Anda di halaman 1dari 16

1

BAB I
PEDAHULUAN

A. Latar belakang
Tatkala membahas Al Qur’an, kita mengemukakan bahwa Kitab Allah ini
bukansekedar shuhuf petunjuk untuk menyelesaikan sejumlah masalah yang muncul
pada masa turunnya, dan yang dihadapi oleh Nabi Muhammad SAW beserta para
pengikut beliau. Al Qur’an merupakan sebuah uraian lengkap mengenai segala sesuatu
yang perlu diketahui manusia, dan dihimpun dalam sebuah sistem. Meskipun Al Qur’an
menegaskan mengenai dirinya sebagai Kitab yang menerangkan segala sesuatu, tetapi
tidak semua masalah disampaikannya secara tuntas, sejak dari prinsip dasar sampai
dengan operasionalisasinya.
Rupanya Allah menetapkan untuk memfungsikan Rasul bukan sekedar
membacakan Kitab-Nya kepada ummat, tetapi juga menerangkan isinya dan memberi
contoh pengamalannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Karena itu sesudah Al Qur’an kaum mukminin menerima As Sunnah – jalan atau
tradisi Rasul. Jalan Rasul itu diberitakan secara beranting kepada ummat, maka berita
tentang sikap dan akhlak Rasulullah SAW itu dikenal sebagai Al Hadits yang makna
harfiahnya adalah berita.
Sehubungan dengan itu Rasulullah menyatakan: “Aku tinggalkan dua hal untuk
kamu sekalian; maka kamu tidak ak an tersesat apabila berpegang kepada keduanya.
Dua hal itu adalah Al Qur’an dan Sunnahku”. Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh
Tirmidzi dikemukakan sabda beliau: “Barangsiapa mencintai sunnahku berarti dia
mencintai aku, dan barangsiapa mencintai aku maka kelak dia akan bersamaku di dalam
surga”.
Al-Quran dan hadits mempunyai hubungan yang sangat erat dimana keduanya tidak
dapat dipisahkan meskipun ditinjau dari segi penggunaan hukum syariat, hadist/sunnah
mempunyai kedudukan sederajat lebih rendah dibandingkan al-quran. Hal ini akan terasa
sekali ketika seseorang membaca atau mendapati ayat-ayat al-Quran yang masih sangat
global, tidak terpirinci, dan kerap kali terdapat keterangan-keterangan yang bersifat, tidak
muqoyyad.
2

Seperti perintah tentang kewajiban sholat. Dalam al-Qu’ran, tidak dijelaskan


bagaimana cara seseorang untuk mendirikan sholat, ada berapa rokaat,apa yang harus
dibaca, dan apa saja syarat rukunnya. Akan tetapi, dari hadist kita dapat mengetahui tata
caranya sebagaimana yang telah disyariatkan. Oleh karenanya, keberadaan hadist
menjadi hal yang urgen melihat fungsi umum hadist menjadi bayan ayat-ayat al-Quran
yang masih butuh kajian lebih dalam untuk mengetahui makna yang sesungguhya.
Jika umat islam mempunyai pengetahuan yang sedikit tentang hadist, maka akan
sangat sulit bagi kita untuk menelaahlebih dalam dan memahami ayat-ayat al-Quran.
Dalam makalah ini, akan diuraikan terkait fungsi hadits dalam ajaran Islam,
disertai contoh permasalahannya dan juga perbedaan pendapat para ulama dalam
mengklasifikasikannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hadits ?
2. Bagaimana kedudukan sebuah hadits sebagai sumber dasar dalam pemikiran agama
Islam ?
3. Apa fungsi hadits dalam pemikiran Islam ?
4. Sebutkan dan jelaskan klasifikasi fungsi-fungsi hadits sesuai urutan dan contoh-
contoh kasus serta dalil pendukungnya?
5. Bagaimana pendapat para ulama tentang fungsi haditsdalam islam?

