Anda di halaman 1dari 21

HADITS DAN HUBUNGANNYA DENGAN AL-QUR’AN

Makalah ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada mata
kuliah “Ulumul Hadits”

Dosen Pengampu :

Dr. H. Syarif, S.Ag, M.A.

Disusun oleh kelompok 3 :

Sri Purnamawati (12101179)


Kurnia (12101176)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

PONTIANAK

2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat beserta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah membawa umat manusia dari zaman jahiliah menuju zaman yang penuh
dengan ilmu pengetahuan seperti yang dapat kita rasakan saat ini.

Makalah ini kami buat untuk membahas tentang “Hadits dan


Hubungannya dengan Al-Qur’an” untuk memenuhi tugas mata kuliah “Ulumul
Hadits” yang diampu oleh Bapak Dr.H. Syarif, S.Ag, M.A. dan asisten dosen
pengampu Bapak Ihsan Nurmansyah, M.Ag.

Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam pembuatan makalah


ini, karena kami juga masih dalam proses belajar untuk itu Kami berharap pembaca
dapat memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
makalah ini di masa yang akan datang.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pontianak, 1 April 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1


B. Pembatasan Masalah .......................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ................................................................................ 2
D. Sistematika Penulisan......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3

A. Defini dan Kedudukan Hadits Dalam Islam ...................................... 3


B. Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an .................................................... 6
C. Perbedaan Hadits Nabawi, Hadits Qudsy dan Al-Qur’an .................. 10

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 16

A. Kesimpulan......................................................................................... 16
B. Saran ................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam aturan Islam, hadits menjadi sumber hukum ke 2setelah al-
Qur`an. Penetapan hadits sebagai sumber kedua iniditunjukan dalam tiga
hal, yaitu al-Qur`an sendiri, kesepakatan (ijma`) ulama, dan logika akal
sehat (ma`qul). Al-Quran menekankan bahwa RasulullahSAW berfungsi
menjelaskan maksud firman-firman Allah (QS. 16:44).(Hamdani Khairul
Fikri)
Berbicara tentang hadits tidak akan lepas dari sosok Nabi Muhammad
Saw sebagai pembawa ajaran dan risalah dari Allah SWT. kajian tentang
perilaku dan sabda nabi yang disatukan dalam satu formulasi yakni ilmu
hadits ('ulumul hadits). Ilmu Hadits ini sudah mulai tumbuh sekitar seratus
tahun setelah wafatnyaa nabi Muahmmad SAW dan hadits nya mulai
dibukukan. Hadits Nabi tidak hanya menyangkut perilaku dan sabda atau
matannya saja, tetapi seluruh aspek yang terkait padanya seperti
periwayatan hadits dan yang meriwayatkannya .
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa materi ilmu hadits ini
sangat penting karena menyangkut pada keteladanan nabi dan sabda nabi
serta bisa dijadikan sebagai landasan sunnah, maka dari itu kami akan
membahasnya dalam makalah kami yang berjudul “hadits dan hubungannya
terhadap Al-Qur’an ini.

B. Pembatasan Masalah
Dari banyaknya pembahasan yang beragam, kami membatasi masalah
yang kami bahas agar pembahasannya berfokus pada :
1. Bagaimana kedudukan hadits dalam islam?
2. Apa fungsi hadits terhadap Al-Qur’an?
3. Apakah perbedaan hadits nabawi, hadits qudsy, dan Al-Qur’an?

1
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini agar kita dapat mengetahui, memahami,
menemukan solusi dan menambah wawasan tentang hadits dan
hubungannya dengan Al-Qur’an, kedudukannya dalam islam, fungsi hadits
terhadap Al-Qur’an, dan agar mengetahui perbedaan hadits nabawi, hadits
qudsy, dan Al-Qur’an.

D. Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun dengan urutan sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan, menjelaskan latar belakang, pembatasan
masalah, dan sistematika penulisan.
Bab II Pembahasan, terdiri dari 4 sub judul yaitu :
1. Definisi hadits, dan kedudukan hadits dalam islam.
2. Fungsi hadits dan terhadap Al-qur’an
3. Pengertian hadits nabawi, qudsy, Al-Qur’an dan perbedaannya.

