Anda di halaman 1dari 22

SUMBER –SUMBER

AJARAN ISLAM

IMAM FIKRI, S.H., M.Ag.

KELOMPOK 4
PSPM 22 E
ANGGOTA KELOMPOK

01 02 03 04
KHOIRUNNISA SIBARANI NADIRA KAYLANA NAZWAH INDRI AGISTA NAZLAH INDRI AGISTIA
DHUHA LUBIS LUBIS
(4223311052) (4223311018) (4223311046) (4223311047)
POKOK PEMBAHASAN

01 Al - Quran

02 As - Sunnah

03 Ijtihad
AL– QUR’AN
01
AL– QUR’AN
1. Defiinisi Al-Qur’an secara bahasa dan istilah

Al-Qur’an merupakan sumber dari ajaran Islam pertama


sebelum hadis. Secara etimologi Al-Qur’an, “qara’a, yaqra’u
qiraa’atan atau qur’anan” yakni sesuatu yang dibaca atau bacaan.
Adapun Al-Qur’an secara terminologi merupakan kalam Allah Swt
yang telah diturunkan (wahyu) kepada Rasul yang terakhir yaitu Nabi
Muhammad saw, melalui malaikat Jibril, dan membacanya dianggap
wajib.
AL– QUR’AN
Sedangkan secara istilah Al-Qur’an adalah Firman Allah yang berlafal
bahasa Arab yang mengandung mukjizat diturunkan kepada Nabi saw yang tertulis
di dalam mushaf, yang ditransmisikan secara mutawatir, dianggap sebagai ibadah
bagi yang membacanya, dan dimulai dari surat al-fatihah dan ditutup dengan surat
an-Nas
Syaikh Mahmud Syalfut mendefinisikan Al-Qur’an yaitu “lafal Arab
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan disampaikan kepada kita secara
Mutawatir”. Sedangkan menurut Muhammad Shubhi shalih Al-Qur’an merupakan
“kalam mu’jiz (memiliki kelebihan khusus) yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW tertulis dalam mushaf yang disampaikan secara mutawattir dan
membacanya dianggap ibadah”.
AL– QUR’AN
Berikutnya Muhammad ‘Ali al-Shabuni berpendapat al-Qur’an adalah
“kalamullah yang mu’jiz yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan
Rasul terakhir dengan perantara malaikat Jibril as yang ditulis dalam
mushaf, disampaikan kepada kita secara mutawattir, dimulai dari surah al-
Fatihah dan diakhiri surah an-naas”.