C. Tujuan Pembuatan Makalah


1. Supaya mengetahui apa yang dimaksud dengan hadits.
2. Mengetahui kedudukan hadits dalam pemikiran Islam
3. Mengetahui fungsi hadits dalam pemikiran islam
4. Menyebutkan klasifikasi fungsi hadits
5. Mengetahui pendapat para ulama tentang fungsi hadits dalam islam
3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadits
Hadits menurut bahasa (etimologi) adalah perkataan atau ucapan Hadits menurut
syar’i adalah segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah SAW baik perbuatan, perkataan,
dan penetapan pengakuan (takrir). Hadits berfungsi sebagai penjelas ayat-ayat Al-quran
yang kurang jelas atau sebagai penentu hukum yang tidak terdapat dalam Al-quran.
Hadits atau Sunnah dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Sunnah Qauliyah, yaitu semua perkataan Rasulullah yang ada hubungannya
dengan pembinaan hukum Islam
2. Sunnah Fi’liyah, yaitu semua perbuatan Rasulullah yang diberitakan para
sahabat mengenai soal-soal ibadah dan lain

Ulama Ushululfiqhi menetapkan perbuatan Nabi terbagi atas beberapa bagian :


1. Jibilli (tabi’at) yaitu semua perbuatan Nabi yang termasuk urusan tabi’at
seperti makan, minum dan lain-lain. Maka hukumnya mubah baik untuk
perorangan maupun umatnya
2. Qurb (pendekatan) seperti ibadah shalat, puasa, shadaqah atau yang
seumpamanya
3. Mu’amalah (hubungan dengan sesama manusia) seperti jual beli, perkawinan
dan lain-lain
4. Sunnah Taqririyah, yaitu penetapan dan pengakuan Rasulullah terhadap
pernyataan ataupun perbuatan orang lain baik dengan lisan beliau, sikap diam
beliau tanpa melakukan sanggahan. Persetujuan Nabi ini menunjukan suatu
kebolehan.
5. Sunnah hammiyah, yaitu sesuatu yang telah direncanakan Nabi akan
dikerjakan tapi tidak sampai dikerjakan sampai beliau wafat.
.

B. Kedudukan Hadits Dalam Pemikiran Agama Islam


Rasulullah SAW adalah orang yang setiap perkataan dan perbuatannya menjadi
pedoman bagi manusia. Karena itu beliau ma’shum (senantiasa mendapat petunjuk Allah
4

SWT). Dengan demikian pada hakekatnya Sunnah Rasul adalah petunjuk yang juga
berasal dari Allah. Kalau Al Qur’an merupakan petunjuk yang berupa kalimat-kalimat
jadi, yang isi maupun redaksinya langsung diwahyukan Allah, maka Sunnah Rasul adalah
petunjuk dari Allah yang di ilhamkan kepada beliau, kemudian beliau menyampaikannya
kepada ummatdengan cara beliau sendiri.

)44 ‫(النحل‬.‫َّاس َما َنَز َل اِلَْي ِه ْم‬


ِ ‫الذ ْك ُر لِتََبنَّي َ لِلن‬
ِّ ‫ك‬ ِ
َ ‫َواَْنَزلْنَا الَْي‬
“kami telah menurunan peringatan (Al-Qur’an) kepada engkau (Muhammad) supaya
kamu menerangkan kepada segenap manusia tentang apa-apa yang diturunkan kepada
mereka (QS. An-Nahl 44).

)7 ‫الر ُس ْو ُل فَ ُخ ُذ ْوهُ َو َما َن ٰه ُك ْم َعْنهُ فَا ْنَت ُه ْوا (احلشر‬


َّ ‫َما اَتَ ُك ُم‬
“apa-apa yang didatangkan oleh Rasul kepada kamu, hendaklah kamu ambil dan apa
yang dilarang bagimu hendaklah kamu tinggalkan” (QS. Al-Hasyr 7)

Ayat-ayat diatas menjelaskan bahwa sunnah/ hadits merupakan penjelasan Al-


Qur’an. Sunnah itu diperintahkan oleh Allah untuk dijadikan sumber hukum dalam Islam.
Dengan demikian, sunnah adalah menjelaskan Al-Qur’an, membatasi kemutlakannya dan
mentakwilkan kesamarannya. Allah menetapkan bahwa seorang mukmin itu belum dapat
dikategorikan beriman kepada Allah sebelum mereka mengikuti segala yang diputuskan
oleh Rasulullah SAW dan dengan putusannya itu mereka merasa senang.
Iman Asy-Syathibi menerangkan dalam karyanya Al-Muwafaqat bahwa sunnah
dibawah derajat Al-Quran dengan alasan :
1. As-sunnah menjadi bayan (keterangan) Al-Qur’an.
2. As-sunnah menerangkan hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an,
bukan Al-Qur’an menerangkan hukum sunnah.
3. As-sunnah menguatkan kemutlakan Al-Qur’an, mengkhususkan
keumuman Al-Qur’an dan mengihtimalkan lahirnya Al-Qur’an.
Dalam hal mengishtinbatkan hukum, maka sunnah mempunyai batas-batas :
5