Bab III Penutup, menjelaskan kesimpulan dan saran dari makalah


yang dibuat.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi dan Kedududkan Hadits Dalam Islam


Menurut ulama ahli hadits pengertian hadits sama dengan pengertian
Sunnah yaitu:
‫كل ما اثر عن الرسول هللاا صم قبل البعثة وبعده من قول او فعل او تقرير او صفة‬
“Segala sesuatu yang berasal dari Rasul Saw. sebelum diutus ataupun
setelahnya baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan ataupun sifat-sifat
(Muhammad ‘Ajaj al-Khuthabi,1989: 26-27). (Arifin)
Menurut ulama ahli hadits bila kata hadits diartikan dengan segala
sesuatu yang diriwayatkan dari Rasul setelah diutus menjadi Rasul yang
berupa perkataan, perbuatan, dan ketetapannya, maka dalam hal ini menurut
mereka pengertian Sunnah lebih umum daripada hadits.
Hadis adalah semua yang dinisbahkan kepada Rasulullah SAW, baik
perkataan, perbuatan, persetujuan dan sifat baginda, juga yang dinisbahkan
kepada sahabat dan Tabi’in.Secara umum pengertian hadits dibagi menjadi
2 bagian. Berdasarkan Etimologi ahasa al-hadis berarti al-jadid yang berarti
sesuatu yang baru. Sedangkan pengertian hadis berdasarkan Terminology
istilah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulillah SAW baik
berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, dan sifat – sifatnya.
Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad SAW. diyakini oleh umat
Islam menjadi sumber ajaran Islam. kedua sumber ini tidak hanya dipelajari
di lembaga-lembaga pendidikan saja, tetapi juga disebarluaskan ke berbagai
lapisan masyarakat.seluruh ayat yang terhimpun dalam mushaf Al-Quran
tidak dipermasalahkan oleh umat Islam tentang periwayatannya. semua
lafazh yang tersusun dalam setiap ayat tidak pernah mengalami perubahan,
baik pada zaman Nabi maupun sesudah zaman Nabi. Jadi, kajian yang perlu
dilakukan oleh umat Islam terhadap Al-Quran adalah kandungan dan
aplikasinya, dan yang berhubungan dengannya. oleh karena itu, Al-Quran

3
diyakini oleh umat Islam sebagai firman Allah yang sudah teruji reputasi
kemujizatannya. Al-Quran pula sudah mengikis habis keraguan orang-
orang akan kehebatannya dengan bukti-bukti yang sudah diuji coba di
hadapan orang-orang yang tidak memercayainya dan ternyata mereka tak
mampu menandinginya. (khaeruman)
Untuk hadis Nabi, yang dikaji tak hanya kandungan serta aplikasi
petunjuknya dan yang bekerjasama dengannya, namun juga
periwayatannya. Hal ini karena status hadis yang diyakini oleh mayoritas
umat Islam menjadi sumber ajaran Islam yg berasal dari Allah, yaitu
wahyun ghairu mathluwin, memiliki sifat yang khusus, yakni maknanya
berasal Allah, sementara lafazhnya berasal Nabi Muhammad SAW.
Spesifikasi dan sifat hadis demikian, yang terbentuk dari perkataan,
perbuatan, ketetapan, dan hal tentang Nabi ini memerlukan penelitian yang
mendalam. Penelitian dibutuhkan karena hadis yang sampai kepada umat
Islam sudah melalui jalan periwayatan yang panjang, sepanjang perjalanan
sejarah kehidupan umat Islam. di samping itu, perjalanan hadis yang
disampaikan dari generasi ke generasi, memungkinkan adanya unsur-unsur
yang masuk ke pada periwayatan itu, baik unsur sosial juga budaya dan
masyarakat generasi periwayat hadis itu hidup.
Mayoritas umat Islam sepakat menerima hadis sebagai sumber ajaran
Islam yang tak terpisahkan berasal Al-Quran dan minoritas umat Islam
menolaknya. Golongan yang menolak hadis sebagai sumber ajaran Islam
terbagi dua golongan: (1) golongan yang menolak hadis secara keseluruhan,
dan (dua) golongan yang menolak hadis ahad saja. Imam Asy-
Syafi'imenerangkan golongan yang menolak hadis menjadi sumber ajaran
Islam dengan panjang lebar, disertai dengan alasan alasan mereka dan
membantah pendapat mereka dengan alasan-alasan yang kuat. Imam Syafi'i
menempatkan persoalannya secara proporsional. beliau membagi golongan
yang menentang hadis menjadi dasar hukum Islam itu di tiga golongan: (1)
golongan yg menolak hadis secara keseluruhan, baik yang mutawatir juga
yang ahad; (dua) golongan yang menolak hadis, kecuali menerimanya Jika

