Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

“ SUNNAH DAN HADIS ”

( Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok 4 )

DOSEN PENGAMPU :

Dra Wirdawati Zawawi, M.Si.

Disusun Oleh :

Bambang Sudaryono (183112351540289)


Devy Ardianti Safitri (183112351540319)
Hanniva (183112351540304)
Latifah Maharani (183112351540016)
Siti Sarah Fadhilah (183112351540321)
Shinta Dewi Pratiwi (183112351540283)
Shafila Jayadi (183112351540304)
Rina Hasta Mulyaningtyas (183112351540297)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya


sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Sunnah dan
Hadist”. Makalah ini disusun dan diuraikan secara efektif dengan landasan
pengetahuan yang diambil dari buku untuk menambah wawasan,kemudian makalah ini
disusun berdasarkan hasil diskusi anggota masing-masing kelompok yang dijilid
menjadi satu ke dalam bentuk makalah
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah

Pendidikan Agama Islam di Universitas Nasional Jakarta Yang Diampu oleh Ibu Dra

Wirdawati Zawawi, M.Si.

Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat
kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya
kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Jakarta, 16 Oktober 2019

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah............................................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan ................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 3

A. Kedudukan Sunnah ............................................................................................. 3

B. Fungsi Sunnah .................................................................................................... 5

C. Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Sunnah............................................. 7

D. Pemahaman Sunnah (Hadis) ............................................................................... 10

E. Aktualisasi Sunnah Dalam Kehidupan Modern ................................................. 16

BAB III PENUTUP ................................................................................................... 18

A. Kesimpulan ......................................................................................................... 18

B. Saran ................................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Islam berkembang sangat pesat ke seluruh penjuru dunia dengan kecepatan
yang menakjubkan, yang sangat menarik dan perlu diketahui bahwa Dinul Islam yang
dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah suatu agama yang sekaligus menjadi
pandangan atau pedoman hidup. Banyak sumber-sumber ajaran Islam yang
digunakan mulai zaman muncul pertama kalinya Islam pada masa rasulullah sampai
pada zaman modern sekarang ini. Sumber-sumber yang berasal dari agama Islam
merupakan sumber ajaran yang sudah dibuktikan kebenarannya yaitu bertujuan untuk
kemaslahatan umat manusia, sumber-sumber ajaran Islam merupakan sumber ajaran
yang sangat luas dalam mengatasi berbagai permasalahan seperti bidang akhidah,
sosial, ekonomi, sains, teknologi dan sebagainya.
Islam sangat mendukung umatnya untuk mempelajari ilmu pengetahuan,
terutama yang bersumber dari sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur‟an, Sunah, Ijma‟,
Qiyas dan juga ijtihad. Begitu sempurna dan lengkapnya sumber-sumber ajaran
Islam. Namun permasalahan disini adalah banyak umat Islam yang belum mengetahui
betapa luas dan lengkapnya sumber-sumber ajaran Islam guna mendukung umat
Islam untuk maju dalam bidang pengetahuan.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang di maksud dengan Sunnah dan Hadis?
2. Bagaimana kedudukan Sunnah dalam islam?
3. Bagaimana fungsi Sunnah dalam islam?
4. Bagaimana unsur – unsur Hadis?

C. TUJUAN
1. Melengkapi nilai tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam
2. Mempelajari dan memahami lebih mengenai Sunnah dan Hadis
3. Menambah wawasan lebih luas tentang Sunnah dan Hadis
4. Memberikan pengertian yang lebih mendalam kepada penulis tentang Sunnah
dan Hadis

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. KEDUDUKAN SUNNAH
1. Antara Sunnah dan Hadis
Merupakan sumber ajaran islam yang ke dua sesudah al-quran. Rasullullah Saw
adalah suri terladan bagi umatnya dalam menjalani kehidupan yang baik dan benar
sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasulnya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam
surat Al-Azhab ayat 21 yang terjemahannya sebagai berikut :
“sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
akhir dan orang yang banyak menyebut Allah.”
Sunah dan Hadist adalah dua istilah yang berbeda dari segi bahasa tetapi
memiliki substansi yang sama. Dari segi bahasa, sunah berarti jalan yang biasa dilalui
atau cara yang senantiasa dilakukan. Rasulullah Saw bersabda :
“ Barang siapa yang membiasakan sesuatu yang baik di dalam islam, maka ia
menerima pahalanya dan pahala orang-orang sesudahnya dan mengamalkannya
(H.R.Muslim)”.
1) Secara terminologi hadis/Sunnah menurut ilmu hadis, segala sesuatu yang
disandarkan kepada nabi Muhammad Saw. Baik perupa perkataan, perbuatan
maupun ketetapannya.
2) Ilmu ushul fiqhi, segala yang diriwayatkan oleh nabi muhammad saw. Berupa
perkataan ketetapan yang berkaitan dengan hukum.
3) Ilmu Fiqhi, suatu perbuatan yang akan mendapatkan pahala bila dikerjakan dan
tidak berdosa bila tidak dikerjakan, dimasukkan dalam hukum taklifi.
4) Sunnah berasal dari bahasa arab yang secara etimologi berarti "jalan yang biasa
dilalui" atau "cara yang senantiasa dilakukan" atau "kebiasaan yang selalu
dilaksanakan".
Pengertian Sunnah secara etimologis ini dapat ditemukan dalam sabda
Rasulullah saw, yang diriwayatkan oleh imam Muslim, yang artinya "barang siapa

