Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Sunnah adalah segala yang bersumber dari Rasulullah SAW, baik berupa
perkataan, perbuatan ,taqrir, sifat khalaqah atau khuluqiyah maupun perjalanan
hidupnya sebelum atau sesudah diangkat menjadi rasul. Sedangkan hadis adalah
melaporkan, mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad
SAW. Keduanya memiliki makna yang sama hanya istilahnya saja yang berbeda.

Sunnah dijadikan sumber ajaran/agama/hukum kedua setelah Alquran,


hadis nabi merupakan penafsiran, dalam praktek-prakterk penerapan ajaran islam
secara faktual dan ideal, umat islam diwajibkan mengikuti hadits sebagaimana
diwajibkan mengikuti Alquran.

2. RUMUSAN MASALAH

A. Apa pengertian as sunnah?


B. Apa keduudukkan as sunnah?
C. Apa fungsi as sunnah?

3. TUJUAN PEMBAHASAN

A. Menjelaskan pengertian as sunnah!


B. Menjelaskan kedudukkan as sunnah!
C. Menjelaskan fungsi as sunnah!

4. MANFAAT

A. Mengatahui pengertian as sunnah.


B. Mengetahui kedudukan as sunnah.
C. Mengetahui fungsi as sunnah.

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN AS SUNNAH

Secara terminologi,para ahli hadis tidak membedakan antara hadis dengan


sunnah. Menurut mereka, hadis atau sunnah adalah hal-hal yang berasal dari Nabi
Muhammad SAW. Baik berupa perkataan, perbuatan, penetapan maupun sifat
beliau, dan sifat ini, baik berupa sifat-sifat fisik, moral maupun perilaku beliau.1

Sunnah pada dasarnya sama dengan hadis, namun dapat dibedakan dalam
permaknaannya, seperti yang diungkapkan oleh Al-A’Azami bahwa sunnah
berarti model kehidupan Nabi SAW. Sedangkan hadis adalah periwayatan dari
model kehidupan Nabi SAW tersebut.

Kata sunnah menurut bahasa berarti jalan, adat istiadat, kebiasaan, atau
cara yang diadakan. Sunnah kemudian didefinisikan sebagai segala sesuatu yang
datang dari Nabi Muhammad SAW selain Alquran, baik berupa ucapan,
perkataan, perbuatan dan ketetapan Rasulullah SAW.2

Sunnah juga sering disebut dengan hadis, yang secara etimologis berarti
baru (al-jadid) , lawan dari lama (al-qadim) . Ia berarti juga ucapan, perkataan,
cerita atau berita.3

Menurut al-A’zami, sunnah adalah sumber ajaran kedua setelah Alquran


sekaligus penjelas al-qur’an yang bersifat global. Karena diantara tugas
Rasullullah SAW. Adalah menjelaskan hal-hal global dalam Alquran, baik dengan
lisan maupun dengan perbuatan. Menolaknya sama saja menolak Alquran.4

1 Mustafa Ash-Siba’i. Sunnah dan Perananya dalam Penetapan Hukum Islam: Sebuah
Pembelaan Kaum Sunni. Jakarta: Pustaka Firdaus. 1993. Hal. 1.
2 Hammis Syafaq dkk. Studi Hadis,Surabaya: UINSA Press . 2014. Hlm. 95.
3 Ibid.
4 Muhammad Mustafa A'zami. Hadis Nabi dan Sejarah Kodifikasinya. (1994).terj Ali Mustafa
Ya'kub (Jakarta: Pustaka Firdaus). hlm 27.

2
Dari keterangan dalam beberapa ayat al-A’zami berpandangan sudah jelas
bahwa memakai al-qur’an saja dan meninggalkan sunnah adalah suatu yang tidak
mungkin dan tidak dibenarkan.

Sedangkan hadis adalah sumber kedua ajaran Islam setelah Alquran. Ia


terdiri atas bentuk ucapan, perbuatan atau persetujuan secara diam dari Nabi
Muhammad SAW.

Sedangkan hadis menurut Manzhur, kata ‘hadis’ berasal dari berbahasa


Arab, yaitu al-hadits, jamaknya al-ahadits, al-haditsan, dan al-hudtsan. Secara
etimologis, kata ini memiliki banyak arti, di antaranya al-jadid (yang baru ) lawan
dari al-qadim (yang lama), dan al-khabar, yang berarti kabar atau berita.5

Di samping pengertian tersebut, M.M. Azami mendefinisikan bahwa kata


‘hadis’ (Arab: al-hadits), secara etimologi (lughawiyah), berarti ‘komunikasi’,
‘kisah’, ‘percakapan’: religius atau sekular, historis atau kontemporer.6

Secara terminologis, hadis dipahami sebagai segala sesuatu yang


disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan,
pernyataan dan seterusnya. Jadi, dalam islam, hadis merupakan istilah yang
dinisbatkan pada riwayat spesifik mengenai ucapan dan perbuatan Nabi
Muhammad SAW.

Pada masa Nabi Muhammad SAW, narasi hadis berbentuk informal,


dimana orang-orang di sekitarnya membicarakan apa yang dikatakan atau
dilakukan Nabi Muhammad SAW persis seperti nereka membicarakan tentenag
perbuatan mereka sehari-hari.

5 Muhammad Ibn Mukaram Ibn Manzhur. Lisan Al-Arab. Juz II. 1992. HLM. 131.
6 M.M. Azami. Studies in Hadis Methodology and Literature. Terj. Meth Kieraha. Jakarta:
Lentera. 2003. Hlm. 21-23.

3
Hadis atau sunnah itu memiliki beberapa kategori; ada sunnah qawliyah,
yaitu sunnah Nabi yang hanya berupa ucapan, baik berupa pernyataan, anjuran,
perintah, atau larangan. Bentuknya bisa sabda Nabi yang merespon keadaan yang
terjadi, atau bentuk dialog Nabi dengan para Sahabatnya, atau jawaban terhadap
pernyataan yang diajukan oleh para Sahabat untuk suatu masalah, atau pidato-
pidato Nabi.

Selain sunnah qawliyah, terdapat sunnah fi’liyah, yaitu sunnah Nabi yang
berupa perbuatan Nabi yang diberitakan oleh para sahabat mengenai
permasalahan ibadah.7

Para ulama mengklasifikasikan sinnah fi’liyah ini ke dalam beberapa


kategori; perbuatan Nabi yang tidak ada kaitannya dengan hukum, seperti model
pakaian Nabi; perbuatan Nabi yang memiliki kaitan dengan ubudiyah; perbuatan
Nabi yang menjadi motivasi bagi umatnya; perbuatan Nabi yang dikhususkan
untuknya; perbuatan Nabi yang menerangkan tentang hukum yang mujmal;
perbuatan Nabi yang dilakukan untuk menerangkan kebolehannya saja.8

Di samping sunnah qawliyah dan fi’liyah, juga terdapat sunnah taqririyah,


yaitu sunnah Nabi yang berupa penetapan Nabi terhadap perbuatan para sahabat
yang diketahui Nabi, tetapi beliau tidak menegurnya atau melarangnya, bahkan
Nabi cenderung membiarkannya.9

7 Musthafa al-Siba’i, al-Sunnah wa Makanatuha fi al-Tasyri’ al-Islami (Kairo: Dar al-Islamiyah


al –Thiba’ah wa al –Nasyr, 1960).
8 Hammis Syafaq dkk. Pengantar Studi Islam. Surabaya: UINSA Press, 2014), 98.
9 Ibid.

4
2. KEDUDUKKAN AS SUNNAH

Pada masa rasulullah saw. tidak ada sumber hukum selain al-kitab dan as-
sunnah. Di dalam kitabullah ta’ala terdapat pokok-pokok yang bersifat umum bagi
hukum-hukum syariat, tanpa pemaparan rincian keseluruhannya dan cabangnya,
kecuali yang sejalan dengan pokok-pokok yang bersifat umum itu yang tidak
pernah berubah oleh bergulirnya waktu dan tidak berkembang lantaran keragaman
manusia di lingkungan dan tradisi masing-masing meski bagaimanapun kondisi
lingkungan dan tradisinya, umat manusia dapat menemukan didalam ajaran yang
dapat memenuhi kebutuhan pembentukan hukum untuk mencapai kedinamisan
dan kemajuan. Di samping itu, kita juga bisa menemukan didalam ajaran akidah,
ibadah, kisah-kisah umat masa lampau, etika umum dan akhlaq.

Secara global, sunnah sejalan dengan al-qurán, menjelaskan yang


mubham, merinci yang mujmal, membatasi yang mutlak, mengkhususkan yang
umum dan menguraikan hukum-hukum dan tujuan-tujuannya, disamping
membawa hukum-hukum yang belum di jelaskan secara eksplisit oleh al-qurán
yang isinya sejalan dengan kaidah-kaidahnya dan merupakan realisasi dari tujuan
dan sasarannya. Dengan demikian, sunnah merupakan tuntunan praktis terhadap
apa yang dibawa oleh al-qurán.

Seluruh umat Islam, tanpa kecuali, telah sepakat bahwa as sunnah


merupakan salah satu sumber ajaran Islam. Ia menempati kedudukannya yang
sangat penting stelah Al-Quran. Ewajiban mengikuti as sunnah bagi umat Islam
sama wajibnya dengan mengikuti Al-Quran. Hal ini karena as sunnah merupakan
mubayyin terhadap Al-Quran. Tanpa memahami Al-Quran karena Al-Quran
merupakan dasar hukum pertama, yang di dalamnya berisi garis besar syariat, dan
as sunnah merupakan dasar hukum kedua, yang di dalamnya berisi penjabaran dan
penjelasan Al-Quran. Dengan demikian, antara as sunnah dan Al-Quran tidak bisa
dipisah-pisahkan atau berjalan sendiri-sendiri.10

10 Agus Suyadi. Ulumul Hadis. Bandung: CV Pustaka Setia. 2009. hlm. 73.

5
Berdasarkan hal tersebut, kedudukan as sunnah dalam Islam tidak dapat
diragukan karena terdapat penegasan yang banyak, baik di dalam Al-Quran
maupun dalam maupun dalam hadis Nabi Muhammad SAW. Seperti diuraikan di
bawah ini.

1. Dalil Al-Quran

Dalam Al-quran banyak terdapat ayat yang menegaskan tentang kwajiban


mengikuti Allah yang digandengkan dengan ketaatan mengikuti Rasul-Nya,
seperti firman Allah berikut ini:

}٣ ٢{:‫ٌقْل َاِط ْيٌعواهللا َو الَّر ُسْو َل َفِاْن َتَو َّلْو اَفِاَّنااهَللا َال ُيِح ُّب اْلَك ِفرْيَن {ال عمران‬

Katakanlah, ‘‘Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, sesunguhnya


Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 32)11

Di samping itu, banyak juga ayat yang mewajibkan ketaatan kepada Rasul
secara khusus dan terpisah karena pada dasarnya ketaatan kepada Rasulmberarti
ketaatan kepada Allah SWT, yaitu:

1. Q.S. An-Nisa [4] ayat 65 dan 80,


2. Q.S. Ali Imran [3] ayat 31,
3. Q.S. An-Nur [24] ayat 56, 62, dan 63,
4. Q.S Al-A‘raf [7] 158.12

2. Dalil Hadis Rasulullah SAW.

Selain berdasarkan ayat-ayat Alquran di atas, kedudukan hadis juga dapat


dilihat melalui hadis-hadis Rasul sendiri. Banyak Hadis yang menggambarkan hal
ini dan menunjukkan perlunya ketaatan kepada perintahnya. Dalam salah

11 Agus Suyadi. Ulumul Hadis. Bandung: CV Pustaka Setia. 2009. hlm. 76.
12 Ibid.

6
satupesannya, berkenaan dengan keharusan menjadikan Hadis sebagai pedoman
hidup di samping Alquran.Rasulullah bersabda:

‫ َتَر ْك ُت ِفْيُك ْم َأْمَر ْيِن‬: ‫َع ْن َم اِلِك َأَّنُه َبَلَغ ُه َأَّن َر ُسوَل اهِللا صلي اهللا عليه وسلم َقَل‬
‫َلْن َتِض َّلواَم ا َتَم َّس ْك ُتْم ِبِهَم ا ِكَتاَب اهِللا َو ُس َّنَة َنِبِّيِه‬

‘‘Dinarasikan dari Malik bahwa telah sampai kepadanya berita bahwa Rasulullah
SAW. Bersabda: ‘Saya tinggalkan dua perkara yang kamu tidak akan tersesat
apabila berpegang pada keduanya, yakni Kitab Allah (Alquran) dan sunnah Nabi-
Nya (adis) (HR. Malik ibn Anas).

Hadis di atas dengan tegas menyatakan bahwa Alquran dan sunnah Nabi
merupakan pedoman hidup yang dapat menuntun manusia menjalani kehidupan
yang lurus dan benar, bukan jalan yang salah dan sesat. Keduanya merupakan
peninggalan Rasulullah yang diperuntuhkan bagi umatIslam agar
mempedomaninya.13

Di samping Alquran dan sunnah Nabi, sunnah al-Khulafa’ al-Rasyidun


juga dapat dijadikan sebagai panutan sebagaimana sabda Nabi:

‫َع َلْيُك ْم ِبُس َنِتْي َو ُس َنِة ْالُخَلَفاِء اَلراِشِد ْيَن َعُضْو ا َع َلْيَها‬

‘‘Kalian wajib berpegang teguh dengan sunah-ku dan sunah Khulafah’ al-
Rasyidun yang mendapat petunjuk. Berpegang teguhlah kamu sekalian
dengannya’’ (HR. Abu Dawud).14

Dalam hadis riwayat Miqdam ibn Ma’dikarib:

‫ أال إني‬: ‫لي اهللا عليه و سلم َق اَل‬Œ‫عن المقدام بن معد يكر ب َأَّن َر ُس وَل اهِللا ص‬
‫دا‬ŒŒ‫أوتيت الكتاب ومشله معه أال يو شك رجل شبعان علي أريكته يقو ل عليكم ه‬
‫القران فما وجد تم فيه من حالل فأ حلوه وما وجد تم فيه من حرام‬
13 Idri. Studi Hadis. Cet. 2 (Jakarta: Prenada Media Group. 2013). 23.
14 Idri dkk. Studi Hadis. Surabaya: UINSAPress. 2014. 56.

7
“Dinarasikan Miqdam ibn Ma’dikarib bahwa Rasulullah SAW. Bersabda:
‘Ketahuilahn, sesungguhnya saya diberi al-Kitab dan wahyu yang semisalnya
(hadis) bersamanya. Akan terjadi seseorang yang kenyang sedang bersimpuh
pada sofanya mengatakan, berpegang teguhlah dengan Alquran saja!. Apa yang
dihalalkan Alquran, maka halalkanlah dan apa yang diharamkan Alquran maka
haramkanlah”. (HR. Abu Dawud).15

Dari hadis diatas dapat dipahami bahwa disamping Rasulullah menerima


wahyu Alquran, beliau juga diberi yang semacam wahyu Alquran, yaitu hadis
Nabi SAW. Artinya, hadis yang ia sampaikan juga merupakan wahyu dari Allah,
meskipun redaksi dan maknanya lahir darinya. Dalam hadis di atas, Rasulullah
juga memberikan sinyal bahwa pada suatu hari nanti akan ada orang yang hanya
berpega ng pada Alquran saja sebagai sumber ajaran Islam, menolak atau
mengingkari hadis Nabi SAW. Padahal, Alquran bersifat global yang masih perlu
dijelaskan detail hukumnya dengan hadis Nabi.16

Dalam salah satu taqrir Rasul juga memberikan petunjuk kepada umat
Islam, nahwa dalam menghadapi berbagai persoalan hukum dan kemasyarakatan,
kedua sumber ajaran, yakni Alquran dan hadis merupakan sumber asasi. Ini
sebagaimana terlihat pada dialog antara Rasulullah dengan sahabat Mu’az ibn
Jabal menjelang keberangkatannya ke negeri Yaman. Rasul dalam hal ini
membenarkan semua jawaban Mu’az.17

3. Ijma’.

Seluruh umat Islam telah sepakat untuk mengamalkan hadis. Bahkan, hal
itu mereka anggap sejalan dengan memenuhi panggilan Allah SWT. Dan Rasul-
Nya yang terpercaya. Kaum muslimin menerima hadis seperti menerima Alquran
Al-Karim karena berdasarkan penegasan dari Allah SWT. Bahwa hadis

15 Idri dkk. Studi Hadis. Surabaya: UINSAPress. 2014. 56.


16 Ibid.
17 Ibid.

8
merupakan salah satu sumber ajaran Islam. Allah juga memberikan kesaksian bagi
Rasulullah SAW. Bahwa beliau hanya mengikuti apa yang diwahyukan.18

Umat Islam, kecuali mereka para penyimpang dan pembuat kebohongan,


telah sepakat menjadikan hadis sebagai salah satu dasar hukum dalam beramal.
Penerimaan mereka terhadap hadis sama seperti penerimaan mereka terhadap
Alquran, karena keduanya sama-sama dijadikan sebagai sumber hukum Islam.

Kesepakatn umat Islam dalam mempercayai, menerima dan mengamalkan


segala ketentuan yang terkandung di dalam hadis berlaku sepanjang zaman, sejak
Rasulullah masih hidup hingga sepeninggalnya; masa al-Khulafa al-Rasyidun,
tabi;in, tabi; al-tabi’in, atba’ tabi’ al-tabi’in serta masa-masa selanjutnya, dan
tidak ada yang mengingkarinya sampai sekarang. Banyak diantara mereka yang
tidak hanya memahami dan mengamalkan isi kandungannya, akan tetapi mereka
menghafal, membukukan, dan menyebarluaskan dengan segala upaya kepada
generasi-generasi selanjutnya.

Mengamalkan sunnah Rasulullah wajib menurut ijma’ para sahabat. Tidak


seorangpun diantara mereka yang menolak tentang wajibnya taat kepada
Rasulullah.19 Bahkan, umat Islam telah bersepakat mengenai kewajiban mengikuti
sunnah. Kewajiban mengikuti sunnah ini dikuatkan dengan dalil-dalil Alquran dan
sunnah,20 sebagaimana telah dijelaskan di atas.

3. FUNGSI AS SUNNAH

Sudah kita ketahui bawa hadis mempunyai kedudukan yang sangat penting
dalam ajaran Islam. Ia menempati posisi kedua setelah Alquran. Alquran sebagai
sumber ajaran pertama memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum (global), yang
perlu dijelasdkan lebih lanjut dan terperinci. Di sinilah, hadis menduduki dan

18 Muhammad ‘Ajjaj Al-Khathib. Ushul Al-Hadis. Terj. HM. Qodirun Nur dan Ahmad
Musyafiq. Jakarta: Gaya Media Pratama. 2003.hlm.29.
19 Abd al-Wahhhab Khallaf, ‘Ilm Usul al-Fiqh (Kuwait: Dar al-Qalam. 1978). 30.
20 Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Usul al-Hadis ‘Ulumuh wa Mustalahuh (Beirut: Dar al-Fikr.
1989). 43.

9
menempati fungsinya sebagai sumber ajaran kedua. Ia menjadi penjelas
(mubayyin) isi Alquran.21 Hal ini sesuai dengan firman-Nya dalam surat al—Nahl:
:44, yang berbunyi sebagai berikut

‫َو َأْنَز ْلَنا ِإَلْيَك الَّذ ْك َر ِلُتَبِّيَن ِللَّنا ِس َم ا ُنِّز َل ِإَلْيِهْم َو َلَع َّلُهْم َيَتَفَّك ٌر وَن‬
“..Dan kami turunkan kepadamu Alquran agar kamu menernagkan kepada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”.

Dalam hubungan dengan Alquran, hadis berfungsi sebagai penafsir,


pensyarah, dan penjelas dari ayat-ayat Alquran tersebut. Apabila disimpulkan
tentang fungsi hadis dalam hubungan dengan Alquran adalah sebagai berikut.

1. Bayan At-Tafsir

Yang dimaksud dengan bayan at-tafsir adalah menerangkan ayat-ayat


yang sangat umum, mujmal, dan musytarak.Fungsi hadis dal hal ini adalah
memberikan perincian (tafshil) dan penafsiran terhadap ayat-ayat Alquran yang
masih mujmal, memberikan taqyid ayat-ayat yang masih mutjlaq,dan memberikan
takhshish ayat-ayat yang masih umum.

Di antara contoh bayan at-tafsir mujmal adalah seperti hadis yang


menerangkan ke-mujmal-an ayat-ayat tentang perintah Allah SWT. Untuk
mengerjakan shalat, puasa, zakat, dan haji. Ayat-ayat Alquran yang menjelaskan
masalah ibadah tersebut masih bersifat global atau secara garis besarnya saja.
Contohnya, kita diperintahkan shalat, namun Alquran tidak
menjelaskanbagaimana tata cara shalat, tidak menerangkan rukun-rukunnya dan
kapan waktu pelaksanaannya. Semua ayat tentang kewajiban shalat tersebut
dijelaskan oleh Nabi SAW. Dengan sabdanya,

{‫َص ُّلْو اَك َم اَر َأْيُتُم ْو ِنْيُأَص ِّلْي }رواه البخاري‬


21 Utang Ranu Wijaya, Ilmu Hadis. Jakarta: Gaya Media Pratama. 1996. Hlm.26.

10
“Shalatlah sebagaimana kalian melihat aku shalat”. (H.R. Bukhari)

Sebagaimana hadis tersebut, Rasul memberikan contoh tata cara shalat


yang sempurna. Bukan hanya itu, beliau melengkapi dengan berbagai legiatan
yang dapat menambah pahala ibadah shalat.

2. Bayan At-Taqrir

Bayan at-taqrir atau sering juga disebut dengan bayan at-ta’kid dan bayan
at-itsbat adalah hadis yang berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat
pernyataan Alquran. Dalam hal ini, hadis hanya berfungsi untuk memperkokoh isi
kandungan Alquran. Contoh bayan at-taqrir adalah hadis Nabi SAW. Yang
memperkuat firman Allah Q.S Al-Baqarah [2]: 185, yaitu,

{١٨٥ :‫َم ْن َش ِهَد ِم ْنُك ُم الَّشْهَر َفْلَيُص ْم ُه} البقرة‬...


“... Karena itu, barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan,
hendaklah ia berpuasa...”. (Q.S Al-Baqarah [2]: 185)
Ayat di atas di-taqrir oleh hadis Nabi SAW., yaitu,

{‫}رواهمسلم عن ابن عمر‬.‫ِإَذ اَر َأْيُتُم ْو ُه َفُصْو ُم ْو ا َو ِإَذ اَر َأْيُتُم ْو ُه َفَأْفِط ُرْو ا‬
“... Apabila kalian melihat (ru’yat) bulan, berpuasalah, begitu pula apabila
melihat (ru’yat) bulan itu, berbukalah ... (H.R. Muslim dari Ibnu Umar)
Menurut sebagaian ulama, bayan taqrir atau bayan ta’kid ini disebut juga
bayan al-miwafiq li nash al-khitab al-karim. Hal ini karena hadis-hadis ini sesuai
dan untuk memperkokoh nash Alquran.22

3. Bayan An-Nasakh

22 Abbas Al-Muttawali Hamadah. As-Sunnah wa Makantuh fi At-Tayri. Kairo: Dar Al-


Qaumiyah, t.t. hlm. 143.

11
Secara bahasa, an-naskh bisa berarti ad-ibthal (membatalkan), al-ijalah
(menghilangkan), at-tahwil (memindahkan), atau at-tagyir (mengubah).

Para ulama, baik muttaqaddimin maupun muta’akhirin berbeda pendapat


dalam mendifinisikan bayan an-naskh. Perbedaan ini terjadi karena perbedaan di
antara mereka dalam mendifinisikan kata naskh dari segi kebahasaan.

Menrut ulama muttaqadimin, yang dimaksud dengan bayan n-naskh


adanya dalil syara’ yang datang kemudian, 23 Dari pengertian tersebut, menurut
ulama yang setuju adanya fungsi bayan an-nasakh, dapat dipahami bahwa hadis
sebagai ketentuan yang datang berikutnya dapat menghapus ketentuan-ketentuan
atau isi Alquran yang datang kemudian.24

Di antara ulama yang membolehkan adanya naskh hadis terhadap Alquran,


juga berbeda pendapat dalam macam hadis yang dapat dipakai untuk me-naskh
Alquran. Dalam hal ini mereka terbagi ke dalam tiga kelompok.

Pertama, yang membolehkan me-naskh Alquran dengan segala hadis,


meskipun hadis ahad, Pendapat ini diantaranya dikemukakan oleh para ulama
muttaqadimin dan Ibn Hazm serta sebagian besar pengikut Zhahiriyah.

Kedua, yang membolehkan me-naskh dengan syarat hadis tersebut harus


mutawatir. Pendapat ini diantaranya dipegang oleh Mu’tazilah.

Ketiga, ulama yang membolehkan men-naskh dengan hadis masyhur,


tanpa harus Mutawatir. Pendapat ini diantaranya dipegang oleh ulama Hanafiyah.

BAB III

23 Abbas Al-Muttawali Hamadah. As-Sunnah wa Makantuh fi At-Tayri. Kairo: Dar Al-


Qaumiyah, t.t. hlm. 143.
24 Muthafa As-Siba’i. As-Sunnah wa Makanatuha fi At-tsyri’ Al-Islam. Kairo: Dar Al-
Qaumiyah. 1949. Hlm. 360.

12
PENUTUP

1.KESIMPULAN

Sunnah merupakan sumber hukum kedua setelah al-qur’an karena merinci apa
yang belum di jelaskan secara eksplisif oleh al-qur’an.sedangkan inkarussunnah sudah
ada pada zaman dahulu, akan tetapi hal itu sudah lenyap pada akhir abad ketiga.

2.SARAN

Penyusunan materi dalam makalah ini sudah cukup baik, namun masih
memiliki banyak kekurangan, khususnya kelengkapan materi. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar kelak penulis dapat
membuat makalah lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

13
Solahudin, Agus dkk. 2009. Ulumul Hadis. Bandung: CV Pustaka Setia.
. 2014. Pengantar Studi Islam. Surabaya: UINSAPress.
Idri, Studi Hadis. 2014. Surabaya: UINSAPress.
Ash-Siba’i, Mustafa. 1993. Sunnah dan Perananya dalam Penetapan Hukum
Islam: Sebuah Pembelaan Kaum Sunni. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Syafaq, Hammis dkk. 2014. Studi Hadis,Surabaya: UINSA Press .
Ibn Manzhur, Muhammad Ibn Mukaram. 1992. Lisan Al-Arab. Juz II.
Azami, Muhammad Maulana. 2003. Studies in Hadis Methodology and
Literature. Terj. Meth Kieraha. Jakarta: Lentera.
Musthafa al-Siba’i, al-Sunnah wa Makanatuha fi al-Tasyri’ al-Islami. Kairo: Dar
al-Islamiyah al –Thiba’ah wa al –Nasyr, 1960.
Suyadi, Agus. 2009. Ulumul Hadis. Bandung: CV Pustaka Setia.
Idri. 2013. Studi Hadis. Cet. 2 Jakarta: Prenada Media Group.
Idri dkk. 2014. Studi Hadis. Surabaya: UINSAPress.
Al-Khathib, Muhammad ‘Ajjaj. 2003. Ushul Al-Hadis. Terj. HM. Qodirun Nur dan
Ahmad Musyafiq. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Khallaf , Abd al-Wahhhab. 1978. ‘Ilm Usul al-Fiqh. Kuwait: Dar al-Qalam.
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib. 1989. Usul al-Hadis ‘Ulumuh wa Mustalahuh.
Beirut: Dar al-Fik.
Hamadah , Abbas Al-Muttawali. As-Sunnah wa Makantuh fi At-Tayri. Kairo: Dar
Al-Qaumiyah.
As-Siba’i, Muthafa. 1949. As-Sunnah wa Makanatuha fi At-tsyri’ Al-Islam. Kairo:
Dar Al-Qaumiyah.

14

Anda mungkin juga menyukai