Anda di halaman 1dari 27

“SUNN AH”

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu:
JULKARNAIN, S.Ag., S.E., M.M

Disusun Oleh:
1. Acan Mursidi (71220311016)
2. Putri Wulandari (71220311019)

PRODI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
A. Latar Belakang Masalah................................................................................................
1. Rumusan Masalah....................................................................................................
2. Tujuan Masalah.......................................................................................................
BAB II ISI
A. Sunnah...........................................................................................................................
1. Pengertian Sunnah...................................................................................................
2. Macam-macam Sunnah...........................................................................................
a. Sunnah Qauliyah................................................................................................
b. Sunnah Fi`liyah..................................................................................................
c. Sunnah Taqririyah.............................................................................................
d. Sunnah Hammiyah............................................................................................
3. Kedudukan Sunnah Dalam Syariat Islam................................................................
a. Dalil Untuk Mengikuti Sunnah..........................................................................
b. Dalil Hadits yan memerintahkan kita mengikuti Sunnah..................................
4. Fungsi sunnah Terhadap Al-qur`an.........................................................................
5. Otoritas Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam.......................................................
6. Perbedaan Alqur`an dan Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam.............................
7. Sejarah Perkembangan dan Kodifikasi Sunnah.......................................................
a. Perkembangan hadits pada masa Rasulullah Saw.............................................
b. Perkembangan hadits pada masa sahabat..........................................................
c. Perkembangan hadits pada masa Tabi`in..........................................................

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada ALLLAH SWT yang telah memberikan berkah dan karunianya
kepada saya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktunya. Tidak lupa pula
Shalawat dan salam kita hadiahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad Saw yang
telah mendahului daripada kita sekaligus bisa menjadi inspirator bagi kita yang terbesar dalam
segala keteladananya.
Penulisan makalah “SUNNAH” ini diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada
mata kuliah “Pendidikan Agama Islam ” . Saya mengetahui keterbatasan pengetahuan dan
wawasan dalam menyusun kaliamt, atau tata bahasa dan ejaan yang dipakai dalam
menyelesaikan maklah ini . Saya juga menyadari baik isi ataupun makalah ini masih belum
sempurna. Namun berkat bantuan dan kerja sama dalam kelompok, akhirnya makalah ini dapat
selesai denan tepat waktu.
Saya meminta maaf apabila dalam penulisan maklah ini banyak di temukan berbagai
kekurangan dan kelemahan, karena kesempurnaan itu ada pada milik ALLAH SWT. Oleh karena
itu sumbangan, saran, ataupun kritik serta pendapat yang sehat dan membangun sangatlah
penulis harapkan agar makalah ini menjadi hasil karya ilmiah yang baik. tidak lupa pula penulis
mohon ampunan kepada ALLAH SWT , dan saya ucapkan terimakasih.

Medan, 27 September 2022

Putri Wulandari
NPM: 71220311019

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada hakekatnya umat Islam di dunia sama dengan umat agama lain. Kesamaan yang
dimaksud dalam hal ini adalah sama-sama memiliki kitab sebagai pedoman nya, jika umat
Kristen memiliki kitab Injil sebagai pedomanya, umat hindu memiliki kitab Trimurti, dan
umat Buddha yang memiliki kitab Weda sebagai peganggan hidupnya, maka umat Islam
memiliki kitab Al-Qur`an Al-Karim sebagai pedoman hidupnya. Kitab Al-Qur`an ini adalah
mukjizat yang diberikan ALLAH SWT kepada Nab Muhammad SAW. yang di dalamnya
terkandung nilai-nilai kebenaran, ketetapan yang mutlak mengenai agama Islam. Oleh karena
itu kami akan coba memaparkan dan memberikam penjelasan tentang apa itu Sunnah dan
Hadits.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Pengertian Sunnah?
2. Apa Saja Macam-Macam Sunnah?
3. Bagaimana Kedudukan Sunnah Dalam Syariat Islam?
4. Apa Fungsi Sunnah Terhadap Al-Qur`an?
5. Apa Saja Apa Otoritas Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam?
6. Apa Perbedaan Al-Qur`an dan Hadits Sebagai Sumber Hukum?
7. Bagaiman Sejarah Perkembangan Kodifikasi Sunnah Perkembangan Hadits Pada Masa
Rasulullah SAW?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Sunnah!
2. Untuk Mengetahui Macam-Macam Sunnah!
3. Untuk Memahami Kedudukan Sunnah Dalam Syariat Islam!
4. Untuk Mengetahui Apa Saja Fungsi Sunnah Terhadap Al-Qur`an!
5.Untuk Memahami Otoritas Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam!
6.Untuk Mengetahui Perbedaan Al-Qur`an dan Hadits Sebagai Sumber Hukum!

1
7. Untuk Mengetahui Sejarah Perkembangan Kodifikasi Sunnah Perkembangan Hadits
Pada Masa Rasulullah SAW!