4
terdapat persamaan dengan Al-Quran; dan (tiga) sedangkan golongan yang
menolak hadis ahad.
Berbicara perihal kedudukan hadis di samping Al-Quran sebagai asal
ajaran Islam, Al-Quran adalah sumber pertama, sedangkan hadis menempati
sumber kedua. Bahkan, sulit dipisahkan antara Al Quran dan hadis Nabi
karena kedua-duanya ialah wahyu. Hanya saja, yang pertama wahyun
mathluwwun, sedangkan yang kedua wahyun ghairu mathluwin. Posisi
hadis Nabi mirip itu tidak hanya dijelaskan sang Nabi, tetapi pula oleh Allah
SWT. diantaranya tercantum dalam surat Al-Fath [48]: 10, Al-Ma'idah [5]:
92, An-Nisa' [4]: 65, dan lain lain.
Rasulullah SAW ialah orang yang setiap perkataan dan perbuatannya
menjadi pedoman bagi manusia. sebab itu beliau ma’shum (senantiasa
menerima petunjuk Allah SWT). dengan demikian pada hakekatnya Sunnah
Rasul merupakan petunjuk yg pula berasal dari Allah. jika al Quran adalah
petunjuk yang berupa kalimat-kalimat jadi, yang isi juga redaksinya
langsung diwahyukan Allah, maka Sunnah Rasul adalah petunjuk dari Allah
yang di ilhamkan pada beliau, kemudian dia menyampaikannya pada
ummat menggunakan cara beliau sendiri.

ِ َّ‫ٱلزب ِۗ ُِر َوأَنزَ ۡلنَا ٓ إِلَ ۡيكَ ٱلذ ِۡك َر ِلتُبَيِنَ لِلن‬
َ‫اس َما نُ ِز َل إِلَ ۡي ِه ۡم َولَعَلَّ ُه ۡم يَت َفَ َّك ُرون‬ ِ َ‫بِ ۡٱلبَيِ َٰن‬
ُّ ‫ت َو‬
Terjemahnya: “keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab.
Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan
pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan”.”.(QS. An-Nahl 44)

ْۚ
ِ ‫شدِيدُ ۡٱل ِعقَا‬
‫ب‬ َ َۖ َّ ْ‫ع ۡنهُ فَٱنت َ ُهواْ َوٱتَّقُوا‬
َ َّ ‫ٱّلل ِإ َّن‬
َ ‫ٱّلل‬ َ ‫سو ُل فَ ُخذُوهُ َو َما نَ َه َٰى ُك ۡم‬ َّ ‫َو َما ٓ َءات َ َٰى ُك ُم‬
ُ ‫ٱلر‬

Terjemahnya: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka


terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.
Dan bertakwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah amat keras
hukumannya”. (QS. Al Hasyr:7)

5
Ayat-ayat diatas menjelaskan bahwa sunnah/hadits adalah penjelasan
Al Quran. Sunnah itu diperintahkan oleh Allah buat dijadikan sumber
hukum dalam Islam. dengan demikian, sunnah artinya menjelaskan al
Quran, membatasi kemutlakannya dan mentakwilkan kesamarannya. Allah
memutuskan bahwa seseorang mukmin itu belum bisa dikategorikan
beriman pada Allah sebelum mereka mengikuti segala yang diputuskan oleh
Rasulullah SAW serta dengan putusannya itu mereka merasa bahagia.
B. Fungsi hadits terhadap alqur’an
Al-Qur'an dan al-Sunnah merupakan dua sumber pokok ajaran Islam
pada masa Rasulullah Saw. Dalam al-Qur'an terdapat pokok-pokok ajaran
agama yang mencakup masalah aqidah, ibadah, mu'amalah, akhlaq serta
qishah-qishah yang semuanya disebutkan secara global
(umum).(khaeruman)
Al-Sunnah sebagaimana fungsi utamanya yaitu sebagai bayan
(penjelas) bagi al-Qur'an, seperti dinyatakan dalam Surat al-Nahl ayat 44:

َ َّ َ َّ َ َ َ ُ َّ ‫ّي ل‬ ‫ََ َنَٓ َن َ ذ‬


َ ‫ٱل نِك َر ِلِ ُ َب ذ‬
‫اس َما ن ذ ِزل إَِلن ِه نم َول َعل ُه نم َي َتفك ُرون‬
ِ ‫ِلن‬ ِ ‫وأنزۡلا إَِلك‬