1. Sunnah mensyari’atkan apa-apa yang disyari’atkan oleh Allah SWT


agar diikuti dan dilaksanakan
2. Sunnah Nabi menerangkan apa-apa yang disyari’atkan oleh Al-Qur’an
dalam hal menjelaskan ayat-ayat yang umum, mentabyinkan ayat-ayat
yang muhtamil dan mentaqyidkan ayat-ayat yang mutlak.
3. Sunnah berwenang membuat berbagai macam hukum baru yang tidak
terdapat dalam Al-Qur’an. Untuk hal ini, Nabi saw berpedoman
kepada ilham dan petunjuk dari Allah dan ada pula yang berdasarkan
ijtihad Rasulullah sendiri.
Imam Syafi’i menguraikan kedudukan sunnah terhadap Al-Qur’an sebagai berikut:
1. Sunnah itu bayanut tafshil, keterangan yang menjelaskan ayat-ayat
yang mujmal.
2. Sunnah itu bayanut takhsis yaitu keterangan yang mentakhsiskan
segala keumuman Al-Qur’an.
3. Sunnah itu bayanut ta’yin yaitu keterangan yang menentukan mana
yang dimaksud dari dua kata atau tiga macam persoalan yang
semuanya mungkin untuk dijelaskan secara terang.
4. Sunnah itu bayanut ta’kid yaitu keterangan sunnah yang bersesuaian
benar dengan petunjuk Al-Qur’an dari segala jurusan dan ia
menguatkan apa yang dipaparkan ayat-ayat Al-Qur’an.
5. Sunnah itu bayanut tafsir yaitu keterangan sesuatu hukum dari Al-
Qur’an, yang menerangkan apa yang dimaksud oleh ayat-ayat yang
tersebut dalam Al-Qur’an.
6. Sunnah itu bayanut tasyri yaitu keterangan sesuatu hukum yang tidak
diterangkan dalam Al-Qur’an.

Dalam menyampaikan Al Qur’an, Rasulullah SAW hanya meneruskan apa yang


diwahyukan kepada beliau, tanpa hak untuk menambah, mengurangi atau mengubah satu
patah katapun. Sedangkan dalam mendakwahkan petunjuk selain beliau
menyampaikannya dengan ucapan, dalam hal itu kata-kata dan susunannya berasal dari
6

Muhammad SAW sendiri. Hadits Qudsi, walaupun dimulai dengan pernyataan: “Allah
berfirman”, kalimatnya tetap dari Rasul.
Beliau hanya menerangkan firman Allah yang beliau terima sebagai ilham. Pada
waktu lain beliau mengemukakan petunjuk Allah itu dengan perbuatan, termasuk dengan
berdiam diri ketika melihat perbuatan seseorang. Berdiam diri itu merupakan taqriratau
ijin bagi yang hendak melakukan perbuatan tersebut. Muhammad SAW meskipun
menjadi Nabi yang menerima wahyu, sekaligus seorang Rasul, utusan yang bertugas
menyampaikan wahyu dan petunjuk lain yang diilhamkan kepada beliau, tetap manusia
biasa yang mempunyai keinginan, pikiran dan pendapat.
Maka dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam menunaikan tugasnya, beliau
juga ber-ijtihad dengan menggunakan akalnya. Ketika menyampaikan ijtihad-nya
Muhammad dapat dibantah, bahkan bersedia mengubah ketetapannya bila ternyata ada
ijtihad lain yang lebih baik. Tetapi tatkala melaksanakan petunjuk Allah, tidak ada
siapapun yang boleh turut campur apa lagi mengoreksinya.
Para ulama menerangkan beberapa fungsi Al Hadits terhadap Al Qur’an :
1. merinci atau mengoperasionalkan petunjuk yang Al Qur’an hanya
membicarakan pokoknya saja.
2. menegaskan suatu ketetapan yang telah dinyatakan di dalam Al Quran.
3. menerangkan tujuan hukum dari suatu ketetapan Al Qur’an.

