Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Konsep Sunnah Tasyri’iyah dan Non-Tasyri’iyah

Oleh:
Kelompok 12
Dewi Reskia (2305020001)
Erbayanti (2305020002)
Nurul Hikmah Azhari (2305010011)
Hari Irwan (2305060005)

Dosen Pengampuh

Dr. H. M. Zuhri Abu Nawas, Lc., M.A


Dr. H. Rukman AR Said, Lc, M. Th. I

PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
IAIN PALOPO
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdullilah, puji syukur kehadirat Allah swt. atas segala nikmat karunia

dan hidayah-Nya, sehingga tugas makalah yang diberikan dosen pengampuh ini,

dapat diselesaikan dengan baik dan semaksimal mungkin. Meskipun masih

banyak kekurangan di dalamnya, penulis berharap makalah ini dapat berguna

dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan mengenai “Konsep Sunnah

Tasyri’iyah dan Non-Tasyri’iyah”.

Adapun makalah ini, dibuat berdasarkan referensi yang telah ditemukan

dari berbagai sumber-sumber yang telah ada sebelumnya. Shawalat serta salam

tak lupa kita kirimkan kepada baginda Rasulullah saw. kepada para keluarga,

sahabat dan pengikut-pengikutnya. Makalah ini ditulis dan disusun sebagai syarat

yang harus diselesaikan, guna menyelesaikan tugas mata kuliah “Studi al-Qur’an

dan Hadis”.

Penulis menyadari bahwasanya, dalam penulisan makalah ini ditemui

berbagai kesulitan. Sebab itu, penulis sangat mengharapkan bantuan, petunjuk,

saran, dan kritikan yang sifatnya membangun. Sehingga makalah ini dapat

menjadi suatu karya ilmiah yang bermanfaat bagi para pembaca.

Palopo, 9 Juni 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3
A. Pengertian Sunnah Tasyri’iyah dan Non-tasyri’iyah .......................... 3
B. Konsep Sunnah Tasyri’yah dan Non-tasyri’yah ................................. 6
C. Klasifikasi HadisTasyri’iyah dan Non-tasyri’iyah .............................. 7
BAB III PENUTUP ..................................................................................... 13
A. Kesimpulan ........................................................................................ Error! Bookmark not
B. Saran .................................................................................................. Error! Bookmark not
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Selaku seseorang nabi serta rasul, Nabi Muhammad saw merupakan

uswatun hasanah, seorang hamba pilihan yang mesti ditaati. Perkara-perkara yang

bersumber dari beliau hendaklah diterima dengan ketaatan sepenuh hati sebagai

bukti seorang diangap beriman, dan apa yang beliau larang hendaklah dihindari

dan dijauhi. Serta sebagai salah satu bukti nyata kalau seorang betul-betul

menyayangi Allah adalah dengan cara mentaati serta mengikuti Rasulullah saw.

Dalam praktiknya, Nabi saw merupakan penafsir Alquran serta Islam bersumber

pada apa yang dikerjakannya. Rasulullah saw merupakan orang yang menjelaskan

arti Alquran serta memperagakan Islam lewat perkataan serta perbuatannya dan

seluruh tindakannya, baik secara individu ataupun berkelompok, berada di tempat

ataupun dalam perjalanan, ataupun dalam kondisi bangun ataupun tidur. 1

Fungsi al-Sunnah sebagai sumber Islam yang kedua adalah

menginterpretasikan dan mengejawantahkan pemahaman ayat-ayat al-Qur’an

yang masih global, belum jelas, dan singkat. Al-Sunnah berbeda dengan al-Qur’an

karena al-Qur’an merupakan firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi saw

secara redaksi dan substansi dengan jalan qath’iy. Sedangkan al-Sunnah dalam

bentuk oral sering kali ditransmisikan tidak secara mutawatir, sehingga

transmisinya dinilai sebagai sesuatu yang tidak qath’iy, melainkan

1
Islamijah, Journal of Islamic Social Sciences, Volume 3, Number 3, September 2022, h.
137.

1
dzanniy.Sedangkan al-Sunnah yang ditransmisikan secara mutawatir, maka

sifatnya menjadi qath’iy atau bersifat pasti datang dari Nabi. 2

Nabi Muhammad saw. adalah seorang Rasul yang membawa risalah dari

Allah swt. sebagai Nabi dan Rasul beliau merupakan teladan dan sebagai rasul

beliau juga wajib untuk ditaati sehingga apa yang datang dari beliau hendaklah

diterima dengan ketaatan sepenuh hati sebagai bukti seseorang dianggap beriman,

dan apa yang beliau larang haruslah dihindari. Apa yang datang dari Nabi terkait

masalah-masalah agama adalah mutlak dan apa yang bukan dari Nabi terkait

masalah agama adalah tertolak.3

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini berdasarkan latar belakang

yang telah dibahas diatas adalah:

1. Apa pengertian sunnah tasyri’iyah dan non-tasyri’iyah ?

2. Bagaimana konsep sunnah tasyri’iyah dan non-tasyri’iyah ?

3. Bagaimana klasifikasi hadisttasyri’iyah dan non-tasyri’iyah ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan pada makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengertian sunnah tasyri’iyah dan non-tasyri’iyah

2. Untuk mengetahui konsep sunnah tasyri’iyah dan non-tasyri’iyah

3. Untuk mengetahui klasifikasi sunnah tasyri’iyah dan non-tasyri’iyah

2
Umi Sumbulah, Muhammad Zainuddin, dkk. Sunnah Ghairu Tasyri'iyyah Yusuf Al-
Qardhawi's Perspective, Jurnal Living Hadis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol. VI, Nomor 2(
Desember 2021), h. 198.

Muhammad Aniq Imam, Problematika Sunnah Tasyri’iyah dan Gairu Tasyri’iyah,


3

ADDIN, Vol. 7, No. 2, Agustus (2013), h. 388-389.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sunnah Tasyri’iyah dan Non-tasyri’iyah

1. Pengertian Sunnah Tasyri’iyah

Kata Sunnah secara etimologis berarti metode atau cara. Secara istilah,

kata sunnah mempunyai makna yang berbeda di kalangan ulama, tergantung

kepada disiplin ilmu dan tujuannya. Kata sunnah dalam pandangan ulama ‘ushul

tidaklah sama dengan sunnah dalam pandangan ulama hadis dan ulama fiqh.

Sunnah dalam sebutan ulama hadis adalah semua yang bersumber dari Nabi saw,

baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan atau sifat khalqiah dan khuluqiyah.

Adapun sunnah dalam sebutan ulama ‘ushul adalah semua yang bersumber dari

Nabi saw berupa perkataan, perbuatan atau ketetapan yang layak dijadikan

sebagai dasar atau dalil bagi hukum syar’i

Adapun sunnah dalam sebutan ulama fiqh adalah semua yang bersumber

dari Nabi saw namun tidak berstatus fardhu dan juga bukan wajib. Artinya, suatu

ajaran dalam agama yang tidak bersifat fardhu dan wajib. Sementara itu kata

Tasyri’iyah, secara bahasa diambil dari kata syar’u atau syariat yang berarti jalan

menuju sumber mata air. Secara istilah berarti perkara-perkara yang ditetapkan

oleh Allah kepada hamba-Nya berupa akidah, ibadah, akhlak, muamalah, dan

tatanan hidup, yang bertujuan untuk mengatur hubungan manusia dengan

3
tuhannya dan hubungan manusia satu sama lain serta dalam rangka mewujudkan

kebahagiaan hidup mereka di dunia dan akhirat.

Berdasarkan makna dari kedua kata tersebut, ulama pun mendefinisikan

bahwa Sunnah Tasyri’ iyah ialah sunnah yang berkaitan dengan risalah kenabian

sehingga umatnya berada pada posisi keniscayaan untuk menerimanya. Dalam

redaksi lain dikatakan kalau Sunnah Tasyri’iyah merupakan sunnah yang muncul

139 dari kapasitas Nabi Muhammad selaku penyampai risalah. Sunnah tasyri’

iyyah merupakan sunnah yang memiliki faktor pensyariatan bersifat permanen,

serta berlaku buat seluruh ruang serta waktu (‘am) dan tidak terpengaruh dengan

pergantian zaman. 4

Sunnah tasyri’iyah yaitu sunnah yang memiliki konsekwensi hukum untuk

diikuti. Sunnah tasyri’iyah merupakan sunnah yang berkaitan dengan risalah

kenabian sehingga umatnya berda pada garis keniscayaan untuk menerimanya.