2
BAB II
ISI

A. Sunnah
1. Pengertian Sunnah
Al-Sunnah menurut bahasa berarti jalan hidup yang dijalani atau yang dibiasakan, baik
jalan hidup itu baik atau buruk, terpuji atau tercela. Pengertian serupa ini sejalan dengan
bunyi Hadits Nabi yang artinya: “Barang siapa membuat sunnah terpuji, maka baginya
pahala sunnah itu dan orang lain yang mengamalkanya, dan barang siapa yang
menciptakan sunnah yang buruk, maka ia mendapat dosa sunnah buruk itu dan dosa orang
yang mengamalkanya sampai hari kiamat” (HR. Muslim, dalam Mushtafa al-Siba`i). Juga
sebuah Hadits yang Artinya: “Semua pasti akan mengikuti sunnah-sunnah orang-orang
sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal, dan sehasta demi sehasta.” (HR. Bukhari dan
Muslim).
Pengertian sunnah menurut istilah antara lain dikemukakan oleh ahli hadits, ahli ushul
fiqh dan para ahli fiqh. Sunnah dalam pengertian para ahli hadits ialah sesuatu yang
didapatkan dari Nabi Saw, yang terdiri dari ucapan, perbuatan, persetujuan, sifat fisik atau
budi, atau biografi, baik pada masa sebelum masa kenabian atau sesudahnya, sunnah menuut
pengertian ini sinonim dengan hadits menurut pendapat mereka. (Shalih, 1991:1).
Menurut istilah para ahli pokok agama (al-ushuliyyun), sunnah ialah sesuatu yang
diambil dari Nabi Saw, yang terdiri dari sabda, perbuatan, dan persetujuan beliau. Ulama
usul al-fiqh, mengatakan sunnah ialah segala sesuatu yang berasal dari Nabi Saw, selain Al-
qur`an, baik ucapan, perbuatan maupun taqrir yang layak dijadikan dalil bagi hukum syara`
(Atar,1981:20). Sunnah menurut para ahli fiqh, ialah suatu hukum yang jelas berasal dari
Nabi Saw yang tidak termasuk fardhu ataupun wajib, dan sunnah ada bersama wajib dan
lain-lain dalam hukum yang lima.
Selain kata sunnah, terdapat pula kata-kata hadits, khabar, dan atsar. Pada umumnya para
ulama memandang bahwa hadits, sunnah, khabar, dan atsar mempunyai pengertian yang sama,
yaitu perkataan-perkataan rasul saja, juga dari sahabat dan tabi`in. Akan tetapi, ada yang
mengatakan bahwa pada hakekatnya sunnah dan hadits itu berbeda. Hadits ialah segala pristiwa

3
yang disandarkan kepada Nabi, walaupun hanya sekali terjadi sepanjang hidupnya, dan
walaupun diriwayatkan oleh seorang saja. Sedangkan sunnah ialah nama bagi amaliah
(perbuatan) rasul yang mutawatir, yakni cara rasulullah melaksanakan suatu ibadah yang
dinukilkan kepada kita dengan amaliah yang mutawatir pula.

2. Macam-macam Sunnah
Para ulama membagi sunnah menjadi empat macam bagian yaitu:
1. Sunnah Qauliyah.
Sunnah Qauliyah yaitu, perkataan atau sabda nabi Saw, yang di dalamnya
menerangkan hukum-hukum agama dan maksud Al-Qur`an, yang berisi peradaban,
hikmah, ilmu pengetahuan, dan akhlak. Sunnah qauliyah ini dinamai juga khabar, hadits
nabi atau Sunnah.
Sunnah qauliyah dapat di bagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Sunnah qauliyah yang sudah jelas dan pasti benarnya dari Allah melalui rasulnya serta
diriwayatkan secara mutawatir.
b. Sunnah qauliyah atau (khabar) yang diagukan kebenaranya atau kesalahanya, karena tidak
dapat ditentukan mana yang kuat apakah itu benar atau salah, sebab ada kalaya kuat benarnya
tetapi tidak dapat dipastikan, seperti berita dari orang nyang adil dan jujur dan belum
diyakini keadilan dan kejujuranya, serta ada kalanya kebohonganya lebih kuat dariada
benarnya, seperti bertita dari orang fasik atau munafik.
c. Sunnah qauliyah yang diterima oleh akal, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1.) Yang tidak dapat diterima oleh akal, seperti berita tentang bersatunya antara hidup dan mati.
2.) Berita tentang adanya orang yang mengakui jadi Nabi terakhir setelah Nabi Muhammad Saw,
atau adanya mukkjizat dan menerima wahyu bagi seseorang.
3.) Khabar ahad atau yang menyalahi atau bertentangan dengan khabar mutawatir.
4.) Khabar yang bertentangan dengan yang diketahui kebenaranya oleh akal pikiran yang
banyak, sedangkan orang lain tidak memberitakanya.
Jika ditinjau dari segi banyak atau sedikitnya orang yang meriwayatkan khabar hadits dapat
dibagi menjadi dua, yaitu:

a.) Khabar (hadits) Mutawatir yaitu:

4
Artinya: “Hadits (Khabar) yang diriwayatkan segolongan besar tidak terhitung jumlahnya
dan tidak pula dipahamkan bahwa mereka telah sepakat berdusta, keadaan itu hingga sampai
keada akhirnya”.
Khabar (hadits) mutawatir ini pasti shahihnya dan derajatnya pun saa dengan Al-qur`an,
oleh sebab itu orang yang mengingkari ada khabar yang pasti benar nya (mutawatir) sama
dengan mengingkari pengetahuan yang pasti.
Sesuatu khabar bisa dikatakan mutawatir jika memenuhi syarat-syarat sebagai beriku:
1. Terdapat kepuasan yang pasti dari orang yang menerimanya dan orang yang
meriwayatnya sama banyaknya mulai dari awal sampai akhir.
2. Mereka yang pertama kali menyatakan khabar itu harus benar-benar mengetahui
dengan penglihatan dan pendengaran sendiri.
3. Setiap masa periwayatan harus berada dala bilangan yang sah menurut pandangan
adat dan dianggapp tidak mungkin berbuat dusta serta mau tidak mau pasti dapat
diterima walaupun jumlahnya tidak terbatas.
Khabar mutawatir dibagi dua yaitu:

(1) Mutawatir Lafdzi, yaitu hadits yang bunyi lafadz dan maksudnya sama atau hampir sama
serta diriwayatkan oleh orang banyak dan sedikit sekali terjadi perselisihan tentang
kemutawatiran contoh:

Artinya: ”Hati-hatilah kamu sekalian dalam menerima hadits dariku kecuali terhadap yang
telah diketahui datangnya dariku, siapa yang berdusta atas (namaku) dengan disengaja maka
bersiaplah ia untuk mengambil tempat duduknya di neraka”.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh seratus sampai dua ratus orang sahabat Rasul yang
lafadznya agak berbeda tetapi maknaya sama.
(2) Mutawatir Ma`nawy, yaitu hadits yang di dalam kata/ lafadznya bermacam-macam bunyinya
dapat diambil suatu kesimpulan makna atau pengertian yng bersifat umum. Contohnya:
hadits yang meriwayatkan tentang sholat maghrib.

5
Artinya: “Rasululah itu mengangkat tanganya ketika berdoa hingga sejajar dengan pundaknya”

(3) Khabar (Hadits) Ahad


Hadits ahad disebut juga dengan hadits Khashsahas Yaitu:

Artinya: “Segala khabar yang diriwatyatkan oleh orang seorang atau dua orang lebih tetapi
tidak cukup terdapat padanya sebab yang menjadikanya mashyur.”
Kita boleh beramal dengan hadits-hadits ahad dengan syarat:
1) Islam yaitu, orang yang meriwayatkan harus orang Islam
2) Dewsa yaitu, orang yang meriwayatkan harus orang dewasa
3) Teliti yaitu, teliti dalam catatan dan ingatan
4) Adil yaitu, ketika meriwayatkan harus bersikap adil

Ditunjau dari banyak sedikitnya yang meriwayatkan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu
a.) Hadits Masyhur yaitu

Artinya: “Hadits yang terdiri dari lapisan perawi yang pertama atau lapisan kedua dari orang
seorang atau bebrapa orang saja sesudah itu barulah tersebar luas dinukilkan oleh segolongan
orang yang dapat disangka bahwa mereka sepakat untuk berdusta”
Contoh:

Artinya: “Tidak boleh diwasiatkan bai orang yang mengmbil pusaka”


(H.R. Daraqutmi dan Zabir)

b.) Hadits Aziz yaitu

6
Artinya: “Hadits yang diterima oleh dua orang saja walaupun pada satu tempat atau pada suatu
tingkatan yang terdiri atas dua orang saja kemudian setelah itu orang pada banyak
meriwayatkanya.”
Contoh;

Artinya: “Belum dikatakan iman seseorang diantara kamu sehingga aku lebih dicintai olehnya
daripada mencintai orang tuanya, anaknya, dan manusia semuanya.”
Hadits tersebut diterima dari Anas dan diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
yang diterima dari Ismail Alaiyah dan Adl-Wais tetapi seterusnya diriwayatkan oleh
orang banyak.

c.) Hadits Gharib, ialah hadits yang diriwayatkan oleh orang seorang saja,

Artinya: “Rasulullah melarang menjual hak pertuanan dan memberikanya”.


Hadits iu hanya diriwayatkan oleh satu orang saja yaitu Abdullah bin Umar.

Urutan Hadits Ahad


Para muhaddisn memberikan urutan hadits ahad berdasarkan jumlah perawinya yang
dibagi kepada tiga bagian yaitu:
1. Hadits Shahis yaitu:

Artinya: “Hadits yang bersambung-sambung sanadnya yang diriwaytkan oleh orang yang adil
dan kuatan ingatanya dari yang semisalnya dan tidak ada keganjilan serta cacat yang
memburukya”.
Dimaksud dengan “Keganjilan” yaitu: riwayatnya menyalahin orang banyak yang
dipercaya, sedangkan dimaksud dengan “cacat” yaitu, sebab-sebab yang tidak kelihatan yang
dapat mencacatka hadit, seperti tidak kuat ingatanya.

7
Contoh:

Artinya: “Tidak sah shaatnya bagi orang yang tidak membaca al-Fatihah” .
Jadi, hadits shahih ini bisa dikatakan shahih jika memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Sanadnya bersambung.
b. Yang meriwayatkannya adil, kuat ingatanya dan tidak suka berbuat ganjil.
c. Orang dan hadits nya tidak cacat yang membahayakan.
d. Tidak dibenci oleh ahli hadits.

2. Hadits Hasan, yaitu:

Artinya: “Hadits yang bersambung sanadnya, yang di riwayatkan oleh orang-orang yang tidak
terdapat derajat kepercayaan yang sempurna”.
Hadits hasan ini derajatnya dibawah hadits shahih dengan hadits hasan, maka yang harus
didahulukan dan di ambil adalah hadits shahih.

