Anda di halaman 1dari 16

Makalah Psikologi Abnormal

Pengertian Dan Ruang Lingkup Psikologi Abnormal

Dosen pengampu : Muhammad Jamaluddin, M.Si

Disusun oleh :

1. Muhammad Charismawan (200401110011)

2. Ahmad Syaifulloh (200401110033)

3. Vivi Nur Khalimah (200401110003)

4. Revy Arifah Fatikhahsari (200401110045)

Kelas : A

Jurusan : Psikologi

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM

JL. GAJAYANA NO. 50, MALANG

TAHUN AKADEMIK 2022-2023


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat serta hidaya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan
judul” pengertian dan ruang lingkup psikologi abnormal” Makalah ini disusun sebagai
salah satu syarat untuk mengerjakan tugas kelompok.

Dalam meyusun Makalah ini, penulis banyak mendapatkan masukan dan dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karna itu, rasa terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan
kepada :

a. Muhammad Jamaluddin, M.Si selaku dosen Metode Penelitian Kuantitatif yang telah
memberi izin untuk menyusun Makalah ini.
b. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu sehingga
terselesaikan Makalah ini.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, hal ini di
karenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis. Untuk itu, penulis sangat
menantikan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Akhirnya penulis
berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis dan generasi selanjutnya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Malang,15 Februari 2022

Penulis

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………… i-ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………. iii-iv

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar belakang………………………………………………………….. 1

B.Rumusan masalah……………………………………………………….. 1

C Tujuan……………..…………………………………………………….. 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Abnormal…………………………………….........….………
B. Abnormalitas Perspektif Historis dan Kontemporer...............................
C. Konsep Normal-Abnormal…………………………………………......
D. Model/Bentuk Perilaku Abnormal………..……………………………..
E. Penyebab Perilaku Abnormal…………………………………………...

