf. (1983) Iman dan Kehidupan. (Jakarta: N.V. Bulan Bintang)

Fauzan, Shalih. Pejelasan Ringkas Matan Al Aqidah Ath Thahawiyah. (Pustaka Sahifa)

Syawal, A. (2016) Sifat-Sifat Fasik dalam Al-Qur’an. (Skripsi, UIN Alaudin Makasar)

Hadi, Khoirul. (2013) Makna Syirik dalam Al-Qur’an (Kajian Tafsir Tematik dan Kaitannya
dengan Fenomena Kehidupan Sekarang. (Skripsi, UIN Sultan Syarif Kasim)

15

Anda mungkin juga menyukai