Contoh Hadits Hasan:

Artinya: “Tatkutlah kepada Allah walau dimanapun engkau berada” (H.R. Tarmizi)

3. Hadits Dha`if yaitu:

Artinya: “Hadits yang tidak terkumpulnya syarat shahih dan tidak pula padanya ada syarat
hasan.”
Mengenai pemakaian hadits dha`if para ulama membagi kepada tiga macam yaitu
a) Menurut Imam Bukhari tidak boleh diamalkan dalam masalah hukum dengan alasan
bahwa hadits dh`aif bukan sunnah yang benar.
b) Menurut Imam Ahmad boleh diamalkan untuk menerangkan fadhilah amal.

8
c) Menurut Imam Abu Daud boleh digunakan kalau dalam soal yang diperbincangkan tidak
terdapat hadits shahih dan hasan.
Hadits ini bertingkat-tingkat keadaanya dan seburuk-buruk hadits dha`if ialah hadits
madlu`yaitu hadits yang semata-mata palsu yang susunanya dibangsakan kepada Nabi,
seperti:
“Anak hasil zina tidak akan masuk surga sampai tujuh turunan”
Hadits itu bertentangan dengan Al-Qur`an yang bunyinya:

Artinya: “Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”
(Q.S Al-An`am:1146)

2. Sunnah Fi`liyah
Sunnah fi`liyah yaitu perbuatan Nabi yang berdasarkan tuntunan rabbany untuk ditiru
dan diteladani yang kemudian dinukilkan oleh para sahabat. Sunnah fi`liyah ini
bermacam-macam namun secara umum terbagi menjadi enam macam yaitu:
a. Perbuatan yang bisa menerangkan hukum, seperti shalat, haji, adab-adab berpuasa,
memutuskan perkara berdasarkan saksi atau sumpah.
Untuk meneladani dalam soal sholat nabi bersabda:

Dalam urusan haji Nabi bersbda:

Artinya: “Ambilah daripada ku cara-cara mengerjakan haji” (H.R. Muslim dari Jabir).

b. Perbuatan Nabi yang hanya menunjukan kebolehan, yang di pandang mencukupi jika
diperbuat salah satunya,seperti: berwudhu dengan satu kali, dua kali, atau tiga kali basuhan.

9
c. Perbuatan khusus untuk Nabi itu sendiri, perbuatan ini tidak boleh ditiru oleh umatnya,
seperti: nikah tanpa mas kawin, beristri lebih dari empat,menyambungkan pua dengan tidak
di selang buka pada waktu maghribnya, dan sebagainya
d. Pekerjaan yang dikenakan kepada orang lain sebagai hukuman, seperti mengusahakan milik
orang lain. Di sini perlu diketahui sebab musabab, jika terjadi dalam urusan dakwah
mendakwa, maka keputusan bisa dijadikan dasar hukum, begitu juga kalau hanya berisi
pepatah.
e. Pekerjaan yang bersifat gerakan Nabi yang dalam, dan grakan ini tidak ada hubunganya
dengan suruhan, larangan, atau teladan, seperti bernafas, duduk, berjalan, dan sebagainya.
f. Perbuatan yang bersifat kebiasaan Nabi, perbuatan inipun tidak ada hubunganya dengan
hukum kecualikalau ada anjuran untuk mengikutinya, seperti cara-cara makan, dan
sebagainya. (Siswanto,1989:90)

3. Sunnah Taqririyaah
Sunnah taqririyah yaitu, pengakuan Nabi dengn tidak mengingkari sesuatu yang diperbuat
oleh seorang sahabat (orang yang tunduk dan mengikuti syara`) ketika dihadapan Nabi atau
diberitakaan kepada beliaun, lalu nabi sendiri tidak menyanggah, tidak menyalahkan atau
juga tidak menunjukan bahwa beliau meridhoinya.Perkataan atau perbuatan yang didiamkan
itu hukumanya sama dengan perbuatan Nabi Saw, sendiri. Yaitu dapat menjadi hujjah.
Contoh:
a. Ketika sahabat shalat Ashar di Bani Quraidhhah Nabi bersabda:

Artinya: “Janganlah kamu bershalat ashar, melainkan di bani Quraish”.


b. Ada sahabat yang tidak shalat ashar kecuali setelah mereka sampai di Bani Quraish.
c. Sebahagian lagi memahamkan hadits itu dengan mengharuskan segera shalat ashar sampai di
Bani Quraish.
Setelah perbuatan para sahabat itu smapai kepada Nabi, nabi berdiam diri, dan tidak
berkata apa-apa. Adapun contoh takrir yang lainya adalah:
1) Menggunakan uang yang dibikin orang kafir.
2) Memakan buah-buahan/tanaman yang diinjak-injak oleh binatang.

10
3) Orang buta melakukan jual beli.
4) Berzikir dengan suara keras yang dilakukan setelah selesai shalat .
5) Memakan daging Dhab (daging biawak) dan masih banyak lagi.