BAB III PENUTUP

4.1 kesimpulan……………………………………………………………

Daftar Pustaka………………………………………………………………….
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang
Manusia dan tingkah lakunya memiliki banyak keunikan. Tingkah laku yang
muncul memberikan dampak bagi dirinya sendiri dan juga orang lain. Sebagian
memberikan manfaat dan sebagaian yang lain memberikan manfaat dan sebagian yang lain
memberikan mudharat(efek samping negative). Setiap dari masing-masing tingkah laku
yang muncul, memiliki sebab yang berbeda-beda dan dikategorisasikan dalam dua
kategori besar, yakni tingkah laku yang normal dan abnormal.
Standar dari tingkah laku normal dalah bentuk tingkah laku yang
adekuat(serasi,tepat) yang bisa diterima oleh masyarakat pada umumnya. Tingkah laku
pribadi yang normal tersebut ialah: sikap hidup atau memiliki attitude sesuai dengan pola
kelompok masyarakat tempat individu berada, sehingga tercapai satu relasi interepersonal
dan intersosial yang memuaskan. Pribadi yang normal, secara relative dekat dengan
integrase jasmaniah dan rohaniah yang ideal, kehidupan psikis bersifat stabil, tidak banyak
memendam konflik batik, tenang, dan jasmaninya sehat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian definisi abnormal
2. Apa itu abnormalitas perspektif pistoris dan kontemporer
3. Apa saja konsep normal-abnormal
4. Apa saja mode/bentuk perilaku abnormal
5. Apa saja penyebab perilaku abnormal
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang pengertian abnormal
2. Untuk mengetahui tentang abnormalitas perspektif dan kontemporer
3. Untuk mengetahui konsep normal-abnormal
4. Untuk mengetahui mode/bentuk perilaku abnormal
5. Apa saja penyebab perilaku abnormal
BABII
Pembahasan
A. Definisi Abnormal
Psikologi abnormal adalah bagian atau cabang dari bidang ilmu psikologi yang
secara khusus ditujukan untuk memahami perilaku abnormal yang terjadi pada manusia.
Selain itu, dalam cabang ilmu ini juga dipelajari cara-cara tertentu untuk membantu
menangani kasus abnormalitas. Tidak hanya sekedar membahas mengenai gangguan
perilaku dan psikologi, lebih jauh psikologi abnormal banyak didasari dan dikaitkan
dengan studi medis.
Perilaku Abnormal adalah kondisi emosional seperti kecemasan dan depresi yang
tidak sesuai dengan situasinya. Perilaku Abnormal terdiri dari dua kata yaitu Perilaku dan
Abnormal, Perilaku menurut kamus bahasa Indonesia adalah tingkah laku seorang
manusia/ sikap seorang manusia, sedangkan Abnormal dapat didefinisikan sebagai hal
yang jarang terjadi (seperti kidal) atau penyimpangan dari kondisi rata-rata (seperti tinggi
badan yang ekstrem). Abnormalitas umumnya ditentukan berdasarkan munculnya
beberapa karakteristik sekaligus dan definisi terbaik untuk ini menggunakan beberapa
kareakteristik Kejarangan statistik, Pelanggaran norma, distress pribadi, ketidakmampuan
atau disfungi, dan repons yang tidak diharapkan (unexpectedness).
Sumber lain mengatakan Perilaku abnormal adalah perilaku yang menyimpang
dari norma sosial. Karena setiap masyarakat mempunyai patokan atau norma tertentu,
untuk perilaku yang sesuai dengan norma maka dapat diterima, sedangkan perilaku yang
menyimpang secara mencolok dari norma ini dianggap abnormal. sehingga perilaku yang
dianggap normal oleh suatu masyarakat mungkin dianggap tidak normal oleh masyarakat
lain, jadi gagasan tentang kenormalan atau keabnormalan berbeda dari satu masyarakat
lain dari waktu ke waktu dalam masyarakat yang sama.
Perilaku Abnormal yang terjadi pada kondisi emosional biasa terjadi kapan saja dalam
kehidupan manusia, Mereka kadang-kadang bisa terjadi dan sudah terjadi dalam
kehidupan orang lain.Sebuah masalah emosional dapat menyebabkan seseorang
mengalami gangguan secara mental dan fisik.
Perilaku abnormal adalah kekalutan mental & melampaui titik kepatahan mental =
dikenal sebagai nervous breakdown. (get mental breakdown). Sepanjang sejarah budaya
barat, konsep perilaku abnormal telah dibentuk, dalam beberapa hal, oleh pandangan dunia
waktu itu. Contohnya, masyarakat purba menghubungkan perilaku abnormal dengan
kekuatan supranatural atau yang bersifat ketuhanan. Para arkeolog telah menemukan
kerangka manusia dari Zaman Batu dengan lubang sebesar telur pada tengkoraknya. Satu
interpretasi yang muncul adalah bahwa nenek moyang kita percaya bahwa perilaku
abnormal merefleksikan serbuan/invasi dari roh-roh jahat.
Mungkin mereka menggunakan cara kasar yang disebut trephination--menciptakan
sebuah jalur bagi jalan keluarnya roh tertentu. Pada abad pertengahan kepercayaan tersebut
makin meningkat pengaruhnya dan pada akhirnya mendominasi pemikiran di zaman
pertengahan. Doktrin tentang penguasaan oleh roh jahat meyakini bahwa perilaku
abnormal merupakan suatu tanda kerasukan oleh roh jahat atau iblis. Rupanya, hal seperti
ini masih dapat dijumpai di negara kita, khususnya di daerah pedalaman. Kita pernah
saksikan tayangan televisi yang mengisahkan tentang seorang ibu dirantai kakinya karena
dianggap gila. Oleh karena keluarga meyakini bahwa sang ibu didiami oleh roh jahat, maka
mereka membawa ibu ini pada seorang tokoh agama di desanya. Dia diberi minum air
putih yang sudah didoakan. Mungkin inilah gambaran situasi pada abad pertengahan
berkaitan dengan penyebab perilaku abnormal.
Lalu apa yang dilakukan waktu itu? Pada abad pertengahan, para pengusir roh jahat
dipekerjakan untuk meyakinkan roh jahat bahwa tubuh korban yang mereka tuju pada
dasarnya tidak dapat dihuni. Mereka melakukan pengusiran roh jahat (exorcism) dengan
cara, misalnya: berdoa, mengayun-ayunkan tanda salib, memukul, mencambuk, dan
bahkan membuat korban menjadi kelaparan. Apabila korban masih menunjukkan perilaku
abnormal, maka ada pengobatan yang lebih kuat, seperti penyiksaan dengan peralatan
tertentu.
Keyakinan-keyakinan dalam hal kerasukan roh jahat tetap bertahan hingga
bangkitnya ilmu pengetahuan alam pada akhir abad ke 17 dan 18. Masyarakat secara luas
mulai berpaling pada nalar dan ilmu pengetahuan sebagai cara untuk menjelaskan
fenomena alam dan perilaku manusia. Akhirnya, model-model perilaku abnormal juga
mulai bermunculan, meliputi model-model yang mewakili perspektif biologis, psikologis,
sosiokultural, dan biopsikososial.
B. Abnormalitas Perspektif Historis Dan Kontemporer