Al-Qur’an sebagai sumber ajaran dan hukum merupakan acuan umat


Islam dalam menjalankan kehidupan, semua hal yang terkandung dalam Al-
Qur’an merupakan kebenaran yang benar dan tidak dapat diubah.
AL- QUR’AN
Adapun hukum-hukum yang terkandung dalam Alqur’an, meliputi:
a) Hukum I’tiqadiah, yaitu hukum yang berhubungan dengan keimanan kepada Allah
swt, kepada Malaikat, kepada Kitab-kitab, para Rasul Allah dan kepada hari akhirat.
Ilmu yang mempelajarinya disebut ilmu Tauhid, ilmu Ushuluddin, atau Ilmu kalam.
b) Hukum Khuluqiah, Yaitu hukum yang berkaitan dengan hukum moral manusia dalam
kehidupan, baik sebagai mahluk individual atau makhluk sosial. Ilmu yang
mempelajarinya disebut Ilmu Akhlak atau Tasawuf.
c) Hukum Amaliah, Yaitu hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia
dengan Allah swt, antara sesama manusia, serta manusia dengan lingkungannya.
Ilmu yang mempelajarinya disebut ilmu fiqih
AL- QUR’AN
Prinsip yang melandasi hukum dalam Al-Qur’an
Adapun Prinsip-prinsip yang melandasi Hukum dalam Al-Qur’an, yang dikemukakan
oleh Umar Shihab, yaitu:
1) Tidak menyempitkan.
2) Mengurangi beban.
3) Menetapkan hukum secara bertahap.
4) Sejalan dengan kemashlahatan manusia.
5) Adanya persamaan dan keadilan.
02
as-sunnah
Pengertian as-sunnah
As-Sunnah secara terminologi adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi shalallahu
alahi wasalam, baik berupa perbuatan, perkataan atau pernyataan di dalam masalah-
masalah yang berhubungan dengan hukum syariat. Ḥadiṡ menurut bahasa adalah baru
(lawan dari lama), sedangkan menurut istilah adalah segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi shalallahu alahi wasalam, baik berupa ucapan, perbuatan atau penetapan.
Ḥadiṡ Nabi merupakan sumber ajaran Islam yang kedua, setelah Al- Qur’an. Hal ini
dikarenakan ḥadiṡ merupakan penafsiran Al-Qur’an dalam praktik atau penerapan
ajaran Islam secara faktual dan ideal. Mengingat bahwa pribadi Nabi merupakan
perwujudan dari Al-Qur’an yang ditafsirkan untuk manusia, serta ajaran Islam yang
dijabarkan dalam kehidupan sehari- hari. menurut pemaknaan terminologis para
muhadditsin, sunnah adalah sabda, perbuatan, ketetapan, sifat (watak budi atau
jasmani) baik sebelum menjadi Rasulullah SAW. maupun sesudahnya. Berdasar definisi
ini, sunnah merupakan sinonim dari hadis
fungsi sunnah yang seluruhnya
mengarah pada tiga fungsi:

Pertama, sunnah berfungsi sebagai bayan ta’kid, artinya


bahwa sunnah memiliki fungsi memperkokoh uraian hukum yang telah ditetapkan
dalam al-Qur’an, seperti perintah menunaikan shalat, zakat, puasa, dan haji.
Kedua, sunnah berfungsi sebagai bayan tafshil/bayan tafsir, di sini sunnah
berfungsi menjelaskan dan memerinci petunjuk yang global dalam al-Qur’an,
seperti tata cara menunaikan shalat dan menjalankan ibadah haji.
Ketiga, sunnah berfungsi sebagai bayan tasyri’, mengandung maksud bahwa
sunnah dapat menentukan suatu hukum secara mandiri yang belum dijelaskan
kepastian hukumnya oleh al- Qur’an, seperti hukum menghimpun pernikahan
antara bibi dan keponakan perempuan yang dijelaskan melalui hadis Rasulullah
SAW.
Klasifikasi Sunnah
Ushuliyyin mengklasifikasikan kepada tiga bagian, yaitu:
1. Sunnah qauliyyah, adalah sunnah dalam bentuk sabda yang disampaikan oleh
Rasulullah SAW. kepada para sahabat, lalu para sahabat ini menyampaikan
kepada para sahabat lainnya.
2. Sunnah fi’liyyah, adalah sunnah dalam bentuk tindakan atau perbuatan yang
dilaksanakan dan diteladankan oleh Rasulullah SAW., seperti tindakan
Rasulullah SAW dalam meneladankan gerakan shalat, pentasharrufan zakat,
dan manasik haji.
3. Sunnah taqririyah, adalah sunnah dalam bentuk
ketetapan beliau SAW., tatkala para sahabat sedang melakukan suatu perbuatan
di hadapan beliau atau sepengetahuan beliau SAW. namun didiamkan atau
tidak dicegah, maka hal itu merupakan pengakuan dari Rasulullah SAW.
Sunnah dan Kekuatan Hukumnya
Sunnah tasyri’iyyah memiliki kekuatan hukum yang mengikat untuk diikuti oleh umat
Islam. Adapun ruang lingkup dari sunnah tasyri’iyyah ini telah dijelaskan di atas dan
mencakup tiga bidang utama, yaitu: aqidah, amaliyah ibadah, dan akhlak.
Sunnah yang memiliki kekuatan hukum terkait aqidah memiliki syarat yang sangat ketat.
Ini dikarenakan aqidah merupakan kepercayaan dan keyakinan yang pasti, dan tidak
ada yang dapat menghasilkan keyakinan yang pasti itu kecuali yang pasti pula.
sunnah yang terkait dengan amaliyah ibadah baik mahdhah (ibadah antara manusia
dengan Allah) ataupun ghayr mahdhah (ibadah sosial antar manusia) juga
mengharuskan bersumber dari sunnah shahihah.
, sunnah yang terkait dengan akhlak biasanya lebih longgar persyaratannya. Ini
dikarenakan sangat beragamnya bentuk akhlak yang dicontohkan oleh Rasulullah
SAW. Seluruh sunnah dalam bentuk akhlak ini pada umumnya memiliki dasar dalam al-
Qur’an.
Sunnah dan Kekuatan Hukumnya