4. Sunnah Hammiyah
Sunnah hammiyah, yaitu sesuatu yang dikehendaku Nabi lalu disampaikan kepada
para sahabat itu mengetahui, tetapi belum sampai diperbuat Nabi. Menurut Imam As-
Syaukany sunnah hammiah itu tidak termasuk sunnah,sebab hanya berupa goresan dan
lintasan hati yang tidak pernah dilaksanakan dan tidak diperintahkan untuk menauladani
sunnah hamiyah, lain dengan pendapat imam syafi`i, yang mengatakan bahwa hamiyah
termasuk sunnah, walaupun merupakan lintasan hati Nabi, seandainya ada waktu pasti
nabi sendiri akan melaksanakanya menjadi sunnah bagi kita. Karena itu, sunnah
hammiyah tetap menjadi sunnah bagi kita dan baik untuk dilaksanakan, seperti: Nabi
menghendaki puasa pada tanggal 9 Muharram dengan sabdanya: “Insya Allah tahun
depan saya akan memuaai hari yang kesembilannya (H.R. Muslim dan Abu Daud). Namu
cita-cita Nabi tersebut tidak sempat dikerjakany sebab sebelum sampai tanggal beliau
sudah wafat. (Siswanto[,1998:91)

3. Kedudukan Sunnah Dalam Syariat Islam


Ummat Islam sepakat bahwa apa saja yang datang dari Rasulullah Saw, baik ucapan,
perbuatan, ataupun taqrir yang sampai kepada kita dengan jalan Mutawatir dan Ahad
dengan sanad yang shahih, maka wajib bagi kita untuk menerimanya dan
mengamalkanya. Pemberian istilah Mutawatir dan Ahad untuk menunjukkan nilai
sanadnya, bukan untuk membolehkan kita menimbang-nimbang dan menerima dan
menolak dalil-dali tersebut. As-Sunnah yang qath`iiy dan zhnni adalah sebagai hujjah
bilah sanadnya shahih, karena As-Sunnah sebagai sumber pembentukan hukum Islam
yang oleh para ulama dan mujtahidin dijadikan sebagai rujukan istinbath dalam hukum
syariat.

11
1. Dalil-dalil Untuk Mengikuti Sunnah
Dalam Al-Qur`an banyak sekali ayat-ayat yang menyuruh kita taat kepada Rasulullas
Saw. dan berhukum kepadanya, antara lain:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jangalah engkau mendahului Allah dan Rasulnya dan
bertakwalh kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha mengetahui.:
(Al-Hujurat:1)

Artinya: “Katakanlah, Taatilah Allah dan Rasulnya: jika kamu berpaling, maka sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (Ali `Imran:32)

Artinya: “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang
menimpamu, maka dari dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap
manusia. Dan cukup Allah menjadi saksi.” (An-Nisaa`:79)

Artinya: “Apa yang diberikanRasul kepadamu, makaterimalah, dan apa yang dilarangnya
bagimu maka tinggalkanlah, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat keras
hukumanya.” (Al-Hasayr:7)

12
2. Dalil Hadits yang Menerima Kita Mengikuti Sunnah
Begitu pula halnya dalam hadits-hdits Nabi Saw, banyak kita temui perintah yang
mewajibkan untuk mengikuti Nabi Saw dalam segaa perkara, diantaranya ialah:

Artinya: “Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah Saw bersabda, “Setiap
hambaku akan masuk surga kecuali yang enggan”. (Para sahabat bertanya): “Siapa yang enggan
itu?” (Jawab beliau): “Barangsiapa yang menaatiku pasti masuk surga, dan barangsiapa yang
mendurhakaiku, maka sungguh ia telah enggan.” (H.hR. Bukhari)

Artinya: “Dari Abu Rafi` Radhiyallahuanhu, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah Saw:
“Nanti akan ada diantara kalian yang duduk bersandar di sofa nya lalu datang kepadanya
perintah dari perintahku dari apa-apa yang aku perintah dan aku larang. ia berkata: “Aku tidak
tahu apa-aa . Yang kami dapati dalam Kitabullah kami ikuti (dan yang tidak terdapat dalam
Kitabullah kami tidak ikuti.” (H.R. Ahmad)

Artinya: “Dari Abu Hurairah Ra, ia berkata: “telah bersabda rasulullah Saw: ‘Aku tingalkan
dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya

13
yaitu Kitabullah dan Sunnahku, swrta keduanya tidak akan berpisah sampai keduanya
mendatangiku di telaga di Surga.” (H.R. Al-Hakim.)

4. Fungsi Sunnah Terhadap Al-Qur`an


Menetapkan hukum yang ada dalam Al-qur`an, ini tidak berarti bahwa Hadits atau
Sunnah itu menguatkan Al-qur`an, namun menunjukan bahwa masalah-masalah yang terdapat
dalam Al-qur`an dan juga di daalam Hadits atau Sunnah itu sangat penting untuk diimani,
dijalankan, dan dijadikan pedoman dasar oleh setiap muslim. Di antara masalah-masalah yang
ada dalam Al-qur`an dan dikemukakan pula dalam Al-Sunnah adalah:

1. Kewajiban beriman kepada Allah Swt dan Rasulnya, di antara nya terdapat dalam surah al-
A`raf ayat 158 yang berbunyi:

Artinya: “Maka beriman lah kamu kepada Allah dan Rasulnya, Nabi yang Ummi yang beriman
kepada Allah dan kepada kalimat-kalimatnya (kitab-kitabnya) dan ikutilah dia, supaya kamu
mendapat petunjuk.”

2. Kewajiban melaksanakan ibadah Shalat. Dalam surah al-Baqarah ayat 43 Allah berfirman:

Artinya: “Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku`lah beserta orang-orang yang ruku`lah
beserta orang-orang ruku` (al-Baqarah:43)

3. Kewajiban mengeluarkan zakat. Dalam surah al-Baqarah ayat 110 Allah berfirman:

14
Artinya: “Dirikanlah sholat dan tunikanlah zakat, dan kebaikan apa saja yang kamu ushakan
bai dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah maha
melihat apa yang kamu kerjakan.”

4. Kewajiban melaksanakan ibadah puasa. Dakam surah al-Baqarah ayat 183 Allah berfirman:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar bertakwa.”

As-Sunnah memiliki beberapa fungsi dalam kaitannya dengan Al-qur`an ,diantaranya:


a. Memberikan perncian (Tafshil) terhadap ayat-ayat hyang global (mujmal). Misalnya ayat-
ayat yang menunjukan perintah shalat, zakat, haji di dalam Al-qur`an disebutkan secara
global.
b. Menghususkan (takhsis) dari makna umum yang disebutkan dalam Al-qur`an. Seperti firman
Allah surah an-Nisa:11. Ayat tentang waris tersebupt bersifat umum untuk semua bapak dan
anak, tetapi terdapat penecualian yakni bagi orang yang membunuh dan berbeda agama
sesuai dengan hadits Rasulullah Saw. “Seorang muslim tidak boleh mewarisi orang kafir,
dan orang kafir tidak boleh mewarisi harta orang Muslm (H.R. Jama`ah). Dan hadits
“Pembunuh tidak mewarisi harta orang yang dibunuh sedikitpun”. (H.R. Nasa`i).
c. Membatasi (men-taaqyid-kan) makna yang mutlak dalam ayat-ayat Al-quran seperti surah al-
Maidah:38

Artinya: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonlah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah Swt dan
Allah maha perkasa lagi maha bijaksana.”
d. Menetapkan dan memperkuat hkum yang telah ditentukan oleh Al-qur`an. Misalnya surah al-
Hajj:30.

15
Artinya: “ Dan jauhilahperkataan-perkataan dusta”
e. Menetapkan hukum dan aturan yamg tidak di dapati dalam Al-qur`an . Misalnya di dalam
Al-qur`an tidak terdapat larangan untuk memadu seorang perempuan dengan bibinya, Namun
larang itu terdapat dalam Hadits yang berbunyi: “Tidak boleh seseorang memadu seorang
peremuan dengan saudari bapaknya , dan seorang perempuan dari saudara ibunya. (H.R.
Bukhori dan Muslim).

Selain daripada itu, terdapat lagi fungsi Sunnah terhadap Al-qur`an yakni sebagai berikut:
1) Membuat huukum baru yang tidak terdapat dalam Al-qur`an .
Contohnya: Larangan menikahi seorang wanita seperusuan, karena itu dianggap muhrim
senasab.
2) Mengubah ketetapan Al-qur`an .
Contohnya: Dalam surah al-Baqarah ayat 180 menjelaskan tentang wasiat kemudian diubah
dengan hadits yang berbunyi :

Laa Washiyyata Li Waritsh


Artinya: “Wasiat untuk selain ahli waris.”

5. Otoritas Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam


Otoritas hadits dalam Islam adalah sesuatu hal yang tidak dapat diragukan lagi karena
terdapat penegasan yang banyak di dalam Al-qur`an tentang hadits, di dalam Al-qur`an
disebut sebagai Al-Sunnah. Didalam Al-qur`an pula disebutkan bersama dengan ketaatan
terhadap Rasulullah Saw yang disebutkan bersama dengan ketaatan kepada Allah. Ini
sebagaimana yang ditegaskan di dalam Al-qur`an, dalam firman Allah seperti:

Artinya: “Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin apabila
Allah dan Rasulnya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka

16
tentang urusan mereka, dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasulnya, maka sungguh, dia
telh tersesat, dengan kesesatan yang nyata” (Surah Al-Ahzab:36)

Artinya: “Dan taatilah Allah dan Rasulnya. Jika kamu adalah orang-orang yang beriman.”
(Surah Al-Anfal:1)

Dengan penegasan Al-qur`an diatas, jelaslah bahwa hadits tidak dapat dipisahkan
penggunaanya didalam segala hal yang berkaitan dengan islam terutama dengan Al-qur`an. Allah
telah berkaitan dengan Islam terutama dengan Al-qur`an. Allah telah menurunkan kitab Al-
qur`an sebagai hidayah dan penerang jalan dalam rangka melaksanakan agama yang benar
kemudian diberinya Sunnah yang merupakan rincian dan penjelasan dari kitab itu.

6. Perbedaan Al-qur`an dan Sunnah Sebagai Sumber Hukum


Sekalipun Al-qur`an dan As-Sunnah / Al-Hadits sama-sama sebagai sumber hukumIslam,
namun diantara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup prinsipil. Perbedaan-
perbedaan tersebut antara lain ialah:

17
As-Sunnah Al-Qur`an
1. Lafadz dan maknanya Hadits berasal dari 1. Lafadz dan makna Al-qur`an berasal dari
Nabi Muhammad Saw. Allah Swt.