3
yang membiasakan sesuatu yang baik maka ia menerima pahalanya dan pahala orang-
orang yang mengamalkan sesudahnya, dan barang siapa yang membiasakan sesuatu
yang buruk, maka ia akan menanggung dosanya dan dosa orang mengikuti
sesudahnya".
Perbedaan ahli ushul dengn ahli fiqh dalam memberikan arti pada Sunnah
sebagaimana disebutkan di atas adalah karena mereka berbeda dalam segi
peninjauannya. Ulama ushul menempatkan Sunnah sebagai salah satu sumber atau
dalil hukum fiqh. Untuk itu ia mengatakan, “Hukum ini ditetapkan berdasarkan
Sunnah”. Sedangkan ulama fiqh menempatkan Sunnah itu sebagai salah satu dari
hukum syara‟ yang lima yang mungkin berlaku terhadap satu perbuatan. Untuk
maksud itu ia berkata, “Perbuatan ini hukumnya adalah Sunnah”. Dalam pengertian
ini Sunnah adalah “hukum”, bukan “sumber hukum”.
Sedangkan hadis menurut bahasa berarti khabar atau berita. Hadis
merupakan pemberitaan, maka ia terkait baik dengan si pembawa berita baik segi
kemampuan daya ingat, sifat atau perilakunya, maupun proses atau penyampaian
berita atau transmisi hadis itu sendiri. Atas dasar itulah muncul penilaian-penilaian
tetang kesahihan sebuah hadis oleh para ulama hadis sesuai dengan metode yang
sudah dibangun oleh para ulama terdahulu.
Sunah menurut istilah adalah seluruh yang disandarkan kepada nabi Muhammad
Saw. Sunah menurut ahli ushul fiqh adalah segala yag diriwayatkan dari nabi
Muhammad Saw. Sunah menurut ahli fiqih adalah perbuatan yang apabila dikerjakan
mendapat pahala dan jika tidak dikerjakan tidak berdosa.
2. Kedudukan Sunnah
Pada masa Rasulullah saw. tidak ada sumber hukum selain al-kitab dan as-
sunnah. Dalam salah satu hadist Rasulullah SAW menegaskan :
“Aku tinggalkan ditengah-tengah kamu dua perkara, kamu tidak akan sesat selama
kamu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu: kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya.”
(Hadist riwayat Abu Dawud).
Berdasarkan Hadist ini , maka dalam pengalaman ajaran islam kedudukan
Sunnah sama dengan Al-Quran. Berbeda dengan Hadist, kedudukannya hanya

4
menempati posisi kedua setelah Al- Quran. Hal tersebut dapat kita pahami dengan
Hadist di bawah ini, bahwasannya seluruh umat islam harus mengikuti Al- Quran dan
Sunnah Rasul sebagai pedoman hidup (tasyri‟) Di dalam kitab Fathul Baari terdapat
hadits berikut :
‫خ ﻋ‬ ‫ت‬ ‫ز‬
Artinya ; “ Tetaplah kalian pada sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin yang telah
mendapat petunjuk. Berpeganglah teguh kepadanya, dan gigitlah dengan gigi
gerahammu.”
Hadits hadits tersebut menyuruh umat islam islam agar berpegang teguh kepada
Al-quran dan As-sunnah. Hal ini dapat dipahami dari hadits tersebut sendiri. Sunnah
adalah sumber hukum Islam yang kedua. Oleh karena itu, kewajiban mengikuti,
kembali, dan berpegang teguh pada sunnah merupakan perintah Allah SWT dan juga
perintah Nabi SAW, pembawa syariat yang agung. Perintah itu tertuang dalam
FirmanNya sebagai berikut:
a. “Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul (Nya) dan
berhati-hatilah” (QS. Al-Maidah: 92)
b. “Barangsiapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah”
(QS. An-Nisa‟: 80)
c. “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangbagimu maka tinggalkanlah” (QS. Al-Hasyr :7)

B. FUNGSI SUNNAH
Untuk mengetahui secara kongkrit fungsi dan kedudukan Hadis dalam Islam,
kita perlu mengetahui lebih dahulu tentang tugas-tugas yang dibebankan kepada Nabi
Muhammad saw. Dalam al-Qur‟an kita dapati bahwa nabi saw. mempunyai tugas dan
wewenang sebagai berikut.
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.
(Q.S. al Nahl : 44)

