Oleh:
FAKULTAS PSIKOLOGI
2021
1
DAFTAR ISI
Halaman
2
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang. Berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Kaidah Fiqih dan Ushul Fiqih” ini dengan baik dan
tepat pada waktunya. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang
penuh dengan kedamaian. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pada mata kuliah studi fiqih. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan mengenai kaidah fiqih dan ushul fiqih.
Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada segenap pihak yang telah
berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian makalah ini. Meski demikian, kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna baik dari isi, penyusuan, bahasa, maupun
penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna
menjadi acuan agar kami bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
3
BAB I
I. PENDAHULUAN
4
III. TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN
5
rumusan yang bersifat umum dalam berbagai bidang yang sesuai ruang
lingkupnya.
Kaidah ushul fiqh adalah ilmu yang mengkaji tentang dalil fiqih berupa kaidah
untuk mengetahui cara pengguaannya, mengetahui keadaan orang yang
menggunakannya (muttahid) dengan tujuan mengeluarkan hukum amali ( perbuatan)
dari dalil dalil secara terperinci dan jelas. Secara singkatnya fikih adalah hasil atau
produk, ushul fikih adalah cara (proses) bagaimana memproduksi, sedangkan kaidah
fikih adalah media untuk menata dan mengkaitkan sekaligus merawat produk yang
dihasilkan.
➢ Pertama, kaidah fiqih itu dapat dijadikan sebagai rujukan ahli atau peminat
hukum dalam rangka memudahkan mereka untuk penyelesaian masalah-
masalah fiqih yang mereka hadapi, dengan mengkategorikan masalah-masalah
yang serupa dalam lingkup satu kaidah.
➢ Kedua, sebagai media atau alat untuk menafsirkan nash-nash dalam rangka
penetapan hukum, terutama yang masuk dalam kategori ma lam yu’lam min ad-
din bi ad-dharurah, yaitu hukum-hukum yang tidak diterangkan secara tegas
dalam Al-Qur’an atau Sunnah, karena dalilnya masih bersifat zanni.
➢ Ketiga, fiqih itu sesungguhnya suatu pengetahuan atau kompetensi untuk dapat
melakukan persamaan-persamaan suatu masalah dengan masalah-masalah yang
serupa.
➢ Kaedah fikih akan menolong para penuntut ilmu dalam menyelesaikan masalah
fikih yang masih rancu.
➢ Kaedah fikih dapat menyelesaikan berbagai masalah-masalah baru.
➢ Kaedah fikih sudah dapat dijadikan dalil karena kaedah ini sendiri diambil dari
dalil syari.
6
➢ Cukup mempelajari kaedah fikih yang sifatnya umum, maka berbagai juz
masalah fikih mudah dipahami.
➢ Kaedah fikih akan menolong para qadhi dan para hakim untuk menyelesaikan
berbagai masalah terkini.
➢ Kaedah fikih akan membantu mengaitkan masalah-masalah antar madzhab dan
sebab bisa terjadinya perbedaan pendapat.
➢ Kaedah fikih mengajarkan bagaimana baiknya agama ini karena mengajarkan
kaedah umum, bukan hanya mengurus masalah parsial saja.
Ilmu Ushul Fiqih berfungsi sebagai sebuah metodologi dalam rangka memahami
al Qur’an dan Sunnah dengan benar. Di samping itu, Ilmu Ushul Fiqih sebagaimana
ditegaskan oleh Abd al Karim an Namlah merupakan ilmu yang juga berfungsi untuk
meluruskan kekeliruan dalam memahami nash-nash wahyu –al Qur’an dan Sunnah–
sebagaimana ilmu manthiq dan logika yang berfungsi meluruskan kekeliruan dalam
memaparkan sebuah argumentasi. Ini merupakan fungsi Ilmu Ushul Fiqih secara umum
dalam bangunan ajaran Islam.
Sedangkan manfaat praktis ushul fiqh sangat banyak sekali, diantaranya adalah:
➢ Sebagai benteng pelindung terhadap syariat Islam, karena ushul fiqh menjaga
dalil-dalil syariat dari penyimpangan dan kesalahan dalam isthinbath.
➢ Metode yang memudahkan dalam mengambil kesimpulan hukum (istinbath)
pada masalah-masalah cabang (fiqh) dari sumbernya.
➢ Menghindarkan seseorang menetapkan hukum menurut hawa nafsunya, karena
mengetahui metode dan qaidah isthinbath serta cara berijtihad yang benar. Hal
ini karena bermunculan para mujtahid dengan metode ijtihad yang berbeda-
beda.
