PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan per-ekonomian nasional dan dinamika peru-
bahan yang terjadi disebabkan oleh kema-juan ilmu pengetahuan dan teknologi
telah menghasilkan berbagai produk barang dan/atau jasa yang dipasarkan
secara bebas dan dapat dikonsumsi oleh konsumen. Kemajuan di bidang ilmu
pengetahuan, tekhnologi, dan informatika juga turut mendukung perluasan
ruang gerak tran-saksi barang dan/atau jasa hingga melintasi batas-batas
wilayah suatu Negara. Kondisi demikian pada satu pihak sangat ber-manfaat
bagi kepentingan konsumen karena kebutuhannya akan barang dan/atau jasa
yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk
menjatuhkan pilihan terhadapberbagai jenis barang dan/atau jasa yang
diinginkan.
Disisi lain tidak menutup kemung-kinan kondisi dan fenomena tersebut
dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak
seimbang. Konsumen dapat menjadi objek aktivitas bisnis dari pelaku usaha
melalui produk yang dihasilkan tidak memenuhi syarat kesehatan dan
keamanan konsumen. Hal ini disebabkan karena kurangnya pendidik-an
konsumen, dan rendahnya kesadaran akan hak-hak dan kewajibannya.
Keduduk-an konsumen pada umumnya masih lemah dalam bidang ekonomi,
pendidikan, dan daya tawar, karena itu sangatlah dibutuh-kan adanya undang-
undang yang melin-dungi kepentingan konsumen yang selama ini terabaikan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sengketa Konsumen
UU Perlindungan Konsume n disingkat (UUPK) tepatnya Pasal 1
angka 2 Undang - undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen , menyatakan konsumen adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepen tingan d
iri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan.
Secara umum konsumen dapat dibed akan kepada dua kelompok,
yaitu : Pertama, konsumen yang menggunakan barang/ jasa untuk
keperluan komersial (intermediate consumer, intermediate buyer,
derived buyer, consumer of industrial market ) . Kedua, konsumen yang
mengguna kan barang/ jasa untuk keperluan diri sendiri/ keluarga/ non
komer - sial ( ultimate consumer, ultimate buyer, end user, final consumer,
consumer of the consumer market ) .
Menurut Shidarta sengketa konsumen adalah sengketa berkena - an
dengan pelanggaran hak – hak konsumen. Lingkupnya mencakup
semua segi hukum baik keperdata - an, pidana maupun tata usaha
negara. Oleh karena itu tidak digunakan istilah “sengketa tran - saksi
konsumen” karena yang terakhir terkesan lebih sempit, yang hanya
mencak up aspek hukum keperdataan saja (Shidarta, 2004 : 165) .
Sedangkan Az. Nasution me - ngemukakan, sengketa konsumen
adalah setiap perselisihan antara konsumen dengan penyedia prod uk
konsumen (barang dan/atau jasa konsumen) dalam hubungan hukum satu
sama lain, mengenai produk konsumen tertentu ( Az. Nasution, 1995 :
178 ).
Sengketa ini dapat menyangkut pemberian sesuatu, berbuat sesuatu, atau
tidak berbuat sesuatu se - bag aimana diatur dalam Pasal 1233 j o 1234
KUH Perdata atau dapat pula berbagai kombinasi dari prestasi tersebut.
Objek sengketa konsumen dalam hal ini dibatasi hanya menyangkut
produk konsumen yaitu barang atau jasa yang pada umumnya
digunakan untuk ke - perlua n rumah tangganya dan tidak untuk tujuan
komersial.
2. Penyelesaian sengketa secara damai oleh para pihak sendiri dan penye-
lesaian sengketa melalui lembaga yang berwenang, yaitu melalui BPSK
dengan menggunakan mekanisme me-lalui konsiliasi, mediasi atau
arbitrase.
Pemerintah membentuk suatu badan baru, yaitu Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen/ BPSK, untuk penyelesaian seng-keta konsumen di
luar pengadilan. Dengan adanya BPSK maka penyelesaian sengketa
konsumen dapat dilakukan secara cepat, mudah dan murah. Cepat karena
undang-undang menentukan dalam tenggang waktu 21 hari kerja BPSK
wajib memberikan putusannya (Pasal 55 UUPK). Mudah karena prosedur
adminis-tratif dan prosedur pengambilan putusan yang sangat sederhana,
Murah karena biaya perkara yang terjangkau. (Yusuf Shofie dan Somi
Awan, 2004: 17).