Dalam pendapat lain dikatakan bahwa sunnah tasyri’iyah adalah sunnah yang

muncul dari kapasitas Nabi Muhammad saw. sebagai penyampai risalah. Secara

umum sunnah ini mengandung beberapa bidang antara lain: akidah, akhlak dan

hukum-hukum amaliyah. 5

2. Pengertian Sunnah Non-tasyri’yah

Sunnah non-tasyri’iyah adalah sunnah yang tidak wajib atau sunnah untuk

diamalkan dan tidak pula dimubahkan dalam syariat. Apabila dalam perbuatan ia

4
Islamijah, Journal of Islamic Social Sciences, Volume 3, Number 3, September 2022, h.
138-139.
5
H. Ahmad Farhan, Aan Supian. Pemahaman Hadis dan Implikasinya Dalam Praktek
Keagamaan jamaah Tabligh di Kota Bengkulu, (Cet I: Yogayakarta: anggota IKAPI, 2021), h. 67

4
hanya menunjukkan kebolehan rasional bukan kebolehan secara syariat,

sementara apabila dalam bentuk perintah dan larangan, hanya sebatas anjuran.

Semua itu hanya berlaku apabila sunnah tersebut berkaitan dengan urusan dunia.

Istilah sunnah non-tasyri’iyah masih meenjadi perdebatan dikalangan ulama. Ada

yang pro dan ada pula yang kontra. Bagi mereka yang setuju dengan adanya

istilah tersebut, mereka berupaya bagi yang tidak setuju dengan adanya istilah

tersebut, mereka berupaya bagi yang tidak setuju, istilah non-tasyri’iyah dianggap

hanyalah istilah rekayasa dari kaum modernis dan rasionalis serta tidak ditemukan

pada masa salafus salih. Padahal setelah dilakukan pengkajian, ada beberapa

ulama yang mendukung pemahaman tentang adanya sunnah non-tasyri’iyah.

Namun mereka berbeda-beda dalam mendefiniskan sunnah non-tasyri’iyah itu

sendiri. Sebab, tidak ada kesepakatan bersama dalam memberikan satu definisi

yang jelas. 6

Sunnah non-tasyri’yah menurut al-Qardhawi Sunnah yang tidak ada

maksud untuk diteladani. Sunnah non-tasyri’yah adalah sunnah yang tidak

mengandung unsur syariat karena terkait dengan situasi, kondisi dan konteks saat

dimana nabi Muhammad saw. mengeluarkan sabda tersebut (non-tasyri’yah)

bersifat temporal dan situasional. Sunnah non-tasyri’yah merupakan sunnah yang

tidak mesti diikuti dan tidak mengikat. Misalnya ucapan dan perbuatan Nabi

Muhammd saw. yang timbul dari hajat insani dalam kehidupan keseharian beliau

6
Al-Fauzi, Sunnah atau Budaya Studi Pemahaman Hadis Jamaah Tabligh, (Cet I: Bekasi:
Yayasan Pengkajian Hadits el-Bukhori, 2020), h. 46-48.

5
seperti makana, cara berpakaian, urusan pertanian dan lainnya. Maka, menurut

pendapat jumhur ulama hukum mengikutinya adalah sunnah. 7

Terdapat beberapa istilah lain yang juga digunakan untuk menyebut

sunnah non-tasyri’iyah. Al- Shaukani misalnya menawarkan tiga istilah di

dalamnya, sunnah yang tidak harus diteladani, sunnah yang tidak harus ditiru dan

sunnah yang tidak harus diikuti. Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan

bahwa sunnah non-tasyri’iyah adalah sunnah nabi yang tidak memiliki ketetapan

hukum yang mengikat, berkaitan dengan perintah dan larangan Nabi yang bersifat

anjuran.8

B. Konsep Sunnah Tasyri’yah dan Non-tasyri’yah

1. Kriteria Sunnah Tasyri’iyh dan Non-Tasyri’iyah

a. Sunnah Tasyri’yah

Untuk mengetahui suatu sunnah tasyri’iyah, ualma telah membuat

kriteria, yaitu apa saja yang berasal dari Nabi Muhammad saw. baik berupa

ucapan, perbuatan dan ketetapan dalam kapasitasnya sebagai rasul yang

bertugas meyampaikan risalah kenabiannya yang ditujukan sebagai syariat

umum dan mesti diikuti oleh umatnya. Hal-hal yang termasuk ke dalam sunnah

tasyri’iyah di antaranya adalah:

7
H. Ahmad Farhan, Aan Supian. Pemahaman Hadis dan Implikasinya Dalam Praktek
Keagamaan jamaah Tabligh di Kota Bengkulu, (Cet I: Yogayakarta: anggota IKAPI, 2021), h. 70.
8
Al-Fauzi, Sunnah atau Budaya Studi Pemahaman Hadis Jamaah Tabligh, (Cet I: Bekasi:
Yayasan Pengkajian Hadits el-Bukhori, 2020), h. 46-48.

6
1) Perkara-perkara gaib, seperti ilmu tentang hari berbangkit, keajainban

makhluk, hukum-hukum dan hal-hal yang tidak bisa dipahami oleh akal

semata.

2) Ibadah, keutamaan-keutamaan amalan.

3) Kaidah umum dan ketetapan syariat berupa hukum umum dan

kemaslahatan mulak seperti penjelasan tentang akhlak baik dan tercela.

4) Hak-hak orang lain yang mesti ditunaikan seperti warisan, nafkah dan

menggauli pasangan hidup dengan baik. 9

b. Sunnah Non-Tasyri’iyah

Adapun perilaku Rasulullah saw. yang dapat digolongkan kedalam non-

tasyri’iyah apabila memenuhi kategori berikut ini:

1) Perilaku itu berkaitan dengan tabiat manusiawi

2) Perilaku itu terjadi tanpa adanyan kesengajaan

3) Perilaku yang dikhususkan untuk Nabi10

C. Klasifikasi Hadis Tasyri’iyah dan Non-tasyri’iyah

Dalam membahas hadis Tasyri’iyah dan Non-tasyri’iyah , dapat dikatakan

bahwa Nabi dalam tujuannya untuk menyampaikan risalah merupakan hadis

Tasyri’iyah yang bersifat mengikat. Sedangkan hadis yang disampaikan Nabi

tidak dimaksudkan untuk tujuan penyampaian risalah maka merupakan hadis non-

9
Islamijah, Journal of Islamic Social Sciences, Volume 3, Number 3, September 2022, h.
139-140
10
H. Ahmad Farhan, Aan Supian. Pemahaman Hadis dan Implikasinya Dalam Praktek
Keagamaan jamaah Tabligh di Kota Bengkulu, (Cet I: Yogayakarta: anggota IKAPI, 2021), h. 70.

7
tasyri’iyah yang tidak bersifat meningkat. Menurut Hasbi hadis bisa digolongkan

sebagai hadis tasyri’iyah jika hadis tersebut membahas persoalan berikut:

1. Persoalan yang menyangkut hari akhir dan keajaiban-keajaiban malaikat

Allah yaitu ilmu-ilmu yang diperoleh Nabi saat membahasa persoalanp ini

semuanya berdasarkan pada wahyu.11

2. Persoalan mengenai syariat dan ketentuan-ketentuan mengenai ibadah

ataupun kebutuhan hidup (masyarakat)

3. Kebijakan/hikma dan kemaslahatan yang tidak ditentukan waktu dan batas-

batasanya.

4. Keutamann-keutamaan suatu amalan dan keutaman-keutaman orang

beramal. Penjelasan nabi mengenai hal ini sebagian berdasarkan wahyu dan

sebagainya berdasarkan ijtihad. 12

Sedangkan hadis-hadis yang tergolong dalam hadis non-tasyri’iyah adalah

sebagai berikut:

1. Segala sesuatu yang datang dari nabi berdasarkan tabiat kemanusiaan atau

kebiasan, bukan sebagai ibadah. Contohnya dalam persoalan selera atau

kesenangan Nabi seperti kebiasaan nabi yang suka mengenakan pakaian dari

Yaman.

2. Pendapat nabi yang merupakan hasil pemikirannya. Contohnya pendapat

Nabi yang disampaikan berdasarkan pemikirannya sendiri tentang mengenai

masalah pertanian, perdagangan, dan peperangan.

11
T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Al Islam (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001), h. 33
12
Iman al-Tirmizi, Sunan al-Tirmidzi (Beirut: Dar al-Gharb al-islami, 1998). h 753

8
3. Segala sesuatu yang datang dari Nabi untuk suatu kemaslahatan yang

terbatas/tertentu, bukan sesuatu yang harus dilakukan untuk seluruh umat

contohnya seperti perintah Nabi untuk memelihara jenggot dan mencukur

kumis. 13

4. Hukum keputusan khusus yang biasanya Nabi meminta bukti dan sumpah.

Maksudnya bahwa keputusan Nabi tersebut bersifat khusus hanya

diperuntukkan bagi mereka yang berseteru, bukan muslim secara umum.

5. Berbagi topik yang dibicarakan Nabi yang merupakan suatu cerita.

Termasuk dalam hal ini adalah hadis ummu Zar’in.

6. Segala sesuatu yang dinyatakan khusus untuk Nabi. Termasuk dalam ini

adalah termasuk kebolehan Nabi beristri lebih dari empat. Hal ini berlaku

khusus bagi Nabi, karena ada dalil syariat yang menyatakan bahwa beristri

tidak boleh lebih dari empat.

13
T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Koleksi Hadis-hadis Hukum, (Bandung: Alma’arif, 1977).
h. 240. Redaksi Hadis

9
BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

1. Sunnah Tasyri’ iyah ialah sunnah yang berkaitan dengan risalah kenabian

sehingga umatnya berada pada posisi keniscayaan untuk menerimanya. Sunnah

non-tasyri’iyah adalah sunnah nabi yang tidak memiliki ketetapan hukum yang

mengikat, berkaitan dengan perintah dan larangan Nabi yang bersifat anjuran

2. Konsep Sunnah Tasyri’yah

a. Perkara-perkara gaib, seperti ilmu tentang hari berbangkit, keajainban

makhluk, hukum-hukum dan hal-hal yang tidak bisa dipahami oleh akal

semata.

b. Ibadah, keutamaan-keutamaan amalan.

c. Kaidah umum dan ketetapan syariat berupa hukum umum dan

kemaslahatan mulak seperti penjelasan tentang akhlak baik dan tercela.

d. Hak-hak orang lain yang mesti ditunaikan seperti warisan, nafkah dan

menggauli pasangan hidup dengan baik. 14

Konsep Non-tasyri’yah

a. Perilaku itu berkaitan dengan tabiat manusiawi

b. Perilaku itu terjadi tanpa adanyan kesengajaan

c. Perilaku yang dikhususkan untuk Nabi

14
Islamijah, Journal of Islamic Social Sciences, Volume 3, Number 3, September 2022, h.
139-140

10
3. Klasifikasi hadis Tasyri’iyah dan Non-tasyri’iyah , dapat dikatakan bahwa Nabi

dalam tujuannya untuk menyampaikan risalah merupakan hadis Tasyri’iyah

yang bersifat mengikat. Sedangkan hadis yang disampaikan Nabi tidak

dimaksudkan untuk tujuan penyampaian risalah maka merupakan hadis non-

tasyri’iyah yang tidak bersifat meningkat.

11
DAFTAR PUSTKA

Al-Fauzi, Sunnah atau Budaya Studi Pemahaman Hadis Jamaah Tabligh, (Cet I:
Bekasi: Yayasan Pengkajian Hadits el-Bukhori, 2020).

Ash-Shiddieqy ,T.M. Hasbi Al Islam (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001), h. 33

Ash-Shiddieqy ,T. M. Hasbi, Koleksi Hadis-hadis Hukum, (Bandung: Alma’arif,


1977). h. 240. Redaksi Hadis

Farhan, Ahmad, Aan Supian. Pemahaman Hadis dan Implikasinya Dalam Praktek
Keagamaan jamaah Tabligh di Kota Bengkulu, (Cet I: Yogayakarta:
anggota IKAPI, 2021).

Iman al-Tirmizi, Sunan al-Tirmidzi (Beirut: Dar al-Gharb al-islami, 1998).

Islamijah, Journal of Islamic Social Sciences, Volume 3, Number 3, September


2022.
Iman, Muhammad Aniq, Problematika Sunnah Tasyri’iyah dan Gairu Tasyri’iyah,
ADDIN, Vol. 7, No. 2, Agustus (2013).

Sumbulah, Umi, Muhammad Zainuddin, dkk. Sunnah Ghairu Tasyri'iyyah Yusuf


Al-Qardhawi's Perspective, Jurnal Living Hadis, UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Vol. VI, Nomor 2( Desember 2021).

Zainuddin, dkk. Sunnah Ghairu Tasyri'iyyah Yusuf Al-Qardhawi's Perspective,


Jurnal Living Hadis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol. VI, Nomor 2
(Desember 2021).

12

Anda mungkin juga menyukai