Anda di halaman 1dari 17

IJTIHAD:

SUMBER Kelompok 4 :
5200411374 Rafi Danish

PENGEMBA 5200411376 Yanuar MB

NGAN 5200411227 Nissan Abdul Agung

HUKUM 

ISLAM
LATAR BELAKANG
        Al-Qur’an merupakan pedoman umat manusia dalam menjalani kehidupan, di dalamnya
terkandung aturan hukum, akidah dan akhlak, sehingga mengatur interaksi manusia dengan
Tuhannya (Hablumminallah) dan interaksi sesama manusia (Hablumminannas), dalam
menentukkan hukum syariah sebagai aturan hukum islam yang dimana diajarkan oleh Nabi
Muhammad SAW.  Sedangkan Hadist merupakan sumber ajaran agama Islam, pedoman hidup
kaum muslimin yang kedua setelah Al-Quran, Bagi mereka yang telah beriman kepada Al-Quran
sebagai sumber hukum, maka secara otomatis harus percaya bahwa hadits sebagai sumber
hukum islam juga. Apabila hadits tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum muslimin
akan menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hal cara shalat, kadar dan ketentuan zakat, cara haji
dan lain sebagainya. sebab ayat-ayat Al-quran dalam hal itu hanya berbicara secara global dan
umum, yang menjelaskan secara terperinci justru Sunnah Rasulullah, selain itu juga akan
mendapat kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-ayat yang musytarak, dan
muhtamal, dan sebagainya yang mau tidak mau memerlukan hadits atau sunnah untuk
menafsirkannya atau menjelaskanya. 
TUJUAN PENULISAN
1. Kedudukan hadist sebagai argumen dasar hukum islam kedua 

2. Mengenal secara umum ijtihad 

3. Menerangkan fungsi, jenis-jenis, tingkatan dan hukum ijtihad 

4. Implementasi ijtihad dalam pengembangan islam 


HADIST
 Hadits adalah salah satu unsur terpenting dalam Islam. Ia menempati martabat kedua setelah Al Qur'an dari
sumber-sumber hukum Islam. Dalam artian, jika suatu masalah atau kasus terjadi terjadi di masyarakat, tidak
ditemukan dasar hukumnya dalam Al Qur'an, maka hakim atau mujtahid harus kembali kepada Hadits Nabi SAW.
Nabi Muhammad saw adalah sosok manusia yang memiliki tauladan yang mulia. Beliau diutus dengan misi
kerahmatan seluruh alam dengan tuntunan wahyu Tuhan dalam setiap langkahnya. Keindahan budi pekerti dan
aura kebaikan yang terus terpancar menjadikan seluruh mahluk memujinya. Tak hanya dari kaum muslim yang
mengidolakannya, namun para sarjana barat mengimitasi dan mengikuti langkah beliau dalam suksesi kehidupan.
Michael heart, misalnya, memposisikan beliau pada posisi yang pertama dalam hal tokoh terkemuka dunia
sepanjang zaman melebihi para cendikiawan yang lain.  Landasan utama bagi otoritas kehujahan hadis adalah Al
Quran sendiri. Artinya, Al Quranlah yang memerintahkan agar seorang muslim senantiasa taat kepada Rasûlullâh
Saw, mengikuti perintah dan menjauhi larangannya. Perintah dan larangan Rasûlullâh Saw tersebut tidak dapat
diketahui melainkan melalui hadis-hadis yang ditinggalkannya. Oleh karena itu, taat kepada Rasûlullâh Saw tak lain
artinya ialah senantiasa berpegang dan mengamalkan hadis-hadisnya. Banyak ayat Al Qur'an dan hadits yang
memberikan pengertian bahwa bahwa hadits itu merupakan argumen (hujjah) selain Al Qur'an yang wajib diikuti,
baik dalam bentuk perintah maupun lrangannya.
 Dalil Al Qur'an Banyak ayat Al Qur'an yang menjelaskan tentang kewajiban memepercayai dan
menerima segala yang disampaikan Rasulullah Muhammad SAW baik berupa perintah maupun
larangan, khabar nikmat surga dan tentang siksa neraka. Allah SWT berfirman dalam surat An nur
ayat 54 Artinya: Katakanlah: "Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika kamu
berpaling Maka Sesungguhnya kewajiban Rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan
kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. dan jika kamu taat
kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan
menyampaikan (amanat Allah) dengan terang".(QS. An Nur (24): 54) 
 Dalil Hadits Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW berkenaan dengan keharusan menjadikan
Hadits sebagai pedoman hidup, di samping Al Qur'an sebagai pedoman utamanya, beliau
bersabda: 