Setiap konsumen yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha dapat
mengadukan masalahnya kepada BPSK, baik secara langsung, diwakili
kuasanya maupun oleh ahli warisnya. Pengaduan yang disampaikan oleh
kuasanya atau ahli warisnya hanya dapat dilakukan apabila konsumen
yang bersangkutan dalam keadaan sakit, meninggal dunia, lanjut usia,
belum dewasa atau warga negara asing.
Pengaduan tersebut dapat disampai-kan secara lisan atau tulisan
kepada sekretariat BPSK di kota/kabupaten tempat domisili konsumen
atau di kota/kabupaten terdekat dengan domisili konsumen.
Anggota BPSK terdiri dari unsur pemerintah, unsur konsumen, dan unsur
pelaku usa ha. Anggota setiap unsur berjumlah sedikit - dikitnya 3
(tiga) orang dan sebanyak - banyaknya 5 (lima) orang. Pengangkata dan
pemberhentian anggota BPSK ditetapkan oleh Menteri. Ketentuan lebih
lanjut mengenai pembentukan BPSK diatur dalam Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2001. Adapun mengenai
pelaksanaan tugas dan wewenang BPSK diatur dalam Surat Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor. 350/MPP/Kep/12/2001.
Untuk pertama kali pembentukan BPSK diatur dalam Surat Keputusan
Men teri Perindustrian dan Perda - gangan Republik Indonesia Nomor
605/MPP/8/2002 tanggal 29 Agus - tus 2002 tentang Pengangkatan
Anggota BPSK pada pemerintah kota Makassar, kota Palembang, kota
Surabaya, kota Bandung, kota Semarang, kota Yogyakarta dan kota Medan.
Sesuai Pasal 19 ayat (1) UUPK bahwa pelaku usaha bertanggung jawab
memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugi an
konsumen akibat meng - konsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan
atau diperdagangkan. Ganti rugi tersebut harus dilaksana - kan dalam
tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi. Hal ini sesuai yang
ditetapkan dalam Pasal 19 ayat (2) bahwa p emberian ganti rugi
dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
Apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari ini ternyata pelaku usaha memberikan
ganti rugi, maka tidak akan terjadi sengketa konsumen. Namun,
sebaliknya apabila dalam w aktu 7 (tujuh) hari ini pelaku usaha tidak
memberikan ganti rugi, maka akan terjadi sengketa konsumen.
Konsumen yang dirugikan akan melakukan upaya hukum dengan cara
menggugat pelaku usaha.
D. Tatacara Pendaftaran Perkara dan Penyelesaiannya di BPSK
Setiap konsumen yang dirugikan dapat mengajukan permohonan
penyelesaian sengketa konsumen kepada BPSK, baik secara
tertulis maupun lisan melalui sekretariat BPSK. Permohonan
tersebut dapat juga diajukan oleh ahli waris atau kuasanya
apabila konsumen meninggal d unia, sakit atau telah
berusia lanjut, belum dewasa, atau orang asing (warga negara
asing). Permohonan yang diajukan secara tertulis yang diterima
oleh BPSK dikeluarkan bukti tanda terima oleh sekretariat BPSK
kepada pemohon. Permohonan yang diajukan secar a tidak
tertulis dicatat oleh sekretariat BPSK dalam suatu format
yang disediakan, dan dibubuhi tanda tangan atau cap
stempel oleh konsumen, atau ahli warisnya atau kuasanya , (
Konsumen yang m erasa hak hukumnya dirugikan dalam hal tidak
bisa datang sendiri ke BPSK dapat diwakili oleh ahli waris, atau
kuasanya dalam keadaan konsumen meninggal dunia, sakit atau
telah berusia lanjut sehingga tidak dapat mengajukan pengaduan
sendiri baik secara tertulis maupun lisan, se - bagaimana
dibuktikan dengan surat keterang an dokter dan bukti Kartu
Tanda Penduduk (KTP), belum de - wasa sesuai dengan
peraturan perundang - undangan yang berlaku; atau orang asing
(Warga Negara Asing). Lihat lebih lanjut ketentuan Pasal 15 atat
(3) Kepmenperindag RI No. 350/MPP/Kep/12/2001 Ten - tang
Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK ) , dan kepada pe -
mohon diberikan bukti tanda terima. Berkas permohonan tersebut,
baik tertulis maupun tidak tertulis dicatat oleh sekretariat BPSK dan
dibubuhi tanggal dan nomor registrasi. Dalam Pasal 16 Keputusan
M enteri Per - industrian dan Perdagangan Repub - lik Indonesia
Nomor: 350/MPP/ Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas
dan Wewenang BPSK , permohonan penyelesaian sengketa
konsumen secara tertulis harus memuat secara benar dan
lengkap mengenai:
1. Nama dan alamat lengkap kon - sumen, ahli waris atau
kuasanya disertai bukti diri;
2. Nama dan alamat lengkap pelaku usaha;
3. Barang atau jasa yang diadukan;
4. Bukti perolehan (bon, kwitansi dan dokumen bukti lain);
5. Keterangan tempat, waktu , dan tanggal diperoleh barang dan
jasa tersebut;
6. Saksi yang mengetahui barang dan jasa tersebut diperoleh;
7. Foto - foto barang dan kegiatan pelaksanaan jasa, bila ada.
Pada hari persi dangan 1 (per - tama), ketua majelis wajib men - damaikan
kedua belah pihak yang bersengketa, dan bilamana tidak tercapai
perdamaian, maka per - sidangan dimulai dengan membaca - kan isi
gugatan konsumen dan surat jawaban pelaku usah a . Ketua majelis
memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha yang
bersengketa untuk menjelaskan hal - hal yang di per sengketakan.
Pada hari persi dangan 1 (per - tama) sebelum pelaku usaha mem - berikan
jawabannya, konsumen da - pat mencabut gugatannya dengan membuat
surat pernyataan. Dalam hal gugatan dicabut oleh konsumen, maka dalam
persi dangan, pertama majelis wajib mengumu mkan bahwa gugatan dicabut.
Apabila dalam proses penyelesaian sengketa kon - sumen terjadi
perdamaian antara konsumen dan pelaku usaha ya n g bersengketa, majelis
membuat pu - tusan dalam bentuk penetapan perdamaian.
Dalam hal pelaku usaha dan konsumen tidak hadir pada hari
persidangan 1 (pertama) majelis memberikan kesempatan terakhir
kepada konsumen dan pelaku usaha untuk hadir pada persidangan 2
(kedua) dengan membawa alat bukti yang diperlukan. Persidangan ke 2
(kedua) diselenggarakan selambat - lambatnya da lam waktu 5 (lima) hari kerja
terhitung sejak hari persidang - an 1 (pertama) dan diberitahukan dengan
surat panggilan kepada konsumen dan pelaku usaha oleh sekretariat
BPSK. Bilamana pada persidangan ke 2 (dua), konsumen tidak hadir,
maka gugatannya dinyata kan gugur demi hukum, sebalikmya bila pelaku
usaha yang tidak hadir, maka gugatan kon - sumen dikabulkan oleh
majelis tanpa kehadiran pelaku usaha.
1. Perdamaian;
2. Gugatan ditolak ; dan
3. Gugatan dikabulkan.
1. Ganti rugi;
2. Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp.
200. 000.000 (dua ratus juta rupiah), sebagaimana di - tuangkan
dalam Pasal 14 Ke - putusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan Republik Indo - nesia Nomor: 350/MPP/Kep/12/ 2001
Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK .
BANDUNG, KOMPAS.com
Seorang Ibu, Rini Tresna Sari (46) mengadukan salah satu produsen susu kemasan
ke Badan Penyelesaian sengketa konsumen (BPSK) kota Bandung, Jln. Mataram
No.17 Kecamatan Lengkong, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (22/2/2016).
Anak Rini yakni A (7), diduga mengalami keracunan setelah meminum produk
susu kemasan dengan merk tertentu tersebut, selain itu ditemukan benda aneh
yang menyerupai bagian kaki katak dari dalam bungkus susu kemasan itu. Rini
mengatakan, anaknya mengalami beberapa hal setelah minum susu kemasan
tersebut. Ia yang sempat merasakan setetes susu kemasan tersebut pun merasakan
efek yang tak biasa. Menurut dia, mulutnya terasa gatal meski hanya merasakan
setetes sisa susu kemasan tersebut, " sekitar 10 menit terasa gatal. Saya lihat anak
saya, bibirnya tebal dan gusinya bengkak. Kemudian anak saya demam dan batuk-
batuk. Tapi tidak langsung saya bawa ke Rumah Sakit karena kalau dokter kan
tunggu gejala klinis dulu. Pada malamnya badan anak saya merah," ujar Rini
kepada wartawan di kantor BPSK Kota.
