Anda di halaman 1dari 5

UAS ULUMUL HADIST

Nama : Ardika Ramadhani Nugraha


NIM : 1228010034
Kelas : 2D
Mata Kuliah : Ulumul Hadist
Dosen Pengampu: Haris Subhan, S.H.I., M.Si.

SOAL

1. Uraikan Bagaimana anda memahami Ulumul hadits, Hadits, Khabar, sunnah, Atsar &
Hadits Qudsy.
2. Bagaimana Pemahaman Hadits & Sunnah Pada Masa Rasulullaah SAW dijadikan
salah satu sumber rujukan utama ajaran Islam. Uraikan secara jelas & sistematis !
3. Apa Perbedaan Al Qur'an dengan Hadits & Hadits Qudsy serta Bagaimana cara
ummat Islam menempatkanya, menggunakanya, serta memfungsikanya.
4. Jelaskan syarat syarat sebuah Hadits itu tergolong menjadi Hadits.
- Hadits Shahih
- Hadits Dhaif
5. Sebutkan 5 Hadits Shahih yg didalamnya memuat atau membahas menerangkan
tentang Kebijakan Publik (sosial), atau Berkaitan dengan Kebijakan Negara /
Pemerintahan.

Jawab :

1. Ulumul Hadits adalah cabang ilmu dalam studi hadits yang berfokus pada
penelitian, analisis, dan metodologi terkait hadits. Ilmu ini melibatkan penelitian dan
pemahaman tentang berbagai aspek hadits, termasuk metode pengumpulan, verifikasi,
klasifikasi, penelitian sanad (rantai periwayatan), matan (teks), kualifikasi perawi
hadits, dan analisis kritis terhadap hadits. Tujuan dari Ulumul Hadits adalah untuk
memahami keabsahan dan keandalan hadits serta memastikan bahwa hadits-hadits
yang digunakan dalam studi agama Islam memenuhi standar yang diterima.
Sedangkan Hadits adalah catatan lisan mengenai ucapan, perbuatan, atau
persetujuan dari Nabi Muhammad SAW. Hadits merupakan sumber kedua dalam
Islam setelah Al-Qur'an. Hadits memberikan panduan dan contoh konkret tentang
bagaimana Nabi Muhammad SAW menjalani kehidupan dan memahami ajaran
agama Islam. Hadits diturunkan dari generasi ke generasi melalui jalur sanad (rantai
periwayatan) yang terdiri dari para perawi (narrator) yang menyampaikan hadits dari
generasi sebelumnya hingga mencapai Nabi Muhammad SAW. Didalam setiap hadits
berisi sanad yang merupakan rantai periwayatan turunnya hadist dan matan berupa isi
hadist tersebut. Para ulama hadits menggunakan metode dan kriteria tertentu untuk
menilai keabsahan dan keandalan hadits. Hadits yang dianggap sahih yaitu memiliki
rantai sanad yang dapat dipercaya dan matan yang tidak bertentangan dengan ajaran
agama Islam. Sebaliknya, hadits yang dianggap lemah memiliki kelemahan dalam
rantai sanad atau matan sehingga tidak dapat dijadikan rujukan dalam penentuan
hukum atau ajaran agama.
Hadist sendiri mempunyai kata sinonom yaitu khabar. Khabar sendiri
mempunyai arti laporan atau berita mengenai ucapan, perbuatan, atau persetujuan
Nabi Muhammad SAW. Adapun perbedaan hadist dan khabar yaitu jika hadist
langsung diterima dari Nabi Muhammad SAW sedangan khabar sendiri diterima dari
laporan atau berita dari seseorang yang menerima suatu ucapan, perbuatan atau
persetujuan Nabi Muhammad SAW.
Adapun Sunnah merujuk pada tindakan, ucapan, persetujuan, dan kebiasaan
yang ditetapkan atau dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. Sunnah mencakup
segala hal yang dilakukan atau diperintahkan oleh Nabi Muhammad SAW, baik yang
tercatat dalam hadits maupun yang diamalkan secara umum oleh umat Islam. Penting
untuk memahami bahwa sunnah merupakan salah satu sumber hukum dan pedoman
dalam Islam, selain Al-Qur'an dan hadist. Adapun keuntungan Sunnah yaitu jika
melakukan atau menjalankannya mendapat pahala dan apabila tidak dikerjakaan tidak
akan berbuat dosa.
Dalam kontets hadist kita sering menjumpai kata atsar, atsar merujuk pada
jejak atau pengaruh yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad SAW. Pada masa awal
Nabi Muhammad SAW wafat atsar menjadi sumber penting untuk memahami praktik
dan pemahaman Islam. Atsar sering kali digunakan untuk merujuk pada pernyataan
atau tindakan para sahabat yang tidak secara langsung dikaitkan dengan Nabi
Muhammad SAW.
Berbicara soal hadist kita pasti pernah mendengar Hadist Qudsi. Hadist Qudsi
yaitu jenis hadist dalam islam yang dianggap memiliki kekhususan dan kekudusan
yang lebih tinggi. Hadits Qudsi adalah ucapan atau wahyu Allah SWT yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, tetapi bukan merupakan bagian dari Al-
Qur'an. Perbedaan utama antara Hadits Qudsi dan hadits biasa (hadits nabawi) terletak
pada sumbernya. Hadits Qudsi berasal dari wahyu Allah SWT yang disampaikan
kepada Nabi Muhammad SAW, sementara hadits nabawi berasal dari ucapan,
perbuatan, atau persetujuan Nabi Muhammad SAW.

2. Pemahaman hadits dan sunnah pada masa Rasulullah SAW menjadi salah satu sumber
rujukan utama ajaran Islam melalui proses yang melibatkan beberapa tahapan dan
prinsip. Berikut ini penjelasan secara jelas dan sistematis mengenai hal tersebut:
1. Penyampaian langsung dari Rasulullah SAW: Pada masa hidup Rasulullah SAW,
beliau menyampaikan langsung ajaran-ajaran Islam kepada para sahabat melalui
ucapan, perbuatan, dan persetujuan beliau. Para sahabat yang hadir secara
langsung dapat memahami dan menyaksikan ajaran-ajaran tersebut secara
langsung.
2. Mengamalkan dan menyampaikan: Para sahabat, dengan memahami dan
mengamalkan ajaran-ajaran yang disampaikan oleh Rasulullah SAW, menjadi
saksi dan pelaku langsung dari sunnah beliau. Mereka juga menyampaikan
ajaran-ajaran tersebut kepada generasi berikutnya.
3. Penulisan dan pengumpulan hadits: Seiring berjalannya waktu, para sahabat
mulai mendokumentasikan hadits-hadits dan sunnah Rasulullah SAW dalam
bentuk tulisan. Beberapa sahabat seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali ra.
terlibat dalam pengumpulan hadits-hadits tersebut. Proses ini memastikan bahwa
hadits-hadits Rasulullah SAW dapat diwariskan secara tertulis.
4. Kritik dan verifikasi hadits: Para ulama dan cendekiawan Islam kemudian
melibatkan diri dalam proses kritik dan verifikasi hadits untuk memastikan
keabsahan dan keandalannya. Mereka melakukan penelitian terhadap sanad
(rantai periwayatan) dan matan (teks) hadits. Prinsip-prinsip seperti jarh wa ta'dil
(penilaian perawi) dan penelitian ilmiah digunakan untuk menentukan keabsahan
hadits.
5. Kompilasi hadits: Berbagai kitab hadits seperti Sahih Bukhari, Sahih Muslim,
Sunan Abu Dawud, Jami' at-Tirmidzi, dan lainnya dikompilasi oleh para ahli
hadits. Mereka mengumpulkan hadits-hadits yang dianggap sahih dan
menyusunnya dalam kitab-kitab hadits yang menjadi rujukan utama dalam agama
Islam.
6. Metodologi pemahaman hadits: Para ulama mengembangkan metodologi dan
prinsip dalam memahami hadits dan sunnah. Mereka memperhatikan konteks
historis, bahasa, dan budaya pada saat hadits disampaikan. Prinsip-prinsip seperti
istidlal (penarikan hukum), ijtihad (penalaran), qiyas (analogi), dan maslahah
(kepentingan umum) digunakan dalam proses pemahaman.
7. Penggunaan dalam penentuan hukum: Hadits dan sunnah Rasulullah SAW
digunakan sebagai sumber rujukan utama dalam penentuan hukum Islam. Para
ulama mengkaji hadits dan sunnah untuk mengeluarkan fatwa dan menjelaskan
ajaran-ajaran agama Islam kepada umat Muslim.
Dengan demikian, pemahaman hadits dan sunnah pada masa Rasulullah SAW
menjadi salah satu sumber rujukan utama ajaran Islam melalui proses penyampaian
langsung, dokumentasi tulisan, kritik hadits, kompilasi kitab hadits, metodologi
pemahaman, dan penggunaannya dalam penentuan hukum. Hal ini memastikan bahwa
ajaran-ajaran Islam yang berasal dari Rasulullah SAW dapat diwariskan dan dipahami
dengan baik oleh umat Muslim.

3.

PERBEDAAN Al-Qur’an Hadist Hadist Qudsi


Sumber Al-Qur'an adalah kitab Hadits adalah ucapan, Hadits Qudsi adalah
suci Islam yang dianggap perbuatan, atau ucapan Allah SWT
sebagai wahyu langsung persetujuan Nabi yang disampaikan
dari Allah SWT kepada Muhammad SAW yang kepada Nabi
Nabi Muhammad SAW disampaikan dan Muhammad SAW,
melalui perantaraan diriwayatkan oleh para tetapi bukan bagian
Malaikat Jibril. Al-Qur'an sahabat. Hadits dari Al-Qur'an. Hadits
adalah firman Allah yang merupakan penjelas dan Qudsi memiliki
diwahyukan dalam penjabaran lebih lanjut kekhususan dan
bahasa Arab. dari ajaran Al-Qur'an. kekudusan yang lebih
tinggi daripada hadits
biasa.
Otoritas Al-Qur'an memiliki Hadits memiliki Hadits Qudsi memiliki
otoritas tertinggi dalam otoritas yang tinggi otoritas yang tinggi
agama Islam dan dalam agama Islam dalam agama Islam
dianggap sebagai sumber dan merupakan sumber dan dianggap sebagai
hukum utama. Umat hukum kedua setelah wahyu langsung dari
Islam memandang Al- Al-Qur'an. Hadits Allah SWT. Namun,
Qur'an sebagai petunjuk memberikan peringkat otoritasnya
yang sempurna dan pemahaman konkret berada di bawah Al-
mengikuti ajaran- dan aplikatif tentang Qur'an.
ajarannya dalam cara Rasulullah SAW
menjalani kehidupan. menjalankan ajaran
Islam.
Penggunaan Al-Qur'an digunakan Hadits digunakan Hadits Qudsi
sebagai pedoman dan sebagai sumber rujukan digunakan sebagai
rujukan utama dalam dalam memahami sumber tambahan
memahami ajaran agama ajaran Islam dan dalam memahami
Islam. Umat Islam menjalankan ibadah kehendak Allah SWT
membaca, menghafal, yang tidak secara rinci dan nilai-nilai moral
dan mengamalkan Al- dijelaskan dalam Al- yang ditegaskan oleh-
Qur'an dalam ibadah Qur'an. Umat Islam Nya. Umat Islam
sehari-hari, seperti shalat, mempelajari, mempelajari dan
puasa, dan lainnya. memverifikasi, dan mengamalkan Hadits
Penafsiran Al-Qur'an menerapkan hadits Qudsi sebagai bentuk
dilakukan dengan dalam praktik ibadah dan sebagai
memperhatikan konteks kehidupan sehari-hari, panduan dalam
historis, bahasa, dan seperti ibadah, etika, menjalani kehidupan
prinsip-prinsip tafsir yang sosial, dan tata cara. yang sesuai dengan
diakui oleh para ulama. kehendak Allah SWT

4. a. Untuk mengklasifikasikan sebuah hadits sebagai "sahih" (yang berarti benar, dapat
dipercaya), para ulama hadits menggunakan beberapa kriteria atau syarat. Berikut
adalah beberapa syarat umum yang digunakan untuk menguji keabsahan suatu hadits:
1. Sanad yang kuat (isnad): Sanad atau rantai periwayatan hadits harus terdiri dari
perawi yang dapat dipercaya dan memiliki integritas yang baik. Para ulama akan
mempelajari kehidupan, karakter, dan kejujuran para perawi hadits untuk
menentukan apakah rantai periwayatan tersebut dapat diterima.
2. Ketelitian dan keakuratan perawi: Perawi hadits harus terkenal karena ketelitian
dan keakuratan mereka dalam menyampaikan hadits. Mereka harus mampu
mengingat dengan baik dan memperhatikan detail dalam menyampaikan hadits.
3. Tidak ada cacat dalam sanad: Sanad hadits harus bebas dari cacat, seperti adanya
perawi yang tidak dikenal, terputusnya rantai periwayatan, atau adanya perawi
yang terkenal karena kebohongan atau kesalahan dalam riwayat mereka.
4. Kesesuaian dengan nash dan konteks agama: Hadits yang diketahui bertentangan
dengan Al-Qur'an, ajaran Islam yang jelas, atau prinsip-prinsip agama yang telah
ditetapkan, tidak dapat dianggap sahih.
5. Konsistensi dan kesesuaian dengan hadits lain: Hadits yang konsisten dengan
hadits yang telah diterima dan tidak bertentangan dengan hadits yang lebih sahih
memiliki kecenderungan untuk dianggap sahih.
6. Ketersediaan salinan yang beragam: Hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang
berbeda dan salinan hadits yang tersebar luas memiliki kemungkinan lebih besar
untuk dianggap sahih.
7. Tidak ada kelemahan yang signifikan dalam matan: Matan atau teks hadits juga
harus diperiksa untuk memastikan tidak ada kelemahan yang signifikan, seperti
kontradiksi logika atau kesalahan dalam penyampaian pesan.
Syarat-syarat ini dan lainnya digunakan oleh para ulama hadits dalam proses kritis
dan analisis untuk menentukan status keabsahan suatu hadits. Hadits yang memenuhi
semua syarat ini dianggap sebagai "sahih" dan dijadikan sebagai sumber penting
dalam memahami ajaran Islam.
b. Berikut adalah beberapa syarat umum yang digunakan untuk mengklasifikasikan
suatu hadits sebagai "dhaif" (lemah) dalam ilmu hadits:
1. Kualitas perawi yang meragukan: Hadits dapat dianggap lemah jika perawi yang
terlibat dalam rantai periwayatan tidak dapat dipercaya, memiliki masalah
kejujuran, atau memiliki reputasi yang buruk dalam mengingat dan
menyampaikan hadits.
2. Cacat dalam sanad (isnad): Sanad hadits dapat menjadi lemah jika terdapat cacat
dalam rantai periwayatan, seperti ada perawi yang tidak dikenal atau tidak bisa
dipercaya, ada kesenjangan dalam rantai, atau terdapat perawi yang memiliki
masalah dalam memori atau integritas.
3. Kelemahan dalam memorisasi atau penyalinan: Jika ada indikasi bahwa perawi
hadits memiliki masalah dalam mengingat atau menyampaikan hadits, atau jika
terdapat kesalahan dalam penyalinan teks hadits, maka hadits tersebut dapat
dianggap lemah.
4. Ketidaksesuaian dengan hadits yang lebih sahih: Jika ada hadits yang
bertentangan dengan hadits yang lebih sahih dan dianggap lebih kuat, maka hadits
yang lemah tersebut akan mendapatkan status kelemahan.
5. Adanya kecacatan dalam matan (teks): Hadits dapat dianggap lemah jika terdapat
kecacatan dalam teks hadits, seperti adanya kesalahan logika, inkonsistensi, atau
ketidaksesuaian dengan prinsip-prinsip Islam yang telah ditetapkan.
6. Riwayat yang terisolasi: Jika suatu hadits hanya diriwayatkan oleh satu atau
sedikit perawi tanpa ada riwayat yang lain yang memperkuatnya, maka hadits
tersebut dapat dianggap lemah.
Penting untuk dicatat bahwa hadits yang dikategorikan sebagai dhaif bukan berarti
sepenuhnya tidak berguna atau tidak boleh digunakan. Namun, status kelemahan
hadits tersebut harus diperhatikan dalam konteks penggunaannya dan diperlukan
kehati-hatian dalam menarik kesimpulan hukum atau ajaran dari hadits tersebut.

5.

Anda mungkin juga menyukai