PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah Al-qur’an, As-Sunnah (hadits)
menempati posisi yang sangat penting dan strategis dalam kajian-kajian keIslaman.
Keberadaan dan kedudukannya tidak diragukan lagi. Namun, karena pembukuan
hadits baru dilakukan ratusan tahun setelah Nabi Muhammad SAW wafat, ditambah
lagi dengan kenyataan sejarah bahwa banyak hadits yang dipalsukan, maka
keabsahan hadits-hadits yang beredar dikalangan kaum muslimin diperdebatkan
oleh para ahli.
Para ulama terutama dizaman klasik Islam (650-1250 M), Berusaha keras
melakuakan penelitian dan seleksi ketat terhadap hadits-hadits sehingga dapat
dipilahkan mana hadits yang benar-benar dari Nabi, dan mana yang bukan. Untuk
itu, mereka membuat kaidah-kaidah, ketetuan-ketentuan, pedoman, dan acuan
tertentu untuk menilai hadits-hadits tersebut. Kaidah-kaidah dan ketentuan inilah
kemudian berkembang menjadi ilmu tersendiri, yang disebut dengan ilmu hadits.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Sunnah?
2. Apa saja macam-macam Sunnah?
3. Bagaimana metode periwayatan Sunnah?
4. Apa saja fungsi dari Sunnah?
5. Bagaimana kedudukan Sunnah sebagai sumber hukum Islam?
C. Tujuan Penulis
Dalam penulisan makalah ini, penulis bertujuan untuk memenuhi tugas
yang diberikan kepada kami dosen kami sebagai syarat belajar mengajar kami di
kelas, serta berbagi wawasan kami tentang as-Sunnah sebagai sumber hukum Islam
melalui makalah ini.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian As - Sunnah
1) Secara terminologi hadis/Sunnah menurut ilmu hadis, segala sesuatu
yang disandarkan kepada nabi Muhammad Saw. Baik perupa perkataan, perbuatan
maupun ketetapannya.
2) Ilmu ushul fiqhi, segala yang diriwayatkan oleh nabi Muhammad saw.
Berupa perkataan ketetapan yang berkaitan dengan hukum.
3) Ilmu Fiqhi, suatu perbuatan yang akan mendapatkan pahala bila
dikerjakan dan tidak berdosa bila tidak dikerjakan, dimasukkan dalam hukum
taklifi.
4) Sunnah berasal dari bahasa arab yang secara etimologi berarti "jalan yang
biasa dilalui" atau "cara yang senantiasa dilakukan" atau "kebiasaan yang selalu
dilaksanakan".
Pengertian Sunnah secara etimologis ini dapat ditemukan dalam sabda
Rasulullah saw, yang diriwayatkan oleh imam Muslim, yang artinya "barang siapa
yang membiasakan sesuatu yang baik maka ia menerima pahalanya dan pahala
orang-orang yang mengamalkan sesudahnya, dan barang siapa yang membiasakan
sesuatu yang buruk, maka ia akan menanggung dosanya dan dosa orang mengikuti
sesudahnya".
Perbedaan ahli ushul dengn ahli fiqh dalam memberikan arti pada Sunnah
sebagaimana disebutkan di atas adalah karena mereka berbeda dalam segi
peninjauannya. Ulama ushul menempatkan Sunnah sebagai salah satu sumber atau
dalil hukum fiqh. Untuk itu ia mengatakan, “Hukum ini ditetapkan berdasarkan
Sunnah”. Sedangkan ulama fiqh menempatkan Sunnah itu sebagai salah satu dari
hukum syara’ yang lima yang mungkin berlaku terhadap satu perbuatan. Untuk
2
maksud itu ia berkata, “Perbuatan ini hukumnya adalah Sunnah”. Dalam pengertian
ini Sunnah adalah “hukum”, bukan “sumber hukum”.1
1
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid , Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997. hlm. 75
2
Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis., Pustaka Firdaus, Jakarta. Cet-V,2008. Hlm. 35
3
Satu ayat secara eksplisit khusus menyatakan bahwa menaati Nabi
saw. adalah menaati Allah yang artinya, “Barang siapa menaati Rasul itu,
sesungguhnya ia telah menaati Allah. Dan barang siapa yang berpaling,
(dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi
pemelihara bagi mereka.