Rini mengatakan anaknya baru dibawa ke Rumah Sakit Advent sore setelah
berkonsultasi dengan sejumlah dokter. Didiagnosa keracunan makanan, anaknya
pun terpaksa dirawat di Rumah Sakit hingga 1 Februari 2016. " Pada 1 Februari
2016 sudah boleh pulang, tapi tidak berarti sembuh karena harus tetap terapi obat
dan monitoring dokter," ujar Rini.
Rini mengaku, langsung melakukan komunikasi dengan salah satu produsen susu
kemasan tersebut. Ia menghubungi nomor layanan konsumen yang tertera pada
bungkus susu kemasan itu. Awalnya keluhannya mendapatkan respon yang cukup
baik hingga akhirnya terjadi ketidaksepakatan. "Awalnya sempat melakukan
pertemuan dan ada sejumlah hasil dari pertemuan. Namun, Jum'at 19 Februari
2012, ada deadclock sehingga kami laporkan ke pihak yang berwenang," kata
Rini.
Ini bisa jadi merupakan sebuah isu yang dapat mengakibatkan terjadinya krisis
kepercayaan publik terhadap produk-produk PT. Ultrajaya Milk
Industry&Treading Co Tbk namun presiden direktur dari PT. Ultrajaya Milk
Industry dengan cepat mampu memberikan klarifikasi terhadap apa yang
sebenarnya terkandung dalam salah satu produk tersebut.
Prawirawidjaja mengatakan tak ada benda asing didalam produk kemasan susu
cair. Pernyataan itu dikatakan Sabana terkait soal adanya komplain dari seorang
konsumen asal warga Kota Bandung yang menemukan spesimen menyerupai kaki
katak didalam salah satu produk susu cair rasa cokelat.
"Didalam kemasan tidak akan ada benda asing kecuali tukang sulap, diseluruh
dunia tidak ada. Mustahil ada benda asing yang bisa lolos dalam kemasan dan
produk Ultramilk," ucap Sabana dalam konferensi pers di Hotel Mason Pine, Kota
Baru Parahyangan, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa
(1/3/2016). Menurut dia produk susu Ultramilk telah melewati proses Ultra High
Temprature (UHT) yang memastikan keamanan produk. Dia menambahkan,
kerusakan pada susu bisa terjadi pada saat kemasan sudah dibuka dan disimpan
lama dalam ruang terbuka atau mengalami kebocoran sangat kecil (micro
leaking). Hal itu diakibatkan penanganan atau penyimpanan yang kurang tepat.
"Kontaminasi yang terjadi setelah produk lolos uji kendali mutu dari pabrik yang
disebabkan oleh faktor dari luar tersebut sulit dikontrol oleh produsen susu,"
tambahnya.
Sementara itu Plant Manager PT. Ultrajaya Azwar M Muhthasawwar
menerangkan, hasil uji mikroskopis terhadap potongan padat yang diterima dari
konsumen baik dari segi tekstur, aroma, maupun struktur sel menunjukkan
padatan tersebut berupa susu cokelat yang rusak. "Benda itu dikasih sepotong ke
pabrik, yang bisa kita analisis dia mengandung fat, protein cokelat, dan benda lain
yang masih dianalisis. Itu bukan benda asing, itu bukan fragmen hewan."
Jelasnya.
Upaya penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh BPSK antara konsumen dan
pelaku usaha dalam sengketa susu kemasan yang tercemar adalah pada mulanya
mengadakan prasidang dimana prasidang tersebut mempertemukan kedua pihak
yang sedang bersengketa untuk memilih bagaimana bentuk proses penyelesaian
sengketa nantinya. Kemudian kedua belah pihak sepakat untuk memilih
penyelesaian sengketa melalui sidang arbitrase, namun ketika sidang arbitrase
dilaksanakan belum menemukan titik temu mengenai besaran nominal biaya ganti
rugi. BPSK Kota Bandung mengadakan mediasi, yaitu usaha negosiasi yang
dimediasi oleh BPSK dimana kedua belah pihak melakukan musyawarah dengan
keikutsertaan aktif majelis hakim BPSK, termasuk memberikan penetapan. Upaya
mediasi tersebut membuahkan hasil besaran nominal biaya ganti rugi yang
disepakati oleh kedua belah pihak, dan hasil upaya tersebut diumumkan secara
resmi pada sidang arbitrase selanjutnya. Sehingga sengketa antara PT Ultrajaya
Dairy Milk Industry & Trading Company melawan Rini Tresna Sari berakhir
damai melalui upaya mediasi yang diadakan oleh BPSK Kota Bandung yang
disahkan dan diumumkan melalui sidang arbitrase.