Abnormalitas perspektif historis dan kontemporer ada 4 fase dimulai dari masa
demonologi awal. para arkeolog menemukan kerangka manusia Zaman batu dengan lubang
sebesar telur pada tengkoraknya. interpretasi yang muncul terhadap lubang tersebut adalah
bahwa nenek moyang kita di zaman prasejarah percaya bahwa perilaku abnormal
merefleksikan adanya pengaruh dan serangan dari roh-roh jahat. Menggunakan teknik yang
disebut trephination yaitu menciptakan sebuah jalur melalui tengkorak sebagai jalan keluar
bagi roh jahat tersebut.
tahap kedua fisiologi awal gangguan mental. masa roma & yunani kuno abad ke 5 SM.
Hippocrates (bapak kedokteran; penemu ilmu medis modern) memisahkan ilmu medis dari
agama, magic dan tahayul. ia menolak keyakinan yang berkembang pada masa Yunani itu
bahwa Tuhan (dewa) mengirimkan penyakit fisik dan gangguan mental sebagai bentuk
hukuman. beberapa asumsi pada masa fisiologi awal gangguan mental:
1. hipocrates menjelaskan tentang pentingnya otak dalam mempengaruhi pikiran,
perilaku dan emosi manusia.
2. otak adalah pusat kesadaran, pusat intelektual dan emosi. sehingga jika cara berpikir
dan perilaku seseorang menyimpang atau terganggu berarti ada suatu masalah pada
otaknya (otaknya terganggu).
3. iya merupakan pelopor somatogenesis suatu ide yang menyebutkan bahwa kondisi
soma (tubuh) mempengaruhi pikiran dan perilaku individu.
4. jika soma (tubuh) seseorang terganggu, maka pikiran dan perilakunya juga akan
terganggu.

hippocrates lebih percaya pada hal-hal yang bersifat natural daripada supranatural. iya percaya
bahwa suatu pola hidup tertentu akan mempengaruhi kesehatan otak dan tubuh. dia juga
mengklasifikasikan gangguan mental ke dalam tiga kategori yaitu:
1. MANIA untuk mengacu pada kegembiraan yang berlebihan.
2. Melancholia untuk menandai depresi yang berlebihan.
3. Frenitis (demam/peradangan otak) untuk menandai bentuk perilaku aneh.

tahap ke tiga Zaman kegelapan (the dark age). kematian Galen (130-200 M), sebagai dokter
terakhir pada masa klasik Yunani menandai dimulainya zaman kegelapan bagi dunia medis
dan bagi perawatan serta studi tentang perilaku abnormal. pada zaman pertengahan dan
Renaissance (400-1500 M), kalangan gereja dan Kristen meluaskan pengaruhnya. gangguan
mental kembali dihubungkan dengan pengaruh spiritual dan supranatural (demonologi).
Renaisance bermula di Italia pada tahun 1400-an dan menyebar secara berangsur-
angsur ke seluruh Eropa. zaman ini dianggap sebagai peralihan dari dunia pertengahan menuju
dunia modern. ironisnya ketakutan akan penyihir juga mengalami peningkatan, terutama pada
akhir abad ke-15 sampai akhir abad ke-17. pembangunan Asylum (tempat rehabilitasi) setelah
abad pertengahan. pada abad 15 dan 16. di Eropa mulai dilakukan pemisahan dengan serius
antara penderita gangguan mental dari kehidupan sosialnya. di sana dibangun suatu tempat
penampungan yang disebut asylum. di Asylum itu ditampung dan dirawat penderita gangguan
mental dan para gelandangan. mereka dibiarkan untuk tetap bekerja dan tidak diberi suatu
aturan hidup yang jelas.
tahap keempat Gerakan reformasi: The insane as sick konsep baru tentang gangguan
dan penyakit mental muncul dalam revolusi Amerika dan Perancis sebagai bagian dari proses
pencerahan (renaisans) bidang rasionalisme humanisme dan demokrasi politik. orang gila
(insane) kemudian dianggap sebagai orang sakit (the insane at sick). chiarugi di Italia dan
Muller di Jerman menyuarakan tentang treatment rumah sakit yang lebih humanis. Tetapi
perwujudan konsep baru dalam bidang ini dipelopori oleh Philippe pinel (1745 sampai 1826).
pinel kemudian memulai pekerjaannya di asylum di Paris yang bernama La Bicetre pada tahun
1793. kemudian pada tahun 1795 dia ditempatkan di salpetriere (rumah sakit jiwa wanita).
iya membebaskan pasien dari ikatan rantai dan palsu kemudian memperlakukannya sebagai
seorang yang sakit dan tidak diperlakukan sebagai seekor hewan.
final berpendapat bahwa rumah sakit seharusnya merupakan tempat untuk treatment bukan
untuk mengurung. menurutnya, pasien gangguan mental pada dasarnya adalah orang normal
yang selayaknya di dekati dengan perasaan iba, memahami mereka serta diperlakukan sesuai
dengan martabatnya sebagai individu. pinel juga menentang adanya hukuman dan pengusiran
bagi para penderita gangguan mental. dalam kontemporer ada 3 prespektif.