Kekuatan sunnah sebagai sumber hukum ditentukan oleh dua hal: wurud dan dilalahnya.
Dari segi wurudnya, kekuatan sunnah mengikuti kebenaran pemberitaannya, yang
terdiri dari mutawatir dan ahad, lalu ahad dibedakan lagi menjadi gharib, aziz, dan
masyhur. Disebut sebagai khabar ahad atau berita perorangan ini dikarenakan jumlah
periwayat yang menyampaikan berita itu tidak mencapai jumlah mutawatir. Sehingga
kebenarannya pun tidak meyakinkan dan kekuatan hukumnya bersifat zhanni.
Adapun kekuatan hukum khabar ahad untuk dijadikan dalil, terdapat perbedaan pendapat
di kalangan para ulama. Mayoritas ulama termasuk Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan
Ahmad menerima khabar ahad untuk dijadikan dalil dalam beramal dan menetapkan
hukum jika terpenuhi syarat-syarat kesahihan hadis sebagaimana tersebut
Kriteria matan yang shahih
adalah sebagai berikut:
(1) Matan hadis tidak boleh mengandung kata-kata yang aneh, yang tidak pernah
diucapkan oleh seorang ahli retorika atau penutur bahasa yang baik.
(2) Tidak boleh bertentangan dengan pengertian-pengertian rasional yang aksiomatik,
yang sekiranya tidak mungkin ditakwilkan.
(3) Tidak boleh bertentangan dengan kaidah-kaidah umum dalam hukum dan akhlaq.
(4) Tidak boleh bertentangan dengan indera dan kenyataan.
(5) Tidak boleh bertentangan dengan hal yang aksiomatik dalam kedokteran dan ilmu
pengetahuan.
(6) Tidak mengandung hal-hal yang sudak dipastikan tidak dibenarkan dalam agama.
(7) Tidak bertentangan dengan hal-hal yang rasional dalam prinsip-prinsip kepercayaan
(‘aqidah) tentang sifat- sifat Allah dan para Rasul-Nya.
(8) Tidak bertentangan dengan sunnatullah dalam alam dan manusia.
(9)Tidak mengandung hal-hal tak masuk akal yang dijauhi oleh mereka yang berfikir.
(10)Tidak bertentangan dengan Al-Qur’an atau dengan sunnah yang meyakinkan,
atau yang telah menjadi kesepakatan umat (ijma‘) yang telah diketahui secara
pasti dalam agama yang tidak mengandung kemungkinan takwil.
(11) Tidak bertentangan dengan kenyataan-kenyataan sejarah yang diketahui dari
zaman Rasulullah SAW.
(12) Tidak boleh bersesuaian dengan mazhab rawi yang giat mempropagandakan
mazhabnya sendiri.
(13) Tidak boleh berupa berita tentang peristiwa yang terjadi dengan kesaksian
sejumlah besar manusia, namun periwayat tersebut hanya seorang diri
meriwayatkannya.
(14) Tidak boleh timbul dari dorongan emosional, yang membuat periwayat tersebut
meriwayatkannya.
(15) Tidak boleh mengandung janji berlebihan dalam pahala untuk perbuatan kecil
atau berlebihan dalam ancaman yang keras untuk perkara ringan.
03

