Anda di halaman 1dari 17

JENIS, SIFAT, REDAKSI TEKNIS PENYAMPAIAN HADIS

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu:

Sayyidah Sekar Dewi Kulsum, S.H., M.H

Disusun Oleh :

1. Pinkan Agustin (2352011105)


2. Osi Rizkiana Anggraini (2352011101)
3. M. Agung Prasetyo (2352011156)
4. Bintang Rizky Cahya Anugrah (2352011102)
5. Iqbal Agung Anugrah (2352011110)
6. Jati Ramadhan Zio Ulhaq (2352011111)
7. Muhammad Firza Riansyah (2312011312)
8. Muhammad Kenan (2312011283)
9. Muhammad Tegar Sumarno (2352011100)

PRODI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan Kehadirat Allah Swt, yang atas rahmatnya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Jenis, Sifat, Redaksi Teknis Penyampaian
Hadis”. Makalah ini disusun dan diuraikan secara efektif dengan landasan pengetahuan yang
diambil dari berbagai macam sumber untuk menambah wawasan, kemudian makalah ini disusun
berdasarkan hasil diskusi anggota masing-masing kelompok yang dijilid menjadi satu ke dalam
bentuk makalah.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Pedidikan
Agama Islam di Universitas Lampung Yang Diampu Oleh Ibu Sayyidah Sekar Dewi Kulsum,
S.H.,M.H

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada penulisan
maupun materi. Untuk itu, kritik dan saram dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak
yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah
memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Bandarlampung, 23 Maret 2024

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………ii
BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………………………………..I
A. Latar Belakang ……………………………………………………………………1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………………..2
C. Tujuan Penulisan …………………………………………………………………2
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………3
A. Pengertian Sunnah ………………………………………………………………..3
B. Fungsi Sunnah …………………………………………………………………….5
C. Jenis, Sifat, Redaksi, Teknis Pemyampaian Hadis ……………………………….6
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………13
A. Kesimpulan ………………………………………………………………………..13
B. Saran ………………………………………………………………………………13
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Islam berkembang sangat pest ke seluruh penjuru dunia dengan kecepatan yang
menakjubkan, yang sangat menarik dan perlu diketahui bahwa Dinul Islam yang dibawa
oleh Nabi Muhammad SAW adalah suatu agama yang sekaligus menjadi pandangan atau
pedoman hidup. Banyak sumber-sumber ajaran Islam yang digunakan mulai zaman
muncul pertama kalinya Islam pada masa rasulullah sampai pada zaman modern sekarang
ini. Sumber-sumber yang berasal dari agama Islam merupakan sumber ajaran yang sudah
dibuktikan kebenarannya yaitu bertujuan untuk kemaslahatan umat manusia. sumber-
sumber giaran Islam merunakan sumber ajaran yang sangat luas dalam mengatasi berbagai
permasalahan seperti bidang akhidah, sosial, ekonomi, sains, teknologi dan sebagainya.
Islam sangat mendukung umatnya untuk mempelajari ilmu pengetahuan, terutama yang
bersumber dari sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur'an, Sunah, ijma, Qiyas dan juga ijtihad.
Begitu sempurna dan lengkapnya sumber-sumber ajaran Islam. Namun permasalahan
disini adalah banyak umat Islam yang belum mengetahui betapa luas dan lengkapnya
sumber-sumber ajaran Islam guna mendukung umat islam untuk maju dalam bidang
pengetahuan.

1
B.Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sunnah?
2. Bagaimana Kedudukan Sunnah dalam Islam
3. Bagaimana Fungsi Sunnah dalam Islam?
4. Apa pengertian dari Hadis Muan’an kata’an
5. Apa pengertian dari Hadis Muanna kata Anna
6. Apa pengertian dari Hadis Nawahi Larangan
7. Apa pengertian dari Hadis Munqathi Sadanya Terputus

C.TUJUAN
1. Melengkapi Nilai Tugas Nata Kuliah Pendidikan Agama Islam
2. Mempelajari dan memahami lebih mengenai sunnah dan hadis
3. Menambah wawasan lebih luas tentang sunnah dan hadis
4. Memberikan pengertian yang lebih mendalam kepada penulis tentang sunnah dan hadis