1. perspektif biologis.
seorang dokter dari Jerman wilhelm griesinger (1817-1868) menyatakan bahwa
perilaku abnormal berakar pada penyakit di otak. pandangan ini mempengaruhi dokter
Jerman lainnya, Emil kreapelin (1856-1926), yang menulis buku teks penting dalam
bidang psikiatri pada tahun 1883 di mana menghubungkan gangguan mental dengan
penyakit fisik. mereka berusaha menjelaskan bahwa penyebab perilaku abnormal itu
berdasarkan kerusakan biologis atau abnormalitas yang mendasarinya, bukan roh jahat.
menurut model medis, orang yang berperilaku abnormal menderita penyakit atau
gangguan mental yang dapat diklasifikasi sebagaimana penyakit fisik, berdasarkan
penyebab dan sintom khusus dari masing-masing gangguan.

2. perspektif psikologis
Meskipun model medis mempunyai pengaruh pada abad ke-19, terdapat sejumlah
orang yang meyakini bahwa faktor organis semata tidak dapat menjelaskan berbagai
bentuk perilaku abnormal. Di Paris, seorang neurolog yang sangat disegani, Jean-Martin
Charcot (1825-1893), melakukan eksperimen dengan penggunaan hipnosis (hypnosis)
dalam menangani histeria, suatu kondisi di mana orang-orang datang dengan simtom-
simtom fisik seperti kelumpuhan atau mati rasa yang tidak dapat dijelaskan oleh berbagai
macam penyebab fisik yang mendasari.
Namun Charcot dan rekan-rekannya menunjukkan bahwa simtom-simtom tersebut
dapat dihilangkan dari tubuh pasien histeria atau benar-benar dimunculkan pada tubuh
pasien normal melalui sugesti hipnosis. Di antara mereka yang menghadiri demonstrasi
Charcot terdapat seorang dokter muda dari Austria bernama Sigmund Freud (1856-1939).
Freud berpikir bahwa apabila simtom-simtom histeria dapat dihilang-kan atau
dimunculkan melalui hipnosis—sekedar "saran tentang ide"—maka simtom tersebut
semestinya me-miliki sumber yang bersifat psikologis. la menyimpulkan bahwa apapun
faktor psikologis yang menyebabkan histeria, faktor-faktor itu pasti terletak di luar area
kesadaran. Hal ini merupakan ide penting yang mendasari perspektif psikologis pertama
mengenai perilaku abnormal—model psikodinamika (psychodynamic model).

3. perspektif sosiokultural
Teoritikus sosiokultural meyakini bahwa kita harus mempertimbangkan konteks-
konteks sosial yang lebih luas dimana suatu perilaku muncul untuk memahami akar dari
perilaku abnormal.
Mereka meyakini bahwa penyebab perilaku abnormal mungkin dapat ditemukan pada
kegagalan masyarakat dan bukan pada kegagalan orangnya. Masalah-masalah psikologis
bisa jadi berakar pada penyakit sosial masyarakat, seperti kemiskinan, perpecahan sosial,
diskriminasi ras dan gender, serta hilangnya kesempatan ekonomi.

C. Konsep Normal-Abnormal

Konsep Normal World Health Organization (WHO) mendefinisikan sehat/normal


sebagai keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial secara penuh. Sedangkan psikiater
Karl Meninger menyatakan bahwa orang yang sehat mental/normal adalah mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan, mampu menahan diri, menunjukan kecerdasan,
berperilaku dengan menenggang perasaan orang lain dan sikap hidup yang Bahagia.
Orang-orang yang sehat/normal memiliki ciri-ciri yaitu:

Aspek Ciri Perilaku

Sikap terhadap Menunujukan penerimaan diri, memiliki jati diri positif,


diri sendiri memiliki nilai yang realistic terhadap berbagai kelebihan dan
kekurangan diri.

Persepsi Memiliki pandangan yang realistic terhadap diri dan dunia, baik
terhadap orang maupun benda di sekelilingnya.
realitas

Integrase Berkepribadian utuh, bebas dari konflik batin yang


melumpuhkan, memiliki toleransi yang baik terhadap strees.

Kompetensi Memiliki kompetensi fisik, intelektual, emosional, dan sosial


yang memadai untuk mengatasi berbagai masalah hidup.

Otonomi Memiliki kemandirian, tanggung jawab, dan penentuan diri


yang memadai.
Pertumbuhan Menunjukan kecenderungan kea rah semakin matang,
aktualisasi diri kemampuan berkembang, mencapai pemenuhan diri sebagai
pribadi.

Konsep Abnormal Beberapa kriteria untuk menemukan abnormalitas, Yaitu:

1. Perilaku yang tidak biasa


Kriteria ini sering digunakan untuk menentukan abnormalitas. Akan tetapi kriteria ini
belum cukup kuat untuk menentukan perilaku seseorang itu abnormal atau tidak.
2. Perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial
Setiap lingkungan sosial atau masyarakat memiliki norma yang menetukan apakah suatu
perilaku dapat diterima(dipandang normal) atau tidak diterima(dipandang abnormal).
Namun norma tersebut adalah relative, bukan mengandung kebenaran yang universal.
Maksudnya adalah norma yang berlaku dalam satu masyarakat dapat berbeda dalam
masyarakat yang lain. Missal perilaku seksual dari kaum gay, merupakan perilaku seksual
yang menyimpang menurut masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia
pada umumnya belum dapat menerima kaum tersebut. Namun masyarakat dibelanda tidak
melihat perilaku seksual kaum gay sebagai suatu perilaku seksual yang menyimpang.
Sehingga masyarakat dapat menerima kaum tersebut dalam keseharianya.
3. Persepsi atau interpretasi yang salah terhadap realitas
Sistem pengolahan dan pemrosesan informasi di dalam otak memampukan kita untuk
melihat atau menangkap suatu objek dan membentuk gambaran mental yang tepat terhadap
dunia sekitar. Namun ada sebagaian orang yang melihat/mendengar sesuatu yang tidak ada
objeknya(halusinasi) atau memiliki ide-ide yang tidak mendasar (delusi). Orang-orang
yang mengalami hal ini akan dianggap memiliki gejala gangguan mental.
4. Orang-orang dengan stress yang signifikan
Orang yang mengalami stress karena gangguan emosi(cemas,takut,depresi) dapat
dianggap abnormal, namun sebaiknya kita tidak terburu-buru menilai orang yang depresi
itu sebagai orang yang abnormal. Mengapa? Stress terkadang merupakan respon yang
sesuai dengan situasi tertentu. Missal A mengalami depresi karena suaminya meninggal.
Respon yang dialami A adalah respon yang sangat wajar. Justru menjadi tidak
wajar/abnormal jika A tidak menunjukan respon pada kondisi tersebut ataupun
menunjukan respon tersebut dalam jangka waktu yang sangat lama, sehingga A tidak
mampu untuk berfungsi kembali dalam hidup sehari-hari.
5. Perilaku maladaptive
Perilaku yang membatasi kemampuan untuk berfungsi dalam peran yang diharapkan atau
untuk beradaptasi denga lingkungan dapat disebut abnormal. Missal agoraphobia yaitu
perilaku yang ditandai oleh rasa takut yang sangat kuat ketika berada dalam area public.
Perilaku ini dapat disebut abnormal keran perilaku tersebut tidak umum dan merusak
kemampuan individu untuk menyelesaikan tanggung jawab di tengah-tengah masyarakat.
6. Perilaku berbahaya
Perilaku yang membahayakan bagi diri sendiri maupun bagi orang lain dapat dianggap
abnormal, missal perilaku agresi seperti, perilaku berkelahi secara massal(tawuran),
perilaku bunuh diri, perilaku oengerusakan bangunan/tempat secara anarkis.

Beberapa istilah tentang perilaku abnormal

➢ Perilaku Maladaptif, meliputi setiap perilaku yang mempunyai dampak merugikan bagi
individua tau masyarakat, seperti apatis, prasangka rasa tau golongan.
➢ Gangguan Mental, menunjuk pada semua bentuk perilaku abnormal, mulai dari yang
ringan sampai yang berat.
➢ Psikopatalogi, merujuk pada kajian tentang perilaku abnormal atau gangguan mental.
➢ Penyakit Jiwa, mencakup gangguan yang melibatkan patalogi otak atau disorganisasi
kepribadian yang parah. Gangguan perilaku, merujuk pada gngguan-gangguan yang
disebabkan oleh proses belajar yang tidak semestinya, missal gagal mencintai lawan jenis,
gagal memiliki konsep diri yang positif, anak tumbuh menjadi remaja yang agresif.
D. Model/Bentuk Perilaku Abnormal
Seorang individu dikatakan berperilaku abnormal apabila menunjukkan karakteristik
perilaku yang yang tidak lazim alias menyimpang secara signifikan dari rata-rata.
kebanyakan orang indonesia mengangap orang abnormal yaitu orang yang berprilaku aneh
/ tidak sama dengan kebiasaan orang lain.
Untuk mendefinisikan abnormalitas tersebut Atkinson dkk.(1992) mencoba
membandingkannya antara perilaku abnormal dengan perilaku normal. Oleh karena itu
cara mendefinisikannya dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain adalah:
penyimpangan dari norma statistik, penyimpangan dari norma sosial, perilaku maladaptif,
dan kesusahan pribadi.
Model-model perilaku abnormal, meliputi model-model yang mewakili perspektif
biologis, psikologis, sosiokultural, dan biopsikososial. Di bawah ini adalah penjelasan-
penjelasan singkatnya :
• Perspektif biologis:
Emil Kraepelin (1856-1926) yang menulis buku teks penting dalam bidang psikiatri
pada tahun 1883. Ia meyakini bahwa gangguan mental berhubungan dengan penyakit fisik.
Memang tidak semua orang yang mengadopsi model medis ini,meyakini bahwa setiap
pola perilaku abnormal merupakan hasil dari kerusakan biologis, namun mereka
mempertahankan keyakinan bahwa pola perilaku abnormal tersebut dapat dihubungkan
dengan penyakit fisik karena ciri-cirinya dapat dikonseptualisasikan sebagai simtom-
simtom dari gangguan yang mendasarinya.
• Perspektif psikologis
Sigmund Freud, seorang dokter muda Austria (1856-1939) berpikir bahwa penyebab
perilaku abnormal terletak pada interaksi antara kekuatan-kekuatan di dalam pikiran
bawah sadar. Model yang dikenal sebagai model psikodinamika ini merupakan model
psikologis utama yang pertama membahas mengenai perilaku abnormal.
• Perspektif sosiokultural
Pandangan ini meyakini bahwa kita harus mempertimbangkan konteks-konteks sosial
yang lebih luas di mana suatu perilaku muncul untuk memahami akar dari perilaku
abnormal.
Penyebab perilaku abnormal dapat ditemukan pada kegagalan masyarakat dan bukan
pada kegagalan orangnya. Masalah-masalah psikologis bisa jadi berakar pada penyakit
sosial masyarakat, seperti kemiskinan, perpecahan sosial, diskriminasi ras, gender,gaya
hidup,dan sebagainya.
• Perspektif biopsikososial
Pandangan ini meyakini bahwa perilaku abnormal terlalu kompleks untuk dapat
dipahami hanya dari salah satu model atau perspektif.Mereka mendukung pandangan
bahwa perilaku abnormal dapat dipahami dengan paling baik bila memperhitungkan
interaksi antara berbagai macam penyebab yang mewakili bidang biologis, psikologis, dan
sosiokultural.
Untuk memperoleh informasi tentang perkembangan, gambaran, bentuk dan
sebagainya dapat dilihat pula melalui Model perilaku abnormal yaitu penggambaran gejala
dalam dimensi ruang dan waktu yaitu:
a. Model demonologis
Dasar perilaku abnormal adalah kepercayaan pada unsure-unsur mistik, ghaib
(kekuatan setan, guna2, sihir).Gejalanya seperti Halusinasi, PL aneh, tanda jasmani khusus
(warna kulit, pigmen, dsb ) dianggap sebagai tanda setan.
b. Model Naturalistis
Proses-proses fisik / jasmani perilaku abnormal selalu berhubungan dengan fungsi-
fungsi jasmani yang abnormal (bukan karena gejala spiritual). Misal : Hipocrates –
Galenus Perilaku abnormal karena gangguan pada sistem humoral (cairan dalam tubuh).
c. Model Organis
Dasar perilaku abnormal yaitu Kerusakan pada jaringan syaraf / gangguan biokimia
pada otak karena kerusakan genetic, disfungsi endokrin, infeksi, luka2, khususnya pada
otak.
d. Model Psikologi
Dasar perilaku abnormal yaitu Pola-pola yang patologis, Pendekatan Psikoanalisis,
Behavioristis, kognitif, humanistic.
E. Penyebab Perilaku Abnormal

Faktor-faktor umum penyebab perilaku abnormal yaitu:

a. Factor biologis
Dalam memahami penyebab perilaku abnormal, para ahli kesehatan mental
dengan hati-hati mengevaluasi apa yang terjadi di tubuh seseorang yang dapat
dihubungkan ke warisan genetis atau gangguan fungsi fisik. Penyebab biologi yang
pertama warisan genetis, seorang anak laki-laki atau perempuan dari orang tua yang
menderita depresi secara statistik memiliki kemungkinan mengalami depresi. Kedua,
gangguan fungsi medis misalnya kelenjar tiroid dapat menyebabkan tentang kondisi
mood dan emosi yang beragam. Ketiga, kerusakan otak yang disebabkan oleh trauma
kepala meskipun ringan, dapat mengakibatkan perilaku aneh dan perubahan emosi yang
intens. Keempat, paparan stimulus lingkungan seperti zat beracun atau zat penyebab
alergi dapat menyebabkanseseorang mengalami perubahan emosi dan perilaku yang
mengganggu.
b. Faktor psikologis
Jika faktor biologi dapat memberikan semua jawaban, maka kita menganggap
gangguan mental sebagai penyakit medis. Sesungguhnya, hal ini tidak hanya sekadar
itu saja. Gangguan umumnya muncul sebagai akibat pengalaman hidup yang
bermasalah. Gangguan-ganggun itu meliputi pengalaman traumatis, asosiasi yang
dipelajari, persepsi yang terdestorsi, dan cara berpikir yang salah.
c. Factor sosiokultural
Istilah sosiokultural mengacu pada berbagai lingkaran pengaruh sosial pada
hidup kita misalnya teman, rekan kerja, keluarga, dan juga budaya. Abnormalitas dapat
pula disebabkan oleh kejadin-kejdian pada salah satu konteks sosial tersebut. Penyebab
sosiokultural misalnya, pertama gangguan dalam hubungan asmara, hubungan samara
yang gagal dapat menimbulkan depresi yang memungkinkan tindakan bunuh diri.
Kedua masalah dalam hubungan yang luas, dibesarkan oleh orang tua yang sadis dapat
pula menyebabkan seseorang membangun pola hubungan yang dicirikan dengan
kontrol dan luka emosional. Ketiga hura-hura politik atau sosial bahkan pada level yang
relatif lokal dapat memunculkan emosi dari kecemasan yang menganggu hingga
ketakutan yang tak tertahankan. keempat diskriminasi terhadap kelompok sosial
seseorang terutama kaum minoritas baik yang menyangkut ras, budaya, orientasi
seksual, atau kecacatan.

Coleman (1984) membahas beberapa perspektif penyebab tingkah laku abnormal dengan
membedakan antara penyebab primer, penyebab predisposisi, penyebab yang mencetuskan
dan penyebab yang menguatkan (reinforcing).

1) Penyebab primer
kondisi yang harus dipenuhi agar suatu gangguan dapat muncul, meskipun dalam
kenyataan gangguan tersebut tidak atau belum muncul. Contoh dalam bidang psikologi
adalah kecemasan yang terjadi ketika seorang anak masih kecil. Ini merupakan
penyebab primer yang harus ada untuk terjadinya suatu gangguan jiwa atau
penyimpangan perilaku, meskipun perilaku menyimpang itu belum tentu dalam
kenyataanya akan benar-benar terjadi.
2) Penyebab predisposisi
keadaan sebelum munculnya suatu gangguan yang merintis kemungkinan terjadinya
suatu gangguan di masa yang akan datang. Misalnya sifat tertutup dapat merupakan
predisposisi gangguan perilaku menghindar di kemudian hari.
3) Penyebab yang mencentuskan
suatu peristiwa yang sebenarnya tidak begitu parah namun seolah-olah merupakan
sebab timbulnya perilaku abnormal itu, padahal sebenarnya telah ada predisposisi
sebelumnya. Misalnya, seorang yang sejak lama sudah banyak memendam frustasi
(predisposisi), setelah terjadinya suatu peristiwa sepele (peristiwa pencetus)
mengalami gangguan jiwa.
4) Penyebab yang menguatkan
peristiwa yang terjadi pada seseorang yang memantapkan suatu keadaan atau
kecenderungan tertentu, yang telah ada sebelumnya. Misalnya seorang yang sudah
dendam pada sekelompok suku tertentu diberi informasi yang mendukung rasa dendam
itu.

Menurut tahap berfungsinya

A. Penyebab primer (primary Cause) Penyebab primer adalah kondisi yang tanpa
kehadirannya suatu gangguan tidak akan muncul. Misalnya infeksi sipilis yang
menyerang system syaraf pada kasus paresis general yaitu sejenis psikosis yang disertai
paralysis atau kelumpuhan yang bersifat progresif atau berkembang secara bertahap
sampai akhirnya penderita mengalami kelumpuhan total. Tanpa infeksi sipilis
gangguan ini tidak mungkin menyerang seseorang.
B. Penyebab yang Menyiapkan ( Predisposing Cause ) Kondisi yang mendahului dan
membuka jalan bagi kemungkinan terjadinya gangguan tertentu dalam kondisi –
kondisi tertentu di masa mendatang. Misalnya anak yang ditolak oleh orang tuanya
(rejected child) mungkin menjadi lebih rentan dengan tekanan hidup sesudah dewasa
dibandingkan dengan orang – orang yang memiliki dasar rasa aman yang lebih baik.
C. Penyebab Yang Menguatkan ( Reinforcing Cause ) Kondisi yang cenderung
mempertahankan atau memperteguh tinkah laku maladaptifyang sudah terjadi.
Misalnya perhatian yang berlebihan pada seorang gadis yang ”sedang sakit” justru
dapat menyebabkan yang bersangkutan kurang bertanggungjawab atas dirinya, dan
menunda kesembuhannya.

Dalam kenyataan, suatu gangguan perilaku jarang disebabkan oleh satu penyebab tunggal.
Serangkaian faktor penyebab yang kompleks, bukan sebagai hubungan sebab akibat
sederhana melainkan saling mempengaruhi sebagai lingkaran setan, sering menadi sumber
penyebab sebagai abnormalitas. Misalnya sepasang suami istri menjalani konseling untuk
mengatasi problem dalam hubungan perkawinan mereka. Sang suami menuduh istrinya
senang berfoya – foya sedangkan sang suami hanya asyik dengan dirinya dan tidak
memperhatikannya. Menurut versi sang suami dia jengkel keada istrinya karena suka
berfoya – foya bersama teman – temannya. Jadi tidak lagi jelas mana sebab mana akibat.
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Psikologi abnormal adalah bagian atau cabang dari bidang ilmu psikologi yang
secara khusus ditujukan untuk memahami perilaku abnormal yang terjadi pada
manusia. Selain itu, dalam cabang ilmu ini juga dipelajari cara-cara tertentu untuk
membantu menangani kasus abnormalitas. Tidak hanya sekedar membahas mengenai
gangguan perilaku dan psikologi, lebih jauh psikologi abnormal banyak didasari dan
dikaitkan dengan studi medis.

Daftar Pustaka
Nevid, S. J., Rathus, S.S., & Greene, B. (2014). Psikologi Abnormal/Edisi Kesembilan/Jilid I
alih bahasa Abnormal Psychology in a Changing Whorld/Fifth Edition. Jakarta: Penerbit
Erlangga

Featherstone, Mike (Penerjemah Misbah Zulfa Elizabeth). 2005. Posmodernisme dan Budaya
Konsumen. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Fakhrurrozi. M. 2012, Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga Press, Surabaya.

Nevid, S. J., Rathus, S.S., & Greene, B. (2014). Psikologi Abnormal/ Kesembilan /Jilid II alih
bahasa Abnormal Psychology in a Changing Whorld/Fifth Edition. Jakarta: Penerbit Erlangga

Nevid, J.S., Rathus, S.A.,& Greene, B. (2005). Psikologi Abnormal, Edisi Kelima Jilid 1
Jakarta: Erlangga
Supraktiknya,A. (1995). Mengenai Perilaku Abnormal. Yogyakarta: Kanisius

Anda mungkin juga menyukai