5
Dari ayat diatas, terdapat makna tersirat yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad
SAW telah diberikan tugas oleh Allah SWT untuk menerangkan ayat-ayat Al-Quran
lebih terperinci kepada umat manusia. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa as
sunnah merupakan penjelas dari Al-Quran.
Abd al- wahhab khallaf mengelompokan fungsi Sunnah yaitu tehadap Al-Quran
kepada tiga bagian , yaitu : Penguat , Penjelas , dan Penetap hukum.
1) Sebagai Penguat (Ta‟kid)
Sunnah berfungsi sebagai penguat hokum yang di terapkan Al-Quran, Misalnya
Hadisy yang berbunyi : “ Islam didirikan di atas lima perkara: bersaksi bahwa tiada
tuhan selain Allah dan bahwa sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah ,
mendirikan shalat, membayar zakat , puasa di bulan Ramadhan dan haji ke baityllah
bagi yang mampu melakukan perjalanan kesana” (Hadist Riwayat Bukhari)
2) Sebagai penjelas (Tafsir)
Sunnah juga berperan untuk menjelaskan atau merinci (menspesifikan) ayat-
ayat Al-Quran yang masih bersifat umum. Misalnya saja, Al-Quran menuliskan
kewajiban untuk berhaji bagi umat yang mampu. Maka As-sunnah memperjelas tata
cara manasik haji yang benar sesuai ajaran Rasulullah SAW. Misalnya hadist yang
berbunyi : “ Shalatlah sebagaimana kalian melihat aku shalat.” Hadist itu adalah
sebagai penjelasna atas ayat yang berbunyi “aqmi al- shalah” (Kerjakan lah shalat
(Q.S Al- Baqarah [2] : 43 , Al- Nisa [4] :23 ).
3) Sebagai Penetap Hukum
Penetapan hukum baru di as-sunnah tentunya tidak boleh asal-asalan. Hukum
itu harus benar-benar berdasarkan tuntunan Nabi Muhammad SAW dan sesuai syariat
islam. Imam asy-Syafi‟i rahimahullah berkata, “Apa-apa yang telah disunnahkan
Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam yang tidak terdapat pada Kitabullah, maka
hal itu merupakan hukum Allah juga “.
Misalnya : hadist yang melarang seorang suami memadu istrinya dengan bibi
dari pihak ibu ataupun dari pihak istri . ketentuan ini tidak didapat dalam Al-Quran
larangan dalam Al-Quran adalah menyangkut seorang suami yang memadu istrinya
dengan saudara kandung istri (Q.S Al-Nisa [4] :23 )

6
C. SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SUNNAH
Secera garis besar ada empat periode pertumbuhan dari perkembangan Sunnah
1) Periode Periwayatan Hadist
Nabi dalam melaksanakan tugas sucinya yakni sebagai Rasul berdakwah,
menyampaikan dan mengajarkan risalah islamiyah kepada umatnya. Nabi sebagai
sumber hadis menjadi figur sentral yang mendapat perhatian para sahabat. Segala
aktifitas beliau seperti perkataan, perbuatan dan segala keputusan beliau diingat dan
disampaikan kepada sahabat lain yang tidak menyaksikannya, karena tidak seluruh
sahabat dapat hadir di majelis Nabi dan tidak seluruhnya selalu menemani beliau.
Bagi mereka yang hadir dan mendapatkan hadits dari beliau berkewajiban
menyampaikan apa yang dilihat dan apa yang didengar dari Rasulullah SAW. Baik
ayat-ayat Al-Qur‟an maupun Hadits-Hadits dari Rasulullah. Mereka sangat antusias
dan patuh pada perintah-perintah Nabi SAW. Hadis yang diterima oleh para sahabat
cepat tersebar di masyarakat.
Karena, para sahabat pada umumnya sangat berminat untuk memperoleh hadis
Nabi dan kemudian menyampaikannya kepada orang lain. Dalam menyampaikan
hadits-haditsnya, Nabi menempuh beberapa cara, yaitu :
Pertama, melalui majelis al-„ilm, yaitu pusat atau tempat pengajian yang
diadakan oleh Nabi untuk membinah para jemaah, melalui majelis ini para sahabat
memperoleh banyak peluang untuk menerima hadits, sehingga mereka berusaha
untuk selalu mengkonsentrasikan diri untuk mengikuti kegiatannya.
Kedua, dalam banyak kesempatan Rasulullah jg menyampaikan haditsnya
melalui para sahabat tertentu, yang kemudian oleh para sahabat tersebut
disampaikannya kepada orang lain. Hal ini karena terkadang ketika nabi
menyampaikan suatu hadits, para sahabat yang hadir hanya beberapa orang saja, baik
karena disengaja oleh Rasulullah sendiri atau secara kebetulan para sahabat yang
hadir hanya beberapa orang saja, bahkan hanya satu orang saja.

