Anda di halaman 1dari 7

RESUME BUKU UNS

BAB II SUMBER AJARAN ISLAM

Tugas Resume ini diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan
Agama Islam

Semester Gasal Tahun Akademik 2020/2021

Dosen Pengampu: Dra. Rohmi Lestari, M.Pd.

Disusun oleh:

Hilda Zulvia Karim (V1220036)

D3 MANAJEMEN PERDAGANGAN

SEKOLAH VOKASI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET


Sumber ajaran islam adalah sumber nilai dan norma dalam islam, bukan
hanya “ sumber hukum dalam islam ”. Hukum hanyalah sebagian dari norma atau
kaidah dalam islam, islam juga mengandung nilai asasi (fundamental values)
seperti akidah dan tasawuf. Sumber norma dan nilai islam ada 2 pokok yaitu Al-
Qur'an dan As-Sunnah. Ada pula sumber tambahan yaitu ijtihad. Sumber nilai dan
norma islam dipahami dalam firman Allah { surat An-Nisa’ ayat 59 }. Sistematika
sumber norma dan nilai dalam islam dari ayat tersebut sebagai berikut:
1. Al-Qur'an ialah Undang undang dasar islam bersumber dari Allah SWT
2. As-Sunnah ialah Undang undang dasar yang bersumber dari Rasulullah SAW
3. Ijtihad ialah peraturan islam atau kaidah hukum dirumuskan oleh muslim
berilmu
Sistematika sama juga diperoleh riwayat hadis Mu'adz bin Jabal ketika hendak
diutus oleh Rasulullah SAW untuk memangku jabatan Qadli ( hakim ) di Yaman.
Komposisi sumber nilai dan norma diatas dikategorikan dua jenis yaitu Dalil
Naqli ( Al-Qur'an dan As-Sunnah) dan Dalil Aqli (pemikiran akal manusia
(ijtihad).
A. Al Qur'an: Pengertian dan Pemeliharaannya

Salah satu pendapat kata Al-Qur'an secara harfiah “bacaan sempurna”


tercantum dalam surat Al-Qiyamah (75) ayat 17-18. Al - Qur'an adalah suatu
nama yang sungguh tepat karena tiada suatu bacaan pun sejak manusia mengenal
tulis baca, 5.000 tahun yang lalu dapat menandingi Al-Quran, bacaan sempurna
lagi mulia, dibaca oleh ratusan juta orang yang tidak mengerti artinya, bahkan
dihafal huruf demi hurufnya. Al-Qur'an terdiri dari 30 juz(bagian), 114 surat
(bab), lebih dari 6.000 ayat. Al-quran diturunkan secara berangsur angsur oleh
malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW, dalam kurun waktu ±23 tahun
2bulan 22 hari dengan rincian 23 tahun.
Surat Makiyah mempunyai ciri ciri:
-Surat suratnya pendek
-Menyangkut prinsip keimanan dan akhlak
-Panggilan ditunjukan kepada seluruh manusia (ya-ayyuhan-nas)
Surat Madaniyyah mempunya ciri ciri:
-Surat suratnya panjang
-Menyangkut masalah syariat
-Panggilannya ditunjukan kepada orang beriman ( ya-ayyuhalladzi na
aamanuu)
Isi kandungan Al-Quran:

1. Akidah (tauhid) ajaran mengesakan Allah SWT


2. Syariat (baik ibadah maupun muamalah) mengajarkan perintah ibadah kepada
Allah
3. Akhlak dan semua ruang lingkupnya (menghiasi diri dengan sifat keutamaan
dan
menjauhkan dari sifat tercela)
4. Kisah umat manusia di masa lalu (Kisah Saba', Nabi Syua'ib, Nabi Luth)
5. Berita tentang kehidupan akhirat ( janji/ ancaman)
6. Benih/ prinsip ilmu pengetahuan dan hukum dasar (sunnatullah).

Dalam menyimpulkan kandungan ayat Al-Qur'an sebagai sumber nilai dan


norma,
termasuk hukum, metode-metode penafsiran yang berkembang sebagai berikut :
1. Metode tafsir tahlili yaitu mengkaji Al-Qur'an dari segala segi dan maknanya,
ayat
demi ayat, dan surat demi surat dengan urutannya dalam Mushaf Usmani. Dalam
metode ini, ada 7 corak pendekatan:
Tafsir bi al-ma'sur
Tafsir bi al-ra'yi
Tafsir sufi
Tafsir fiqhi
Tafsir falsafi
Tafsir 'ilmi
Tafsir adabi ijtima'i
2. Metode tafsir ijmali,
3. Metode tafsir muqaran (perbandingan),
4. Metode tafsir maudhu'i,

B. SUNNAH: PENGERTIAN DAN PERKEMBANGANNYA.

Sunah secara bahasa berarti tradisi, kebiasaan, dan adat istiadat.

Nabi.
Pada zaman Rasulullah Saw. hadis pada dasarnya tidak diperintahkan untuk
menulisnya, bahkan Rasulullah Saw. pernah melarangnya, kecuali sahabat-
sahabat tertentu yang diizinkan beliau untuk catatan pribadi. Larangan menuliskan
hadis itu agar hadis dan ayat Al-Qur'an tidak bercampur aduk. Namun, setelah
para sahabat memahami benar perbedaan ayat Al-Qur'an dan hadis, Nabi
membiarkan saja kalau ada diantara sahabat ada yang menuliskannya, bahkan
Nabi pernah menyuruh menuliskan hadis.
Pembukuan hadis mencapai puncaknya pada fase penyeleksian hadis (perawi).
Usaha ini dipelopori oleh Ishaq bin Rahawaih dan disempurnakan oleh al-Bukhari
dan Muslim. Hadis - hadis dari Nabi dapat dibagi menjadi beberapa kategori yang
terpenting ada 2,
yaitu :
1. Pembagian hadis ditinjau dari jumlah perawi (dibagi menjadi 2) :
1. Hadis mutawatir yaitu hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang
menurut
adat mustahil mereka bermufakat dusta (4-40 perawi). Hadis dalam kategori ini
jumlahnya sedikit.
2. Hadis ahad yaitu hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang banyaknya tidak
smpai
pada jumlah mutawatir. Hadis ahad terbagi menjadi 3 yaitu :
a. Hadis masyhur (diriwayatkan oleh 3 orang atau lebih pada satu tingkatnya,
tetapi
belum mencapai tingkatan mutawatir)
b. Hadis 'aziz (diriwayatkan oleh 2 orang dari 2 orang)
c. Hadis gharib (diriwayatkan oleh 1 orang perawi ditingkat manapun)
2. Pembagian hadis ditinjau dari kualitasnya (terbagi 3):
1. Hadis shahih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan suatu hadis.
2. Hadis hasan, yakni tingkatan dhabith perawinya, dhabith-nya kurang (qalil
dhabith).
3. Hadis dha’if (lemah), yakni tidak sampai pada derajat hasan apalagi shahih.

C. HUBUNGAN HADIS DAN AL-QUR’AN


Al-Qur’an dan hadis memiliki perbedaan yang menonjol, baik dari segi
redaksi dan cara penyampaian maupun penerimaannya. Dari segi redaksi, Al-
Qur’an disusun langsung oleh Allah SWT. dan malaikat Jibril hanya sekedar
menyampaikan kepada Nabi. Redaksi Al-Qur’an dipastikan tidak mengalami
perubahan karena sejak diterima oleh Nabi, ditulis dan dihafal oleh sekian banyak
sahabat, kemudian disampaikan secara mutawatir sehingga otentisitasnya menjadi
qath'i al-wurud. Sementara itu, hadis yang umumnya disampaikan orang per orang
dan seringkali terjadi perubahan lafadz dari yang diucapkan Nabi sehingga segi
otentisitasnya adalah zanni al-wurud. Walaupun begitu, tidak menyebabkan
keraguan atas keabsahan hadis karena banyaknya faktor yangsaling mendukung
untuk terpeliharanya hadis-hadis Nabi Muhammad Saw. tersebut.
D. IJTIHAD
Ijtihad dari segi bahasa berarti bersungguh-sungguh atau mencurahkan
segala daya dalam berusaha. Secara terminologi, ijtihad berarti pengerahan
segenap kemampuan oleh mujtahid untuk mendapatkan hukum syara' yang
bersifat zanny tentang suatu masalah. Ulama sepakat bahwa ijtihad dibenarkan
jika dilakukan oleh yang memenuhi syarat dan dilakukan di medannya (majalul
ijtihad). Medan ijtihad meliputi hal hal berikut :
1. Masalah masalah baru yang hukumnya belum di tegaskan oleh naah
Al-Qur’an dan sunah
secara jelas.
2. Nash-nash zanny dan dalil-dalil hukum yang diperselisihkan.
3. Hukum Islam yang ta'aqquly (kausalitas hukumnya atau illat-nya
diketahui mujtahid)
Ijtihad hanya diperbolehkan bagi orang-orang yang memenuhi syarat
sebagai mujtahid. Syarat-syarat
tersebut sebagai berikut:
1. Menguasai bahasa Arab untuk dapat memahami Al-Qur’an dan
kitab-kitab hadis yang tertulis
dalam bahasa Arab.
2. Mengetahui isi dan sistem hukum Al-Qur’an serta ilmu-ilmu untuk
memahami agama.
3. Mengetahui hadis-hadis hukum dan ilmu-ilmu hadis yang berkenaan
dengan pembentukan
hukum.
4. Menguasai sumber-sumber hukum Islam dan cara cara yang
menarik garis-garis hukum
dari sumber-sumber hukum Islam.
5. Mengetahui dan menguasai kaidah-kaidah fikih
6. Mengetahui rahasia dan tujuan tujuan hukum Islam
7. Jujur dan Ikhlas
Dalam Ijtihad, metode yang disepakati kebanyakan ulama adalah
ijmak dan qiyas. Ijmak yaitu
kesesuaian pendapat para ahli mengenai suatu masalah pada suatu
tempat di suatu masa.
Sementara qiyas dari segi bahasa berarti menyamakan sesuatu hal lain.
Secara istilahnya, qiyas berarti
menyamakan hukum suatu hal yang tidak disebut oleh Al-Qur’an.
Ada beberapa istilah terkait dengan ijtihad, sebagai berikut :
1. Taqlid : beramal berdasarkan pendapat orang lain tanpaberdasarkan
dalil atau mengetahui
dalilnya.
2. Itiba : mengamalkan pendapat orang lain dengan mengetahui
dalilnya.
3. Talfiq : beramal dalam suatu masalah atas dasar hukum yang terdiri
atas gabungan dua
mazhab atau lebih.
Hukum yang berlaku adalah mazhab pemerintah atau pendapat yang
diundangkan pemerintah melalui
perundang-undangan. Hal ini dimaksudkan untuk keseragaman dan
menghindari
adanya kesimpangsiuran. Hal ini sejalan dengan kaidah keputusan
pemerintah mengikat atau wajib
dipatuhi dan akan menyelesaikan persengketaan.

Anda mungkin juga menyukai