"Dan Kami turunkan kepda kamu al-Qur'an, agar kamu


menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan
kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”
Ayat diatas menyatakan dengan jelas bahwa fungsi al Sunnah
merupakan penjelas bagi ayat-ayat al-Qur'an yang masih bersifat global
seperti disebutkan di atas. Pembahasan mengenai al-Sunnah sebagai bayan
biasanya dibahas dalam kitab-kitab ushul oleh ulama ahli ushul fiqih seperti
dalam kitab al-Risalah karya Imam Syafi'i, kitab Al-muwafaqaat karya Al-
syathibi, kitab Al-mashdar Ila Ilmu Al-ushul karya Ali Hasbullah, kitab
Tarikh Tasyri Al-islami karya Khudhori Beik dan kitab-kitab ushul lainnya.

6
Dalam kitab-kitab tersebut disebutkan setidaknya ada 5 bentuk bayan
al-Sunnah terhadap al-Qur'an. Bayan-bayan tersebut adalah:

1.Bayan Tafshil

Al-Sunnah sebagai bayan tafshil artinya al-Sunnah sebagai perinci


ayat-ayat al-Qur'an yang bersifat mujmal, seperti tentang kewajiban
melaksanakan shalat lima waktu. Dalam al-Qur'an kewajiban shalat tersebut
tidak disebutkan dengan rinci seperti tata cara pelaksanaanya, waktu
pelaksanaanya dan jumlah rakaatnya. Kemudian Sunnah rasul
menjelaskannya, dalam hal ini Rasul bersabda:

)‫صلوا كما رأيتموني أصلي (أجرجه البخارى‬

"Shalatlah kalian sebagaimana aku melakukan shalat".

Sama halnya dengan kewajiban shalat adalah kewajiban


melaksanakan ibadah haji. Didalam al-Qur'an tidak dijelaskan secara rinci
tentang tata cara pelaksanaanya, kemudian Rasul menjelaskannya:

‫خذوا عني منا سككم‬

"Contohlah oleh kalian dariku tata cara pelaksanaan


ibadahhaji kalian”

2. Bayan Takhshish
Al-Sunnah sebagai bayan takhshsish artinya al-Sunnah sebagai pen-
tkhshish (pengkhusus) ayat-ayat al-Qur'an yang bersifat umum seperti
dalam masalah waris dalam Surat al Nisa ayat 11:
‫ُ ُ َّ ُ ٓ َ ن َ ُ ن َّ َ ن ُ َ ذ ن ُ َ َ ن‬ ُ
ِ ‫ِف أولَٰدِكمۖۡ ل ِذلك ِر مِثل ح ِظ ٱۡلنثي‬
ِۚ‫ّي‬ ِ ‫يوصِ يكم ٱَّلل‬

7
"Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian
harta pusaka untuk) anak-anakmu yaitu bagian seorang
anak lelaki sama dengan bagian dua anak perempuan

Ayat di atas bersifat umum artinya setiap anak berhak mendapatkan


warisan atas harta yang ditinggalkan oleh ayah atau ibunya, tetapi kemudian
ada hadits yang mentkhshishnya yang menyatakan bahwa keturunan
Rasulullah tidak berhak atas harta yang ditinggalkannya (tidak mendapat
warisan) seperti terdapat dalam kitab Fath Al-bari

‫ ما تركناه صدقة‬,‫نحن معا شر االنبياء ال نؤارث‬

"Kami golongan para nabi tidak mewariskan harta yang kami


tinggalkan, apa-apa yang kami tinggalkan adalah sebagai
shadaqoh".

3.Bayan al-Taqyid
Al-Sunnah sebagai bayan taqyid artinya al-Sunnah sebagai
pembatas ayat al-Qur'an yang bersifat Muthlak seperti terhadap firman
Allah SWT Surat al-Maidah ayat 38:

َ‫ٱق َط ُع ٓوا ْ َأيند َِي ُهما‬


‫َ َّ ُ َ َّ َ ُ َ ن‬
‫وٱلسارِق وٱلسارِقة ف‬

"Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri


potonglah tangan keduanya...

Ayat di atas menyatakan bahwa potongan tangan atas pencuri tidak


ditentukan batasannya, tangan disebut secara umum tidak disebutkan batas
yang dipotong apakah sampai pergelangan, sikut, atau keseluruhan.
Terhadap ayat di atas, Sunnah rasul memberikan batasan tangan yang harus

8
dipotong dari seorang pencuri. Hadits tersebut seperti disebutkan oleh Al-
syaukani dalam kitabnya Subul al-Salam berikut:

‫أتى رسول هللاا السارق فقطع يداه من مفصل الكف‬


"Didatangkan kepada Rasulullah Saw. Seorang pencuri
kemudian Rasul memotongnya dari pergelangan tangan"
4. Bayan Mutsbit

Al-Sunnah sebagai bayan Mutsbit artinya Sunnah sebagai penetap dan


penguat terhadap hukum yang terdapat dalam al-Qur'an seperti Sunnah
yang menyatakan melarang melakukan jual beli buah-buahan yang belum
terlihat manfa'atnya sebagai salah satu penjelas dari firman Allah Surat al-
Nisa ayat 29 berikut:

َ َ ً َ َ ُ َ َ ٓ َّ َ ‫يََٰٓ َأ ُّي َها َّٱل َ َ ُ ْ َ َ ن ُ ُ ْ َ ن َ َ ُ َ ن َ ُ ن‬


ٖ ‫ِين َءامنوا َل تأكل ٓوا أموَٰلكم بينكم بِٱلبَٰ ِط ِل إَِل أن تكون ت ِجَٰ َرة عن ت َر‬
‫اض‬

ُ َ َ َ َّ َّ ‫ذ ُ ن َ َ َ ن ُ ُ ٓ ْ َ ُ َ ُ ن‬
ٗ ‫ك نم َرح‬
‫ِيما‬ ِ ‫مِنك ۚۡم وَل تقتلوا أنفسك ۚۡم إِن ٱَّلل َكن ب‬

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling


memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dan
dengan jalan suka sama suka diantara kamu.

5. Bayan Tasyri
Al-Sunnah sebagai bayan tasyri' artinya Sunnah. sebagai sumber
hukum tersendiri yang mengatakan huklum yang tidak disebutkan dalam al-
Qur'an. Dalam hal ini sebenarnya Sunnah bukanlah sebagai penjelas tetapi
sebagai pemuncul hukum (munsyi al-hukm). Contoh Sunnah sebagai tasyri
adalah Sunnah-Sunnah yang menyatakan keharaman himar ashliyah,
keharaman hewan-hewan yang buas, keharaman menikahi seorang bibi dan
yang lainya. (Muhammad, Ajaj al-Hhuthabi: 46-49).

9
Dari uraian di atas biasanya para ulama menyimpulkan fungsi hadits
terhadap al-Qur'an kedalam tiga bagian, yaitu:
a. Sunnah sebagai penetap dan penguat terhadap hukum-hukum yang
terdapat dalamal-Qur'anseperti hadits tentang perintah shalat, zakat,
keharaman riba, dan yang lainnya.
b. Sunnah sebagai penjelas dan perinci terhadap ayat-ayat al-Qur'an
terhadap ayat-ayat yang bersifat mujmal seperti hadits tentang tata cara
shalat, dan jumlah bilangannya, tentang waris dan lainnya
c. Sunnah sebagai pemuncul hukum yang tidak disebutkan dalam al-
Qur'an seperti keharaman menikahi bibi dan lainnya.
C. Hadits Nabawi, Hadits Qudsi, dan al-qur’an dan perbedaannya
Hadis dilihat dari sandarannya ada dua; pertama, disandarkan pada
Nabi sendiri disebut Hadis Nabawi, kedua, disandarkan kepada Tuhan yang
disebut Hadis Qudsi. Hadis qudsi perlu dimunculkan karena ternyata
banyak masyarakat yang belum mengerti statusnya.(Abdul Majid Khon.Pdf)
Pada umumnya mereka terjebak nama qudsi itu sendiri yang diartikan
suci, kemudian mereka menduga bahwa semua hadis qudsi shahih. Mari kita
kaji pengertiannya terlebih dahulu. Hadis qudsi disebut juga Hadis llâhî dan
Hadis Rabbânî.
Dinamakan qudsi (suci), ilahi (Tuhan), dan rabbânî (ketuhanan)
karena ia bersumber dari Allah yang mahasuci dan dinamakan hadis karena
Nabi yang memberitakannya yang didasarkan dari wahyu Allah. Kata qudsi,
sekalipun diartikan suci, hanya merupakan sifat bagi hadis, sandaran hadis
kepada Tuhan tidak menunjukkan kualitas hadis. Oleh karena itu, tidak
semua hadis qudsi shahih, tetapi ada yang shahih, hasan, dan dha'if,
tergantung persyaratan periwayatan yang dipenuhinya, baik dari segi sanad
atau matan. Definisi hadis qudsi ialah:

‫كل قول أضافة الرسول صلى هللاا عليه وسلم إلى هللاا عز وجل‬
“Segala perkataan yang disandarkan Rasul kepada Allah .”

10
Definisi ini menjelaskan, bahwa Nabi hanya menceritakan berita yang
disandarkan kepada Allah, bentuk berita yang disampaikan hanya berupa
perkataan, tidak ada perbuatan dan persetujuan sebagaimana hadis Nabi
biasa. Bentuk-bentuk periwayatan hadis qudsi pada umumnya
menggunakan kata kata yang disandarkan kepada Allah,
Jumlah hadis qudsi tidak terlalu besar, hanya sekitar 400 buah hadis
secara terulang-ulang sanad atau sekitar 100 buah hadis lebih (ghayr
mukarrar), ia tersebar dalam 7 Kitab induk hadis. Mayoritas kandungan
hadis qudsi tentang akhlak, aqidah, dan syari'ah. Di antara kitab hadis qudsi,
Al-Ahadits Al-Qudsiyah, yang diterbitkan oleh Jumhûr Mesir Al-'Arabîyah,
Wuzârah Al Awqaf Al-Majlis Al-A'la li Syu'an Al-Islâmiyyah Lajnat As-
Sunnah, Cairo 1988 dan lain-lain.

1. Perbedaan Hadis Qudsi dan Hadis Nabawi,


Perbedaan antara hadis qudsi dan nabawi terletak pada sumber berita
dan proses pemberitaannya. Hadis qudsi maknanya dari Allah yang
disampaikan melalui suatu wahyu, dan redaksinya dari Nabi yang
disandarkan kepada Allah. Sedangkan hadis nabawi pemberitaan makna
dan redaksinya berdasarkan ijtihad Nabi sendiri.
Dalam hadis qudsi Rasul menjelaskan kandungan atau yang tersirat
pada wahyu sebagaimana yang diterima dari Allah dengan ungkapan beliau
sendiri. Pembagian ini sekalipun kandungannya dari Allah, tetapi ungkapan
itu disandarkan kepada Nabi sendiri karena tentunya ungkapan kata itu
disandarkan kepada yang mengatakannya sekalipun maknanya diterima dari
yang lain. Oleh karena itu, selalu disandarkan kepada Allah. Pemberitaan
yang seperti ini disebut tawfiqi. Pada hadis nabawi kajian Rasul melalui
ijtihad yang dipahami dari Alquran karena beliau bertugas sebagai penjelas
terhadap Alquran. Kajian ini didiamkan wahyu jika benar dan dibetulkan
dengan wahyu. jika salah. Kajian seperti ini disebut tawaifi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hadis nabawi dengan
kedua bagiannya merujuk kepada wahyu, baik yang dipahami dari

11
kandungan wahyu secara tersirat yang disebut dengan taufiqt maupun yang
dipahami dari Alquran secara tersurat yang disebut dengan tawqifi dan
inilah makna firman Allah dalam Surah An-Najm (53) ayat 3-4:

ٞ ‫ى إ ِ نن ُه َو إ ِ ََّل َو ن‬
َٰ َ ُ‫ۡح ي‬
‫وۡح‬ َٰٓ ‫َو َما يَن ِط ُق َعن ٱل ن َه َو‬
ِ
“Dan tidaklah yang diucapkannya (Alquran) itu
menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada
lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.”

Pada ayat ini ijtihad tidak merupakan lawan kata dari wahyu dan tidak
ada alasan untuk melarangnya. Lawan kata wahyu pada ayat tersebut adalah
hawa. Nabi tidak berkata dari hawa nafsu, tetapi dari wahyu. Secara umum
dari beberapa uraian di atas dapat dikembangkan menjadi beberapa
perbedaan antara hadis qudsi dan hadis nabawi, di antaranya sebagai
berikut.
a. Pada hadis nabawi, Rasul menjadi sandaran sumber pemberitaan.
sedangkan pada hadis qudsi beliau menyandarkannya kepada Allah .
Pada hadis qudsi, Nabi memberitakan apa yang disandarkan kepada
Allah dengan menggunakan redaksinya sendiri.
b. Pada hadis qudsi, Nabi hanya memberitakan perkaraan atau gawi,
sedangkan pada hadis nabawi pemberitaannya meliputi perkataan (gal),
perbuatan (fil), dan persetujuan (taqriri).
c. Hadis nabawi merupakan penjelasan dari kandungan wahyu," baik
secara langsung ataupun tidak langsung. Maksud wahyu yang tidak
secara langsung, Nabi berijtihad terlebih dahulu dalam menjawab suatu
masalah. Jawaban itu terkadang sesuai dengan wahyu dan adakalanya
tidak sesuai dengan wahyu. Jika tidak sesuai dengan wahyu, maka
datanglah wahyu untuk meluruskannya. Hadis qudsi wahyu langsung
dari Allah .

12
d. Hadis nabawi lafal dan maknanya dari Nabi menurut sebagian
pendapat, sedangkan hadis qudsi maknanya dari Allah redaksinya
disusun oleh Nabi.
e. Hadis qudsi selalu menggunakan ungkapan orang pertama (dhamir
mutakallim): Aku (Allah)... Hai hamba-Ku... sedangkan hadis nabawi
tidak menggunakan ungkapan tersebut.

2. Perbedaan Hadis dan Alquran


Sebelum membahas perbedaan antara kedua hal tersebut di atas
terlebih dahulu diberikan definisi Alquran. Sebagian ulama mengatakan
kata Alquran tidak ada akar katanya, ia merupakan nama bagi kalam Allah
('akam martajal). Akan tetapi, juga ada yang berpendapat Alquran dari akar
kata ‫ قرأ يقرأ قراءة وقرانا‬yang berarti bacaan atau yang dibaca dengan makna
isin maf'al al mar.Dalam istilah para ulama banyak yang memberikan
definisi dengan berbagai redaksi, tetapi definisi yang paling lengkap
menurut penulis sebagaimana yang dikatakan Dr. Shubhi Shalih dalam
bukunya Mabahits fi Ulfem Al-Qur'an sebagai berikut:

‫الكالم المنجز المنزل على النبي صلى هللاا عليه وسلم المكتوب في‬

‫المصاحف المنقول عنه بالثوائر المتعبد بتالوته‬

Kalam Allah yang mengandung mukjizat, diturunkan kepada


Nabi , tertulis pada mushhaf, diriwayatkan secara
mutawatir, dan yang dinilai ibadah dengan membacanya.

Dari definisi di atas secara sederhana dapat dijelaskan bahwa:


a. Alquran adalah firman Allah, bukan sabda Nabi, bukan perkataan
manusia, dan bukan pula perkataan Malaikat.

13
b. Alquran mengandung mukjizat seluruh kandungannya, sekalipun
sekecil huruf, dan titiknya pan yang dapat mengalahkan lawan-
lawannya.
c. Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad (tentunya melalui
Malaikat Jibril) secara mutaedtir (diriwayatkan banyak orang yang
mustahil sepakat bohong).
d. Membaca Alquran dinilai ibadah (membaca satu huruf dari Alquran
dibalas 10 kebaikan sebagaimana keterangan dalam hadis Nabi).

Dengan demikian, Alquran dapat dibedakan dengan hadis dengan beberapa


perbedaan sebagai berikut.
a. Alquran mukjizat Rasul sedangkan hadis bukan mukjizat sekalipun
hadis qudsi.
b. Alquran terpelihara dari berbagai kekurangan dan pendistorsian tangan
orang-orang jahil (lihat QS. Al-Hijr (15): 9), sedangkan hadis tidak
terpelihara seperti Alquran. Namun, hubungan keduanya secara integral
tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Maka
terpeliharanya Alquran berarti pula terpeliharanya hadis. Realita
sejarah membuktikan adanya pemeliharaan hadis seperti usaha-usaha
para perawi hadis dari masake masa dengan menghafal, mencatat,
meriwayatkan, dan mengodifikasikannya ke dalam berbagai buku-buku
hadis.
c. Alquran seluruhnya diriwayatkan secara mutawatir, sedangkan hadis
tidak banyak diriwayatkan secara mutawatir. Mayoritas hadis
diriwayatkan secara ahad (individu, artinya tidak sebanyak periwayat
mutawatir).
d. Kebenaran ayat-ayat Alquran bersifat qath't al-wirid (pasti atau mutlak
kebenarannya) dan kafir yang mengingkarinya. Sedangkan kebenaran
hadis kebanyakan bersifat zhanni al-userid (relatif kebenarannya),
kecuali yang mutawatir.

14
e. Alquran redaksi (lafal) dan maknanya dari Allah dan hadis qudsi makna
nya dari Allah redaksinya dari Nabi sendiri sesuai dengan maknanya.
Sedangkan hadis nabawi berdasarkan wahyu Allah atau ijtihad yang
sesuai dengan wahyu. Oleh karena itu, haram meriwayatkan Alquran
secara makna tanpa lafal, dan boleh periwayatan secara makna dalam
hadis dengan persyaratan yang ketat.
f. Proses penyampaian Alquran melalui wahyu yang tegas (juli),
sedangkan hadis qudsi melalui wahyu, atau ilham, dan atau mimpi
dalam tidur.
g. Kewahyuan Alquran disebut dengan wahyu mathau (wahyu yang
dibacakan) sedang kewahyuan sunnah disebut wahyu ghayr mathau
(wahyu yang tidak dibacakan), tetapi terlintas dalam hati secara jelas
dan yakin kemudian diungkapkan Nabi dengan redaksinya sendiri.
h. Membaca Alquran dinilai sebagai ibadah; setiap satu huruf pahalanya
10 kebaikan, sedangkan membaca hadis sekalipun que tidak dinilai
ibadah, kecuali disertai dengan niat yang baru.
i. Di antara surah Alquran wajib dibaca dalam shalat seperti membaca
Surah Al-Fatihah yang dibaca pada setiap rakaat. Sedangkan dalam
hadis tidak ada yang harus dibaca dalam shalat sekalipun qudsi, bahkan
tidak shalat seseorang yang menggantikan surah Alquran dengan hadis
qudsi.
j. Haram menyentuh atau membawa mushhaf Alquran menurut sebagian
pendapat) bagi yang berhadas, baik hadas kecil maupun hadas besar
(tidak bersuci).
k. Haram memperjualbelikan mushhaf Alquran menurut Imam Ahmad
dan makruh menurut Imam Asy-Syafi'i."

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hadis adalah semua yang dinisbahkan kepada Rasulullah SAW, baik
perkataan, perbuatan, persetujuan dan sifat baginda, juga yang dinisbahkan
kepada sahabat dan Tabi’in.
Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad SAW. diyakini oleh umat
Islam menjadi sumber ajaran Islam. kedua sumber ini tidak hanya dipelajari
di lembaga-lembaga pendidikan saja, tetapi juga disebarluaskan ke berbagai
lapisan masyarakat. Mayoritas umat Islam sepakat menerima hadis sebagai
sumber ajaran Islam yang tak terpisahkan berasal Al-Quran dan minoritas
umat Islam menolaknya. Berbicara perihal kedudukan hadis di samping Al-
Quran sebagai asal ajaran Islam, Al-Quran adalah sumber pertama,
sedangkan hadis menempati sumber kedua. Bahkan, sulit dipisahkan antara
Al Quran dan hadis Nabi karena kedua-duanya ialah wahyu.
Pembahasan mengenai al-Sunnah sebagai bayan biasanya dibahas
dalam kitab-kitab ushul oleh ulama ahli ushul fiqih seperti dalam kitab al-
Risalah karya Imam Syafi'i, kitab Al-muwafaqaat karya Al-syathibi, kitab
Al-mashdar Ila Ilmu Al-ushul karya Ali Hasbullah, kitab Tarikh Tasyri Al-
islami karya Khudhori Beik dan kitab-kitab ushul lainnya.
Dalam kitab-kitab tersebut disebutkan setidaknya ada 5 bentuk bayan al-
Sunnah terhadap al-Qur'an : Bayan Tafshil, Bayan Takhshish, Bayan al-
Taqyid, Bayan Mutsbit, Bayan Tasyri.
Hadis dilihat dari sandarannya ada dua; pertama, disandarkan pada
Nabi sendiri disebut Hadis Nabawi, kedua, disandarkan kepada Tuhan yang
disebut Hadis Qudsi. Sedangkan Alquran adalah firman Allah, bukan sabda
Nabi, bukan perkataan manusia, dan bukan pula perkataan Malaikat.

16
B. Saran

Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan


makalah ini akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang
perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan
penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
sangat penulis harapkan sebagai bahan evaluasi untuk kedepannya.

17
DAFTAR PUSTRAKA

Abdul Majid Khon.Pdf.

Arifin, Tajul. Ulumul Hadits (Pdf).Pdf. 2014, pp. 1–203.

Hamdani Khairul Fikri. “Fungsi Hadis Terhadap Al-Quran.” Fungsi Hadis


Terhadap Al-Quran, vol. 12, no. 2, 2015, pp. 178–88.

khaeruman, badri. Ulumul Hadits. Edited by Maman abd Djaliel, 1st ed., cv
pustaka setia, 2010.

18

Anda mungkin juga menyukai