Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS TENTANG SUNNAH

SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM DI ERA GLOBALISASI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur


Mata Kuliah Pengantar Hukum Islam
Dosen Pengampu: Afif Muamar, M.H.I.

Disusun Oleh Kelompok 2 (HES B / Semester I):


1. Adrian Dwirahman Bahri 2383120041
2. Nadasyifa Salsabila Ramadhani 2383120054
3. Ghani Fadlillah 2383120058

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI
CIREBON
2023
ANALISIS TENTANG SUNNAH
SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM DI ERA GLOBALISASI

Adrian Dwirahman Bahri, Nadasyifa Salsabila Ramadhani, Ghani Fadlillah


Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah
Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon
Email: adriandwirahman27@gmail.com, nadasyifasalsabilaramadhani@gmail.com,
ghanifadlillah05@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang definisi sunnah sebagai sumber
hukum Islam, macam-macam sunnah sebagai sumber hukum, kedudukan dan fungsi,
serta pembagian sunnah berdasarkan perawi. Penelitian ini menggunakan metode
library research. Hasil yang ditemukan yaitu pertama, istilah sunnah terdapat dalam
teks hadits, yang mencakup pengertian sunnah yang baik dan sunnah yang buruk, Dari
segi bahasa kata as-sunnah berarti jalan atau tuntunan, baik yang terpuji atau tercela.
Kedua, Macam macam sunnah itu mencakup sunnah sunnah qauliyah, sunnah fi’liyah,
dan sunnah taqririyah. Ketiga, sunnah memiliki peran penting sebagai sumber hukum
Islam di era globalisasi. Selain itu sunnah juga memiliki fungsi penting dalam
menjelaskan, memperkuat, dan memberikan penafsiran lebih lanjut terhadap ayat-ayat
al-Qur’an yang mungkin masih bersifat umum atau memerlukan penjelasan lebih
lanjut. Keempat, Berdasarkan jumlah perawinya, ulama mengklasifikasi hadis menjadi
mutawatir dan ahad. Kategorisasi hadis ditinjau dari jumlah transmiternya tersebut
yang tidak hanya memunculkan istilah baru dalam khazanah ilmu hadis, akan tetapi ia
juga melahirkan perdebatan dan perbedaan pandangan di kalangan ulama mengenai
keabsahan hadis ahad sebagai sumber otoritas Islam kedua setelah Al-Qur’an. Adapun
pembedaan hadis antara yang ahad dan mutawatir belum muncul pada masa
Rasulullah dan para sahabat. Para sahabat menerima hadis dari seseorang yang
meriwayatkan kepada mereka setelah jelas status dan kredibilitas penyampainya.
Pembedaan tersebut baru muncul pada masa tabi’in dan sesudahnya.

Kata Kunci: Sunnah, Hadits, Hukum Islam.

1
Latar Belakang Masalah
As-Sunnah dapat diartikan sebagai jalan yang ditempuh, baik itu sifatnya mulia
atau jelek. Menurut istilah, sunnah ialah segala sesuatu yang dikutip dari Nabi, baik itu
berupa perkataan, perbuatan, ataupun berupa ketetapan, pengajaran, sifat, kelakuan, dan
perjalanan hidup sebelum Nabi diangkat menjadi Rasul.1
Berdasarkan realita umat muslim bersepakat akan menjadikan hadits Nabi (as-
Sunnah) sebagai sumber kedua. Adapun keistimewaan yang dimiliki oleh agama Islam
dapat dilihat dari orisinilitas sumber hukumnya. Dengan begitu al-Sunnah tidak terdapat
penambahan apapun didalamnya sebagaimana halnya al-Qur’an, karena as-Sunnah
dikuatkan dari metode transmisi (penyaluran) dan kritik melalui beberapa rangkaian
kaidah yang dimiliki. 2
Dari latar belakang diatas, maka artikel ini memiliki beberapa pertanyaan utama
yaitu pertama, jelaskan tentang definisi sunnah? Kedua, sebutkan dan jelaskan tentang
macam-macam sunnah? Ketiga, bagaimana penjelasan mengenai kedudukan dan fungsi
sunnah? Keempat, bagaimana pembagian sunnah berdasarkan perawi?

Literature Review
Dalam penelitian ini terdapat beberapa penelitian terdahulu yaitu Pertama,
Muhammad Ali & Antiya Safira Prajayanti dalam jurnalnya yang berjudul “Kedudukan
as-Sunnah sebagai Sumber Hukum dan Pendidikan Islam di Era Milenial”. Dalam jurnal
tersebut menjelaskan bahwa as-Sunnah memiliki makna yang berasal dari bahasa,
istilah, maupun menurut para ulama. As-Sunnah memiliki peranan sebagai sumber
dalam ajaran Islam untuk menjadi penjelas dari isi kandungan al-Qur'an, karena al-
Qur'an membutuhkan penjelasan yang lebih mendalam lagi. Agama Islam yang
didasarkan oleh al-Qur'an maupun al-Hadits yang menjadikan pedoman bagi kaum
muslim memiliki manfaat tidak hanya mengatur dalam segi ibadah saja, juga
mengarahkan umat dalam memberikan tuntutan dalam berbagai masalah yang berkaitan
dengan kerja.3

1
Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadits, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2011), 5.
2
Umma Farida, “Diskursus Sunnah sebagai Sumber Hukum Islam”, Jurnal Pemikiran Hukum
Islam, Vol. 6, No. 1 (2015): 247.
3
Muhammad Ali & Antiya Safira Prajayanti, “Kedudukan As-Sunnah sebagai Sumber Dan
Hukum Pendidikan Islam Di Era Milenial”, Jurnal Ilmiah Pendidikan, Vol. 3, No. 2, (2019): 255-270

2
Kedua, M. Musyfiq Khozin, S,H dalam jurnalnya yang berjudul “Kedudukan
Sunnah dalam Hukum Islam”. Dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa Menetapkan as-
Sunnah sebagai sumber hukum yang kedua setelah al-Qur’an yang berfungsi sebagai
bayan, merupakan konsensus bersama para ulama, baik sebagai bayan al-ta’kid, bayan
al-tafsir dan bayan al-tashri’. Namun tidak semua berpendapat demikian, aliran Inkar
as-Sunnah salah satunya, yang menolak hadits Nabi sebagai hujjah secara keseluruhan.
Dengan argumentasi bahwa al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT dalam bahasa arab,
dengan penguasaan bahasa arab yang baik, al-Qur'an dapat dipahami tanpa memerlukan
bantuan penjelasan dari sunnah-sunnah Nabi saw. Sementara pandangan pembela
sunnah dan Muhaddithin beranggapan bahwa argumentasi yang diajukan kelompok
inkar al-Sunnah adalah lemah, baik dari sudut dalil ‘Aqli maupun Naqli.4
Ketiga, Julhadi, dalam jurnalnya yang berjudul “Al-Qur’an sebagai Sumber
Ajaran Islam, al-Sunnah sebagai Sumber Ajaran Islam”. Dalam penelitian ini
menjelaskan bahwa sunnah mempunyai dua manfaat pokok dalam dunia pendidikan.
Pertama, al-Sunnah dapat menjelaskan kesempurnaan dan konsep pendidikan Islam
sesuai konsep al-Quran, dan penjelasan al-Quran lebih rinci. Kedua, dalam menentukan
metode pendidikan al-Sunnah mampu menjadi contoh yang tepat, sunnah berisi juga
syariat dan akidah. Dalam segala aspek, sunnah mengandung petunjuk (pedoman) bagi
kemaslahatan hidup manusia, untuk membina umat menjadi muslim yang bertakwa atau
manusia seutuhnya. 5
Dari ketiga literature yang telah penulis paparkan, ternyata belum mampu
memberikan pembahasan yang komprehensif mengenai analisis tentang Sunnah sebagai
Sumber Hukum Islam. Disinilah letak perbedaan studi ini dengan penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu, penulisan ini hadir untuk meramu pembahasan
dari berbagai sumber hingga hadir sebuah pemahaman paripurna.

Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penyusunan karya ilmiah ini yaitu metode
deskriptif dengan menerapkan pendekatan kualitatif. Sedangkan jenis penelitian yang

4
Musyfiq Khozin, “Kedudukan Sunnah Dalam Hukum Islam”. Jurnal Program Studi Ahwal Al
Syakhshiyyah, Vol. 1, No. 1 (2021)
5
Julhadi, “Al-Qur’an sebagai Sumber Ajaran Islam, Al-Sunnah sebagai Sumber Ajaran Islam”,
Jurnal Kajian Keislaman, Vol. 12, No. 2 (2022)

3
digunakan adalah library research (penelitian kepustakaan) yang merupakan
penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan literatur (kepustakaan) baik berupa
buku, ensklopedia, kamus, jurnal, majalah, dokumen maupun laporan
hasil penelitian terdahulu dan lain sebagainya yang ada hubungannya dengan masalah
yang ingin dipecahkan.6
Selain itu, library research akan digunakan sebagai langkah peneliti dalam
menetapkan topik penelitian, melakukan kajian terhadap teori yang berkaitan dengan
topik yang diteliti dengan cara mengumpulkan bahan yang akan diteliti dan dianalisis
lebih lanjut sehingga diperoleh hasil penelitian. Dimana, pemikiran terpenting dalam
pembahasannya ialah memberikan pemahaman dan pengetahuan bagi mahasiswa
mengenai Sumber Hukum Islam.

Konsep Sunnah Hadits


Sunnah bisa berarti perilaku (sirah), jalan (thariqah), kebiasaan atau ketentuan.
Sunnah dalam pengertian ini bisa mencakup sunnah yang baik (sunnah hasanah)
maupun sunnah yang buruk (sunnah qabihah). Dalam pengertian ini al-Qur’an
menyebutnya dengan Sunnah al-Awwaliin, yakni sunnah yang telah diturunkan olevh
Allah SWT kepada orang-orang terdahulu. Istilah sunnah juga terdapat dalam teks
hadits, yang mencakup pengertian sunnah yang baik dan sunnah yang buruk,
sebagaimana hadits riwayat Muslim yang mengatakan: “Barangsiapa di dalam Islam
memperkenalkan perilaku atau kebiasaan baik (sunnah hasanah), ia akan memperoleh
pahala atas perilaku tersebut dan pahala orang-orang yang ikut melakukannya di
kemudian hari. Sebaliknya siapa yang memperkenalkan perilaku yang buruk (sunnah
sayyi’ah), ia akan memperoleh dosa perilaku tersebut dan dosa orang-orang yang
melakukannya di kemudian hari tanpa ada sesuatu yang mengurangi dosa mereka”.
Sedangkan menurut Hasbi Ash Shidieqie, sunnah adalah pengejawantahan perilaku
menurut contoh Rasulullah SAW yang merujuk pada hadits. (perbuatan yang terus
menerus dilakukan sehingga menjadi semacam tradisi).
Hadits secara harfiah berarti baru, cerita, kisah, perkataan atau peristiwa.
Istilah ini mempunyai definisi yang baku. Menurut para ahli hadits, kata ini menunjuk

6
Mohammad Nazie, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), 111.

4
pada segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW yang berupa
ucapan, perbuatan, taqrir (sesuatu yang dibiarkan, dipersilakan dan disetujui secara
diam-diam), sifat-sifat dan perilaku yang terjadi sebelum ia menjadi Nabi atau
sesudahnya. Sementara menurut para ahli ushul fiqh, hadits adalah segala sesuatu
yang bersumber dari Nabi SAW, berupa ucapan, perbuatan dan takrir yang dapat
menjadi hukum syara’.7
Dari segi bahasa kata as-Sunnah berarti jalan atau tuntunan, baik yang terpuji
atau tercela, sesuai dengan sabda Nabi yang artinya: "Barang siapa yang memberi
contoh tuntunan perbuatan yang baik, la akan mendapatkan pahala perbuatan tersebut
serta pahala mereka yang mengikutinya sampai hari kiamat. Barang siapa yang
memberikan contoh perbuatan yang buruk, ia akan mendapatkan siksaan perbuatan
tersebut dan siksaan mereka yang menirunya sampai hari akhir". (H.R. Muslim). Sesuai
pula dengan hadits Nabi yang Artinya: "Pasti kalian akan menempuh perjalanan orang-
orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta. Sehingga
sekiranya mereka memasuki lubang biawak pun, kalian akan turut memasukinya." (H.R.
Asy-Syaikhani).
Secara terminologi, para ahli hadits mengartikan sunah/hadits sebagai segala
sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad saw. dalam bentuk qaul (ucapan), fi'il
(perbuatan), taqrir, perangai, dan sopan santun ataupun sepak terjang perjuangannya,
baik sebelum maupun setelah diangkatnya jadi Rasul. Menurut sementara ahli hadits
menyamakan arti dari hadits dan sunah.8
Mengenai pengertian terminologis as-Sunnah dan al-Hadits ini, ada ulama yang
membedakan keduanya dan ada pula yang mengidentikkan/ menyamakannya. Ulama
yang membedakan pengertian keduanya antara lain Ibn Taymiyah, Imam Kamal Ibn
Humam, dan Taufiq. Menurut Ibn Taymiyah, al-Hadits merupakan ucapan, perbuatan
maupun taqrir Nabi Saw. sebatas setelah ia diangkat menjadi Rasul, sedangkan as-
Sunnah lebih dari itu, yakni sebelum dan sesudah diangkat menjadi Rasul. Imam Kamal
Ibn Humam berpendapat bahwa al-Sunnah dapat berkaitan dengan ucapan maupun
perbuatan Nabi Saw, sedangkan al-Hadits hanya terbatas pada perkataannya saja.

7
H. Hairillah, “Kedudukan As-Sunnah dan Tantangannya dalam Hal Aktualisasi Hukum Islam”,
Jurnal Pemikiran Hukum Islam, Vol. XIV, No. 2 (2015): 193-194.
8
Rohidin, Pengantar Hukum Islam (Yogyakarta: Lintang Rasi Aksara Books, 2016), 102-103.

5
Taufiq membatasi as-Sunnah dengan tradisi Nabi yang biasa dilakukan dan diikuti oleh
sahabat, sedangkan al-Hadits merupakan perkataan Nabi yang diriwayatkan oleh satu
atau dua orang sahabat, lalu mereka saja yang yang melakukan dan mengetahuinya,
schingga tidak menjadi pegangan umum. 9

Konsep Hukum Islam


Pengertian hukum Islam atau syariat Islam adalah sistem kaidah-kaidah yang
didasarkan pada wahyu Allah SWT dan Sunnah Rasul mengenai tingkah laku mukallaf
(orang yang sudah dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan diyakini, yang mengikat
bagi semua pemeluknya. Hal ini mengacu pada apa yang telah dilakukan oleh Rasul
untuk melaksanakannya secara total. Syariat menurut istilah berarti hukum-hukum yang
diperintahkan Allah Swt untuk umat-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik yang
berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun yang berhubungan dengan
amaliyah. Syariat Islam menurut bahasa berarti jalan yang dilalui umat manusia untuk
menuju kepada Allah Ta’ala. Ternyata Islam bukanlah hanya sebuah agama yang
mengajarkan tentang bagaimana menjalankan ibadah kepada Tuhannya saja.
Keberadaan aturan atau sistem ketentuan Allah swt untuk mengatur hubungan manusia
dengan Allah Ta’ala dan hubungan manusia dengan sesamanya. Aturan tersebut
bersumber pada seluruh ajaran Islam, khususnya al-Quran dan Hadits. Definisi hukum
Islam adalah syariat yang berarti aturan yang diadakan oleh Allah untuk umat-Nya yang
dibawa oleh seorang Nabi SAW, baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan
(aqidah) maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan amaliyah (perbuatan) yang
dilakukan oleh umat Muslim semuanya. 10

Pembahasan tentang Macam-macam Sunnah


Sunnah qauliyah, yang sering dinamakan juga dengan khabar atau berita berupa
perkataan Nabi SAW yang didengar dan disampaikan oleh seorang atau beberapa
sahabat kepada orang lain.

9
Mustopa, “Al-Sunnah dan Tafsir al-Qur’an”, Diya al-Afkar, Vol. 5, No. 1 (2017): 22.
10
Eva Iryani, “Hukum Islam, Demokrasi dan Hak Manusia”, Jurnal Ilmiah Universitas
Batanghari Jambi, Vol. 17, No. 2 (2017): 24.

6
Sunnah fi'liyah, yaitu setiap perbuatan yang dilakukan oleh Nabi SAW yang
diketahui dan disampaikan oleh para sahabat kepada orang lain.
Sedangkan sunnah taqririyah, yaitu perbuatan atau ucapan sahabat yang
dilakukan di hadapan atau sepengetahuan Nabi SAW, tetapi Nabi hanya diam dan tidak
mencegahnya. Sikap diam dan tidak mencegah menunjukkan persetujuan Nabi SAW. 11

Kedudukan dan Fungsi Sunnah


Fungsi as-Sunnah terhadap al-Qur’an. Hadis-hadis Nabi dalam kaitannya dengan
al-Qur’an menurut Muhaimin, mempunyai fungsi, yaitu pertama, menetapkan dan
memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh al-Qur’an. Kedua, memberikan
perincian dan penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang masih mujmal global (bayan al-
Mujmal), memberikan batasan terhadap hal-hal yang masih belum terbatas di dalam al-
Qur’an (taqyid al-Mutlaq) memberikan kekhususan (takhshish) ayat-ayat al-Qur’an
yang bersifat umum (takhshish al-'Am), dan memberikan penjelasan terhadap hal-hal
yang masih rumit di dalam al-Qur’an (tawdih al-Mushkil). Ketiga, menetapkan hukum
atau aturan-aturan yang tidak didapati dalam al-Qur’an. 12

Pembagian Sunnah Berdasarkan Perawi


Berdasarkan jumlah perawinya, ulama mengklasifikasi hadis menjadi mutawatir
dan ahad. Kategorisasi hadis ditinjau dari jumlah transmiternya tersebut tidak hanya
memunculkan istilah baru dalam khazanah ilmu hadis, akan tetapi ia juga melahirkan
perdebatan dan perbedaan pandangan di kalangan ulama mengenai keabsahan hadits
ahad sebagai sumber otoritas Islam kedua setelah al-Qur'an. Pada mulanya sebagian
besar ulama hadis tidak menggunakan istilah hadis ahad untuk menunjukkan salah satu
pembagian hadis ditinjau dari kuantitas perawinya. Al-Naisaburi (w. 405 H) misalnya,
menggunakan istilah mashhur, gharib dan fard untuk menunjukkan kuantitas perawi
hadis.
Istilah pertama yang digunakan al-Naisaburi sebagaimana yang dikutip oleh
Syahidin bahwa untuk menunjukkan kuantitas hadis adalah mashhur, menurutnya hadis

11
Akhmad Haries dan Maisyarah Rahmi, Ushul Fiqih Kajian Komprehensif Teori, Sumber,
Hukum, dan Metode Istinbath Hukum, (Palembang: Bening Media Publishing, 2020), 80.
12
Mustopa, “Al-Sunnah dan Tafsir Al-Qur’an”, Diya al-Afkar, Vol. 5, No. 1, (2017):25.

7
mashhur tidak selalu berarti sahih dan juga tidak selalu terdapat dalam kitab-kitab hadis
sahih. Hadis mashhur juga tidak hanya digunakan oleh para ahli hadis, karena ada istlah
mashhur menurut ulama usul al-fiqh maupun mashhur menurut ahli fikih. Kemudian
istilah kedua yang digunakan al-Naisaburi untuk menunjukkan kuantitas hadis adalah
gharib. Istilah gharib mencakup di dalamnya beberpa bentuk, yaitu hadis gharib yang
sahih, gharib al-shuyukh (penyendirian terhadap seorang guru), dan gharib al-matn
(penyendirian matan). Sedangkan istilah ketiga untuk menunjukkan kuantitas perawi
adalah hadis al-fard. Hadis al-fard ini meliputi beberapa hal, yaitu penyendirian
penduduk dalam periwayatan hadis, penyendirian seorang periwayat dari seorang imam
di antara para imam, dan hadis yang diriwayatkan penduduk Madinah tetapi hanya
diriwayatkan oleh perawi lain yang berasal dari penduduk Mekah atau sebaliknya. 13

Kesimpulan
Dari penjelasan diatas maka artikel dapat ditarik empat kesimpulan yaitu
pertama, istilah sunnah terdapat dalam teks hadits, yang mencakup pengertian sunnah
yang baik dan sunnah yang buruk, sebagaimana hadits riwayat muslim yang
mengatakan “barang siapa didalam Islam memperkenalkan perilaku atau kebiasaan baik
(sunnah hasanah), ia akan memperoleh pahala atas perilaku tersebut dan pahala orang
orang yang ikut melakukannya di kemudian hari”.
Kedua, Macam macam sunnah itu mencakup Sunnah qauliyah, yang sering
dinamakan juga dengan khabar atau berita berupa perkataan. Sunnah fi'liyah, yaitu
setiap perbuatan yang dilakukan oleh Nabi SAW yang diketahui dan disampaikan oleh
para sahabat kepada orang lain. Sedangkan sunnah taqririyah, yaitu perbuatan atau
ucapan sahabat yang dilakukan di hadapan atau sepengetahuan Nabi SAW.
Ketiga, sunnah memiliki peran penting sebagai sumber hukum Islam di era
globalisasi, sunnah tidak hanya mencakup perkataan Nabi, tetapi juga perbuatan, taqrir
(persetujuan diam diam), sifat, dan kelakuannya, baik sebelum maupun diangkat
menjadi Rosul. Selain itu sunnah juga memiliki fungsi penting dalam menjelaskan,
memperkuat, dan memberikan penafsiran lebih lanjut terhadap ayat ayat al-Qur’an yang
mungkin masih bersifat umum atau memerlukan penjelasan lebih lanjut.

13
Syahidin, “Penolakan Hadis Ahad dalam Tinjauan Sejarah Ingkar Sunnah”, Tsaqofah dan
Tarikh, Vol. 3 No. 2, (2018): 180.

8
Keempat, Berdasarkan jumlah perawinya, ulama mengklasifikasi hadis menjadi
mutawatir dan ahad. Kategorisasi hadis ditinjau dari jumlah transmiternya tersebut yang
tidak hanya memunculkan istilah baru dalam khazanah ilmu hadis, akan tetapi ia juga
melahirkan perdebatan dan perbedaan pandangan di kalangan ulama mengenai
keabsahan hadis ahad sebagai sumber otoritas Islam kedua setelah Al-Qur’an. Adapun
pembedaan hadis antara yang ahad dan mutawatir belum muncul pada masa Rasulullah
dan para sahabat. Para sahabat menerima hadis dari seseorang yang meriwayatkan
kepada mereka setelah jelas status dan kredibilitas penyampainya. Pembedaan tersebut
baru muncul pada masa tabi’in dan sesudahnya.

.
Daftar Pustaka
Ali, Muhammad, dan Prajayanti, Antiya Safira. "Kedudukan As-Sunnah Sebagai
Sumber Dan Hukum Pendidikan Islam Di Era Milenial." Tarbawiyah: Jurnal
Ilmiah Pendidikan 3.2 (2020).
Farida, Umma. "Diskursus sunnah sebagai sumber hukum Islam: perspektif Ushuliyyin
dan Muhadditsin." Yudisia, Vol. 6, No. 1 (2015).
Hairillah, Hairillah. "Kedudukan As-Sunnah Dan Tantangannya Dalam Hal Aktualisasi
Hukum Islam." Mazahib, Vol. XIV, No. 2 (2015).
Haries, Akhmad & Rahmi, Maisyarah. Ushul Fiqih Kajian Komprehensif Teori,Sumber,
Hukum Dan Metode Istinbath Hukum. Palembang, Bening Media Publishing,
2020.
Iryani, Eva. "Hukum Islam, Demokrasi dan hak asasi manusia." Jurnal Ilmiah
Universitas Batanghari Jambi, Vol. 17, No. 2 (2017).
Julhadi, Julhadi Julhadi. "Al-Qur’an sebagai Sumber Ajaran Islam, sun sebagai Sumber
Ajaran Islam." Mauizhah: Jurnal Kajian Keislaman, Vol. 12, No. 2 (2023).
Khozin, M. Musyfiq. "Kedudukan Sunnah Dalam Hukum Islam." Al-Inṣāf-Journal
Program Studi Ahwal Al Syakhshiyyah, Vol.1, No. 1 (2021).
Mustopa, Mustopa. "AL-SUNNAH DAN TAFSIR ALQURAN (Tinjauan tentang
Fungsi dan Posisi al-Sunnah dalam Tafsir Alquran)." Diya Al-Afkar: Jurnal
Studi al-Quran dan al-Hadis, Vol. 5, No. 1 (2017).
Nazie, Mohammad. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005.

9
Rohidin, Rohidin. Pengantar Hukum Islam. Yogyakarta: Lintang Rasi Aksara Books,
2016.
Syahidin, Syahidin. "Penolakan Hadis Ahad Dalam Tinjauan Sejarah Ingkar
Sunnah." Tsaqofah dan Tarikh: Jurnal Kebudayaan dan Sejarah Islam, Vol. 3,
No. 2 (2018).
Wahid, Ramli Abdul. Studi Ilmu Hadits, Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2011.

10

Anda mungkin juga menyukai