7
Ketiga, untuk hal-hal sensitif, seperti yang berkaitan dengan soal keuarga dan
kebutuhan biologis, terutama yang menyangkut hubungan suami istri, Nabi
menyampaikan melalui istri-istrinya.
Keempat, melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka, seperti ketika futuh
Mekkah dan haji wada‟. Ketika menunaikan ibadah Haji pada tahun 10 H (631 M),
Nabi menyampaikan Khotbah yang sangat bersejarah di depan ratusan ribu kaum
muslimin yang melakukan ibadah haji, yang isinya banyak terkait dengan bidang
muamalah, siyasah, jinayah, dan hak asasi manusia.
Kelima, melalui perbuatan langsung yang disaksikan oleh para sahabatnya,
yaitu dengan jalan musyahadah, seperti yang berkaitan dengan praktik-praktik ibadah
dan muamalah. Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada Nabi lalu Nabi menjelaskan
hukumnya dan berita itu tersebar dikalangan umat islam.
2) Periode Pembukuan Hadis
Periode kedua adalah periode penulisan dan pembukuan hadis, pada periode ini
agama islam sudah tersebar luas dan di anut oleh penduduk di luar Jazirah Arabia. Di
samping banyaknya para sahabat yang telah meninggal dunia itulah sebabnya para
ulama perlu pencatatan hadis untuk selanjutnya di bukukan. Kegiatan penulisan Hadis
ini di mulai setelah pemerintah resmi dari Khalifah Umar bin Abd al-Aziz(717-
720M/99-101H) mengistruksikan : “ Perhatikan atau periksalah Hadith- Hadith
Rasul SAW kemudian tulislah ! Aku khawatir akan lenyapnya ilmu dengan
meninggalnya para ulama (para ahlinya). Dan janganlah kamu terima kecuali
Hadith- Hadith dari Rasul SAW”
untuk mengumpulkan hadis karna dua hal :
a) Banyaknya hadis palus yang bermunculan di kalangan umat islam ,sehingga
diantara hadis shahih dengan lenyapnya hadis- hadis dengan hadis palsu telah
tercampur baur.
b) Adanya kekhawatiran terhadap lenyapnya hadis-hadis dengan meninggalnya
para ulama dalam peperangan. Sedangkan kitab hadis yang ada pada periode
ini belum terseleksi betul,karena tercampur hadis dengan fatwah para
sahabat,bahkan dengan fatwa para tabi‟in.

8
3) Periode Kemurnian Hadis
Pada periode ini terjadi upaya-upaya pemurnian,pemyehatan dan
penyempurnaan hadis yang berlangsung pada abad ke-3 H. Pada periode ini para
ulama hadis mengadakan penyeleksian , penyaringan dan pengklasifikasikan hadis.
Hal itu di lakukan untuk memisahkan hadis marfu dari hadis maufiq dan hadis
maqthu . hasilnya tersusun sejumlah kitab hadis yang sudah terseleksi . Keenam kitab
tersebut adalah:
 Shahih Bukhari dihimpun oleh Imam Bukhari
 Shahih Muslim dihimpun oleh Imam Muslim
 Sunan an-Nasa'i atau disebut juga As-Sunan As-Sughra dihimpun oleh Imam
Nasa'i
 Sunan Abu Dawud dihimpun oleh Imam Abu Dawud
 Sunan at-Tirmidzi dihimpun oleh Imam Tirmidzi
 Sunan ibnu Majah dihimpun oleh Imam Ibnu Majah
4) Periode Klasifikasi Hadis
Pada periode ini para ulama mulai mengklasifikasikan hadis dengan
menghimpun hadis-hadis yang sejenis kandungannya atau sejenis sifat-sifat isinya
dalam suatu kitab hadis. Dari paparan d=tersebut , pelaksanan hadis kodifikasi hadis
berbeda debfab kodifikasi Al-Quran. Jika kodifikasi Al-Quran dapat langsung
dilakukan di bawah pengawasan nabi sendiri , maka kodifikasi hadis menghadapi
situasi yang rentan dan sulit.
Renta waktu yang begitu panjang sepeninggalan Rasulullah SAW dengan masa
pengkodifikasian hadis di masa Khalifah Umar bin Abd Al-Aziz yang telah
bermunculnya hadis-hadis palsu ,namun dengan semangat tinggi para ulama hadis
ketika itu , akhirnya lahir juga kitab-kitab hadis yang didasarkan para kualifikasi
Hadis, baik dari aspek sanad maupun aspek matan-nya. Dengan demikian tidak ada
lagi kesuliatan dalam melakukan kajian hadis, apakah hadis itu berkualifikasi shahih
atau dha‟if.

9
D. PEMAHAMAN SUNNAH ( HADIS)
1) Unsur – Unsur Hadis
a) Matn Hadits
Matan diambil dari bahasa Arab (matn). Menurut bahasa matan berarti
punggung jalan atau tanah yang kerasdan tinggi. Matn kitab yang tidak bersifat
komentar dan bukan tambahan-tambahan penjelasan. Jamak matn adalah mutun.yang
dimaksud matn dalam ilmu hadits ialah: ma yantahiy ilayhi as-sanad min al-kalam.
yakni: sabda nabi yang disebut setelah sanad, atau penghubung sanad, atau materi
hadits.
‫خهى م‬ ‫ه‬ ‫الم م‬
Artinya : “ suatu kalimat tempat berakhirnya sanad”
Matan hadits disini yaitu yang berwarna merah, yakni isi dari hadits tersebut
‫م ﻌج ق ل‬ ‫ه هللا ص ى هللا ر ول‬ ‫ﻋ‬ ‫قز‬ ‫م غزب ف‬ ‫طور‬
b) Rawi Hadis
Rawi, yaitu orang yang meriwayatkan hadis. Antara rawi dan sanad orang –
orangnya sama, yaitu – itu saja. Misalnya pada contoh sanad, yaitu sanad terakhir
Abu Hurairah adalah perawi hadis yang pertama, begitu seterusnya hingga kepada
Imam Bukhari. Sedangkan Imam Bukhari sendiri adalah perawi hadis yang terakhir.
Untuk menyeleksi hadis yang sekian banyaknya dan pada waktu Nabi
Muhammad saw masih hidup tidak banyak sahabat yang menulis hadis, dan
penyampaian hadis Nabi SAW masih terbatas dari mulut ke mulut berdasarkan
hafalan dan ingatan saja sampai pada masa khalifah Umar bin Abdul Azis tahun 99 –
101 H.
Kata perawi atau al-rawi dalam bahasa Arab dari kata riwayat yang berarti
memindahkan atau menukilkan, yakni memindahkan suatu berita dari seseoarang
kepada orang lain. Dalam istilah hadis, al-rawi adalah orang yang meriwayatkan
hadis dari seorang guru kepada orang lain yang tercantum dalam buku hadis Jadi,
nama-nama yang terdapat dalam sanad disebut rawi, seperti:
1. Abdullah bin Yusuf : Sebagai perawi Pertama
2. Malik bin anas : Sebagai perawi Kedua

10
3. Ibn Syihab az zuhri : Perawi ketiga
4. Muhammad bin jubair : Perawi ke Empat
5. Dari ayahnya jubair bin muth‟imi : Perawi kelima
6. Imam bukhari pada kitab shahih beliau : Perawi terakhir
Imam bukhari bisa disebut dengan perawi terakhir ataupun juga bisa disebut dengan
mukharrij.
Nama-nama dalam sanad di atas disebut rawi. Sebenarnya antara rawi dan
sanad merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan karena sanad hadis pada
setiap generasi terdiri dari beberapa perawi.]Singkatnya sanad itu lebih menekankan
pada mata rantai/silsilah sedangkan rawi adalah orang yang terdapat dalam silsilah
tersebut.
c) Sanad
Menurut bahasa sanad adalah sandaran atau sesuatu yang dijadikan sandaran.
Dikatakan demikian karena Hadits bersandar kepadanya[2]. menurut istilah al-Badr
bin Jamaah dan At-Tibby, menyatakan bahwa sanad adalah pemberitaan tentang
munculnya suatu matan Hadits[3]. yang lainnya menyebutkan sanad ialah silsilah
atau rentetan para perawi yang menukilkan Hadits dari sumbernya yang pertama.
Atau, dengan perkataan lain, sanad adalah jalan yang dapat menghubungkan matan
Hadits kepada Nabi Muhammad.
Pendapat lain :
‫م خ طز ق ﻋ الخ ب ر‬
Artinya : “ berita tentang jalan matan ”
Pendapat lain menyebutkan :
‫ت‬ ‫مو ص ت زج ل‬ ‫م خ‬
Artinya : “silsilah orang-orang yang meriwayatkan hadits yang menyampaikannya
kepada hadis”
Ada juga yang menyebutkan :
‫ت‬ ‫ز ة‬ ‫م خ ن ق و ذ‬ ‫ال ل م ص ره ﻋ‬
Artinya : “silsilah para perawi yang menukilkan hadits dari sumbernya yang pertama .

11
Sanad hadits yang menurut pengertian istilah adalah rangkaian para periwayat
yang menyampaikan kita kerada matan hadits, mengandung dua bagian penting, yaitu
Nama-nama periwayat yang terlibat dalam periwayatan hadits yang bersangkutan,
dan Lambang-lambang periwayatan hadits yang telah digunakan oleh masing-masing
periwayat dalam meriwayatkan hadits yang bersangkutan, misalnya sami‟tu, ‟an, dan
‟anna .
Dalil tentang pentingnya sebuah sanad dikemukakan oleh sebagian ulama'
Imam syafi'i : Sanad itu bagaikan mencari kayu bakar di tengah gelapnya malam.
Ibn Mubarok : ‫م ال‬ ‫و ال‬ ‫ق ل ال‬ ‫م‬ ‫م‬
2) Kualitas Hadis
Di tinjau dari jumlah rawinya hadis di bagi menjadi dua yaitu :
1. Hadis Mutawatir
Mutawatir secara kebahasaan adalah isim fail dari kata al-tawatur, yang berarti
at-tatabuk, yaitu berturut-turut. Menurut istilah ulama hadis, mutawatir berarti :
‫ ذب ﻋ ى حو طﺆﻫ ﻌ ة حﺤ ﻞ ﺜ ر ﻋ م ر ه‬.
Artinya : “ Hadis yang diriwayatkan oleh orang banyak yang mustahil menurut adat
bahwa mereka bersepakat untuk berbuat dusta.”
Ibnu al-Sahal mendefinisikan hadis mutawatir sebagai :
‫بر ﻋ ﻋ رة ﺄنه‬ ‫ق ه ذﻱ‬ ‫ﺿرورة بص قه ﻌ م ﺤصﻞ م‬. ‫ال‬ ‫ه ىب‬ ‫حمر ر م‬ ‫ى ط ﺸر ﻫذ‬
‫ه م ر حه‬ ‫م حه ه ى‬.
Artinya : “ Sesungguhnya mutawatir itu adalah ungkapan tentang kabar yang
dinukilkan (diriwayatkan) oleh orang yang menghasilkan ilmu dengan kebenarannya
secara pasti. “
Dan persyaratan ini harus terdapat secara berkelanjutan pada setiap tingkatan
perawi dari awal sampa Berdasarkan defenisi mengenai hadis mutawatir diatas, para
ulama hadis selanjutnya menetapkan bahwa suatu hadis dapat dinyatakan sebagai
mutawatir apabila telah memenuhi kriteria tertentu. Kriteria tersebut adalah sebagai
berikut :

12
1. Jumlah perawinya harus banyak. Para ulama berbeda pendapat dalam
menentukan jumlah jumlah minimalnya dan menurut pendapat yang terpilih
minimalnya sepuluh perawi.
2. Perawi yang banyak ini harus terpaut dalam semua thabaqat (generasi) sanad.
Secara rasional dan menurut kebiasaan (adat) para perawi-perawi tersebut mustahil
sepakat untuk berdusta.
3. Sandaran beritanya adalah panca indera dan itu ditandai dengan kata-kata
yang digunakan dalam meriwayatkan sebuah hadis, seperti kata ‫( مﻌن‬kami telah
mendengar), ‫( ز ن‬kami telah melihat), ‫( م ن‬kami telah menyentuh) dan lain
sebagainya. Adapun jika sandaran beritanya adalah akal semata, seperti pendapat
tentang alam semesta yang bersifat hudus (baharu), maka hadis tersebut tidak
dinamakan mutawatir.
Macam-macam Hadis Mutawatir
Hadis mutawatir terbagi kepada dua, yaitu : mutawatir lafzi dan mutawatir ma‟nawi.
a. Mutawatir Lafzi
Mutawatir Lafzi adalah hadis mutawatir yang berkaitan dengan lafal perkataan Nabi.
Artinya perkataan Nabi diriwayatkan oleh orang banyak kepada orang banyak, seperti
hadis Nabi saw. :
‫مﺤمﺩ وﺤﺩﺜ‬ ‫غ زﻱ ﻋ ﺩ‬ ‫ﺃ ى ﻋ ﻋو ت ﺃ و ﺤﺩﺜ‬ ‫هللا ز وﻞ ق ﻞ ق ﻞ ﻫز زة ﺃ ى ﻋ ص ﺢ ﺃ ى ﻋ ﺤص‬
‫ﻋ ه هللا ص ى‬ ‫ذب م‬ ‫ ر م مقﻌ ه خ زﺃ مخﻌم ﻋ‬. ﴿‫م‬ ﴾

Artinya : Berbicara kepada kami Muhammad bin Ubaid Al-Gabary diceritakan lagi
oleh Abu Awanah dari Abi Hasin dari Abi Salih dari Abi Hurairah berkata, berkata
Rasulullah saw. : Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah
bersiap-siap untuk mengambil tempat di neraka.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Suatu mutawatir dikatakan lafziah, bila redaksi dan kandungan sunnah yang
disampaikan oleh sekian banyak perawi tersebut adalah sama benar.
Pendapat yang lain menjelaskan bahwa pengertian dari hadis mutawatir lafzi adalah :
‫ﻈ خقج م‬ ‫ه ر ة‬ ‫ﺤ م‬ ‫مﻌن ه‬.

13
Artinya : Hadis yang lafaz-lafaz para perawi itu sama, baik hukum maupun
maksudnya.
b) Mutawatir Ma‟nawi
Mutawatir Ma‟nawi adalah hadis tentang perbuatan Nabi saw. yang mengangkat
tangan pada waktu berdoa. Hadis tersebut diriwayatkan sebanyak lebih kurang 100
macam hadis dengan redaksi yang berbeda. Kendati pun hadis-hadis itu berbeda
redaksinya, namun karena semua pesan yang terkandung masih mempunyaiqadar
musytarak (titik persamaan), yakni keadaan Nabi mengangkat tangan pada waktu
berdoa, maka hadis-hadis itu disebut hadis mutawatir ma‟nawi.
‫مﻌنى زﺠوﻋه مﻊ ومﻌن ه ﻈه ى م ﺤخ و‬ .
Artinya :
Hadis yang berlainan bunyi dan maknanya, tapi dapat diambil diambil makna umum.
Contoh hadis mutawatir ma‟nawi adalah :
Nabi saw. tidak mengangkat kedua tangannya dalam doa-doa beliau, kecuali dalam
shalat Istisqa‟ dan beliau mengangkat tangannya hingga tampak putih-putih kedua
ketiaknya.” (HR Bukhari).
c) Mutawatir „Amali
Mutawatir „Amali adalah :
‫ﻥ م مﻋم‬ ‫ﺿر رة‬ ‫م م ﻥ ﻥ ح حر‬ ‫م ﻋ ه ص ى هللا ﺫ‬ ‫ﻌه‬ ‫مر ه‬ ‫ﻫ ﺫﻚ ﻏر‬
‫صﺤ ﺤ نط ق ﺠم ﻉ ﻷ خﻌز ﻒ ﻋ ه طق ﺫﻯ‬.
Artinya : Sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa ia dari agama dan telah
mutawatir dikalangan umat Islam bahwa Nabi saw. mengajarkan atau menyuruhnya
atau selain itu, dari hal itu dapat dikatakan soal yang disepakati.
Contoh Hadis Mutawatir „Amali adalah berita-berita yang menerangkan waktu dan
rakaat shalat, shalat jenazah, shalat Ied, hijab perempuan yang bukan mahram, kadar
zakat dan segala rupa amal yang menjadi kesepakatan dan ijma‟
2. Hadis Ahad
Kata ahad berarti satu, khabar al-wahid adalah khabar yang diriwayatkan oleh
satu orang. Menurut istilah ilmu hadis, hadis ahad berarti Hadis yang tidak memenuhi
syarat mutawatir.

14
Sedangkan pendapat hadis lain, kata ahad bentuk plural (jamak) dari ahad
( ‫ ) ﺤ ﺠمﻊﺃﺤ‬dengan makna wahid : satu, tunggal atau esa. Hadis atau khabar wahid
berarti hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi dengan dipanjangkan bacaan a-
haad mempunyai makna satuan. Nilai angka satuan tidak mesti satu, tetapi dari satu
sampai sembilan. Dalam bahasa arab khabar ahad (predikat dalam susunan)
memasukan bentuk dua (tatsniah) dan bentuk banyak (jamak), karena pengertiannya
adalah khabar yang tidak berupa jumlah (kalimat sempurna) dan tidak serupa
dengannya
Macam-macam Hadis Ahad
Pembagian hadis ahad ada tiga macam, yaitu hadis masyhur, aziz dan gharib.
a) Hadis Masyur
Secara bahasa, kata masyur adalah isim maf‟ul dari syahara yang berarti “al-zuhur”
yaitu nyata. Sedangkan pengertian hadis masyur menurut istilah ilmu hadis adalah
Hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang perawi atau lebih, pada tiap tingkatan sanad,
selama tidak sampai kepada tingkat mutawatir.
Definisi di atas menjelaskan, bahwa hadis masyur adalah hadis yang memiliki
perawi sekurang-kurangnya tiga orang, dan jumlah tersebut harus terdapat pada setiap
tingkatan sanad.
b) Hadis Aziz
Menurut bahasa adalah sama dengan asy-syarif atau al-qawiyyu, yaitu yang
mulia atau yang kuat. Sedangkan menurut pengertiannya adalah Hadis yang
diriwayatkan oleh dua orang dari dua orang. Menurut istilah ilmu hadis, hadis aziz
berarti
‫ﻋ ر حه ال قل‬ ‫ ن طبق ج جم ﻊ ى ﺜ‬.

Artinya : Bahwa tidak kurang perawinya dari dua orang pada seluruh tingkat sanad.

15
c) Hadis Garib
Garib menurut bahasa adalah : (1) Ba‟idun „anil wathani (yang jauh dari tanah
air) dan (2) Kalimat yang sukar dipahami. Adapun menurut istilah :
‫و ﺤ ز و بزو بحه ن ز م ﻫو‬.
Artinya : Hadis garib adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi.
Dalam pengertian lain hadis garib adalah :
‫ ح ر وقﻊ موصوﻉ ﻱ ى ﺤﺺ بزو حه ن ز م‬.
Artinya :
Hadis yang dalam sanadnya terdapat seseorang yang menyendiri dalam
meriwayatkannya, dimana saja penyendiriannya itu terjadi.

E. AKTUALISASI NILAI SUNNAH DALAH KEHIDUPAN MODERN


Semasa Nabi SAW hidup, Sunnah mengandung keselarasan tindakan pada para
sahabat terus membudayakan apa yang telah di ajarkan dan di praktikan oleh
Rasulullah SAW. Sebagai cerminan dalah kehidupannya, keterbiasaandan kegiatan
para sahabat lambat laun di pandang sebagai contoh oleh generasi berikutnya .
Kini umat islam oada abad modern di tuntut pada untuk mengikuti jejak para
sahabat dalam melestarikan Sunnah dan kehidupannya dalam sehari-hari . Al-Quran
berulangkali memerintahkan umatnya untuk mematuhi perintah Rasulullah SAW dan
menyatakan bahwa perilaku beliau adalah perilaku ideal (uswah hasanah).
Kenyataan yang pahid di alami umat muslim saat ini adalah transformasi
kebudayaan barat lebih mempunyai peran penting dalam kehidupannya, ketimbang
mencontoh perilaku yang diajarkan oleh Rasulullah. Padahal, peran Rasulullah saat
itu selain sebagai utusan Allah , juga beliau adalah manusia biasa hidup dengan
kedermawanan dan kesahajaan.
Sebagai seorang pemimpin , beliau bertanggung jawab melayani rakyat dan
memegang amanah, seorang pemimpin menjalankan amanah Allah sanagt berat ,
bukan untuk mencari kekayaan . karna allah selalu mengawasi yang di perbuat
hambanya. Kelak semua perbuatan manusia di bumi akan di pertanggung jawabkan
oleh Allah, Rasulullah SAW bersabda :

16
‫مﻌقﻞ ﻋ‬ ‫ر‬ ‫ ق ل ﻋ ه هللا رﺿ‬: ‫ﻋ ه هللا ص ى هللا ر ول مﻌج‬ ‫ قول‬: ‫ﻋب م م‬
‫خزﻋ ه‬ ‫رﻋ ت هللا‬, ‫ موث وم موث‬, ‫ﻫو‬ ‫ زﻋ خه ﻏ‬, ‫ﻋ ه مخ ق – ﺠ ت ﻋ ه هللا زم ال‬
“Tidaklah seorang hamba pun yang diberi amanah oleh Allâh untuk memimpin
bawahannya yang pada hari kematiannya ia masih berbuat curang atau menipu
rakyatnya, melainkan Allâh mengharamkan surga atasnya.”
Apabila keadaan masyarakat sudah sangat matrealistis, kemuliaan seseorang
hanya di ukur sebagai harta yang dimilikinya . sehingga godaaan para pemimpin,
birokrat dan penguasa itu adalah harta.Bahkan jika imannya lemah akan terperangkap
oleh korupsi, nepotisme. Rasulullah saw pernah bersabda:
(( ‫خﻌم ه م‬ ‫ ﻋمﻞ ﻋ ى م‬، ‫ فوقه فم م ط ف خم‬، ‫)) ق مت وم ه ﺄح ﻏ وال ﻥ‬
Barangsiapa di antaramu kami minta mengerjakan sesuatu untuk kami, kemudian ia
menyembunyikan satu alat jahit (jarum) atau lebih dari itu, maka perbuatan itu
ghulul (korupsi) harus dipertanggung jawabkan nanti pada Hari Kiamat. (HR.
Muslim)
Oleh karna itu mencontoh gaya kehidupan Nabi SAW yang telah banyak
memberikan bimbingan kepada umatnya, sebagai ungkapan Muhammad Asad bahwa
Nabi SAW adalah “ komandan terbaik

17
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Hadis atau al-hadis menurut bahasa al-jadid yang artinya sesuatu yang baru -
lawan dari al-Qadim- artinya yang berarti menunjukkan kepada waktu yang dekat
atau waktu yang singkat. Menurut ahli hadis pengertian hadis ialah segala perkataan
Nabi SAW, perbuatan, dan hal ihwalnya. Sunnah menurut etimologi berarti cara yang
bisa ditempuh baik ataupun buruk, Khabar menurut bahasa serupa dengan makna
hadis, yakni segala berita yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain.
Struktur hadis yang meliputi sanad dan matan. Sanad ialah rantai penutur/rawi
(periwayat) hadits. Matan ialah redaksi dari hadits. Kedudukan dan fungsi Hadis yaitu
sebagai sumber hukum Islam yang kedua, sebagai penguat dan pengukuh hukum,
sebagai penjelas atau perincian terhadap ayat-ayat Al-Qur‟an yang masih bersifat
umum, menetapkan hukum-hukum tidak terdapat dalam Al-Qur‟an.
Hubungan Al-Qur‟an dan Sunnah. Ditinjau dari hukum yang ada maka
hubungan As-Sunnah dengan Al-Qur-an, sebagai penguat hukum yang sudah ada di
dalam Al-Qur-an,penafsir atau pemerinci hal-hal yang disebut secara mujmal dalam
Al-Qur-an, bayan dari mujmal Al-Qur-an, Bayan Tafsiri, Bayan Taqriri, Bayan
Taudhihi.

B. SARAN
Para pembaca yang budiman, untuk kesempuranaan karya ilmiyah yang
dibuat, maka disarankan agar tetap merujuk kepada referensi lain mengingat makalah
ini masih sangat sederhana dan jauh dari kesempurnaan. Olehnya itu, kami dengan
sangat terbuka menerima masukan yang bersifat membangun demi penyempurnaan
makalah yang terkait dengan Kedudukan Sunnah dan Hadist.

18
DAFTAR PUSTAKA

 Buku Foto Copy Pendidikan Agama Islam Halaman 155 - 164


 Abdul Majid Khan, Ulumul Hadis, Amzah, Jakarta, 2013, cet-II
 Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis., Pustaka Firdaus, Jakarta. Cet-V,2008.
 Al-Qur‟an
 Al-insan, Jurnal Kajian Islam, Hadits Nabi; otentisitas dan upaya destruksinya.
 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid , Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997.
 M. M. Azami, Menguji Keaslian Hadis-hadis Hukum; sanggahan atas : The
origins of Muhammadan Jurisprudence Joseph Schacht, Pustaka Firdaus,
Jakarta, cet-I, 2004.
 Selviyanti Kaawoan, Memahami ushul fiqhi, Sultan Amai Press IAIN Sultan
Amai, Gorontalo, 2015.

19

Anda mungkin juga menyukai