Berbeda dengan Al Qur’an, sebagian besar Al Hadits tidak ditulis pada waktu Rasulullah
SAW masih hidup kerena disebabkan beberapa faktor :
1. karena Rasul sendiri pernah melarangnya.Para ulama hadits menganggap
larangan ini disebabkan oleh kekuatiran, bahwa catatan Al Hadits akan
bercampur dengan Al Qur’an, karena waktu itu belum ada media tulis
yang baik. Buktinya, Rasul sendiri di kemudian hari mengijinkan
beberapa sahabat yang terpercaya, menulis keterangan-keterangan beliau.
2. Jarang sekali Rasulullah menerangkan, apakah ucapan dan perbuatan
beliau itu atas petunjuk Allah atau hanya ijitihad beliau sendiri.
7

3. Pada waktu itu ummat sibuk berperang dan berdakwah. Maka potensi
penulis yang tersedia, dimanfaatkan dengan prioritas menulis Al Qur’an,
yang Rasul memang memerintahkannya.
4. Rasulullah SAW pada masa itu masih berada di tengah ummat, sehingga
bila ada yang memerlukan keterangan atau penjelasan tentang pernyataan
Al Qur’an, dia dapat bertanya langsung kepada beliau.

Kenyataan bahwa tulisan mengenai Al Hadits sangat langka, menimbulkan


kesulitanketika Rasulullah SAW telah wafat. Apa lagi tatkala sahabat-sahabat yang dekat
dengan beliau dan yang menyaksikan kehidupan sehari-hari beliau, telah wafat pula.
Padahal umat memerlukan pengetahuan tentang Sunnah Rasulullah di dalam
menyelesaikan berbagai masalah, yang petunjuk operasionalnya tidak ditemui dalam Al-
Qur’an.
Maka Khalifah Umar bin Abdul Aziz (menjabat tahun 99-101 H), mengambil
inisiatif memerintahkan ummat untuk menuliskan segala sesuatu yang diucapkan dan
dilakukan oleh Rasulullah SAW. Sejak perintah dikeluarkan, banyak sekali hadits yang
ditulis dan disebarluaskan. Persoalan timbul kemudian, ketika banyak hadits yang saling
bertentangan, dan yang isinya diragukan. Maka para ulama kemudian melakukan seleksi
hadits, dengan menyusun metode untuk itu. Yang terkemuka dalam pengembangan
metode sekaligus penerapannya, antara lain Imam Bukhari (194-256 H), Imam Muslim
(202-261 H), Abu Musa Muhammad at-Tirmidzi (209-279 H), Abu Dawud (202-275 H),
Ibnu Majah (209-273 H), dan An Nasa’i (215-303 H). Umumnya ulama hadits
beranggapan, metode Bukhari merupakan yang paling hati-hati dalam prosedur seleksi
hadits.
Meskipun ada perbedaan di antara berbagai metode yang digunakan, secara
umum dapat dikatakan bahwa ada tiga unsur yang diperiksa dalam proses seleksi hadits:
1. Sanad, yaitu hubungan antara orang yang mendengar atau menyaksikan
sendiri ucapan maupun perbuatan Rasul secara berantai sampai kepada
yang menuliskannya. Urutan itu harus menyambung tanpa ada keraguan
sama sekali.
8

2. Rawi, yaitu orang-orang yang disebut dalam garis sanad; mereka harus
terpercaya dalam arti kukuh imannya, baik ibadahnya, luhur akhlaknya,
dan panjang ingatannya.
3. Matan (isi hadits), yaitu tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan hadits-
hadits lain yang lebih tinggi tingkat kepercayaannya.

Dengan pemeriksaan yang saksama terhadap sanad, dapat diketahui apakah


sebuah hadits itu mutawatir dikemukakan di dalam banyak sekali jalur sanad,
atau masyhurdinyatakan di dalam cukup banyak sanad, atau ahad hanya ditemukan
dalam sedikit jalursanad. Hadist mutawatir tentu lebih mudah dipercayai
dibanding masyhur, apa lagi haditsahad.
Selanjutnya sesudah mempertimbangkan hasil penelitian terhadap semua unsur, dapat
ditetapkan mana hadits yang shahih, mana yang hasan (cukup baik) tetapi tidak sampai
pada taraf shahih, dan mana yang dhaif (lemah).