2
BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Sunnah
Menurut bahasa sunnah berarti "Jalan yang terpuji dan atau yang tercela". Khalid bin
Utbah Al-Hadzi mengatakan, "Janganlah kau halangi perbuatan yang telah kau lakukan, karena
orang yang pertama menyenangi suatu perbuatan adalah orang yang melakukannya."
Sementara dalam hadist Rasulullah SAW bersabda :
"*Barang siapa melakukan suatu perbuatan yang baik, ia akan mendapatkan pahala (dari
perbuatannya itu dan pahala orang yang menirunya setelah dia, dengan tidak dikurangi pahalanya
sedikit pun. Dan barang siapa melakukan perbuatan jelek, a akan menanggung dosanya dan dosa
orang-orang yang menirukannya, dengan tidak dikurangi dosanya sedikitpun." (HR Muslim)

Bila kata sunnah disebutkan dalam masalah yang berhubungan dengan hukum syara', maka
yang dimaksud ialah segala sesuatu yang diperintahkan, dilarang, atau dianjurkan oleh Rasulullah
SAW, baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapan. Sedangkan sunnah menurut istilah di
kalangan ulama terdapat perbedaan pendapat disebabkan karena perbedaan latar belakang,
presepsi, dan sudut pandang para ulama terhadap Rasulullah SAW. Secara garis besar mereka
terkelompok menjadi tiga golongan: ahli hadis, ahli usul, dan ahli fiqh.

Pengertian sunnah menurut ahli hadis adalah, "Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi
SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, perangai, budi pekerti, perjalanan hidup, baik
sebelum diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya". Jadi dari definisi tersebut para ahli hadis
menyamakan antara sunnah dengan hadis. Para ahli hadis memaknai sunnah ini pada seluruh
kebiasaan Nabi SAW, baik yang melahirkan syara' ataupun tidak.

3
Bagi ulama ushuliyyin jika antara sunah dan hadis dibedakan dan bai mereka, hadis adalah
sebatas sunnah gaulivah-nya Nabi Muhammad SAW. Berarti sunnah mencakup lebih luas
dibandingkan hadist, sebab sunnah meneakup perkataan, perbuatan, dan penetapan Rasul, yang
bisa dijadikan dalil hukum syar'i. Dikarenakan mereka memandang Rasul sebagai suri tauladan
yang baik. Oleh karenanya, mereka menerima secara utuh segala yang diberikan tentang diri
Rasul SAW. Tapa membedakan apakah yang diberitakan tersebut berhubungan dengan hukum
syar’a atau tidak.
Pendapat tersebut didasarkan pada firman Allah SWT dalam QS Al-Ahzab (33):21'
"sesungguhnya telah ada pada diri Rasul SAW it suri ta uladan yang baik bagimu yaitu bagi orang
yang berharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah”
Dengan demikian berpegang teguh kepada Al-Quran dan sunnah nabi akan menjamin sesorang
terhindar dari kesesatan.

Berbeda dengan ahli hadis, ahli usul mengatakan, sunah adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW yang berhubungan dengan hokum syara', baik berupa perkataan,
perbuatan, maupun tgrir beliau. Mereka mendefinikasikan sunnah sebagai berikut :
*segala . sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW selain Al-Quran Al-Karim, baik berupa
perkataan, perbuatan, maupun tagriya yang pantas untuk dijadikan dalil bagi hukum syara."

Definisi ahli ushul membatasi pengertian sunnah hanya pada segala sesuatu yang bersumber
dari nabi, baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapan taqrirnya yang berkaitan dengan hokum
syara'. Dengan demikian, sifat perilaku sejarah, hidup dan segala sesuatu yang bersumber dari
Nabi SAW yang tidak berkaitan dengan hukum syara' dan terjadi sebelum diangkatnya menjadi
Rasul tidak dikatakan sunnah. Pemahaman ahli ushul terhadap sunnah didasarkan pada
argumentasi rasional bahwa Rasulullah SAW sebagai pembawa dan pengatur undang-undang yang
menerangkan kepada manusia tentang undang-undang hidup dan menciptakan kerangka dasar bag
para mutahid yang hidup sesudahnya.