Dalam konteks kehidupan sekarang, taat kepada Allah berarti taat
kepada ajaran-ajaran yang termaktub dalam al-Qur’an, sementara taat
kepada Rasul berarti taat kepada ajaran-ajaran yang terhimpun dalam hadis
Nabawi. Karenanya, tidak mungkin seorang muslim memisahkan apa yang
berasal dari Nabi saw. (Hadis) dari apa yang datang dari Allah (al-Qur’an).
Karena memisahkan Hadis dari al-Qur’an sama artinya dengan memisahkan
al-Qur’an dari kehidupan manusia.3
3. Menetapkan hukum
Dalam hadis terdapat hukum-hukum yang tidak dijelaskan al-Qur’an, ia
bukan penjelas dan bukan penguat. Akan tetapi, Sunnah sendirilah yang
menjelaskan sebagai dalil atau ia menjelaskan yang tersirat dalam ayat-ayat
al-Qur’an. Misalnya, keharaman jual beli dengan berbagai cabangnya
menerangkan yang tersirat dalam surah Al-baqarah: 275 dan An-nisa’: 29:
“Hai orang-orang beriman, Janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.” (QS. An-nisa:29)
Demikian juga keharaman makan daging keledai ternak, keharaman
setiap binatang yang berbelalai, dan keharaman menikahi seorang wanita
bersama bibi dan paman wanitanya. Hadis tasyri’ diterima oleh para ulama
karena kapasitas hadis juga sebagai wahyu dai Allah swt. yang menyatu
dengan al-Qur’an, hakikatnya ia juga merupakan penjelasan secara implisit
dalam al-Qur’an.
4. Memberikan teladan
3
Ibid., h. 36.
4
Tugas nabi ini berdasarkan firman Allah, “sesungguhnya telah terdapat
pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu”
Nabi saw` bertugas memberikan suri teladan kepada umatnya,
sementara umatnya wajib mencontoh dan meniru teladan-teladan itu.
Setelah mengetahui tugas dan wewenang nabi saw. di atas, maka dapat
diketahui bahwa kedudukan Sunnah itu sebagai berikut.
1) Sunnah sebagai penguat Al-Qur'an,
2) Sunnah sebagai penjelas Al-Qur'an, QS an-Nahl : 44, yang artinya :
“Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan kami turunkan kepadamu
Al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”
4
Rusdaya Basri, Ushul Fikih 1, IAIN PAREPARE NUSANTARA PRESS, Pare-Pare, 2019, h. 40-
44
5
1. Bayan Taqrir
Posisi hadis sebagai penguat (taqrir) atau memperkuat keterangan al-qur’an
(ta’kid). Sebagian ulama menyebut bayan ta’kid atau bayan taqrir. Artinya hadis
menjelaskan apa yang sudah dijelaskan al-qur’an, misalnya hadis tentang shalat,
zakat, puasa, dan haji, menjelaskan ayat-ayat al-qur’an tentang hal itu juga:
Dari Ibnu Umar R.A berkata: Rasulullah SAW bersabda: islam didirikan
atas lima perkara; menyaksikan bahwa tidak ada tuhan melainkan Allah dan
bahwa Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji, dan
puasa ramadhan. (HR. Al-Bukhari)
2. Bayan Tafsir
Hadis sebagai penjelas (tafsir) terhadap Al-qur’an dan fungsi inilah yang
terbanyak pada umumnya. Penjelasan yang diberikan ada 3 macam, yaitu sebagai
berikut.
a. Tafshil Al-mujamal
6
Ambilah (dariku) ibadah hajimu. (HR. Muslim)
b. Takhsis Al-amm
c. Taqyid Al-Muthlaq
Pemotongan tangan pencuri dalam ayat di atas secara mutlaq nama tangan,
tanpa dijelaskan batas tangan yang harus dipotong apakah dari pundak, sikut, dan
pergelangan tangan. Kata tangan mutlaq meliputi hasta dari bahu pundak, lengan,
7
dan sampai telapak tangan. Kemudian pembatasan itu baru dijelaskan dengan hadis,
ketika ada seorang pencuri datang ke hadapan Nabi dan diputuskan hukuman
pemotongan tangan, maka dipotong pada pergelangan tangan.
3. Bayan Naskhi
Hadis menghapus (nasakh) hukum yang diterangkan dalam al-Qur’an.
Misalnya kewajiban wasiat yang diterangkan dalam surah al-Baqarah (2):
180 : “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan
(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat
untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara makruf. (Ini adalah)
kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”
Ayat di atas di-nasakh dengan hadis Nabi: “Sesungguhnya Allah
memberikan hak kepada setiap yang mempunyai hak dan tidak ada wasiat
itu wajib bagi waris.” (HR. An-Nasa’i)
4. Bayan Tasyri’
Hadis menciptakan syariat (tasyri’) yang belum dijelaskan oleh al-
Qur’an. Dala hadis terdapat hukum-hukum yang tidak dijelaskn al-Qur’an,
ia bukan penjelas dan bukan penguat (ta’kid). Akan tetapi, Sunnah
sendirilah yang menjelaskan sebagai dalil atau ia menjelaskan yang tersirat
dalam ayat-ayat al-Qur’an. Dalam hal-hal tertentu yang tidak ada
keterangannya dalam al-Qur’an, Nabi saw. dianugerahi otoritas untuk
menetapkan hukum secara independen. Al-Qur’an, surah al-a’raf, 157, telah
memberikan otoritas kepada Nabi saw., “...Rasul/Nabi menghalalkan bagi
mereka segala hal yang baik, dan mengharamkan bagi mereka segala hal
yang buruk.”. otoritas ini bahkan diperkokoh dengan ayat yang lain, “Apa
yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah”. (al-Hasyr, 7). karenanya,
menolak hukum-hukum yang telah ditetapkan secara independen oleh Nabi
saw. sebenarnya merupakan penolakan terhadap ayat al-Qur’an yang
memberikan otoritas kepada Nabi saw.
8
Itulah beberapa keterangan sekilas tentang fungsi As-Sunnah sebagai
penjelas al-Qur’an. Secara ringkas, dapat disimpulkan, bahwa tan As-
Sunnah, tidak mungkin kita dapat melaksanakan al-Qur’an. Sebab,
bagaimana mungkin kita akan dapat menjalankan shalat, zakat, dan haji-
yang diperintahkan al-Qur’an-tanpa penjelasan tata caranya yang rinci dari
As-Sunnah?5
C. Macam-macam Sunnah
Berdasarkan definisi-definisi Sunnah yang dikemukakan di atas, Sunnah
menjadi sumber hukum Islam (mashadir al-ahkam) dan dalil hukum Islam kedua
(adillat al-ahkam), itu ada tiga macam, yaitu:
1) Sunnah fi'liyyah, yaitu perbuatan yang dilakukan Nabi SAW. Yang dilihat
atau diketahui dan disampaikan para sahabat kepada orang lain, misalnya tata cara
sholat yang ditunjukkan Rasulullah kemudian disampaikan oleh sahabat yang
melihat atau mengetahuinya kepada orang lain.
2) Sunnah qauliyyah, yaitu ucapan nabi saw., yang didengar dan
disampaikan seorang atau beberapa sahabat kepada orang lain, misalnya sabda
rasulullah yang diriwayatkan imam bukhari dan Muslim, artinya "tidak sah sholat
seseorang yang tidak membaca surat Al-fatihah"
3) Sunnah Taqririyyah, yaitu perbuatan atau ucapan sahabat yang dilakukan
dihadapkan atau sepengetahuan Nabi saw., tetapi nabi hanya diam dan tidak
mencegah dari Nabi saw ini menunjukkan persetujuan nabi atau (taqrir) terhadap
perbuatan sahabat tersebut.
Ketiga macam Sunnah tersebut (qauliyah, fi’liyah dan taqririryah)
disampaikan dan disebarluaskan oleh yang melihat, mendengar, menerima dan
mengalaminya dari nabi secara beranting melalui pemberitaan atau khabar, hingga
sampai kepada orang yang mengumpulkan, menuliskan dan membukukannya
sekitar abad ketiga Hijriyah. Mengenai apakah memang Nabi Muhammad SAW
5
Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqih, Pustaka Setia, Bandung, 2010, h.65-67.
9
pernah berkata, berbuat dan memberikan pengakuan, lebih banyak tergantung
kepada kebenaran pemberita-an tentang adanya Sunnah itu. Selanjutnya para ulama
mengklasifikasikan Sunnah itu berdasarkan kekuatan khabar tersebut.
Dari segi jumlah pembawa khabar, ulama membagi khabar itu kepada tiga
tingkatan:
10
Ketiganya berbeda dari tingkat kebenaranya. Tinkat kebenaran yang paling
tinggi adalah khabar mutawatir, kemudian khabar masyhur, sedangkan yang paling
rendah tingkat kebenarannya adalah khabar ahad.6
6
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 1(PT LOGOS Wacana Ilmu: Jakarta, 1997) . h. 82
11
3. Kewajiban taat kepada Rasul karena menyambut perintah Allah,
sebagaimana dalam surah An-nisa: 64
4. Perintah taat kepada Rasul bersama perintah taat kepada Allah,
sebagaimana dalam surah Ali Imran: 32
5. Perintah taat kepada Rasul secara khusus, sebagaimana dalam surah Al-
Hasyr: 7
b. Dalil Hadis
Hadis yang dijadikan dalil Kehujjahan Sunnah juga banyak sekali, di
antaranya sebagaimana sabda Nabi saw. : “Aku tinggalkan pada kalian dua
perkara, kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh kepada keduanya,
yaitu kitab Allah dan Sunnah ku.” (HR. Al-hakim dan Malik)
c. Ijma’ para Ulama
1. Para ulama sepakat bahwa Sunnah sebagai hujah, semua umat Islam
menerima dan mengikutinya, kecuali sekelompok minoritas orang.
2. Kehujahan Sunnah adakalanya sebagai mubayyin (penjelas)
terhadap al-Qur’an, atau berdiri sendiri sebagai hujah untuk
menambah hukum-hukum yang belum diterangkan oleh al-Qur’an.
3. Kehujahan sunnah berdasarkan dalil-dalil yang qath’i (pasti), baik
dari ayat-ayat al-Qur’an atau hadis dan atau rasio yang sehat maka
bagi yang menolaknya dihukumi murtad.
4. Sunnah yang dijadikannya hujah tentunya sunnah yang telah
memenuhi persyaratan shahih, baik mutawatir atau ahad.
12
Wa Fi Tarikhiha menulis bahwa sunnah mempunyai fungsi yang berhubungan
dengan al-Qur‟an dan fungsi sehubungan dengan pembinaan hukum syara‟.
Dengan menunjuk kepada pendapat As-Syafi‟i dalam al-Risalah, Abdul Halim
Mahmud menegaskan bahwa, dalam kaitannya dengan al-Qur‟an, ada duafungsi
Sunnah yang tidak di perselisihkan, yaitu apa yang diistilahkan oleh sementara
ulama dengan bayan ta’kid dan bayan tafsir. Yang pertama sekedar menguatkan
atau menggarisbawahi kembali apa yang terdapat di dalam al-Qur‟an, sedangkan
yang keduamemperjelas, merinci, bahkan membatasi, pengertian lahir dari ayat-
ayat al-Qur‟an.