Ijtihad
Pengertian ijtihad
Kata ijtihad berasal dari kata berbahasa Arab “‫ ”جهد‬yang berarti
“pencurahan segala kemampuan untuk memperoleh sesuatu dari berbagai urusan”.
Ringkasnya, ijtihad berarti “sungguh-sungguh” atau “bekerja keras dan gigih untuk
mendapatkan sesuatu”. Sedangkan secara teknis menurut Abdullahi Ahmed An-Na’im
ijtihad berarti penggunaan penalaran hukum secara independen untuk memberikan
jawaban atas sesuatu masalah ketika al- Qur’an dan al-Sunnah diam tidak memberi
jawaban. Lebih jauh ia mengatakan bahwa ijtihad telah menuntun para perintis hukum
pada kesimpulan dimana konsensus masyarakat atau para ulama atas suatu masalah
harus dijadikan sebagai salah satu sumber syari’ah. Dan al-Qur’an dan Sunnah itu yang
mendukung dan mendasari ijtihad sebagai sumber syari’ah
syarat-syarat mujtahid menjadi
empat kelompok yaitu:
1. Syarat-syarat umum, 3. Syarat-syarat penting,
diantaranya: diantaranya:
a. Baliqh a. Menguasai bahasa Arab
b. Berakal b. Mengetahui Asbab al-nuzul
c. Sehat jasmani dan rohani c. Mengetahui Ushul Fiqh
d. Kuat daya nalarnya d. Mengenal manusia dan
e. Bener-bener beriman kehidupan sekitarnya

2. Syarat-syarat pokok, 4. Syrat-syrat pelengkap


diantaranya: diantaranya:
a. Memahami tentang Al-Qur’an a. Mengetahui Asbab Al-Wurud
b. Mengerti tentang sunah Hadist
c. Mengetahui ilmu Diroyah Hadist b. Mengetahui hal-hal yang
d. Mengetahui maksud-maksud di Ijma’-kan dan yang di-
hukum Ikhtilaf-kan
c. Bersifat adil dan taqwa
—Kesimpulan

Al-Quran merupakan sumber dasar ajaran Islam yang pertama dan utama karena al-
Quran memiliki nilai-nilai yang absolut (mutlak) yang telah Allah Swt turunkan melalui
malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw. Nilai esensi dari kitab suci Al-Quran yaitu
selamanya akan abadi dan relevan pada perkembangan zaman, tanpa adanya
perubahan sama sekali tidak terpengaruh oleh waktu. Sunnah mempunyai dua manfaat
pokok dalam dunia pendidikan yang pertama, as-Sunnah dapat menjelaskan
kesempurnaan dan konsep pendidikan Islam sesuai konsep al-Quran, dan penjelasan
al-Quran lebih rinci. Kedua, dalam menentukan metode pendidikan as-Sunnah mampu
menjadi contoh yang tepat. Sunnah berisi juga syariat dan akidah. Dalam segala aspek,
sunnah mengandung petunjuk (pedoman) bagi kemaslahatan hidup manusia, untuk
membina umat menjadi muslim yang bertakwa atau manusia seutuhnya. Ijtihad adalah
menggunakan seluruh kesanggupan berpikir untuk menetapkan hukum syara' dengan
cara istimbath dari Al-Quran dan Sunnah. Lapangan ijtihad adalah pada persoalan
persoalan yang tidak dijelaskan secara tuntas oleh Al-Quran dan Sunnah terutama
menyangkut perkembangan ilmu dan peradaban umat manusia. Disepakati para ulama
bahwa ijtihad tidak boleh merambah pada dimensi ibadah mahdhah seperti shalat,
puasa dan lainnya.
Thanks!
CREDITS: This presentation template was created
by Slidesgo, and includes icons by Flaticon, and
infographics & images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai