Anda di halaman 1dari 14

Pengantar studi islam

Posis Sentral Hadits Dalam Studi Islam


Kelompok 10

1. Rizqy khoirudin
2. Zikria sayidina
3. Elok faiqotul H
A. Pengertian Hadits
‫ الحديث‬adalah segala hal yang dinisbatkan kepada Rasulullah SAW.
Baik berupa pekataan beliau, perbuatan beliau, ketetapanya, sifat,
atau bahkan sikap dan keseharianya. Singkatnya segala yang
bersumber dari Nabi SAW. Itu diistilahkan dengan ‫الحديث‬.
B. Latar Belakang Pemahaman Tekstual dan Konsterktual Hadits

1. Aliran Konstektual, Kata konstektual berasal dari kata konteks yang


mengartikan sebuah kalimat pendukung yang digunakan untuk menambah
kejelasan makna. Dalam hal ini kontekstual dibahasakan sebagai penjelas
untuk memahami hadis, yang dapat berupa qouly (perkataan), fi’ly
(perbuatan), taqrir ( ketetapan) atau segala sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi Muhammad SAW berdasarkan keadaan saat hadits itu muncul.

2. Aliran Tekstual, yaitu pemahaman dengan menekankan pembahasan


terhadap perspektif kata dan bahasa atau sering disebut dengan perspektif
Gramatikal. Pada Aliran Tekstual pemahaman didasarkan pada pengunaan
bahasa yang digunakan pada redaksi(matan), hal ini turut dikuatkan dengan
adanya sanad atau berarti keseluruhan rawy(periwayat hadits)
C. Posisi dan Fungsi Hadits

1. Keududukan hadits ialah sumber hukum dan ajaran Islam


Posisi hadits dalam agama Islam merupakan sumber hukum kedua setelah al-qur’an yang mana
hadits sebagai penegas dan penguat terhadap hukum yang ada dalam al-qur’an, selain itu hadits
juga berperan sebagai penjelas dan penafsir segala hukum yang bersifat umum atau global dalam
al-qur’an. Sebagai salah satu contoh firman Allah SWT. dalam Qs. Al- Ahzab ayat : 21
‫َلَق ْد َكاَن َلُكْم ِفي َرُس وِل ِهَّللا ُأْس َو ٌة َحَس َن ٌة ِلَم ْن َكاَن َيْر ُجو َهَّللا َو اْلَي ْو َم اآْل ِخ َر َو َذ َكَر َهَّللا َكِثيًر ا‬
Artinya: Sesunguhnya telah ada pada diri Rasullah teladan yang baik bagimu. Ayat tersebut
memberi petunjuk bahwa Nabi Muhamad adalah teladan hidup bagi orang orang yang beriman.
Yang mana ayat tersebut menjelaskan bahwa Rasulullah SAW. Sebagai suri tauladan yang baik
bagi umat muslim yang beriman dalam menjalankan syariat-syariat islam dalam beribadah kepada
Allah SWT. Bagi mereka yang sempat bertemu dengan Rasulullah maka cara meneladaninya dapat
mereka lakukan secara langsung sedang mereka yang tidak se-zaman dengan beliau maka cara
meneladaninya adalah dengan mempelajari, memahami dam mengikuti berabgai petunjuk yang
termuat dalam hadis-hadisnya
2. Fungsi Hadits terhadap al-Qur’an terbagi menjadi 4, yaitu:

A. Bayan At-Taqrir, yaitu hadits berfungsi menetapkan, memantapkan dan


mengokohkan apa yang telah ada dalam al-qur’an,sehingga maknya tidak ada
keraguan dan tidak perlu ditanyakan lagi.
B. Bayan At-Tafsir, yaitu hadits sebagai penjelas terhadap al-qur’an
C. Bayan At-Tasyri, yaitu hadits menetapkan hukum atau atuan-aturan yang tidak
didapati di dalam al-qur’an. Sebagian arti bahwa ketetapan hadits itu merupakan
ketetapan yang bersifat tambahan atau hal-hal yang disinggung oleh al-qur’an.
D. Bayan Nasakh, Nasakh yang mana memiliki beberapa arti atau penafsiran
antaranya menghapus atau menghilangkan, mamalingkan atau merubah,
menukilkan atau memindah sesuatu. Dalam hal ini berarti Bayan Nasakh merupakan
fungsi hadits yang menghapus atau memalingkan,atau memindah sesuatu hukum
yang ada dalam al-qur’an.
D. Sejarah dan kodifikasi Hadits

Kodifikasi Hadits dapat diartikan dengan Penghimpunan Hadits-Hadits . kodifikasi


hadits terbagi menjadi dua, yakni kodifikasi hadits yang bersifat pribadi ( tadwin al-
syakhshiy ) dan yang bersifat resmi ( tadwin al-rasmiy )

Hal-hal yang melatarbelakangi kodifikasidits hadits pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz
ialah sebagi berikut :
• Banyak penghafal hadits yang meninggal dunia, baik karena sudah lanjut usia maupun gugur
sebagai pahlawan perang.
• Alquran sudah berkembang luas dalam masyarakat dan telah dikumpulkan menjadi mushaf,
sehingga tidak perlu dikhawatirkan lagi hadits bercampur dengan Alquran.
• Islam mulai melebarkan syiarnya melampaui jazirah Arab, sehingga hadits semakin
diperlukan untuk menjelaskan Alquran.
Mengutip jurnal Metode Syaykh Muhammad Yasin Al-Fadani Al-Makki dalam Penyusunan
Kitab Hadits Al-Arba’un Al-Buldaniyyah oleh Faisal Muqrabi, masa keemasan kodifikasi
hadits terjadi pada abad ke-3 Hijriah. Ini ditandai dengan beberapa ulama Huffazh dan
pemuka-pemuka perawiyang ikut menyusun kitab-kitab hadits.
Pada masa itu pula para ulama rela bepergian jauh untuk mencari hadits Rasulullah,
menyusun kitab tentang ilmu Rijal al-Hadits, serta membukukan hadits-hadits Nabi.
Alhasil, di masa ini muncullah karya-karya yang berkaitan dengan ilmu hadits, seperti Jarh
wa Ta’dil dan ilmu Tarikkh ar-Ruwath
Kemudian pada abad ke-4, ulama mengikuti usaha pendahulu mereka dalam berkhidmat
kepada sunnah Nabi SAW. Fase ini dinamakan fase pemeliharaan hadits-hadits Nabi dan
pengumpulan hadits Nabi secara utuh.
E. Tahap-tahap Perkembangan Ilmu Hadits

1. Tahap Pertama: Kelahiran llmu Hadis


Tahap ini berlangsung pada masa sahabat sampai penghujung abad pertama Hijriah.
2. Tahap Kedua: Tahap Penyempurnaan
Pada tahap ini, ilmu hadits mencapai titik kesempurnaannya, karena setiap cabangnya dapat berdiri
sendiri dan sejalan dengan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan dan dipergunakan oleh ulama
3. Tahap Ketiga: Tahap pembukuan ilmu Hadis secara terpisah
Tahap ini berlangsung sejak abad ketiga sampai pertengahan abad keempat hijriah. Abad ketiga,
merupakan masa pembukuan hadits dan merupakan zaman keemasan sunnah.
4. Tahap Keempat: Penyusunan Kitab-Kitab lnduk ‘Ulum al-Hadits dan Penyebarannya.
Tahap ini bermula pada pertengahan abad keempat dan berakhir pada awal abad ketujuh.
5. Tahap Kelima: Kematangan dan Kesempurnaan Pembukuan ‘Ulum al-Hadits
Tahap ini bermula pada abad ketujuh dan berakhir pada abab kesepuluh.
6. Tahap Keenam: Masa Kebekuan dan Kejumudan
Tahap ini berlangsung dari abad kesepuluh sampai awal abad keempat belas hijriyah pada tahap ini
ijtihad dalam masalah ilmu hadits dan penyusunan kitabnya nyaris berhenti total
7. Tahap Ketujuh: Kebangkitan Kedua
Tahap ini bermula pada permulaan abad keempat belas Hijriah.
F. UNSUR UNSUR HADITS

1. Sanad / al mu’tamat yaitu yang diperpegangi ( yang kuat ) / yang bisa dijadikan
pegangan
2. Matan , yaitu menurut bahasa punggung jalan (muka jalan)
3. Rawi , yaitu seseorang yang mengutip hadist dengan sanadnya / orang yang
meriwayatkan dan memindahkan hadist
4. Riwayat , Takhrij dan Mukharir
• Riwayat yaitu memindahkan hadits dari seorang guru kepada muridnya atau
membukukannya kedalam kumpulan hadits.
• Takhrij yaitu Mengambil sesuatu hadits dari suatu kitab, lalu mencari sanad yang lain
dari sanad penyusunnya kitab itu. Orang yang mengerjakan hal ini, dinamakan mukharij
dan mustakhrij.
• Mukharrij yaitu mukharrij atau mukhrij ialah orang yang menyusun (mengumpulkan)
hadits
G. Kedudukan hadits sebagai sumber hukum

Kedudukan Hadis Nabi sebagai sumber otoritatif ajaran Islam yang kedua, telah diterima oleh hampir
seluruh ulama dan umat Islam, tidak saja dikalangan Sunni tapi juga di kalangan Syi’ah dan aliran
Islam lainnya. Legitimasi otoritas ini tidak diraih dari pengakuan komunitas muslim terhadap Nabi
sebagai orang yang berkuasa tapi diperoleh melaui kehendak Ilahiyah. Oleh karena itu segala
pedoman dan panutan oleh umat islam dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih-lebih jika diyakini
bahwa Nabi selalu mendapat tuntunan wahyu sehingga apa saja yang berkenaan dengan beliau
pasti membawa jaminan teologis. Hadis memiliki kedudukan yang tinggi dalam hokum Islam. Hadis
menjadi sumber hukum kedua dibawah Al-Qur'an Hal tersebut berdasarkan berbagai argumentasi
yang berasal dari Al-Qur'an, hadis, maupun ijma' ulama. Selain itu, juga dapat kita pikirkan dengan
pertimbangan akal karena adanya kesesuaian antara Al-Qur'an dan hadis. Selain memiliki
kedudukan sebagai sumber hukum Islam di bawah Al-Qur'an, hadis juga memiliki fungsi yang
berhubungan dengan Al-Qur'an itu sendiri. Ayat-ayat Al-Qur'an masih bersifat umum (global), untuk
itu hadis berperan sebagai penjelas dari uyat-ayat Al- Qur'an. Hadis dapat menetapkan dan
memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam Al- Qur'an maupun memberikan penjelasan dalam
bentuk rician terhadap ayat-ayat Al-Qur'an yang masih bersifat global.
H. Model model penelitian hadits

1. Model H.M.Quraish Shihab


Hasil penelitian Quraish Shihab tentang fungsi hadits terhadap al-Qur’an, menyatakan bahwa
al-Qur’an menekankan bahwa Rasulullah saw. berfungsi menjelaskan maksud firman-firman
Allah swt. Penjelasan atau bayan tersebut dalam pandangan sekian banyak ulama beraneka
ragam bentuk dan sifat serta fugsinya.A.Model H.M.Quraish Shihab
2. B.Model Musthafa Al-Siba’iy
Hasil penelitian yang dilakukan Musthafa al-Siba’iy antara lain mengenai sejarah proses terjadi
dan tersebarnya hadits mulai dari Rasulullah sampai terjadinya upaya pemalsuan hadits dan
usaha para ulama untuk membendungnya, dengan melakukan pencatatan sunnah,
dibukukannya Ilmu Musthalah al-hadits, Ilmu Jarh dan al-Ta’dil, kitab-kitab tentang hadits-
hadits palsu dan para pemalsu dan penyebarannya.
3. Model Muhammad Al-Ghazali
Hasil penelitian hadits yang dilakukan Muhammad al-Ghazali termasuk penelitian eksploratif,
yaitu membahas, mengkaji dan menyelami sedalam-dalamnya berbagai persoalan aktual yang
muncul di masyarakat untuk kemudian diberikan status hukumnya dengan berpijak pada
konteks hadits tersebut. Dengan kata lain Muhammad al-Ghazali terlebih dahulu memahami
hadits yang ditelitinya itu dengan melihat konteksnya kemudian baru dihubungkan dengan
berbagai masalah aktual yang muncul di masyarakat.
4. Model Zain al-Din ‘Abd al-Rahim bin Al-Husain Al-Iraqi
Mengingat sebelum zaman al-Iraqi belum ada hasil penelitian hadits, maka nampak ia
berusaha membangun ilmu hadits dengan menggunakan bahan-bahan hadits nabi serta
berbagai pendapat para ulama yang dijumpai dalam kitab tersebut. Dengan demikian
penelitiannya bersifat penelitian awal, yaitu penelitian yang ditujukan untuk menemukan
bahan-bahan untuk digunakan membangun suatu ilmu.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai