Anda di halaman 1dari 16

As-Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam

Diajukan dan Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Teori dan Metodologi Hukum Islam

Oleh:

Dwi Novita, S.H.


21203011084

Dosen Pengampu:
Dr. H. Oman Fathurohman SW., M.Ag.
19570302 198503 1 002

MAGISTER ILMU SYARI’AH


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2021

1
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Sunnah memiliki kedudukan istimewa dalam hukum Islam karena

kekuatan otoritatif yang dimilikinya. Posisi yang demikian penting

meletakkan Sunnah sebagai salah satu sumber yang harus dijadikan

referensi dalam pengambilan dan penetapan hampir setiap keputusan

hukum.1 Sunnah merupakan sumber hukum kedua bagi ummat Islam

dunia, tidak dipungkiri lagi bahwa kekuatan sunnah sangat penting dalam

memahami hukum Islam yng bersumber dari al-Quran, karena sunnah

memiliki fungsi sebagai penjelas al-quran. Al-Quran dengan segenap

keistimewaannya memiliki kandungan sastra bahasa yang terkadang sulit

untuk dipahami secara tekstual.2

Jika otoritas Sunnah  sebagai sumber hukum telah disepakati oleh

hampir semua muslim, maka tidak  demikian dengan persoalan bagaimana

memahami Sunnah tersebut Menurut al-Syafi'i, Sunnah yang valid hanya

terdapat dalam teks hadis yang  diperoleh lewat metode transmisi

periwayatan tertentu, dan bukan dengan cara  yang lain. Dengan batasan

demikian berarti Sunnah identik dengan hadis, yaitu  informasi tentang

Nabi sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab koleksi  hadis yang

umumnya ditulis pada abad ke-3 H. Oleh karena hadis yang menjadi 

1
Alamsyah, Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam Dalam Pemahaman Syahrur dan Al-
Qadarawi, (Jogjakarta: Skripsi, 2004), Hlm. 1.
2
Muhazir, As-Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam: Refleksi Terhadap Hermeneutika
Muhammad Syahrur [Online], Jurnal At-Tafkir Vol. XI No. 2 Desember (2018), Hlm. 111.

2
media untuk mengakses Sunnah diekspressikan dalam bahasa Arab, maka 

pemahaman yang benar tentang Sunnah Nabi adalah yang sesuai dengan

logika dari bahasa 'Arab itu sendiri, padahal dipengaruhi  oleh karakter

budaya dan lingkungan pemakainya dan belum tentu sesuai bagi 

pengguna bahasa yang berbeda.3  

Konsep al-Syafi'i tentang Sunnah seperti di atas sangat

berpengaruh  terhadap model pemahaman Sunnah sekaligus dalam

pembentukan corak hukum  Islam di masa berikutnya. Pemahaman

Sunnah dengan penekanan pada qaidah  lughawiyah yang ditawarkannya,

pada satu sisi semakin mengokohkan dominasi  kelompok al- hadis yang

cenderung tekstualis, namun pada saat bersamaan justru memperlemah

kecenderungan rasional dan kontekstual yang diwakili oleh  kelompok al-

ra'yi. Realitas ini terlihat dalam literatur ushul al-fiqh klasik yang 

pembahasannya lebih banyak berkutat pada pencarian makna lafal dan

implikasi  petunjuk yang dikandungnya.4

2. POKOK-POKOK PEMBAHASAN

Dalam pokok-pokok pembahasan ini bertujuan untuk mengarah

dan memperjelas secara garis besar dari masing-masing pengertian yang

menyangkut penulisan tersebut secara sistematis supaya tidak terjadi

kesalahan dalam penyusunan.

3
Alamsyah, Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam Dalam Pemahaman Syahrur dan Al-
Qadarawi,Op.Cit, Hlm. 2.
4
Alamsyah, Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam Dalam Pemahaman Syahrur dan Al-
Qadarawi,Op.Cit, Hlm. 3.

3
Setiap masing-masing pembahasan menampakkan karakteristik

yang berbeda namun dalam satu kesatuan yang tak terpisah dengan

pembahasan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, meliputi latar belakang, pokok-pokok pembahasan

dan tujuan pembahasan.

BAB II Pembahasan, meliputi pengertian As-Sunnah dan As-Sunnah

Sebagai Sumber Hukum Islam, Apa alasan As-Sunnah sebagai sumber

hukum Islam, Bagaimana hubungan As-Sunnah dengan al-Qur’an sebagai

sumber hukum Islam.

BAB III Penutup, meliputi secara singkat kesimpulan yang dapat

diambil dari penulisan ini.

3. TUJUAN PEMBAHASAN

a. Untuk Menjelaskan Bagaimana Pengertian As-Sunnah

b. Untuk Menjelaskan Bagaimana As-Sunnah Sebagai Sumber Hukum

Islam

c. Untuk Menjelaskan Apa Alasan As-Sunnah Sebagai Sumber Hukum

Islam

d. Untuk Menjelaskan Bagaimana hubungan As-Sunnah dengan al-

Qur’an sebagai sumber hukum Islam

4
BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN AS-SUNNAH

Untuk menyebut apa yang berasal dari nabi Muhammad,

setidaknya ada dua istilah populer di kalangan masyarakat Islam yakni as-

sunnah dan al-hadits. Dua istilah ini terkadang masih dianggap kurang

definitif, sehingga masih perlu dipertegas lagi menjadi hadis nabi dan

sunah nabi atau rasul. Di luar dua istilah itu masih terdapat istilah lain

yakni khabar dan atsar. Hanya saja dua istilah terakhir ini nampaknya

kurang berkembang. Pengertian hadis dari segi bahasa berarti ucapan,

perkataan, dan disebut juga berita (khabar)5. “Alkhabar Kaliluhu Wa

Kasiruhu”, warta baik sedikit atau banyak yaitu “ma yuttahaddatsu bihi

wa yunqalu” sesuatu yang dibicarakan atau dipindahkan dari seorang

qarib yang dekat yang belum lagi terjadi.6 Alkhabar berarti al-naba’

(pemberitaan), yaitu berita yang disampaikan dari seseorang kepada orang

lain. Dengan demikian Alkhabar lebih luas dari as-Sunnah, karena tidak

hanya bersumber dari Nabi saw, tetapi juga dai sahabat dan tabi’in.7

Pengertian terminologisnya, Menurut ahli Hadis, Hadis adalah

segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw, baik

5
Muhammad Yahya, Ulumul Hadis Sebuah Pengantar dan Aplikasinya, (Makassar: Penerbit
Syahadah, 2016), Hlm. 01.
6
Marhumah, Konsep Urgensi Objek Kajian Metode dan Contoh, (Yogyakarta: Suka Press, 2014),
Hlm. 02.
7
Muhaimin, dkk. Studi Islam Dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan, (Jakarta: Kencana, 2014),
Hlm. 125.

5
berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifat-sifat, keadaan dan himmahnya,

baik sebelum maupun sesudah diangkat jadi Nabi.8 Sedang oleh ahli ushul

mengartikan hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi

Muhammad saw, baik berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir yang

berkaitan dengan syar’i.9 Hadis atau yang lebih dikenal dengan sunnah

adalah segala sesuatu yang bersumber atau disandarkan kepada Nabi

Muhammad Saw, baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapan

beliau. Semua umat sepakat bahwa hadis adalah salah satu sumber hukum

yang dianut oleh ajaran Islam (hujjah), selain dari pada al-Qur’an.10

Dari pemaparan definisi tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa

pengertian Hadis ialah mempelajari tentang segala sesuatu yang berkaitan

serta disandarkan kepada Nabi Muhammad saw, mulai dari perkataan,

perbuatan dan sifat-sifat Nabi Muhammad saw.

Di berbagai literatur dan di masyarakat keberadaan hadis sering di

identikkan dengan sunnah atau bahkan disamakan. Apakah sunnah identik

dengan hadis atau tidak? penjelasannya dapat di lihat dalam uraian berikut

ini:

Menurut Abu Hatim Al-Razi Arti etimologis as-Sunnah adalah:

as-Sirah, jalan atau perikehidupan, menurut Muhammad Ibn Isa Al-

Tirmizi al-Sirah hamidah kanat au damimah, perikehidupan yang dijalani,

baik terpuji atau tercela al-Sirah, at-Tariqah, at-Tabi’ah, dan asy-

8
Muhammad Yahya, Ulumul Hadis Sebuah Pengantar dan Aplikasinya, Op.Cit, Hlm. 01.
9
Muhammad Yahya, Ibid, Hlm. 1.
10
Muhammad Ali, Teori Klasifikasi Kitab Hadis, Makassar Jurnal Tahdis [Online], Volume 8
Number 2 (2017), Hlm. 154.

6
Syari’ah, tuntunan, jalan, tabiat, dan syariat, menurut Hasbi Ash-

Shiddieqy jalan yang dijalani, terpuji atau tidak. Sesuatu tradisi yang

sudah dibiasakan, dinamakan sunnah.11 Menurut informasi yang

disampaikan Kristina pada laman detik.com Sunnah menurut bahasa

dimaknai sebagai jalan yang dijalani, baik terpuji atau tidak. Menurut

Muhadditsin, sunnah diartikan sebagai segala sesuatu yang dinukilkan dari

Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun berupa taqrir,

pengajaran, sifat, kelakukan, perjalanan hidup baik sebelum maupun

sesudah Nabi SAW. As-Sunnah menurut para fuqaha' adalah suatu

perintah yang berasal dari Nabi SAW namun tidak bersifat wajib. Sunnah

adalah satu dari hukum takfili yang lima, yaitu wajib, sunnah, haram,

makruh, dan mubah. Para ulama ushul fikih menjelaskan, sunnah adalah

apa yang bersumber dari Nabi SAW selain al Quran, baik berupa

perkataan, perbuatan, atau pengakuan beliau. Dilihat dari sudut etimologi

maupun terminologi sebagaimana dijelaskan sebelumnya, sunnah dan

hadits memiliki perbedaan. Hadits konotasinya adalah segala peristiwa

yang dinisbatkan kepada Nabi SAW walaupun hanya diucapkan atau

dikerjakan sekali saja oleh beliau. Sedangkan, sunnah merupakan sesuatu

yang diucapkan atau dilaksanakan secara terus menerus dan dinukilkan

dari masa ke masa dengan jalan mutawatir (diturunkan dari satu orang ke

orang lain).12 Oleh karenanya, jika suatu tradisi masa Nabi saw, bersumber

11
Marhumah, Konsep Urgensi Objek Kajian Metode dan Contoh, Op.Cit, Hlm. 5.
12
Kristina, Apa Perbedaan Sunnah dan Hadits? Berikut Ini Penjelasannya, Artikel di akses pada
04 Desember 2021 pada laman https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5629141/apa-perbedaan-
sunnah-dan-hadits-berikut-ini-penjelasannya/amp

7
dari kenabian maka akan menjadi sunnah, dan jika hanya dikemukakan

sekali atau beberapa kali dan tidak mentradisi maka bukan disebut sebagai

sunnah melainkan disebut dengan hadis.13

Pada akhirnya hadis dan sunnah dapat dikatakan sama sekaligus

berbeda. Persamaannya, hadis dan sunnah sama-sama bersumber dari Nabi

Muhammad Saw. Hal ini yang mendasari ulama hadis berpendapat bahwa

hadis identik dengan sunnah. Sedangkan perbedaannya, hadis adalah

sebuah berita tentang suatu peristiwa yang bersumber dari Nabi

Muhammad saw, sedangkan sunnah adalah perbuatan yang dilakukan oleh

Nabi Muhammad Saw secara terus menerus.14

2. AS-SUNNAH SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM

Dalam doktrin hukum Islam, Sunnah nabi biasa disingkat sebagai

al-Sunnah. Dalam studi historis perkembangan hukum Islam, terlihat

bahwa konsep Sunnah mengalami perkembangan yang sangat panjang

(evolutif) dan sangat dinamis. Pada masa awal Islam, istilah Sunnah

biasanya digunakan untuk menunjukkan praktik normatif yang telah

dicontohkan oleh Rasulullah Saw.15 Pada masa ini juga, istilah Sunnah

digunakan untuk menunjukkan kesesuaian tindakan para sahabat dengan

tindakan rasul, sehingga perkataan dan perbuatan sahabat yang sesuai

dengan perilaku rasul dikatakan juga sesuai dengan Sunnah. Ketika rasul

Saw wafat, ruang lingkup istilah dan kandungan Sunnah mengalami


13
Marhumah, Konsep Urgensi Objek Kajian Metode dan Contoh, (Yogyakarta: Suka Press, 2014),
Hlm. 6.
14
M Azkiya Khikmatiar, Jangan Salah! Ini Perbedaan Hadis dan Sunnah, Artikel di akses pada
04 Desember 2021 pada laman https://islami.co/jangan-salah-ini-perbedaan-hadis-dan-sunnah/
15
Alamsyah, Dinamika Otoritas Sunnah Nabi Sebagai Sumber Hukum Islam, Lampung Jurnal
Al-‘Adalah [Online], Vol. Xii, No. 3, Juni (2015), Hm. 482.

8
perkembangan baru. Pada era ini, perilaku dan pendapat para sahabat yang

tergolong alKhulafâ’ al-Râsyidîn lambat laun dipandang sebagai Sunnah

atau contoh ideal pula, oleh generasi berikutnya. Contohnya adalah

tindakan ‘Umar ibn al-Khaththâb yang menetapkan hukuman cambuk 100

kali atau 80 kali atas peminum minuman keras (khamar), padahal

hukuman mereka di masa rasul adalah cambuk sebanyak 40 kali. Tindakan

‘Umar seperti ini oleh umat Islam pada masanya juga dijadikan sebagai

Sunnah. Dalam perkembangan selanjutnya, Sunnah juga mencakup

perilaku sahabat nabi yang lain dalam menghadapi dan menyelesaikan

berbagai persoalan kehidupan mereka, baik sosial, politik maupun

keagamaan.16 Dalam fenomena tersebut, perilaku mereka selalu diamati

dan diteladani oleh orang lain dari generasi berikutnya sebagai contoh

yang lebih mendekati kehidupan ideal dari rasul. Dengan demikian,

perilaku atau ijtihad sahabat yang telah mentradisi di kota Madinah dan

diikuti murid-muridnya dari kalangan tabi’in merupakan bagian dari

Sunnah atau ‘Amal yang ideal juga, yang dinamakan sebagai Sunnah para

sahabat (Sunnah al-Shahâbah). Di sinilah muncul teori ‘Amal Madînah

sebagai salah satu sumber hukum Islam. Dengan demikian, pada waktu itu

ada dua macam Sunnah:

(1) Sunnah yang sesungguhnya berasal dari nabi Saw; dan

16
Alamsyah, Dinamika Otoritas Sunnah Nabi Sebagai Sumber Hukum Islam, Ibid, Hlm. 482.

9
(2) Sunnah yang berasal dari ijtihâd sahabat terhadap Sunnah nabi

tersebut. Ijtihad ‘Umar yang terkenal tentang salat tarawih merupakan

contoh jelas Sunnah sahabat yang berasal dari pemahaman atas

Sunnah nabi.17

Adapun Sunnah yang lainnya yaitu Sunnah tasyri’iyyah memiliki

kekuatan hukum yang mengikat untuk diikuti oleh umat Islam. Adapun

ruang lingkup dari sunnah tasyri’iyyah ini telah dijelaskan di atas dan

mencakup tiga bidang utama, yaitu: aqidah, amaliyah ibadah, dan akhlak.

Sunnah yang memiliki kekuatan hukum terkait aqidah memiliki syarat

yang sangat ketat. Ini dikarenakan aqidah merupakan kepercayaan dan

keyakinan yang pasti, dan tidak ada yang dapat menghasilkan keyakinan

yang pasti itu kecuali yang pasti pula. Sehingga sunnah yang berdaya

hukum dalam bidang aqidah harus dihasilkan dari sunnah yang pasti

(qath’i), baik dari segi asal mula kemunculan sabda (wurud) nya, lafaznya,

dan petunjuk hukum (dilalah) nya. Sunnah jenis ini dapat ditemukan

dalam sunnah shahihah mutawatirah yang sangat terbatas jumlahnya.

Sunnah shahihah mutawatirah adalah sunnah yang memenuhi syarat

keshahihan dan kemutawatiran suatu hadis.18 Syarat keshahihan tersebut

meliputi: memiliki ketersambungan sanad, diriwayatkan oleh periwayat

yang adil dan kuat hafalannya (dhabith), tidak ada kejanggalan dan cacat.

Sedangkan syarat mutawatir adalah diriwayatkan oleh banyak orang dari

17
Alamsyah, Dinamika Otoritas Sunnah Nabi Sebagai Sumber Hukum Islam, Ibid, Hlm. 482.

Umma Farida, Diskursus Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam: Perspektif Ushuliyyin Dan
18

Muhadditsin, Kudus Jurnal Yudisia [Online], Vol. 6, No. 1, Juni (2015), Hlm. 245-246.

10
gurunya yang juga jumlahnya banyak demikian seterusnya hingga sampai

kepada Rasulullah SAW. dengan ketentuan masing-masing periwayat

tersebut dinilai sebagai orang-orang terpercaya yang menurut adat dan

kebiasaannya mereka sangat mustahil bersekongkol dalam dusta. Para

periwayat harus mengetahui secara pasti apa yang disampaikannya,

berdasar pengamatan dan pengalaman dia sendiri, bukan berdasar

pengalaman orang lain.19

Kekuatan sunnah sebagai sumber hukum ditentukan oleh dua hal:

wurud dan dilalahnya. Dari segi wurudnya, kekuatan sunnah mengikuti

kebenaran pemberitaannya, yang terdiri dari mutawatir dan ahad, lalu ahad

dibedakan lagi menjadi gharib, aziz, dan masyhur. Disebut sebagai khabar

ahad atau berita perorangan ini dikarenakan jumlah periwayat yang

menyampaikan berita itu tidak mencapai jumlah mutawatir. Sehingga

kebenarannya pun tidak meyakinkan dan kekuatan hukumnya bersifat

zhanni. Adapun kekuatan hukum khabar ahad untuk dijadikan dalil,

terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Mayoritas ulama

termasuk Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad menerima khabar ahad

untuk dijadikan dalil dalam beramal dan menetapkan hukum jika terpenuhi

syarat-syarat kesahihan hadis sebagaimana tersebut di atas. Dari segi

dilalahnya, sunnah dibedakan menjadi qath’i dan zhanni. Maksud qath’i

di sini adalah sunnah yang memberikan penjelasan terhadap hukum dalam

al-Qur’an secara tegas, jelas dan terperinci sehingga tidak memberikan

Umma Farida, Diskursus Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam: Perspektif Ushuliyyin Dan
19

Muhadditsin, Ibid, Hlm. 246.

11
peluang pemahaman yang lain. Sedangkan zhanni adalah penunjukan yang

tidak pasti dikarenakan sunnah tidak memberikan penjelasan secara tegas

dan terperinci terhadap hukum yang ada dalam al-Qur’an, sehingga

menimbulkan berbagai kemungkinan pemahaman dan silang pendapat.

Sunnah yang memiliki kekuatan hukum qath’i ini adalah sunnah yang

diriwayatkan secara mutawatir (Syarifuddin, 2000: 101-102).20

Dalam hal ini akan dibahas mengenai beberapa point yang

berhubungan dengan As-Sunnah, yaitu sebagai berikut:

3. ALASAN AS-SUNNAH SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM

As-Sunnah adalah penafsiran terhadap ajaran al-Qur’an, ia

merupakan implementasi realistis serta ideal dalam Islam. Kepribadian

Nabi Muhammad SAW adalah merupakan penjawatahan al-Qur’an dalam

sebuah ajaran Islam sebagaimana hal ini pernah disampaikan oleh Ummul

Mukminin ‘Aisyah ra, tatkala ditanya tentang budi pekerti Rasulullah saw,

beliau menjawab; “Budi pekertiny adalah al-Qur’an.” HR. Muslim. As-

Sunnah, disamping sebagai penafsir terhadap ajaran al-Qur’an juga

berfungsi sebagai referensi dan sumber petunjuk kedua setelah al-Qur’an.

Petunjuk itu akan terus mengalir ke dalam lapangan syari’ah, hukum dan

fikih serta melandasi seluruh sektor kehidupan manusia. 21 Sunnah juga

merupakan sumber hukum kedua setetalah al Qur’an. Hal demikian itu

disebabkan adanya perbedaan sifat, yaitu al Qur‟an bersifat qhat’i al


Umma Farida, Diskursus Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam: Perspektif Ushuliyyin Dan
20

Muhadditsin, Ibid, Hlm. 247-248.

21
H. Hairillah, Kedudukan As-Sunnah dan Tantangannya Dalam Hal Aktualisasi Hukum Islam,
Kutai Kartanegara Mazahib Jurnal Pemikiran Hukum Islam [Online], Vol. XIV, No. 2 (Desember
2015), Hlm. 195.

12
wurud, sedangkan sunnah bersifat dhanni al wurud. Semantara fungsi

sunnah terhadap al Qur’an adalah pertama, sunnah berfungsi sebagai

penguat (ta’qid) atas apa yang dibawa al Qur’an. Kedua, fungsi sunnah

sebagai penjelas (tabyin) atas apa yang terdapat dalam al Qur’an. Dan

ketiga, fungsi sunnah sebagai mustaqillah atau menetapkan hukum yang

belum ada hukumnya dalam al Qur’an.22

4. HUBUNGAN AS-SUNNAH DENGAN AL-QUR’AN SEBAGAI

SUMBER HUKUM ISLAM

Seluruh umat islam sepakat bahwa al-Quran adalah sumber hu-

kum utama dan sunnah adalah sumber hukum kedua, rasanya sulit

dibayangkan apabila Al-Quran difahami tanpa melalui Hadis / Sunnah

Nabi, ketika memahami dan melaksanakan sesuatu, misalnya tentang

haramnya memakan bangkai. Apabila hanya mempedomani al-Quran dan

mengingkari Sunnah / Hadis Nabi seharusnya menganggap haramnya

segala macam ikan laut maupun ikan air tawar, karena hakekatnya, semua

itu adalah bangkai. Sedangkan halalnya bangkai ikan laut, ikan air tawar

dan sejenis belalang adalah dijumpai di dalam Hadis Nabi bukan di dalam

al-Quran.23

Allah berfirman : “Qs. ali Imron [3] : 32 yang artinya:

“Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu


berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang kafir”.

22
Moh. Turmudi, Al Sunnah;Telaah Segi Kedudukan Dan Fungsinya Sebagai Sumber Hukum,
IAIT Kediri [Online], Volume 27 Nomor (1 Januari 2016), Hlm. 1.
23
Amrul Choiri, dkk, Al-Quran Dan Al-Sunnah Sebagai Sumber Ajaran Islam (Kajian Kritis
Pemahaman Minardi Mursyid Di Solo Raya), Surakarta Jurnal Suhuf [Online], Vol. 26, No. 2,
(Nopember 2014), Hlm. 92.

13
(Qs. ali Imron [3] : 32).

Dengan mencermati ali Imron ayat 32 tersebut, menunjukkan,

bahwa hubungan antara al-Quran (firman Allah) dengan Sunnah Nabi

tidak dapat dipisahkan. Allah menjelaskan banyak hal, baik masalah

aqidah, akhlak, ibadah dan sebagainya, tidak mungkin semuanya

dijelaskan secara operasional, misalnya masalah sholat. Tentang

contoh gerak-gerik sholat dan seluk-beluk tentang sholat harus

dijelaskan oleh sesame manusia. Allah tidak mungkin memberi

contoh / memperagakan tentang gerakan ruku’ sujud, karena Allah

ghaib. Jadi tugas Nabi adalah menjelaskan banyak hal tentang segala

sesuatu yang tidak dijelaskan atau belum rinci di dalam al-Quran.

BAB III

KESIMPULAN

14
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, maka penulis dapat

menyimpulkan as-Sunnah adalah: as-Sirah, jalan atau perikehidupan,

Sesuatu tradisi yang sudah dibiasakan, dinamakan sunnah. As-Sunnah

menurut para fuqaha' adalah suatu perintah yang berasal dari Nabi SAW

namun tidak bersifat wajib. Sunnah adalah satu dari hukum takfili yang

lima, yaitu wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah. Kemudian adapun

kekuatan sunnah sebagai sumber hukum ditentukan oleh dua hal: wurud

dan dilalah-nya. Dari segi wurud-nya, kekuatan sunnah mengikuti

kebenaran pemberitaannya, yang terdiri dari mutawatir dan ahad, lalu ahad

dibedakan lagi menjadi gharib, aziz, dan masyhur.

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, Dinamika Otoritas Sunnah Nabi Sebagai Sumber Hukum Islam,


Lampung Jurnal Al-‘Adalah [Online], Vol. Xii, No. 3, Juni (2015).

15
Alamsyah, Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam Dalam Pemahaman Syahrur
dan Al-Qadarawi, (Jogjakarta:Skripsi, 2004).
Choiri, Amrul, dkk, Al-Quran Dan Al-Sunnah Sebagai Sumber Ajaran Islam
(Kajian Kritis Pemahaman Minardi Mursyid Di Solo Raya), Surakarta
Jurnal Suhuf [Online], Vol. 26, No. 2, (Nopember 2014).
Farida, Umma, Diskursus Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam: Perspektif
Ushuliyyin Dan Muhadditsin, Kudus Jurnal Yudisia [Online], Vol. 6, No. 1,
Juni (2015).
Khikmatiar, M Azkiya, Jangan Salah! Ini Perbedaan Hadis dan Sunnah, Artikel
di akses pada 04 Desember 2021 pada laman https://islami.co/jangan-salah-
ini-perbedaan-hadis-dan-sunnah/
Kristina, Apa Perbedaan Sunnah dan Hadits? Berikut Ini Penjelasannya, Artikel di
akses pada 04 Desember 2021 pada laman
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5629141/apa-perbedaan-sunnah-
dan-hadits-berikut-ini-penjelasannya/amp
Muhaimin, dkk. Studi Islam Dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan, (Jakarta:
Kencana, 2014).
Muhammad Ali, Teori Klasifikasi Kitab Hadis, Makassar Jurnal Tahdis [Online],
Volume 8 Number 2 (2017).
Muhammad Yahya, Ulumul Hadis Sebuah Pengantar dan Aplikasinya,
(Makassar: Penerbit Syahadah, 2016).
Marhumah, Konsep Urgensi Objek Kajian Metode dan Contoh, (Yogyakarta:
Suka Press, 2014).
Muhazir, As-Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam: Refleksi Terhadap
Hermeneutika Muhammad Syahrur [Online], Jurnal At-Tafkir Vol. XI No. 2
Desember (2018).
Turmudi, Moh, Al Sunnah;Telaah Segi Kedudukan Dan Fungsinya Sebagai
Sumber Hukum, IAIT Kediri [Online], Volume 27 Nomor (1 Januari 2016).

16

Anda mungkin juga menyukai