2. Setiap perkataan dan perbuatan Nabi 2. Wahyu Al-qur`an disampaikan oleh Allah
dianggapp sebagai Hadits. Swt, kepada Nabi melalui perantara
Malaikat jibril.
3. Hadits sebagai perundangan kedua.
3. Al-qur`an sebagai perundangan pertama.
4. Boleh membacanya ketika berhadas besar
atau kecil. 4. Tidak boleh membacanya ketika berhadas
besar atau kecil.
5. Hadits tidak boleh dibaca dalam Sholat.
5. Al-qur`an boleh dibaca dalam sholat.
6. Hadits tidak terpelihara kandungan dan
ketulenanya. 6. Al-qur`an terpelihara kandungan dan
ketentuanya.
7. Hadits tidak terpelihara, boleh direka
dipalsukan oleh orang lain. 7. Al-qur`an terjaga dan terpelihara hingga
hari kiamat.

Di sisi lain juga terdapatperbedaan antara Al-qur`an dan S-Sunnah/Al-Hadits dianyaranya


adalah:
a. Al-qur`an nilai kebenaranya adalah qath`i (pasti dan meyakinkan). Sedangkan Al-Hadits
adalah zhanni (masih mengandung dua atau lebih kemungkinan) kecuali hadits Mutawatir.
b. Saluruh ayat Al-qur`an mesti dijadikan sebagai pedoman hidup. Tetapi tidak semua hadits
kita jadikan pedoman hidup. Karena teerdapat hadits yang shahih dan ada juga hadits yang
dhaif.
c. Al-qur`an sudah pasti autentik dengan lafadz dan makna.Sedangkan hadits tidak.

18
d. Apabila Al-qur`an berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka
setiap muslim wajib mengimaninya.Tapi tidak demikian apabila masalah-masalah tersebut
diungkap oleh hadits.

7. Sejarah Perkembangan dan Kodifikasi Sunnah


1. Perkembangan Hadits Pada Masa Rasulullah Saw.

a. Cara Rasulullah menympaikan hadits dalam riwayat bukhari.


Disebutkan Ibnu Mas`ud pernah bercerita, bahwa Rasulullah Saw, menyampaikan
haditsnya dengan berbagai cara sehingga para sahabat selaluingin mengikuti pengajianya dan
tidak mengalami kejunahan. Ada bberapa cara yang digunakan Rasulullah Saw, dalam
menyampaikan hadits kepada para sahabat yaitu:
Pertama: Melalui jemaah yang berada dipusat pembinaan atu majelis Al-ilmu terkadang kepala
suku yang jauh dari madinah mengirimnya utusanya ke majelis, untk kemudian mengajar kepada
suku mereka sekembalinya dari sini.
Kedua: melalui para sahabat tertentu, kemudian mereka menyampaikan pada orang lain.
Ketiga: Melalui ceramah atau pidato ditempat terbuka, seperti ketika haji wada` dan fiutuh
mekkah.

b. Perbedaan Antara Sahabat dalam Menguasai Hadits.


1.) Perbedaan mereka dalam soal kesempatan bersama dengan Rasulullah Saw.
2.) Perbedaan dalam soal kesanggupan untuk selalu bersama Rasulullah Saw.
3.) Perbedaan mereka dalam soal kekuatan hafalan dan kesanggupan bertanya pada sahabat lain
4.) Perbedaan mereka dalam waktu masuk Islam gdan jarak tempat tinggal mereka dari majelis
Rasulullah Saw.

c. Sahabat Yang Banyak Menerima Hadits dari Rasulullah Saw,


dengan beberapa penyebabnya mereka adalah:
1.) As-Sabiqun Al-Awalun (yang mula-mula masuk islam) seperti Abu Bakar As-Sidiq, Umar
Bin Khatab, Usman Bin Affan, Ali Bin Abi Rhaib dan Ibnu Mas`ud. Mereka banyak
menerima hadits .

19
2.) Ummahat Al;Mukminin (istri-istri Rasulullah Saw), seperti Siti Aisyah dan Ummu Salamah.
Mereka lebih dekat dengan Rasulullah Saw dari pada istri-istri yang lainya.
3.) Para sahabat yang selalu dekat dengan Rasulullah Saw, dan juga menuliskan hadits-hadits
yang diterimanya, seperti Abdullah Bin Amr Al-As.
4.) Sahabat yang tidak lama bersama Rasulullah Saw, tetapi banyak bertanya kepada sahabat
lainya dengan bersungguh-sungguh seperti Abu Hurairah.
5.) Para sahabat yang bersunggu-sungguh mengikuti majelis Rasllah Saw, dan banyak bertanya
kepada sahabat yang lain, dan dari sudut usia mereka hidup lebih lama dari wafatnya
Rasulullah Saw. Seperti Abdullah Bin Umar, Anas Bin Malik, dan Abdullah Bin Abbas.

e. Menghafal dan Menulis Hadits Untuk Menjaga dan Memelihara Al-qur`an dan Hadits
Sebagai Sumber Hukum Islam.
Rasulullah mengambil kebijakan yang agak berbeda. Terhadap Al-qur`an beliau
secara resmi memberikan instruksi kepada sahabat tertentu untuk menuis dan menghafalnya.
Sedangkan terhadap Al-Hadits perintah resmi itu hanya untuk menghafal dan menyampaikan
kepada orang lain. Seperti dalam sabdanya: “Janganlah kamu menulis apa saja dariku selain
Al-qur`an. Siapa yang telah menulis dari ku selain Al-quran hendaklah dihapus”. Ada alasan
mengapa para sahabat lebih kuat hafalanya, karena kegiatan menghafal merupakan budaya
bangsa Arab yang telah diwarisinya sejak jaman pra Islam.

2. Perkembangan Hadits Pada Masa Sahabat


Setelah Rsulullah Saw, wafat, perkembangan penyebaran hadits dilanjutkan oleh para
sahabat beliau, terutama oleh Khulafa Urrasyidin (Abu Bakar Siddiq, Umar Bin Khatab,
Usman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib). Namun pada aat itu perkembangan hadits
tidak begitu diutamakan karena prioritas yang paling utama pada saat itu adalah berfokus
kepada pemeliharaan dan penyebaran Al-qur`an, dan periwayatan hadits sendiri belum
begitu berkembang dan Msih dibatasi. Sehingga Nabi berpesan diantaranya adalah:
a. Menjaga pesan rasulullah Saw.
Nabi Muhammad Saw adalah Nabi yang angat pedulierhadap keselamatan hidup umatnya
baik baik itu kehidupan dunia terlebih kehidupan akhirat.
b. Teliti dalam meriwayatkan dan menerima Hadits.

20
Kehati-hatian da usaha membatasii periwayatan yang dilakukan para sahabat, disebabkan
kekhawatiran mereka akan terjadi kekliruan pada hadits.
c. Periwayatan Hadits.
Ada dua jalan yang ditempuh oleh para sahabat dalam meriwayatkan hadits dari Rasulullah
Saw, yaitu:
1.) Periwayatan Lafzhi adalah: Periwayatan hadits yang redaksinya persisi seperti yang
diwurudkan oleh Rasulullah Saw. ini hanya bisa dilakukan apabila mereka benar-benar
menghafal hadits yang disabdakan oleh Rasulullah Saw.
2.) Periwayatan Maknawi adalah: Periwayatan hadits yang matanya tidak sama dengan yang
di dengarnya dari Rasulullah Saw, teapi isi dan maknanya tetap terjaga secara utuh sesuai
dengan yang dimaksud oleh Rasulullah Saw.

3. Perkembngan Hadits Pada Masa tabi`in


Pada masa Tabiin inilah wilayah islam bertambah luas. perluasan daerah tersebut diikuti
dengan penyebaran ulama untuk menyampaikan ajaran Islam di daerah-daerah, termasuk
ulama Hadits. Penyebaran hadits disesuaikan dengan kekuatan hafalan masing-masing ulama
itu sendiri. Sehpingga tidak mereta Hadits yang dimiliki oleh ulana Hadits, maka kondisi
tersebut sebagai alasan kodifikasi hadits.Kodifikasi ini disinonimkan dengan tadwin Al-
Hadits mempunyai kata makna “Penulisan hadits nabi ke suatu buku (himpunn dan susunan)
yang pelaksanaanya dilaksanakan autas legelitas yang berlaku umum dari lembaga
kenegaraan yang diakui masyarakat.
Sedangkan kitab Al-Hadits itu sendiri asal mulanya kesaksian sahabat Nabi hterhadap
sabda, perbuatan, takrir,atau All-Ihwal Nabi, kemudian apa yang disaksikan oleh sahabat itu
lalu disampaikan kepada orang lain dan seterusnya, baik secara lisan maupun tulisan. Jadi
belum merupakan kodifikasi, akan tetapi baru merupakan tulisa-tulisan atau catatan-catatn
pribadi. Sedangkan perbedaan-perbedaan antara kodifikasi hadits secara resmi dari penulis
hadits adalah sebagai berikut:
a. Kodifikasi Hadits secara resmi dilakukan oleh suatu lembaga administratif yang diakui oleh
masyarakat, sedangkan penulisan hadits dilakukan oleh perorangan.
b. Kegiatan kodifikasi hadits tidak hanya menulis tapi juga mengumpulkan, menghimpun, dan
mendokumentasikanya.

21
c. Tadwin Hadits dilakukannya secara umum, yang melibatkan segala perangkat yang dianggap
berkompeten terhadapnya, sedangkan penulisan hadits dilakukan oleh orang-orang tertentu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa Al-qur`an dan Hadits merupakan
pedoman dasar dan sumber hukum islam, maka dari itu kita sebagai umat islam harus
mengimani, meneladani, dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu terdapat
juga beberapa fungsi daripada Sunnah terhadap Al-quran:
-Menetapkan hukum yang terdapat dalam Al-qur`an
-Mengubah ketetapan hukum dalam Al-qur`an
Dengan penegasan diatas jelas bahwa Al-quran dan Hadits tidak dapat dipisahkan
penggunaanya di dlam segala hal yang berkaitan dengan Islam terutama dengan Al-qur`an.
Karena Allah telah menurunkan kitabnya sebagai hidayah dan penerang jalan dalam rangka
melaksanakan agama yang benar kemudian diberikan lah Sunnah yang merupakan rincian
dari penjelasan kitab itu.

B. Saran
Dalam penulisan ini tentunya terdapat kesalahan, baik disengaja maupun tidak disengaja,
kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca guna untuk perbaikan makalah
kami selanjutnya.

22
DAFTAR PUSTAKA

https://pecihitam.org/tingkatan-hadits-definisi-dan-pembagianya/
https://tabsirweb.com/2612-surat-158.html
https://bincangsyariah.com/khazanah/mengenal-hadits-mashur-dan-contoh-contohnya/
Buku PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam) UISU

23
24

Anda mungkin juga menyukai