 Artinya: Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu
berpegang teguh pada keduanya, yaitu kitab Allah SWT (Al Qur'an) dan Sunnah Rasul-Nya (Hadits).
(HR. Malik) Hadits tersebut di atas, menunjukkan kepada kita bahwa berpegang teguh kepada
Hadits atau menjadikan Hadits sebagai pegangan dan pedoman hidup itu adalah wajib,
sebagaimana wajibnya perpegang teguh terhadap Al Qur'an. 
 Kesepakatan Ulama (Ijma') Para ulama telah sepakat menjadikan hadits sebagai salah satu dasar
hukum berama, karena sesuai dengan yang di kehendaki oleh Allah SWT. Penerimaan mereka
terhadap Hadits sama seperti penerimaan mereka terhadap Al Qur'an, karena keduanya sama-sama
dijadikan sebagai sumber hukum Islam. Kesepakatan umat muslimin dalam memepercayai,
menerima dan mengamalkan segala ketentuan yang terkandung dalam Hadits ternyata sejak
Rasulullah SAW masih hidup. Sepeninggal beliau, semenjak masa Khulafaaur Rasyidid hingga masa-
masa selanjutnya, tidak ada yang mengingkarinya. banyak diantara mereka yang tidak hanya
memahami dan mengamalkan isi kandungannya, akan tetapi bahakan mereka menghafal,
memelihara dan menyebarluaskan kepada generasi-generasi selanjutnya. 
IJTIHAD
 Ijtihad adalah upaya sekuat tenaga yang dilakukan oleh ulama yang kompeten dan kapabel dengan menggunakan
nalarnya untuk menemukan hukum atas problema baru tanpa meninggalkan nilai-nilai yang terdapat dalam
sumber utama hukum Islam. Ijtihad dengan berbagai metodenya baik istishlah, istishab, maslahah mursalah, sadz
dzari'ah, istihsan dan lainnya merupakan sebuah instrumen penemuan hukum dalam tatanan Hukum Islam yang
membuktikan kemampuan dan elastisitas Hukum Islam dalam mengantisipasi perubahan dan kemajuan sosial
sehingga dengan adanya instrumen ijtihad ini, hukum Islam diharapkan dapat lebih memberikan kontribusinya
dalam pengembangan Hukum Nasional di Indonesia. Oleh karena itu, dalam ruang pembaruan hukum Islam,
Ijtihad perlu dilaksanakan secara terus-menerus guna mengantisipasi dan mengisi kekosongan hukum terutama
pada zaman modern seperti sekarang dimana perubahan dan kemajuan terjadi dengan sangat pesat. 
    Banyak Ulama yang mendefinisikan ijtihad dengan pendapatnya masing-masing mulai dari Syafi’i, Syaukani, Ibnu
al Qayyim al Jauzi sampai kepada Qordlowi dan Toha Jabir al 'Alwani, hemat penulis akan mengambil definisinya
Sayyid Tontowi yang amat ringkas tapi padat yaitu: Ijtihad adalah usaha seorang muslim dengan seluruh
kemampuannya untuk menghasilkan hukum syara’ dengan cara mengambil dalil dari dalil-dalil syar’i. Sedangkan
sandaran ijtihad dapat ditemukan dalam al Quran maupun al-hadits. 
 Ijtihad merupakan kewajiban bagi umat islam, apakah pantas bagi umat islam untuk
meninggalkannya dengan alasan terlalu banyaknya sarat yang mustahil disanggupi oleh
seseorang, sebenarnya syarat tersebut adalah bukan untuk menyulitkan umat islam seperti
yang diungkapkan oleh orang yang dengan sengaja menutup pintu ijtihad. Rasyid Ridla dalam
tafsir al Mannar berkata: Ijtihad adalah bukan merupakan hal yang sulit dan tidak
membutuhkan sesuatu yang merepotkan dan menyulitkan seperti orang-orang yang ingin
mendapatkan gelar ilmu yang tinggi dalam ilmu kedokteran, falsafah atau yang lainnya. Serta
ijtihad memiliki peranan yang sangat besar dalam pembaruan hukum Islam
. Pernyataan Ijtihad tertulis dalam,

 surat an-Nisa' (5): 59 


Yā ayyuhallażīna āmanū aṭī'ullāha wa aṭī'ur-rasụla wa ulil-amri mingkum, fa in tanāza'tum fī syai`in fa ruddụhu ilallāhi
war-rasụli ing kuntum tu`minụna billāhi wal-yaumil-ākhir, żālika khairuw wa aḥsanu ta`wīlā 

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya. 
Terdapat metodologi ijtihad yang harus dipenuhi oleh para mujtahid (pelaku ijtihad) guna menghasilkan atau menetapkan
(istinbâth) hukum yang digali dari sumber-sumber hukum. ‘Ali Hasabalah melihat ada dua cara pendekatan yang
dikembangkan oleh para ulama ushul dalam melakukan istinbâth hukum, yakni:
1. Pendekatan melalui kaidah-kaidah kebahasaan. Penggunaan pendekatan melalui kaidah-kaidah ialah karena kajian akan
menyangkut nash (teks) syariah.  
2. Pendekatan melalui pengenalan makna atau maksud syariah (maqâshid syarî’ah). Pendekatan melalui maqâshid syarî’ah
adalah karena kajian akan menyangkut kehendak syar’iy, yang hanya mungkin dapat diketahui melalui kajian maqâshid
syarî’ah. 
Seorang mujtahid yang hendak melakukan ijtihad haruslah memenuhi beberapa syarat, yang dalam hal ini
ulama berbeda pendapat dalam menentukan jumlah persyaratannya. Secara garis besar adalah sebagai berikut: 
1. Mengetahui dengan baik bahasa Arab dari berbagai segi, sehingga menguasai susunan kata-kata (uslûb) dan rasa
bahasanya (dzawq). 
2. Mengetahui dengan baik isi al-Quran, terutama ayat-ayat yang berhubungan dengan masalah-masalah ‘amaliy. 
3. Mengetahui dengan baik sunah Rasul yang berhubungan dengan hukum. 
4. Mengetahui masalah-masalah hukum yang telah menjadi ijmak para ulama sebelumnya. 
5. Mengetahui ushul fiqh. 
6. Mengetahui kaidah-kaidah fiqhiah. 
7. Mengetahui maksud-maksud syara’ 
8. Mengetahui rahasia-rahasia syara’ 
9. Mujtahid bersifat adil, jujur, dan berbudi pekerti luhur. 
10. Mujtahid berniat suci dan benar. 
FUNGSI IJTIHAD
1. al-ruju’ (kembali) : mengembalikan ajaran-ajaran Islam kepada al-Qur’an dan sunnah dari segala
interpretasi yang kurang relevan. 
2. al-ihya (kehidupan) : menghidupkan kembali bagian-bagian dari nilai dan Islam semangat
agar mampu menjawab tantangan zaman. 
3. al-inabah (pembenahan) : memenuhi ajaran-ajaran Islam yang telah di-ijtihadi oleh ulama
terdahulu dan dimungkinkan adanya kesalahan menurut konteks zaman dan kondisi yang
dihadapi. 
JENIS-JENIS IJTIHAD
 Ijma’ adalah kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum-hukum dalam agama
berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi. Adalah keputusan bersama yang dilakukan oleh
para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu
keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat. 
 Qiyas adalah menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum atau suatu perkara yang baru
yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalam sebab, manfaat, bahaya dan berbagai
aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang
terdapat hal-hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya. Beberapa definisi qiyâs (analogi): 
1. Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan titik persamaan di antara keduanya. 
2. Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu persamaan di antaranya. 
3. Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam [Al-Qur'an] atau [Hadis] dengan kasus baru
yang memiliki persamaan sebab (iladh). 
4. Menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu hal yg belum di terangkan oleh Al-Qur'an dan hadits. 
• Maslahah Mursalah adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada naskahnya dengan
pertimbangan kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan menghindari
kemudharatan. 
• Sududz Dzariah adalah suatu pemutusan hukum atas hal yang mubah, makruh atau pun haram demi
kepentingan umat. 
• Istishab adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa
mengubahnya, contohnya apabila ada pertanyaan bolehkah seorang perempuan menikah lagi apabila
yang bersangkutan ditinggal suaminya bekerja di perantauan dan tidak jelas kabarnya? maka dalam hal ini
yang berlaku adalah keadaan semula bahwa perempuan tersebut statusnya adalah istri orang sehingga
tidak boleh menikah(lagi) kecuali sudah jelas kematian suaminya atau jelas perceraian keduanya. 
• Istihsan, Beberapa definisi Istihsân: 

 1. Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih), hanya karena dia merasa hal itu adalah benar. 

 2. Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan secara lisan olehnya 

 3. Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat orang banyak. 

 4. Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan. 

 5. Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang ada sebelumnya. 

• Urf adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat
selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Alquran dan Hadis. 
TINGKATAN IJTIHAD
• Ijtihad Muthlaq adalah kegiatan seorang mujtahid yang bersifat mandiri dalam berijtihad dan menemukan sebab-sebab
hukum dan ketentuan hukumnya dari teks Al-Qur'an dan sunnah, dengan menggunakan rumusan kaidah-kaidah dan tujuan-
tujuan syara', serta setelah lebih dahulu mendalami persoalan hukum, dengan bantuan disiplin-disiplin ilmu. 
• Ijtihad fi al-Madzhab  

Seorang ulama berijtihad mengenai hukum syara', dengan menggunakan metode istinbath hukum yang telah dirumuskan oleh
imam mazhab, baik yang berkaitan dengan masalah-masalah hukum syara' yang tidak terdapat dalam kitab imam mazhabnya,
meneliti pendapat paling kuat yang terdapat di dalam mazhab tersebut, maupun untuk memberikan fatwa hukum yang
disesuaikan kepada masyarakatnya.[4] Secara lebih sempit, ijtihad tingkat ini dikelompokkan menjadi 3 tingkatan. 
1. Ijtihad at-Takhrij, yaitu kegiatan ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid dalam mazhab tertentu untuk melahirkan hukum
syara' yang tidak terdapat dalam kumpulan hasil ijtihad imam mazhabnya, dengan berpegang kepada kaidah-kaidah atau
rumusan-rumusan hukum imam mazhabnya. Pada tingkatan ini kegiatan ijtihad terbatas hanya pada masalah-masalah yang
belum pernah difatwakan imam mazhabnya, ataupun yang belum pernah difatwakan oleh murid-murid imam mazhabnya. 
2. Ijtihad at-Tarjih, yaitu kegiatan ijtihad yang dilakukan untuk memilah pendapat yang dipandang lebih kuat di antara
pendapat-pendapat imam mazhabnya, atau antara pendapat imam dan pendapat murid-murid imam mazhab, atau antara
pendapat imam mazhabnya dan pendapat imam mazhab lainnya. Kegiatan ulama pada tingkatan ini hanya melakukan
pemilahan pendapat, dan tidak melakukan istinbath hukum syara'. 
3. Ijtihad al-Futya, yaitu kegiatan ijtihad dalam bentuk menguasai seluk-beluk pendapatpendapat hukum imam mazhab dan
ulama mazhab yang dianutnya, dan memfatwakan pendapat-pendapat terebut kepada masyarakat. Kegiatan yang dilakukan
ulama pada tingkatan ini terbatas hanya pada memfatwakan pendapat-pendapat hukum mazhab yang dianutnya, dan sama
sekali tidak melakukan istinbath hukum dan tidak pula memilah pendapat yang ada di dalamnya. 
HUKUM IJTIHAD
• Fardu 'ain untuk melakukan ijtihad untuk kasus dirinya sendiri dan ia harus mengamalkan hasil
ijtihadnya sendiri. 
• Fardu kifayah jika permasalahan yang diajukan kepadanya tidak dikhawatirkan akan habis
waktunya, atau ada lagi mujtahid yang lain yang telah memenuhi syarat. 
• Dihukumi sunnah jika berijtihad terhadap permasalahan yang baru, baik ditanya ataupun tidak. 

• Hukumnya haram terhadap ijtihad yang telah ditetapkan secara qat'i karena bertentangan dengan
syara'.
IJTIHAD ULAMA SEBAGAI
PENGEMBANGAN HUKUM
• Dilakukan perembukan oleh seluruh ulama untuk mealkukan penentuan pada 1 syawal. Dalam hal
ini akan dilakukan berbagai macam perdebatan dari penentuan 1 syawal dan penentuan dari
ramadhan pertama. 
• Pembuatan bayi tabung yang dimana tidak ada pada zaman Nabi Muhammad SAW yang kemudian
menjadi sebuah bentuk solusi bagi orang untuk menyelesaikan permasalahan kesuburan.
Melakukan perujukan terhadap berbagai macam bentuk hadis untuk menemukan sebuah hukum
yang dibuat oleh teknologi pada bayi tabung. 
KESIMPULAN
1. Hadits merupakan hujah dasar bagi setiap muslim setelah Al Qur'an, maka menta'aati hadits
merupakan kewajiban sebagai mana mengikuti Al Qur'an yang menjadi pedoman hidup manusia. 
2. Ijtihad dapat membantu umat muslim saat menghadapi masalah yang belum ada hukumnya dalam
agama Islam. 
3. Ijtihad berguna untuk menyesuaikan hukum yang berlaku dalam Islam. Agar hukum tersebut sesuai
dengan waktu, keadaan, serta pekembangan zaman. 
4. Ijtihad dapat menentukan dan menetapkan fatwa atas segala permasalah yang tidak berhubungan
dengan halal dan haram. 

Anda mungkin juga menyukai