➢ Memberikan standar dan syarat-syarat yang harus dimiliki seorang mujtahid,
sehingga ijtihad hanya dilakukan oleh seseorang yang mampu dan tepat. Di
samping itu, bagi masyarakat awam, melalui ushul fiqh mereka dapat
memahami bagaimana para mujtahid menetapkan hukum baik yang disepakati
atau yang diperselisihkan dan pedoman dan norma apa saja yang mereka
gunakan dalam merumuskan hukum-hukum tersebut.
➢ Menentukan hukum melalui berbagai metode yang dikembangkan para
mujtahid, sehingga berbagai persoalan baru yang secara lahir belum ada nash-
7
nya, dan belum ada ketetapan hukumnya di kalangan ulama terdahulu dapat
ditentukan hukumnya.
➢ Memelihara syariat Islam dari penyalahgunaan dalil yang mungkin terjadi.
Melalui ushul fiqh di ketahui mana sumber hukum Islam yang asli yang harus
dipedomani dan mana yang merupakan sumber hukum Islam yang bersifat
sekunder yang berfungsi untuk mengembangkan syari‟at sesuai dengan tempat
dan zamannya.
➢ Menyusun kaidah-kaidah umum yang dapat diterapkan guna menetapkan
hukum dari berbagai persoalan sosial kontemporer yang terus berkembang.
➢ Mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu pendapat pada dalil yang digunakan
dalam berijtiahd, sehingga dapat melakukan tarjih (penguatan) salah satu dalil
atau pendapat tersebut dengan mengemukakan alasan.
➢ Benteng dari perpecahan dan perbedaan pendapat yang lahir dari pemahaman
yang salah terhadap nash.
➢ Sebagai metodologi yang mengakomodir dan menggabungkan antara madrasah
ahl al-hadis dan atsar dan madrasah ahl al-ra’yi yang sebelumnya seakan saling
bertentangan.
➢ Menjelaskan nash-nash yang secara dhahir bertentangan dan kemudian Bisa
mentarjih dan mengambil kesimpulan hukum ketika terjadi kontradiksi diantara
nash-nash tersebut dan membantah pendapat ekstrim dalam hal ini.
➢ Memelihara fiqh Islam dari pendapat yang terlalu longgar dan pendapat yang
terlalu kaku dan jumud.
➢ Menyeru pada ittiba’ (mengikuti) dalil dan meninggalkan ta’ashub madzhab dan
taklid buta. Karena dengannya bisa ditimbang dan di ukur sejauh mana sebuah
pendapat bisa di terima dan di tolak, atau pendapat mana yang lebih tepat yang
bersandar kepada dalil dan kaidah-kaidah dalam ushul fiqh.
Kaidah atau Qawa’id secara bahasa atau etimologi bisa diartikan sebagaisuatu
asas atau dasar dan fondasi, sedangkan kata Fiqhiyah berarti penjenisan atau
pngelompokan. Jadi Qawa’id Fiqhiyah atau Kaidah Fiqh dapat di artikan sebagaidasar-
dasar atau asas-asas yang berkaitan dengan berbagai masalah atau jenis- jenis
fiqh.Pengertian Qawaid Fiqhiyah menurut beberapa ulama dan ilmuwan:
8
➢ Mushthafa az-Zarqa Qawa’id Fiqhiyah diartikan sebagai “Dasar-dasar fiqh yang
bersifat bersifat umum dan ringkas yang berbentuk undang-undang dan berisi
hukum-hukum syara’ yang umum dan terdapat berbagai peristiwa hukum
yangtermasuk dalam ruang lingkup kaidah tersebut.”
➢ Al-TaftazanyQawa’id Fiqhiyah merupakan “Suatu hukum yang bersifat
universalyang dapat diterapkan kepada seluruh bagiannya agar dapat
diidentifikasikanhukum-hukum bagian tersebut darinya.”
➢ Ali Ahmad al-NadwiQawa’id Fiqhiyah adalah “Dasar fiqh yang bersifat
menyeluruh yangmengandung hukum hokum syara’ yang bersifat umum dalam
berbagai babtentang peristiwa peristiwa yang masuk di dalam ruang
lingkupnya.”Dengan demikian dapat disimpulkan bahwasanya pada
hakikatnyaQawa’id Fiqhiyah merupakan sekumpulan kaidah fiqh yang
berbentuk rumusan-rumusan yang bersifat umum dalam berbagai bidang yang
sesuairuang lingkupnya.
Terdapat banyak sekali kaidah fiqhiyah. Namun, kaidah-kaidah yang asasi ada
lima, biasa disebut sebagai al-qawa'id al-fiqhiyah al-khams atau al-qawa'id al-fiqhiyah
al-kubra. Berikut ini ringkasan mengenai lima kaidah fiqhiyah tersebut :
1. Kaidah pertama
األمور بمقاصدها
Dalam hal ini, amalan tergantung kepada niat dalam hal: 1) diterima tidaknya
amalan oleh Allah tergantung pada niatnya, apakah ikhlas karena Allah ataukah tidak,
2) amalan mubah bernilai ibadah ataukah tidak, 3) untuk membedakan perbuatan biasa
(adat) dengan ibadah, 4) untuk membedakan ibadah yang satu dengan ibadah yang
lainnya.
9
1) Duduk di masjid bisa jadi sekadar untuk beristirahat atau dengan tujuan untuk i'tikaf,
tergantung niatnya.
2) Memberi harta kepada orang lain bisa jadi untuk zakat, atau kafarah, atau sekadar
sedekah biasa, tergantung niatnya.
3) Menyembelih binatang bisa jadi untuk ibadah kurban, atau aqiqah, atau sekadar untuk
makan-makan biasa, tergantung niatnya.
Contoh penerapan kaidah ini untuk membedakan ibadah yang satu dengan
ibadah yang lainnya:
1) Sholat empat rakaat bisa jadi sholat zhuhur atau sholat asar, tergantung niatnya.
2) Sholat dua rakaat di waktu shubuh bisa jadi sholat shubuh atau sholat sunnah sebelum
shubuh, tergantung niatnya.
3) Puasa bisa jadi puasa qadha' atau puasa sunnah, tergantung niatnya.
2. Kaidah kedua:
(Keyakinan tidak hilang oleh keraguan, atau: keyakinan tidak bisa dihilangkan oleh
keraguan)
Diantara dalilnya adalah hadits tentang orang yang ragu-ragu apakah telah buang angin
dalam sholatnya, dimana Rasulullah saw bersabda:
ِ فلم يَد ِْر كم صلى ثالثا أم أربعا؟ َف ْليَ ْط َر،إذا شك أ َحدُكم في صالته
ْ ح الشك َو ْليَب ِْن على ما ا
َست َ ْيقَن
"Jika salah seorang kalian ragu-ragu dalam sholatnya dan dia tidak tahu apakah dia
sudah sholat tiga atau empat rakaat, maka hendaklah dia buang keraguannya dan
menetapkan hatinya atas apa yang ia yakini." Contoh penerapan kaidah ini adalah
sebagaimana yang disebutkan dalam kedua hadits diatas.
10
3. Kaidah ketiga:
"Allah menginginkan kemudahan buat kalian dan tidak menginginkan kesulitan buat
kalian."
"Dan tidaklah Allah jadikan atas kalian dalam agama ini suatu kesukaran."
س ْمحَة
َّ بعثت بالحنيفية ال
"Sesungguhnya aku diutus dengan membawa agama yang lurus dan mudah (lapang)."
Contoh dari kaidah ini adalah berbagai macam rukhshah (kemudahan) dalam
ibadah bagi mereka yang memiliki kesempitan atau kesulitan, seperti sholat qashar bagi
musafir, sholat dengan duduk atau berbaring bagi orang yang sakit, qadha' puasa bagi
musafir dan yang sakit, dan membayar fidyah bagi orang yang sudah tidak lagi sanggup
berpuasa.
4. Kaidah keempat:
الضرر يُزال
"Janganlah memberikan madharat kepada orang lain dan juga diri kalian sendiri."
11
Diantara contoh penerapan kaidah ini adalah:
1) Haramnya makanan yang diharamkan menjadi hilang jika seseorang tidak mendapati
satu makanan pun kecuali itu dan jika ia tidak memakannya maka ia akan mati.
5. Kaidah kelima:
العادة ُم َحكَّمة
"Apa yang kaum muslimin menganggapnya baik maka ia di sisi Allah juga baik."
Contoh penerapan kaidah ini adalah penetapan masa haidh, kadar nafkah,
kualitas bahan makanan untuk kafarah, dan sahnya akad jual beli tanpa ucapan eksplisit
"aku jual" dan "aku beli" dalam sistem jual beli modern.
12
Dasar kaidah ini para ulama mengambil dari ayat al-Qur’an yang berbunyi:
”Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala
dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya
pahala akhirat.”(QS. Ali-Imran: 145)
Kaidah ini berarti bahwa keyakinan yang sudah mantap atau yang sealur
dengannya, yaitu sangkaan yang kuat, tidak dapat dikalahkan oleh keraguan yang
muncul sebagai bentuk kontradiktifnya, akan tetapi ia hanya dapat dikalahkan oleh
keyakinan atau asumsi yang kuat yang menyatakan sebaliknya.
Contoh: Kalau misalkan kita mau melakukan sholat, tapi kita masih ragu apakah
kita masih punya wudhu’ atau tidak, maka kita harus berwudhu’ kembali, akan tetapi
kalau kita yakin kita masih punya wudhu’, kita langsung sholat saja itu sah, meski pada
kenyataannya wudhu’ kita telah batal.
13
Dasar kaidah ini para ulama mengambil dari ayat al-Qur’an yang berbunyi:
Contoh: kalau misalkan ada pohon besar dengan buah yang banyak yang mana
buah tersebut sering jatuh dan sering mengenai kepala orang yang lewat dibawahnya
hingga ada yang harus dibawa ke rumah sakit, maka dengan beracuan pada kaidah ini
pohon tersebut harus di tebang.
Adat yang dimaksudkan kaidah Ushul fiqh diatas mencakup hal yang penting,
yaitu : di dalam adapt ada unsur berulang-ulang dilakukan, yang dikenal sebagai sesuatu
yang baik. Contoh: ketika di suatu tempat ada suatu kebiasaan, yang mana kebiasaan
tersebut telah mendarah daging, maka dengan sendirinya kebiasaan tersebut akan
menjadi hukum, misalkan kebiasaan petik laut, kalau ada masyarakat pesisir yang tidak
melakukan petik laut tersebut, maka dia akan dikucilkan oleh masyarakat setempat.
Dalam masalah muamalat, adat kebiasaan bisa dijadikan dasar hukum, dengan
syarat adat tersebut diakui dan tidak bertentangan dengan ketentuan – ketentuan umum
yang ada dalam syara’. Kaidah ini didasarkan kepada hadis Nabi SAW:
Adapun dalam ushul fiqh terdapat 40 kaidah umum. Dan dalam makalah ini akan
dibahas 10 kaidah yang telah diambil dari 20 kaidah pertama yang sesuai dengan
muamalah, yaitu:
• Kaidah 1
(Mengutamakan orang lain dalam urusan ibadah adalah makruh dan dalam urusan selain
ibadah adalah disenangi)
Dasar kaidah ini para ulama mengambil dari ayat al-Qur’an yang berbunyi:
Contoh: Air terbatas, kesempatan wudlu ada, justru air diberikan kepada orang lain
sehingga ia tidak bias mengerjakan shalat. Pengutamaan kepada orang lain yang seperti
ini haram hukumnya karena menyebabkan dirinya sendiri meninggalkan yang wajib.
Contoh yang lainnya adalah: mendahulukan orang lain dalam menerima zakat.
• Kaidah 2
ت
ِ شبُهَا ُ ُ سق
ُّ ط بِال ْ َ( ال ُحد ُْو ُد يHukuman itu gugur sebab adanya subhat)
ت
ِ شبُهَا
ُ ِإد َْرؤُاال ُحد ُْو ُد ِبال
Contoh: Orang yang berhubungan seks dengan wanita lain yang disangka istrinya itu
tidak bisa di had. Contoh yang lainnya adalah: Orang yang menikah menggunakan dua
pendapat seperti: kontrak atau mut’ah itu juga tidak bisa di had.
ت
ِ شبُهَا ُ ُسق
ُ ط ِبال ْ َ ارةُت
َ َّال َكف
15
Contoh: orang melakukan persetubuhan pada waktu puasa ramadhan karena lupa, tidak
wajib membayar kafarat.
• Kaidah 3
( الح َِري ُم لَ ُه ُح ْك ُم َماه َُو ح َِريم لَهYang mengelilingi larangan hokum nya sama dengan yang
dikelilingi)
“Yang halal telah jelas dan yang haram telah jelas dan diantara keduanya ada masalah-
masalah mutasyabihat (yang tidak jelas hukumnya), yang kebanyakan orang tidak
mengetahui hukumnya….” (HR. Bukhori dan Muslim)
• Kaidah 4
ان
ِ ض َم ُ ( ال ُخ ُر ْوBerhak mendapatkan hasil disebabkan keharusan mengganti kerugian)
َّ ج بِال
• Kaidah 5
“Maka barang siapa menjaga diri dari syubhat, maka ia telah mencari kebersihan untuk
agama dan kehormatannya”
• Kaidah 6
ُ ص الَتُنَا
ِط ِبالشَّك َ الر ْخ
ُّ (Keringanan itu tidak untuk hal-hal yang meragukan)
• Kaidah 7
16
ِ سؤَا ُل ُم َعاذ فِى اْلج ََوا
ب ُّ ( الPertanyaan itu diulangi dengan jawaban)
Contoh: Jika ada seorang berkata aku jual barang ini dengan harga seribu, lalu ada orang
lain menjawab: aku beli, itu berarti membeli dengan harga seribu.
• Kaidah 8
ساكِت َق ْول
َ ب اِلَى َ ( الَيُ ْنSuatu pendapat tidak disandarkan kepada yang diam)
ُ س
Contoh: Jika seorang ditawari ijab dalam transaksi jual beli lalu dia diam, maka sikap
diamnya serta-merta tidak dapat diartikan sebagai menerima transaksi tersebut (qabul).
• Kaidah 9
ْ ( َماكَانَ اَ ْكثَ َر ِف ْعالً كَانَ اَ ْكث َ َر ِفPerkara yang banyak pekerjaannnya, maka banyak pula
ًضال
pahalanya)
Contoh: Shalat witir terpisah itu lebih utama daripada disambung.[11]Sebab dengan
diputusakan tambah niat, takbir dan salam.
• Kaidah 10
َ ( ال ُمتَعَ ِدى اَ ْفPerbuatan yang mencakup kepentingan orang lain lebih utama
ِ َض ُل مِ نَ اْلق
اص ِر
dari pada hanya terbatas untuk kepentingan sendiri)
Menurut Imam Asy-Syafi’I, mencari ilmu itu lebih utama daripada sholat sunat,
karena mencari ilmu akan bermanfa’at kepada orang banyak, sedangkan sholat sunat itu
manfa’atnya hanya pada diri sendiri. Contoh yang lainnya adalah: Menurut para ulama’
bahwa orang yang kelewat batas itu lebih baik dari pada orang yang sembrono).
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fiqih diartikan sebagai ilmu yang berisi tentang hukum-hukum syara’ yang
bersifat amaliyah atau praktis yang digali dari berbagai dalil yang terperinci. Ushul
al-Fiqh ialah kaidah-kaidah yang dipergunakan untuk mengeluarkan hukum dari
dalil-dalinya, dan dalil-dalil hukum (kaidah-kaidah yang menetapkan dalil-dalil
hukum).Sedangkan Qawa’id Fiqhiyah merupakan sekumpulan kaidah fiqh yang
berbentuk rumusan-rumusan yang bersifat umum dalam berbagai bidang yang
sesuai denganruang lingkupnya. Salah satu hal yang membedakan antara fiqh dan
ushul fiqh adalahterketak pada objek kajiannya, ushul fiqh terkait dengan ketentuan
syara’, sumber-sumber dan dalil hukum, dll. Sedangkan fiqh objeknya perbuatan
manusia yang bersifat praktis berupa perintah, larangan, anjuran, pilihan, maupun
ketentuan sebab akibat.
Qawaid Fiqhiyah, Qawaid Ushuliyah, fiqih dan ushul fiqh tidak
dapatdipisahkan antara satu dengan yang lainnya karena ke empat hukum ini selalu
berkaitan antara satu dengan yang lainnya . qawa’id al-fiqhiyyah terkadang
selalumenopang qawaid ushuliyyah, begitu juga fiqh dan ushul fiqh. Ilmu fiqih
mempunyaihubungan erat dengan qawa’id al- fiqhiyah karena kaedah al-fiqhiyah
merupakankunci berpikir dalam pengembangan dan seleksi hukum fiqih. Dengan
bantuanqawa’id al fiqhiyah semakin tampak jelas semua permasalahan hukum baru
yangtumbuh ditengah-tengah masyarakat dapat ditampung oleh syari’at Islam dan
denganmudah serta cepat dapat dipecahkan permasalahannya.
B. Saran
Saran yang dapat penyusun berikan yakni perlunya bagi kita umat Islam
untuk terus mengkaji ilmu-ilmu khususnya Ilmu Agama. Kami harap makalah ini
dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan pembaca. Serta diharapkan, dengan
diselesaikannya makalah ini, baik pembaca maupun penyusun dapat memahami
lebih dalam kaidah-kaidah fiqih dan ushul fiqih.
18
DAFTAR PUSTAKA
Mubarok, Jaih. 2002. Kaidah Fiqh (Sejarah dan Kaidah Asasi). Jakarta: PT
RajaGrafindoPersada
19