Anda di halaman 1dari 8

REVISI (RESUM)

"KEHUJAAN HADIST"

A. Pengertian Sunnah
Kalau melihat pengertian As sunnah dari seti etimologi as sunnah berarti
Jalan.7Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam Al Quran S. An Nisa 26. "Allah
hendak menerangkan hukum kepadamu, dan menunjukimu kepada jalan orang
sebelum kamu (para nabi dan shalihin) dan hendak menerima taubatmu. Dan
Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana".

B. Macam-Macam As-Sunnah
Dari pengertian yang dijelaskan diatas maka oleh para ahli .usul membagi sunnah
itu kepada tiga yaitu :
a. Sunnah Qauliyyah (Perkataan Nabi) Yaitu Hadis-hadis Rasul Saw yang
beliau katakana dalam berbagai tujuan dan konreks yang memuat
berbagai maksud Syara'
b. Mustafa Al-Siba'I Sunnah Dan Peranannya Dalam Penetapan Hukurn Islam, -
Penterjemah Nurcholis Madjid, Cet I (Jakarta, PT Pustaka Firdaus, 1991) h. 1.
c. Departemen Agama, Quran dan Terjemah, (Jakarta, Yayasan Penyelenggara
penterjemah, PT Intermasa, 1993) h. 121

1
baik yang berkaitan dengan aqidah, akhlak, maupun yang lainnya. Contoh
Rasul Bersabda dalam Hadisnya sebagai berikut : "Dari Ibnu Abbas, dari
nabi Saw apabila seseorang kaum is hendak hersetuhuh dengan isterinya
bacalah Dengan mum Altah. Ya Tuhan jauhkanlah syaitan clari pada kamu
dari pada anak yang engkau anugerahkan kepada kami, kalau terjadi anak
dengan persetubuhan itu niscaya syetun tidak akan memberi bahaya kepada
anak itu menjadi anak yan balk. Buchari".
a. Sunnah Fi'liyah (Perbuatan Nabi Saw) Segala perbuatan Rasul atau
pekerjaannya yang dipahami dan dilakuan nabi diikuti umatnya sampai
kepada kita. Salah satu contoh dari sunnah ini adalah : "Dari Aisyah Isteri
nabi Saw .
sesungguhnya nabi Saw, apabila mandi karena Janaba dimulainya
membasuh kedua belah tangannya, lalu is berwudhu sebagaiaman
wudhunya untuk sembahyang, kemudian itu dimasukkan anak jarinya
kedalam air dan digosokannya pangkal rambut kepalanya. Kemudian
dituangkannya keatas kepalanga tiga sauk air dengan kedua belah
tangannya, dan dituangkannya air kepada segenap tubuhnya". 10
b. Sunnah Tagririyah, Bila seseorang melakukan suatu perbuatan atau
mengemukakan suatu ucapan dihadapan nabi atau pada masa nabi, nabi
mengetahui apa yang dilakukan orang itu dan mampu menyangganya,
namun nabi diam dan tidak menyanggahnya, maka hal ini merupakan
pengakuan dari nabi. Keadaan diam nabi itu dapat dibedakan dalam dua
bentuk: Pertama, nabi mengetahui bahwa perbuatan itu pernah dibenci dan
dilarang oleh nabi. dalam hal ini kadang-kadang nabi mengetahi bahwa
sipelaku tarjih. Umpamanya pada suatu waktu nabi melipat kedua tangannya
dibawah dada pada waktu berdiri sedang shalat, dan pada waktu lain
meluruskan tangannya dibawah. Dalam hal ini tidak dapat dikatakan ada
pertentangan antara dua perbuatan nabi, sehingga dikatakan bahwa perbuatan
yang dilakukan beliau kemudian membatalkan atau mensahkan apa yang
dilakukan.

2
C. Fungsi Sunnah
Rasulullah Saw sebagai pembawa risalah Allah berfungsi untuk
menjelaskan kepada umat Islam ajaranaj aran yang diturunkan Allah melalui
alQuran. Hal ini sesuai dengan finnan Allah dalam surat An-Nahl (16) : 44 “Kami
turunkcm kepada engkau Al-Quran agar engkau jelaskan kepada umat manusia apa-
apa yang diturunkan kepuda mereka”11
Sunnah Rasulullah adakalanya berbentuk pendukung hukum-hukum yang
ada dalam Al- Quran, seperti sunnah. Rasul tentang kewajiban Shalat, zakat, dan
haji. Kewajiban- kewajiban ini telah Lida dalam Al-Quran, kemudian Rasulullah
memperkuatnya dengan Sunnah beliau adakalanya sunnah menjelaskan hukum-
hukum yang ada dalam Al-Quran, kemudian Rasulullah memperkuatnya dengan
Sunnah beliau. Adakalanya sunnah menjelaskan hukumhukum yang ada dalam
Al-Quran penjelasan Rasulullah terhadap Al- Quran ada beberapa bentuk yaitu :
1. Merinci hukum global yang ada dalam Al-Quran, seperti kewajiban sholat
yang a da dalam Al-Quran yang sifatnya global, karena tidak memerinci
bebherapa kali, berapa rakaat, dan bagaimana tata caranya.
2. Menjelaskan hukum mutlak yang ada dalam Al-Quran seperti potong tangan
orang yang melakukan tindak pidanan pencurian perintah Allah ini tidak
menjelaskan ukuran yang dipotong yang nisab harta yang dicuri yang dikenakan
hukum potong tangan.
3. Mengkhususkan hukum-hukum yang bersifat umum dalam al-Quran seperti
tentang pembagian harta warisan.

D. Kehujaan Sunnah
Para ulama sepakat mengatakan bahwa sunnah rasul dalam bentuk fi -liyah,
qauliyah dan tagrifiyah merupakan sumber asli dari sumber hukum syara dan
menempati

3
posisi kedua sesudah al-Quran. Ada beberapa alasan yang dikemukakan ulama
usul fiqih untuk mendukung hal tersebut antara lain :
1. Al-Quran Surat Ali Imran 31 : "Apabila mencintai Allah maka ikutilah aku,
Allah akan mencintaimu".
2. Surat Al Ahzab 21 : "Sesungguhnya pada dirt. Rasulullah itu bagi kannt teladan
yang baik vault bagi orang yang mengharapkan Rahmat Allah dan kedatangan
Hari Kiamat dan dia hanyak menyebut Allah ".
Surat Al Hasyr 7 : "Apa yang diberikan Rasul kepaclannt maka ambilah dan
apa yang dilarang bagimu maka tinggalkanlah”.

E. Fungsi Sunnah Terhadap Al-Quran


Rasulullah sebagai pembawah Risalah berfungsi menjelaskan kepada umat Islam
ajaran- ajaran yang diturunkan Allah melalui Al-Quran. Dalam hal kedudukan
sunnah dalam- Al-Quran para ulama usul fiqih berpendapat bahwa hanya tiga ada
tiga hal kedudukan dalam Al-Quran dart segi hukumnya antara lain sebagai berikut
 Sunnah menjelaskan ayat-ayat Al- Quran yang sifatnya global,
mentakhsiskan ayat yang umum atau merinci ayat-ayat yang mujmal. Hal ini
sejalan dengan telah diberikan oleh Allah kepada Rasulullah yaitu hak untuk
memberikan penjelasan ayat- ayat Al-Quran kepada umat manusia.
 Sunnah membawah hukum yang tidak ada ketentuan nasnya dalam AlQuran
seperti pengharaman binatang buas yang bertaring dan jenis burung yang
bercakar tajam serta pengharaman memakai kain sutra.12
 Sunnah berfungsi menetapkan hukum yang telah termuat dalam AlQuran.
Oleh karena itu hukum menjadi dua sumber atau dua dalil yaitu dalil yang
menetapkan dari ayat-ayat Al-Quran dan dalil yang mengkukuhkan dari
sunnah antara lain shalat, haji dan zakat serta puasa.

F. Sunnah Yang Dapat Dijadikan Hujjah


Dalam penjelasan diatas telah dibahas tentang pembagian kualtias hadis
secara umum, yang terbagi pada hadis shahih, hadis hasan, dan hadis daif dan
pembagian hadis menurut kualitas, yang dibagi dalam ketiga bagian juga yaitu

4
hadis mutawatir, hadis ahad dan hadis mahsyur. Secara tegas dapatlah dikatakan
disini bahwa hadis atau as sunnah yang dapat dijadikan hujjah :
1. Darii segi kualtiasnya :
 Hadis shahih
 Hadis hasan
2. Dari segi kualitasnya :
 Hadis mutawatir
 Hadis mahsyur
 Hadis musnad

G. Pengertian Kehujjahan Hadis


Yang dimaksud dengan kehujahan Hadis (hujjiyah hadis) adalah keadaan
Hadis yang wajib dijadikan hujjah atau dasar hukum (al-dalil al-syar’i), sama
dengan Al-Qur’an dikarenakan adanya dalil-dalil syariah yang menunjukkannya.
Menurut Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab Ushul Al-Fiqh Al-Islami, orang yang
pertama kali berpegang dengan dalil-dalil ini diluar ‘ijma adalah Imam Asy-Syafi’i
(w. 204 H) dalam kitabnya Ar-Risalah dan Al-Umm.
Kehujahan hadis sebagai dalil syara’ telah ditetapkan berdasarkan dalil-dalil
qath’iy yang menuturkan tentang kenabian Muhammad saw. Selain itu, keabsahan
hadis sebagai dalil juga ditunjukkan oleh nash-nash qath’iy yang menyatakan,
bahwa beliau saw., tidak menyampaikan sesuatu (dalam konteks syariat) kecuali
berdasarkan wahyu yang telah diwahyukan. Semua perkataan beliau saw., adalah
wahyu yang diwahyukan. Oleh karena itu, hadis adalah wahyu dari Allah swt, dari
sisi maknanya saja, tidak lafadznya. Hadis adalah dalil syariat tak ubahnya dengan
al-Quran. Tidak ada perbedaan antara al-Quran dan Hadis dari sisi wajibnya
seorang Muslim mengambilnya sebagai dalil syariat. Sebagaimana firman Allah
dalam Surah An Nahl ayat 44 :
“Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan
kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”.

5
Jika sekiranya, hadis itu bukan merupakan hujjah dan tidak pula merupakan
penjelasan atas al-Qur'an, sudah tentu kita tidak akan dapat melaksanakan,
bagaimana cara kita beribadah dan melaksanakan ajaran-ajaran yang terdapat di
dalam al-Qur'an. Sabda Nabi SAW : "Ingat! Bahwa saya diberi al-Quran dan
yang seperti al-Quran (Hadis)." (H.R. Abu Daud). Karena itu, hadis, baik ia
menjelaskan al-Qur'an atau berupa penetapan sesuatu hukum, umat Islam wajib
mentaatinya.
Apabila diteliti, fungsi hadis terhadap al-Qur'an, dapat berupa menetapkan
dan mengokohkan ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam al-Qur'an, atau
berupa penjelasan terhadap al-Qur'an, menafsiri serta memperincinya, atau juga
menetapkan sesuatu hukum yang tidak terdapat di dalam al-Qur'an.
Hal ini juga dikemukakan oleh Imam asy-Syafi'i di dalam ar-Risalahnya.
Jika sekiranya, hadis itu bukan merupakan hujjah dan tidak pula merupakan
penjelasan atas al-Qur'an, sudah tentu kita tidak akan dapat melaksanakan,
bagaimana cara kita beribadah dan melaksanakan ajaran-ajaran yang terdapat di
dalam al-Qur'an.

H. Kehujjahan Hadis Shahih, Hasan dan Dhaif dalam Hukum Islam


Sebagai sumber hukum islam kedua setelah Al Qur’an, kedudukan Al Hadis
menjadi sangat penting dalam menjembatani atau menjelaskan berbagai pesoalan
yang masih bersifat global didalam Al qur’an. Namun demikian adanya perbedaan
periwatan antara Al Qur’an dan Al Hadis telah memunculkan ketidaksempurnaan
terutama tingkat keabsahan /validitas hadis setelah wafat Nabinya Muhammad
SAW. Oleh karena itu tingkat kehujjahan hadis-hadis tersebut sebagai sumber
hukum kedua setelah Al Qur’an diuraikan sebagai berikut :
1. Kehujjahan Hadis Shahih dalam Hukum Islam
Para ulama termasuk ahli hadis dan ushul fiqh yang pendapatnya dapat
dijadikan pegangan, hadis shahih dapat dijadikan hujjah dan wajib diamalkan,
baik rawinya seorang diri, atau ada rawi lain yang meriwayatkan bersamanya,
atau masyhur dengan diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih tetapi tidak
mencapai derajat mutawatir. Hadis shahih wajib diamalkan dan dijadikan

6
sebagai sumber hukum islam kedua setelah Al Qur’an.
2. Kehujjahan Hadis Hasan dalam Hukum Islam
Meskipun derajat keabsahannya dibawah hadis shahih, namun hadis hasan
sebagai mana halnya hadis shahih, adalah hadis yang dapat diterima dan
dipergunakan sebagai dalil atau hujjah dalam menetapkan suatu hukum atau
sebagai pedoman dalam beramal. Para ulama hadis, ushul fiqih, dan fuqaha
sepakat tentang kehujjahan hadis hasan.
3. Kehujjahan Hadis Dhaif dalam Hukum Islam
Berbeda dengan hadis shahih dan hasan, hadis dhaif yang tingkat derajat
keabsahannya diragukan demikian pula tingkat kehujjahannya atau sebagai
dalil hukum juga lemah. Oleh karena mengutip pendapat dari Al-Hafidzh
Ibnu Hajar Al-Asqalani bahwa hadis dhaif dapat digunakan sebagai dalil
hukum atau sumber dengan beberapa syarat :
 Tigkat kedhaifannya tidak parah
Menurut para ulama, masih ada di antara hadis dhaif yang bisa dijadikan
hujjah, asalkan bukan dalam perkara aqidah dan syariah (hukum halal
haram). Hadis yang level kedhaifannya tidak terlalu parah, boleh digunakan
untuk perkara fadailul a’mal (keutamaan amal).
 Berada di bawah nash lain yang shahih.
Maksudnya hadis yang dhaif itu kalau mau dijadikan sebagai dasar dalam
fadhailul a’mal, harus ada hadis lain yang mendukung tersebut dan hadis
lainnya itu harus shahih. Tidak boleh hadis tersebut
 Ketika mengamalkan tidak boleh meyakini ke-tsabit-annya.
Maksudnya, ketika kita mengamalkan hadis dhaif itu, kita tidak boleh
meyakini sepenuhnya bahwa ini merupakan sabda Rasululah SAW atau
perbuatan beliau. Namun hanya menduga atas kepastian datangnya
informasi ini dari Rasulullah saw.

7
8

Anda mungkin juga menyukai