4
Ulama ahli Figh mendefinikasikan sunnah seperti ini karena mereka memusatkan pembahasan
tentang pribadi dan perilaku Rasul SAW pada perbuatan-perbuatan yang melandasi hukum syara',
untuk diterapkan pada perbuatan manusia pada umumnya, baik yang wajib, haram, makruh,
mubah, maupun sunnah in memang tidak dapat dilepaskan dari sumber hukum menurut mereka,
yaitu hukum syara' yang lima. Oleh karena itu, apabila mereka berkata, perkara in sunnah,
maksudnya mereka memandang bahwa pekerjaan itu mempunyai nilai syariat yang dibebankan
oleh Allah SWT kepada setiap orang yang baligh dan berakal dengan tuntutan yang tidak mesti.

B.Fungsi Sunnah
Abd al- wahhab khallaf mengelompokan fungi Sunnah yaitu tehadap Al-Quran kepada tiga
bagian, yaitu: Penguat, Penjelas, dan Penetap hukum.
1) Sebagai Penguat (Ta'kid)
Sunnah berfungsi sebagai penguat hokum yang di terapkan Al-Quran, Misalnya Hadisy yang
berbunyi: " Islam didirikan di atas lima perkara: bersaksi bahwa tada tuhan selain Allah dan
bahwa sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah mendirikan shalat, membayar zakat, puasa
di bulan Ramadhan dan haji ke baityllah bagi yang mampu melakukan perjalanan kesana"
(Hadist Riwayat Bukhari)
2) Sebagai penjelas (Tafsir)
Sunnah juga berperan untuk menjelaskan atau merinci (menspesifikan) ayat-ayat Al-Quran yang
masih bersifat umum. Misalnya saja, Al-Quran menuliskan kewajiban untuk berhaji bagi umat
yang mampu. Maka As-sunnah memperjelas tata cara manasik haji yang benar sesuai ajaran
Rasulullah SAW. Misalnya hadist yang berbunyi: " Shalatiah sebagaimana kalian melihat aku
shalat." Hadist itu adalah sebagai penjelasna atas ayat yang berbunyi "agmi al- shalah" (Kerjakan
lah shalat (Q.S Al- Baqarah [2] : 43 , Al- Nisa [4] :23 ).

5
3) Sebagai Penetap Hukum
Penetapan hukum baru di as-sunnah tentunya tidak bole asal-asalan. Hukum itu harus benar-
benar berdasarkan tuntunan Nab Muhammad SAW dan sesuai syariat islam. Imam asy-Syafi'i
rahimahullah berkata, "Apa-apa yang telah disunnahkan Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam yang tidak terdapat pada Kitabullah, maka hal itu merupakan hukum Allah juga
Misalnya: hadist yang melarang seorang suami memadu istrinya dengan bibi dari pihak ibu
ataupun dari pihak istri . ketentuan ini tidak didapat dalam Al-Quran larangan dalam Al-Quran
adalah menyangkut seorang suami yang memadu istrinya

C.Ditinjau dari segi jenis, sifat, redaksi teknis penyampaian hadis


1. Hadis Mu’an’an Kata ‘an
Secara istilah, hadis mu'an'an adalah hadis yang dalam periwayatannya menggunkan redaksi
(dari) dengan tapa menjelaskan bahwa ia mendengarkan langsung dari gurunya atau ia telah
dikabarkan. Bentuk shigotut tahammulnya menggunakan lafadz

Ulama' berbeda pendapat mengenai hadis mu'an'an termasuk muttashil (bersambung sanadnya)
ataukah munqothi' (terputus sanadnya) ? karena dalam ketersambungan atau keterputusan sanad,
dapat mempengaruhi derajat hukum suatu hadis.

6
Dalam kitab Taisir Musthalah Al-Hadi disebutkan, mengenai hal ini ulama' berbeda pendapat:
1. Pendapat pertama mengatakan, hadis mu'an'an termasuk mungothi' (terputus) hingga
terlihat jelas ketersambungannya.
2. Sahih untuk diamalkan. Ulama' Jumhur dari kalangan ahli hadis, ahli figh dan ushul mereka
menyetujui bahwa hadis mu'an'an termasuk kategori hadis muttashil (bersambung
sanadnya) dengan memenuhi beberapa syarat.

Mereka sepakat atas dua syarat dibawah ini, dan berbeda pendapat pada syarat lainnya :
1. Al-Mu’an’in (perawi yang menyampaikan dengan shighot ‘an) bukanlah Mudallis.
2. Kemungkinan adanya pertemuan antara rawi mu’an’in dengan gurunya (orang yang ia
riwayatkan hadisnya secara ‘an’anah)
Contoh :

Hadis: ‫من تطوع بشيء في رمضان‬: "‫ عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال‬،‫ عن أبي هريرة‬،‫ عن األعرج‬،‫عن سفيان‬
‫"ثم أدركه وهو صائم فليتمه‬. (HR. Darimi)

Dalam contoh hadis ini, terdapat lafaz "‫ "عن‬berulang kali yang menandakan perawi Sufyan
meriwayatkan hadis dari Al-A'raj, Al-A'raj dari Abu Hurairah, dan Abu Hurairah dari Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Namun, tidak disebutkan secara jelas apakah
Sufyan mendengar langsung hadis ini dari Al-A'raj atau hanya meriwayatkannya dari orang
lain.

B.Hadis Muanna Kata Anna

Hadits Mu'anna adalah hadits yang diriwayatkan dengan menggunakan kata "Anna"
(sesungguhnya) di awal matan hadits. Kata "Anna" ini berfungsi untuk menegaskan suatu
pernyataan atau berita yang disampaikan dalam hadits tersebut.

Ciri-ciri:

Dimulai dengan kata "Anna" (sesungguhnya) di awal matan hadits.

Biasanya berisi tentang suatu peristiwa, hukum, atau nasihat.

Seringkali digunakan untuk memperkuat suatu pernyataan atau berita.

7
Contoh:

Hadits: Anna Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang bersedekah dengan sebiji
kurma dari hasil yang halal, niscaya Allah akan menerima sedekah itu dengan tangan
kanan-Nya, kemudian Dia peliharakan bagaikan seekor anak kuda yang dipelihara oleh
induknya, sehingga kurma itu menjadi sebesar gunung Uhud." (HR. Bukhari dan Muslim)

C.Hadis Awamir Perintah

Hadits Awawir adalah salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.
Hadits ini berisi tentang sepuluh perkara yang dianjurkan untuk dilakukan pada waktu pagi
hari. Berikut adalah penjelasan dan contohnya:

Perintah: Membaca ayat kursi: Dianjurkan untuk membaca ayat kursi setelah shalat subuh.
Ayat kursi memiliki banyak keutamaan, salah satunya adalah untuk menjaga diri dari
gangguan setan.

Contoh: "Setelah shalat subuh, aku membaca ayat kursi sebanyak tiga kali."

Membaca surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas: Dianjurkan untuk membaca surat Al-
Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas sebanyak tiga kali setelah shalat subuh. Surat-surat ini
bermanfaat untuk berlindung dari segala keburukan.

Contoh:"Setelah membaca ayat kursi, aku membaca surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas
sebanyak tiga kali."

Berdoa memohon perlindungan Allah: Dianjurkan untuk berdoa memohon perlindungan


Allah dari segala keburukan setelah membaca surat Al-Falaq dan An-Nas.

Contoh:"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari segala keburukan."

Berdoa memohon ampunan Allah: Dianjurkan untuk berdoa memohon ampunan Allah
setelah berdoa memohon perlindungan.

8
Contoh:"Ya Allah, ampunilah aku dosa-dosaku."

Membaca doa tolak bala: Dianjurkan untuk membaca doa tolak bala setelah berdoa
memohon ampunan.

Contoh:"Ya Allah, aku memohon kepada-Mu agar Engkau menolak bala dari kami."

Membaca doa sapu jagat: Dianjurkan untuk membaca doa sapu jagat setelah membaca doa
tolak bala.

Contoh:"Ya Allah, aku memohon kepada-Mu agar Engkau melindungi kami dari segala
arah."

Membaca istighfar: Dianjurkan untuk membaca istighfar sebanyak 100 kali setelah
membaca doa sapu jagat.

Contoh: "Ya Allah, aku memohon ampunan kepada-Mu sebanyak 100 kali."

Membaca tasbih: Dianjurkan untuk membaca tasbih sebanyak 33 kali setelah membaca
istighfar.

Contoh:"Ya Allah, aku mensucikan-Mu sebanyak 33 kali."

Membaca tahmid: Dianjurkan untuk membaca tahmid sebanyak 33 kali setelah membaca
tasbih.

Contoh:"Ya Allah, aku memuji-Mu sebanyak 33 kali."

Membaca takbir: Dianjurkan untuk membaca takbir sebanyak 34 kali setelah membaca
tahmid.

Contoh: “Allah, aku mengagungkan-Mu sebanyak 34 kali.

9
D.Hadis Nawahi Larangan

Hadits Nawahi adalah sembilan larangan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW
kepada para sahabatnya. Larangan ini tercantum dalam beberapa hadits dengan redaksi
yang berbeda-beda, namun maknanya serupa. Berikut adalah daftar Hadits Nawahi
beserta penjelasan dan contohnya:

1. Larangan Berzina

Penjelasan: Zina adalah perbuatan persetubuhan antara laki-laki dan perempuan yang
bukan suami istri.

Contoh: Seorang pria yang melakukan hubungan seksual dengan wanita yang bukan
istrinya.

2. Larangan Mencuri

Penjelasan: Mencuri adalah mengambil barang milik orang lain tanpa hak.

Contoh: Seorang anak yang mengambil uang jajan adiknya tanpa izin.

3. Larangan Membunuh

Penjelasan: Membunuh adalah menghilangkan nyawa manusia dengan sengaja.

Contoh: Seorang pria yang membunuh temannya karena pertengkaran.

4. Larangan Meminum Khamar

Penjelasan: Khamar adalah minuman yang memabukkan, seperti alkohol.

Contoh: Seorang wanita yang meminum minuman keras di bar.

5. Larangan Memakan Riba

Penjelasan: Riba adalah tambahan atau bunga yang dikenakan pada pinjaman uang.

Contoh: Seorang bank yang mengenakan bunga pinjaman yang tinggi kepada
nasabahnya.

10
6. Larangan Berjudi

Penjelasan: Judi adalah permainan yang mempertaruhkan uang atau barang berharga
dengan cara yang tidak pasti.

Contoh: Seorang pria yang bermain judi kartu di kasino.

7. Larangan Menganiaya Orang Tua

Penjelasan: Menganiaya orang tua adalah melakukan tindakan yang menyakiti fisik atau
perasaan orang tua.

Contoh: Seorang anak yang memarahi dan membentak orang tuanya.

8. Larangan Menuduh Zina Tanpa Bukti

Penjelasan: Menuduh zina tanpa bukti adalah menuduh seseorang melakukan zina tanpa
adanya bukti yang sah.

Contoh: Seorang wanita yang menuduh tetangganya berzina tanpa adanya bukti yang kuat.

9. Larangan Lari dari Medan Perang

Penjelasan: Lari dari medan perang adalah meninggalkan pertempuran tanpa alasan yang
sah.

Contoh: Seorang prajurit yang melarikan diri dari medan perang karena takut.

Hadits Nawahi ini penting untuk diketahui dan dipraktikkan oleh semua umat Islam karena
mengandung nilai-nilai moral dan etika yang penting untuk menjaga keharmonisan
masyarakat.

11
E. Hadis Munqathi’ Sanadnya Terputus

Hadis munqathi' adalah istilah dalam ilmu hadis yang menjelaskan tentang sanad
atau rantai periwayatan hadis yang terputus. Sanad merupakan susunan perawi yang
menyampaikan hadis dari Nabi Muhammad SAW hingga sampai kepada kita. Hadis
dikatakan munqathi' ketika terdapat keguguran atau putusnya mata rantai pada sanad
tersebut.

Para ulama memiliki sedikit perbedaan pendapat tentang definisi detail dari hadis
munqathi':

Pendapat Pertama (Imam al-Baiquni): Hadis munqathi' adalah di mana sanadnya terputus
pada seorang perawi saja. Jika terputus dua perawi atau lebih, maka itu masuk kategori
hadis lain.

Pendapat Kedua (Ibn Solah): Hadis munqathi' adalah putusnya sanad pada seorang tabi'in
(generasi setelah sahabat).

Contoh Hadis Munqathi':

Seorang tabi'in berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Hendaklah kalian saling


menasihati.'"

Dalam contoh ini, sanad terputus karena tabi'in langsung meriwayatkan dari Rasulullah
SAW tanpa menyebutkan sahabat yang mendengar sabda tersebut.

Kelompok ulama membaginya menjadi dua pendapat tentang kekuatan hadis munqathi':

Dapat diterima dengan syarat tertentu, misalnya tabi'in tersebut dikenal sebagai orang
yang kuat hafalan dan kejujurannya.

Ditolak karena putusnya sanad menimbulkan keraguan tentang kesahihan jalur


periwayatan hadis.

Kesimpulan:Hadis munqathi' perlu dikaji lebih lanjut oleh para ahli hadis untuk
menentukan kekuatan dan kesahihannya. Hal ini penting untuk memastikan ketepatan
pemahaman dan pengamalan ajaran Islam yang bersumber dari hadis

.12
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Hadis atau al-hadis menurut bahasa al-jadid yang artinya sesuatu yang baru - lawan dari al-Qadim-
artinya yang berarti menunjukkan kepada waktu yang dekat atau waktu yang singkat. Menurut ahli
hadis pengertian hadis ialah segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan hal ihwalnya. Sunnah
menurut etimologi berarti cara yang bisa ditempuh baik ataupun buruk, Khabar menurut bahasa
serupa dengan makna hadis, yakni segala berita yang disampaikan oleh seseorang kepada orang
lain.
Struktur hadis yang meliputi sanad dan matan. Sanad ialah rantai penutur/rawi (periwayat) hadits.
Matan ialah redaksi dari hadits. Kedudukan dan fungsi Hadis yaitu sebagai sumber hukum Islam
yang kedua, sebagai penguat dan pengukuh hukum, sebagai penjelas atau perincian terhadap ayat-
ayat Al-Qur'an yang masih bersifat umum, menetapkan hukum-hukum tidak terdapat dalam
AlOur'an.
Hubungan Al-Quran dan Sunnah. Ditinjau dari hukum yang ada maka hubungan As-Sunnah
dengan Al-Qur-an, sebagai penguat hukum yang sudah ada di dalam Al-Qur-an,penafsir atau
pemerinci hal-hal yang disebut secara mujmal dalam Al-Qur-an, bayan dari mujmal Al-Qur-an,
Bayan Tafsiri, Bayan Tagriri, Bayan Taudhihi.

B.Saran

Para pembaca yang budiman, untuk kesempuranaan karya ilmiyah yang dibuat, maka disarankan
agar tetap merujuk kepada referensi lain mengingat makalah ini mash sangat sederhana dan jauh
dari kesempurnaan. Olehnya itu, kami dengan sangat terbuka menerima masukan yang bersifat
membangun demi penyempurnaan makalah yang terkait dengan Jenis, Sifat, Redaksi Teknis
Penyampaian Hadis.

13
DAFTAR PUSTAKA

•https://perpus.tebuireng.ac.id/2022/11/02/hadis-muanan-termasuk-muttashil-atau-munqothi-2/

•https://udinkz.wordpress.com/hadits-mu%e2%80%99an-an-dan-mu%e2%80%99annan/

•https://id.scribd.com/document/368285447/Makalah-SUNNAH

•https://fh.upstegal.ac.id/?p=1627

14

Anda mungkin juga menyukai