13
Barang siapa yang menaati Rasul, maka sesungguhnya ia telah
menaati Allah.”Ayat ini menegaskan bahwa menaati Rasul adalah
identik dengan menaati Allah.Juga firman Allah dalam sirat al-Hasyr:7
Apa saja yang diberikan Rasul kepadamu terimalah dia, dan apa saja
yangdilarangnya bagimu tinggalkanlah.”
14
penjelasan dariapa yang dimaksud oleh Allah SWT dalam firman tersebut.
Tentu, jalan keluar ini tidak disepakati, bahkan persoalan akan semakin
sulit jika Al- Quran yang bersifat qathi'iy al-wurud itu diperhadapkan dengan
hadis yang berbeda atau bertentangan, sedangkan yang terakhir ini yang bersifat
zhanniy al-wurud. Disini, pandangan para pakar sangat beragam. Muhammad
Al-Ghazali dalam bukunya Al-Sunnah Al- Nabawiyyah Baina Ahl Al-Fiqh wa
Ahl Al-Hadits, menyatakan bahwa "Para imam fiqihmenetapkan hukum-hukum
dengan ijtihad yang luas berdasarkan pada Al-Qur‟an terlebih dahulu. Sehingga,
apabila mereka menemukan dalam tumpukan riwayat (hadis) yang sejalan
dengan Al-Quran, mereka menerimanya, tetapi kalau tidak sejalan, mereka
menolaknya karena Al-Quran lebih utama untuk diikuti."
15
perintah Nabi-Nya? Harus digarisbawahi bahwa penolakan satu hadis yang
sanadnya sahih, tidak dilakukan oleh ulama kecuali dengan sangat cermat dan
setelah menganalisis dan membolak-balik segala seginya. Bila masih juga
ditemukan pertentangan, maka tidak ada jalan kecuali mempertahankan wahyu
yang diterima secara meyakinkan (al-Quran) dan mengabaikan yang tidak
meyakinkan (hadis).
16
memahamidan menjalankan perintah dan larangan Allah dalam al-Qur‟an.7
7
Relid Nur Edi, As-Sunnah, Asas, vol. 6, No. 2, 2014, h.140
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadist menurut bahasa al-jadid yang artinya sesuatu yang baru -lawan dari
al-Qadim- artinya yang berarti menunjukkan kepada waktu yang dekat atau waktu
yang singkat. Menurut ahli hadis pengertian hadis ialah segala perkataan Nabi
SAW, perbuatan, dan hal ihwalnya. Sunnah menurut etimologi berarti cara yang
bisa ditempuh baik ataupun buruk.
Struktur hadis yang meliputi sanad dan matan. Sanad ialah rantai
penutur/rawi (periwayat) hadits. Matan ialah redaksi dari hadits. Kedudukan dan
fungsi Hadis yaitu sebagai sumber hukum Islam yang kedua, sebagai penguat dan
pengukuh hukum, sebagai penjelas atau perincian terhadap ayat-ayat Al-Qur’an
yang masih bersifat umum, menetapkan hukum-hukum tidak terdapat dalam Al-
Qur’an.
Hubungan Al-Qur’an dan Sunnah. Ditinjau dari hukum yang ada maka
hubungan As-Sunnah dengan Al-Qur-an, sebagai penguat hukum yang sudah ada
di dalam Al-Qur-an, penafsir atau pemerincian hal-hal yang disebut secara mujmal
dalam Al-Qur-an, bayan dari mujmal Al-Qur-an, Bayan Tafsiri, Bayan Taqriri,
Bayan Taudhihi.
B. Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih, Dina Utama, Semarang, 1994.
Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis., Pustaka Firdaus, Jakarta. Cet-V,2008.
Al-insan, Jurnal Kajian Islam, Hadits Nabi; otentisitas dan upaya
destruksinya. Vol. 1, no. 2, 2005.
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid , Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997.
Rachmat Syafe'i, Ilmu Ushul Fiqih, Pustaka Setia, Bandung, 2010.
Relid Nur Edi, As-Sunnah, Asas, vol. 6, No. 2, 2014.
19