C. Fungsi Hadist dalam Ajaran Pemikiran Islam


Dalam al-quran dijelaskan bahwa Rasulullah SAW. diutus oleh Allah ke muka
bumi untuk menjelaskan isi kandungan yang terdapat dalam ayat-ayat al-Quran. Hal itu
senada dengan firman Allah dalam qur’an surat An Nahl : 44 yang artinya :

ِ ‫الذ ْكَر لِتَُبنِّي َ لِلن‬


‫َّاس َما نُِّز َل ِإلَْي ِه ْم َولَ َعلَّ ُه ْم َيَت َف َّك ُرو َن‬ ِّ ‫ك‬َ ‫الزبُِر ۗ َوَأْنَزلْنَا ِإلَْي‬ ِ َ‫بِالْبِّين‬
ُّ ‫ات َو‬ َ
Artinya ; ‘’dan kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan
pada umat manusia apa yang Telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan.’’
Dengan pemahaman ayat diatas, tegaslah kiranya bahwa hadist itu penjelasan,
pensyarah, pen-taqyid, dan pen-takhsish ayat-ayat al-Quran.
Imam Ahmad berkata, “Mencari hukum dalam al-Quran haruslah melalui hadist.
Mencari agama demikian pula, Jalan yang telah dibentang untuk mempelajari fiqh Islam
an syariatnya ialah hadist/sunnah. Mereka yang mencukpi dengan al-Quran saja, tidak
memerlukan hadist dalam memahami ayat, dalam mengetahui syariatnya,sesatlah
perjalanannyadan tidak akan sampai pada tujuan yang dikehendaki.”
9

Penjelasan-penjelasan yang dilakukan oleh nabi sangat beraneka ragam bentuknya


dan memiliki fungsi-fungsi tertentu. Penjelasan itu dapat berupa ucapan, perbuatan,
tulisan ataupun taqrir (pembenaran berupa diamnya beliau terhadap perbuatan yang
dilakukan oleh orang lain). Nabi Muhammad saw. telah diberi oleh Allah SWT (melalui
Al-Quran) hak dan wewenang tersebut. Segala ketetapannya harus diikuti.
Banyak ayat al-quran dan hadist Rasulullah yang memberikan penegasan bahwa
hadist merupakan sumber hukum Islam selain al-quran yang wajib diikuti.
1. Dalil al-Quran
Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". ( ali Imron : 32)
2. Hadist Rasulullah

‫اهلل َو ُسنَّةُ نَبِيِّ ِه‬


ِ ‫ضلُّوا ما مَتَ َّسكْتُم هِبِما كِتَاب‬
ِ ِ ‫َتر ْك‬
ُ َ ْ َ ْ َ‫ت فْي ُك ْم َْأمَريْ ِن لَ ْن ت‬
ُ َ
Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian yang kalia tidak akan
tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah
dan sunnah rasul-Nya.
3. Ijma’
Umat islam sepakat menjadikan hadist sebagai mashadir at-tasyri’.
Kesepakatan itu, bahkan telah dilakukan sejak masa Rasulullah. Ketika
masa al-khulafa ar-rasyidindan masa-masa selanjutnya pun, tidak ada yang
mengingkarinya.
4. Sesuai dengan logika rasional
Kerasulan Muhammad telah diakui dan dibenarkan oleh umat islam.
Karena itu, bila kerasulannya telah diakui dan dibenarkan, maka sudah
selayaknya apabila segala peraturan dan perundang-undangan, baik yang beliau
ciptakan atas bimbingan wahyu maupun hasil ijtihad dan inisiatif sendiri,
ditempatkan sebagai sumber hukum dan pedoman hidup.

D. Fungsi - Fungsi Hadits dan Contoh - Contoh Kasus Serta Dalil Pendukungnya
Fungsi Hadits sebagai penjelas (bayan) terhadap al-qur’an ada 4 macam, yaitu:
10

1. Bayan Al-Taqrir
Bayan at-taqrir di sebut juga dengan bayan al-ta’qid dan bayan al-
isbat yaitumenetapkan dan memperkuat apa yang telah di terangkan dalam al-qur’an.
Fungsi hadits ini hanya memperkokoh isi kandungan al-qur’an sekalipun dengan redaksi
yang berbeda namun ditinjau dari substansinya mempunyai makna yang sama. Untuk
lebih jelasnya, perhatikan contoh hadits yang di riwayatkan Muslim dari Ibnu Umar yang
berbunyi :

) ‫ص ْو ُم ْوا َو ِإ َذا َر َْأيتُ ُم ْوهُ فََأفْطَُر ْوا ( رواه مسلم‬ ِ


ُ َ‫فَِإ َذا َر َْأيتُ ُم اهْل اَل َل ف‬
Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat (ru’yah)
itu maka berbukalah. (HR. Muslim)

Hadits ini mentaqrir (menetapkan) ayat al-Quran Surah. Al-Baqoroh : 185 yang berbunyi:
ِ
‫ص ْمه‬ ْ ‫فَ َمن َش ِه َد مْن ُك ُم الش‬
ُ َ‫َّهَر َف ْلي‬
Maka barangsiapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia
berpuasa...
Karena ayat al-quran dan hadist diatas mempunyai makna yang sama maka hadist
tersebut berfungsi sebagai bayan taqrir, mempertegas apa yang telah disebut dalam al-
quran.

2. Bayan Al-Tafsir
Bayan al-tafsir adalah fungsi hadits yang memberikan rincian dan tafsiran
terhadap ayat-ayat al-qur’an yang masih bersifat global (mujmal), memberikan
persyaratan atau batasan (taqyid) ayat-ayat al-qur’an yang bersifat mutlak, dan
mengkhususkan (takhshish) ayat al-qur’an yang masih bersifat umum.
Diantara contoh tentang ayat-ayat al-qur’an yang masih mujmal adalah perintah
mengerjakan sholat. Banyak sekali ayat-ayat terkait perintah kewajiban sholat dalam al-
Quran. Salah satunya sebagaimana yang termaktub dalam QS. Al-Baqoroh ayat : 43

ِ ِ َّ ‫الز َكاةَ وار َكعوا مع‬ ِ


‫الرا كعنْي‬ َ َ ْ ُ ْ َ َّ ‫َواَقْي ُموا الصَّاَل ةَ َواَُت ْوا‬
11

dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat, dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku.
Ayat tersebut menjelaskan tentang kewajiban sholat tetapi tidak dirinci atau dijelaskan
bagaimana operasionalnya, berapa rokaatnya, serta apa yang harus dibaca dalam setiap
gerakan sholat. Kemudian Rasulullah memperagakan bagaimana mendirikan sholat yang
baik dan benar. Hingga beliau bersabda,

َ ُ‫صلُّ ْوا َك َما َراَْيتُ ُم ْويِن ْ ا‬


)‫صلِّي(رواه البخاري‬ َ
Shalatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat. (HR.Bukhori.)

Sedangkan contoh hadits yang membatasi (taqyid) ayat-ayat al-qur’an yang bersifat
mutlak adalah seperti sabda rasullullah,

َّ ‫صلّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم بِ َسا ِر ٍق َف َقطَ َع يَ َدهُ ِم ْن ُم َف‬


‫ص ِل الْ َكف‬ ِ
َ ‫َأيَت َر ُس ْو ُل اهلل‬
Rasullullah didatangi seseorang dengan membawa pencuri, maka beliau memotong
tangan pencuri dari pergelangan tangan.

Hadits ini men-taqyid QS.Almaidah : 58 yang berbunyi :


ِ ‫السا ِرقَةُ فَاقْطَعوا َأي ِديهما جزاء مِب َا َكسبا نَ َكااًل ِّمن‬
‫اهلل َو اهللُ َع ِز ْيٌز َح ِكْي ٌم‬ َّ ‫السا ِر ُق َو‬
َّ ‫َو‬
َ ََ ً َ َ َ ُ َ ْ ُْ
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan, dan sebagai siksaan
dari Allah sesungguhnya Allah maha Mulia dan Maha Bijaksana.
Dalam ayat diatas belum ditentukan batasan untuk memotong tangannya. Bisa
jadi dipotong sampai pergelangan tangan saja, atau sampai siku-siku, atau bahkan
dipotong hingga pangkal lengan karena semuanya itu termasuk dalam kategori
tangan. Akan tetapi, dari hadist nabi tersebut, kita dapat mengetahui ketetapan
hukumnya secara pasti yaitu memotong tangan pencuri dari pergelangan tangan.
Sedangkan contoh hadits yang berfungsi untuk mentakhshish keumuman ayat-
ayat al-Quran, adalah :

) ‫ث الْ ُم ْسلِ ُم الْ َكاِ ُفر َو اَل الْ َكافُِر الْ ُم ْسلِ َم ( رواه البخارى‬
ُ ‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم اَل يَِر‬
َ ُّ ‫قاَ َل النَّيِب‬
12

Nabi SAW bersabda : “tidaklah seorang muslim mewarisi dari orang kafir , begitu juga
kafir tidak mewarisi dari orang muslim.
Hadits tersebut mentakhshish keumuman ayat :

) 11 : ‫ظ اُأْلْنَثَينْي ِ ( النساء‬ َّ ِ‫يُو ِصْي ُكم اهللُ يِف َْأواَل ِد ُكم ل‬


ِّ ‫لذ َك ِر ِمثْل َح‬
ُ ْ ْ ُ ْ
Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu:
bahagian anak laki-laki sama dengan bahagian anak perempuan. (QS. An- Nisa : 11)

3. Bayan At-Tasyri’
Bayan at-Tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak
didapati dalam al-Quran , atau dalam al-quran hanya terdapat pokok-pokoknya
saja. Seperti contoh berikut:

‫اعا ِم ْن‬ ِ ‫َّاس ص‬ ِ ِ ِ ِ


ً‫ص‬ َ ‫اعا م ْن مَتٍَر َْأو‬
ً َ ِ ‫لى الن‬ َ ‫ض َزكاَةُ الْفطْ ِر م ْن َر َم‬
َ ‫ضا َن َع‬ َ ‫لى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم فُِر‬
َّ ‫ص‬
َ ‫الر ُس ْو َل اهلل‬ َّ
َّ ‫َأن‬

) ‫َشعِرْيٍ َعلَى ُك ِّل ُحٍّر َأو َعْب ٍد ذَ َك ٍر َْأو ُأْنثَى ِم َن الْ ُم ْسلِ ِمنْي َ (رواه املسلم‬
Bahwasahnya Rasulullah telah mewajibkan zakat fitroh kepada umat islam pada bulan
ramadhan satu sukat (sha’) kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau
hamba, laki-laki atau perempuam muslim.
(HR. Muslim).
Hadits Rasulullah yang termasuk bayan al-tasyri’ ini, wajib diamalkan,
sebagaimana mengamalkan hadits-hadits lainnya.
Namun demikian, sebagian ulama membantah bahwa sunnah dapat membentuk hukum
baru yang tidak disebutkan dalam al-Quran. Karena menurut mereka, sunnah tidak dapat
berdiri sendiri dalam menetapkan hukum baru

4. Bayan Al-Nasakh
Nasakh menurut bahasa berarti (membatalkan dan menghilangkan), oleh para ahli
Ushul Fiqih diartikan dengan: “Penghapusan hukum Syar'i dengan suatu dalil syar'i
yang datang kemudian”.
Dalam menasakh al-Qur’an dengan sunah/hadist ini terdapat dua macam pendapat
di antara para ahli Ushul tentang boleh tidaknya. Pendapat pertama menyatakan,
13

menasakh Alquran dengan Sunah diperkenankan, asalkan dengan Sunah Mutawatir atau
Sunah Masyhur, bukan sunah Ahad. Sedang pendapat kedua menyatakan, menasakh
Alquran dengan Sunah tidak dibolehkan, karena derajat al-quran lebih tinggi dari pada
Sunah. Padahal syarat nasikh itu adalah yang lebih tinggi derajatnya atau sepadan.
Contoh hadist yang berfungsi sebagai bayan al-naskh :
ٍ ‫اَل و ِصيَّةَ لِوا ِر‬
‫ث‬ َ َ
Tidak ada wasiat bagi ahli waris.
Hadist ini menaskh firman Allah :
ِ ِ ِ ِِِ ِ
َ ‫ت ِإ ْن َتَر َك َخْيًرا الْ َوصيَّة ل ْل َوال َديْ ِن َو اَأْل ْقَربِنْي َ بِالْ َم ْعُر ْوف َحقًّا َعلَى الْ ُمتَّقنْي‬
ُ ‫َأح ُد ُك ُم الْ َم ْو‬ َ ‫ب َعلَْي ُك ْم ِإذَا َح‬
َ ‫ضَر‬ َ ‫ُكت‬
)180 : ‫(البقرة‬
Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda)
maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapa dan karib
kerabatnya secara ma’ruf (ini adalah kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa. (QS.
Al-Baqoroh : 180).

E. Pendapat Para Ulama Tentang Fungsi Hadits Dalam Pemikiran Islam


Sehubungan dengan fungsi hadist sebagai bayan tersebut, para ulama berbeda
pendapat dalam merincinya lebih lanjut.
1. Menurut Imam Malik bin Annas, yaitu meliputi bayan taqrir, bayan tafsir,
bayan tafshil, bayan Isbat, dan bayan tasyri’.
2. Menurut Imam Syafi’i, yaitu meliputi bayan takhsis, bayan ta’yin, bayan
tasyri’, bayan nasakh, bayan tafshil dan bayan isyaroh
3. Menurut Ahman bin Hanbal yaitu meliputi bayan ta’kid, bayan tafsir,
bayan tasyri’, dan bayan takhsis.

Meskipun para ulama menggunakan istilah yang berbeda, namun pada dasarnya
yang mereka maksudkan sama saja. Secara umum fungsinya adalah menguatkan,
merinci, menjelaskan, membuat aturan baru dan merevisi aturan al-quran.
14

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Hadits merupakan sumber kedua bagi ajaran Islam, dialah sumber yang paling
luas, yang terinci penjelasannya, dan paling lengkap susunannya. Sunnah memberikan
perhatian yang penuh dalam menjelaskan Al-Qur’an. Oleh sebab itu, tidaklah seharusnya
dalam urusan istinbat hukum Islam, orang mencukupkan Al-Qur’an saja, tanpa
membutuhkan penjelasan dari As-Sunnah.
Maka dari itulah, jangan terlalu mudah kita mengambil suatu hukum dari Al-
Qur’an tanpa melihat terlebih dahulu apakah ada hadits yang menjelaskan tentang ayat
tersebut.
Marilah kita gali potensi kemampuan kita dalam memahami Al-Qur’an dan Al-
Hadits agar kita mampu memahami agama dengan baik dan benar.
Al-qur’an dan Hadits adalah sebagi pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran
dalam Islam antara satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain, hadist
adalah sumber hukum islam kedua setelah al-quran.
Fungsi hadits sebagai penjelas(bayan) terhadap Al-qur’an mempunyai empat(4) macam,
yaitu:
1. Bayan Al-Taqrir di sebut juga dengan bayan al-ta’qid dan bayan al-
isbat yaitu menetapkan dan memperkuat apa yang telah di terangkan
dalam al-qur’an
2. Bayan Al-Tafsir adalah fungsi hadits yang memberikan rincian dan
tafsiran terhadap ayat-ayat al-qur’an yang masih bersifat global (mujmal),
memberikan persyaratan atau batasan(taqyid) ayat-ayat al-qur’an yang
bersifat mutlak, dan mengkhususkan (takhshish) ayat al-qur’an yang
masih bersifat umum.
3. Bayan At-Tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran
yang tidak didapati dalam al-Quran , atau dalam al-quran hanya terdapat
pokok-pokoknya saja
4. Bayan At-Nasakh yaitu penghapusan hukum Syar'i dengan suatu dalil
syar'i yang datang kemudian
15

Pendapat Para Ulama Tentang Fungsi Hadits Dalam Islam:


Menurut Imam Malik bin Annas, yaitu meliputi bayan taqrir, bayan tafsir, bayan
tafshil, bayan Isbat, dan bayan tasyri’. Menurut Imam Syafi’i, yaitu meliputi bayan
takhsis, bayan ta’yin, bayan tasyri’, bayan nasakh, bayan tafshil dan bayan
isyaroh. Menurut Ahman bin Hanbal yaitu meliputi bayan ta’kid, bayan tafsir, bayan
tasyri’, dan bayan takhsis.

B. Saran
Demikian makalah ini kami susun. Semoga apa yang telah kami uraikan diatas
mengenai Hadist dalam Ajaran Islam sedikit banyaknya memberi manfaat kepada kita
semua. Dan kami menyadari sebagai manusia biasa memang tidak bisa luput dari
kesalahan tidak terkecuali dengan makalah yang kami buat.
Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi
terciptanya makalah yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat untuk kita
semua. Amiiin.
16

DAFTAR PUSTAKA

Rahman, Zufran. 1995.”Kajian Sunnah Nabi saw Sebagai Sumber Hukum


Islam”.Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.

Aghnides, Nicolas P. 1984.”Pengantar Ilmu Hukm Islam”. Solo: Ramadhani

http://abdullah21.wordpress.com/2008/10/13/sumber-%E2%80%93-sumber-ajaran-islam/

Amin, Muhammadiyah, Ilmu Hadist, Yogyakarta: Graha Guru, 2008

Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadist, Semarang
: Pustaka Rizki Putra

Shihab, Quraisy, Membumikan Al-Quran, Bandung: Mizan, 1996

Suparta, Munzier. ILMU HADITS . Jakarta : Fajar Interpratama Offset, 2003

http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_ARAB/195510071990011-
DEDENG_ROSIDIN/MODUL_USHUL_FIQIH.pdf

Anda mungkin juga menyukai