DISUSUN OLEH:
M Al Kamil
Nabila Aisyah
2022/2023
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
segala nikmat, sehingga saya selaku penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini
yang berjudul “Sanad dan Matan Hadits” disusun dalam rangka untuk memenuhi
salah satu tugas makalah mata kuliah Ulumul Hadits
Shalawat beriring salam terus mengalir kita curahkan kepada junjungan Nabi
kita, suri tauladan umat Islam yakni Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan
para sahabat pada zamannya terus diiringi sampai akhir zaman atas kemuliaan ilmu
dan akhlaknya yang mulia.
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan Masalah..................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................3
A. Pengertian Sanad................................................................................................3
B. Peranan Sanad dalam Pendokumentasian Hadist...............................................8
1. Untuk pengamanan atau pemeliharaan matan hadist.....................................8
2. Untuk penelitian kualitas hadist....................................................................11
C. Pengertian Matan..............................................................................................13
D. Sebab-Sebab Terjadinya Perbedaan Kandungan Matan...................................15
1. Al-Riwayah Bi al-Ma’na...............................................................................15
BAB III PENUTUP.................................................................................................18
A. Kesimpulan.......................................................................................................18
B. Saran.................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai orang islam yang ingin mempelajari islam secara sempurna tentu
harus mengetahui sumber hukum islam. Selain al-qur’an, salah satu sumber hukum
islam yang diakui oleh para ulama secara menyeluruh adalah hadist. Meskipun
demikian tidak semua hadist dijadikan sebagai sumber hukum islam, karena dalam
susunan sebuah hadist ada juga yang menunjukan bahwa sebuah hadist itu layak dan
lulus verifikasi untuk dijadikan sumber hukum islam1.
Al-qur’an dan hadist mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-
hari bagi umat islam. Dalam kaidah sumber hukum islam, hadist menempati urutan
kedua setelah Al-qur’an dalam menjadikan rujukan hokum karena disamping sebagai
ajaran islam yang secara langsung terkait dengan keharusan mentaati Rasulullah
SAW, juga fungsinya sebagai penjelas (bayan) bagi ungkapan-ungkapan al-qur’an
yang masih membutuhkan penjabaran.
Sanad dan matan merupakan dua unsur pokok hadist yang harus ada pada
setiap hadist, antara keduanya memiliki kaitan yang sangat erat dan tidak dapat
dipisahkan. Suatu berita tentang Rasulullah SAW (matan) tanpa ditemukan rangkaian
atau susunan sanadnya, yang demikian tidak dapat disebutkan hadist, sebaliknya
suatu sanad, meskipun bersambung sampai Rasul, jika tidak ada berita yang
dibawanya, juga tidak bisa disebut hadist2.
Pembicaraan dua istilah diatas, sebagai dua unsur pokok hadist, matan dan
sanad diperlukan setelah Rasul wafat. Hal ini karena berkaitan dengan perlunya
penelitian terhadap otentisitas isi berita itu sendiri apakah benar sumbernya dari Rasul
atau bukan. Upaya ini akan menentukan bagaimana kualitas hadist tersebut, yang
akan dijadikan dasar dalam penetapan syari’at islam.
1
http://mustwildan.blogspot.com/2012/12/30/pengertiansanadhadist.html
2
http://makalahnih.blogspot.com/2014/09/pengertian-sanad-matan-dan-ikhtisar.html
iv
Bagi kebanyakan orang bahwa hadist itu suatu perkataan yang pasti berasal
dari nabi tanpa memperhatikan kualitas atau susunan suatu hadist. Padahal hadist
yang lengkap susunannya baik hadist shahih maupun hadist dhoif haruslah terdiri dari
sanad hadist, matan hadist dan perawi hadist. Dari itu perlu dipahami tentang yang
dimaksud dengan sanad, matan dan perawi hadist. Dan untuk mengetahui lebih
mendalam tentang hal tersebut, melalui tulisan yang singkat ini kami dari kelompok
enam berkeinginan untuk membahas hal yang berkaitan dengan hadist dengan
pembahasan kita batasi pada masalah sanad hadist.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yang berkaitan tentang sanad
yaitu sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari sanad hadis?
2. Bagaimana peran sanad dalam pendokumentasian hadis?
3. Bagaimana penentuan kualitas hadis?
4. Apa pengertian Matan hadis?
5. Apa sebab-sebab terjadinya perbedaan kandungan Matan Hadis?
C. Tujuan Masalah
v
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sanad
Kata sanad atau as-sanad menurut bahasa, dari sanada, yasnudu yang berarti
mutamad (sandaran/ tempat bersandar, tempat berpegang, yang dipercaya atau yang
sah). Dikatakan demikian karena hadist itu bersandar kepadanya dan dipegangi atas
kebenarannya. Sedangkan secara temionologis, difinisi sanad iyalah silsilah orang-
orang yang mehubungkan kepada matan hadist. Silsilah orang maksudnya, ialah
susunan atau rangkaian orang-orang yang meyampaikan materi hadist tersebut, sejak
yang disebut pertama sampai kepada Rasul SAW, yang perbuatan, perkataan, taqrir,
dan lainya merupakan materi atau matan hadist. Jadi sanad adalah jalan yang
menyampaikan kepada matan hadist3. Contoh sanad dalam sebuah hadist berikut:
Terjemahnya:
“Dikabarkan kepada kami oleh Malik yang menerimanya dari Nafi, yang
menerimanya dari Abdullah ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Janganlah sebagian dari antara kamu membeli barang yang sedang dibeli
oleh sebagian yang lainnya”. (Al-Hadist)
Dalam hadist tersebut yang dinamakan sanad adalah pada kalimat berikut:
3
Alfiah Khoiri Asyir. Makalah: Pengertian Sanad dan Matan Hadist. http.//:
Asyir’s.blogspot.com. Saturday/ 25/ 05/ 2013
vi
Terjemahnya:
“Dikabarkan kepada kami oleh Malik yang menerimanya dari nafi yang
menerimanya dari Abdullah ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW
bersabda:...”4.
Sebuah hadist dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur atau
perawi bervariasi dalam lapisan sanad-nya, lapisan dalam sanad disebut
dengan thabaqoh, signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thobaqoh sanad
akan menentukan derajat hadist tersebut. Hal ini di jelaskan lebih jauh pada
klasifikasi hadist. Jadi, yang perlu dicermati dalam memahami hadist terkait dengan
sanad-nya adalah keutuhan sanad-nya, jumlahnya, dan perawi akhirnya. Adapun
sebutan sanad hanya berlaku pada serangkaian orang, bukan dilihat dari sudut pribadi
seseorang. Sebutan untuk pribadi yang menyampaikan hadist dilihat dari sudut orang
per-orangan disebut rawi5.
Sanad adalah istilah dalam ilmu hadits yang merujuk pada rantai periwayatan
atau jalur transmisi hadits dari periwayat (rawi) kepada periwayat lainnya hingga
sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Sanad biasanya terdiri dari nama-nama
periwayat beserta sifat dan karakteristik mereka seperti keshahihan, kejujuran,
kepercayaan, dan lain sebagainya.
Sanad hadis dipergunakan sejak para Sahabat Nabi merupakan suatu tradisi
ilmiah dan sistem periwayatan yang dapat dipertahankan dan dipertanggung
jawabkan. Unsur-unsur sanad dalam periwayatan hadis adalah bagian yang sangat
penting baik dalam menentukan kualitas hadis maupun dari segi kuantitasnya. Dalam
tinjauan sejarah, sebelum Islam sanad telah digunakan oleh agama Yahudi atau
terdapat dalam kitab Yahudi, Mishnah, termasuk masyarakat Jahiliyah dalam
menuturkan silsila dan syair-syair mereka juga menggunakan metode sanad. Namun
setelah Islam datang sanad dalam hadis jauh lebih metodologis dalam penggunaan
4
http://Abatasa.sanad dan matan hadist.pustaka.html
5
Solahudin,M.Agus&Agus Suryadi.Ulumul Hadist.Bandung.Pustaka Setia.2011.h. 92
vii
periwayatan hadis. Pernyataan ini telah di tahqiq oleh para ulama hadis “Sanad hadis
merupakan bagian dari agama”.
Sanad ini penting dalam perdokumentasian hadits karena menunjukkan
validitas dan kualitas keabsahan hadits tersebut. Dengan mengetahui sanad hadits,
para ahli hadits dapat menilai apakah hadits tersebut dapat dijadikan sebagai sumber
hukum Islam atau tidak. Jika sanadnya dinyatakan sahih, maka hadits tersebut
dianggap bisa dipercaya dan dijadikan sebagai sumber hukum. Namun, jika sanadnya
lemah, maka hadits tersebut tidak dapat dijadikan sebagai sumber hukum. Oleh
karena itu, sanad merupakan salah satu kriteria penting dalam penelitian dan
pengumpulan hadits dalam ilmu hadits.
Dalam ilmu hadis, sanad digunakan untuk menunjukkan jalur transmisi hadis
dari Rasulullah SAW hingga para perawi yang meriwayatkannya. Sanad terdiri dari
dua bagian, yaitu "matan" dan "isnad". Matan adalah teks hadis itu sendiri, sedangkan
isnad adalah daftar nama-nama perawi yang meriwayatkannya. Setiap perawi yang
tercantum dalam isnad memiliki status dan derajat kepercayaan yang berbeda-beda
tergantung pada keandalannya sebagai perawi.
1. Istilah Yang berkaitan dengan sanad (Al-isnad, Al-musnad dan Musnid)
Dalam ilmu hadist ada beberapa istilah yang erat kaitannya dengan
istilah sanad seperti al-isnad, al-musnad, dan al-musnid.
a. Al-isnad
berarti menyandarkan, menegaskan, (mengembalikan ke asal) yang dimaksuk
al-isnad di sini adalah menyandarkan hadist pada orang yang mengatakannya.
Atau dalam bahasa lain mengasalkan hadist pada orang yang mengatakannya.
Akan tetapi menurut Ath-Thibi seperti yang dikutip oleh Al-Qosimi kata
isnad dengan as-sanad mempunyai arti yang hampir sama atau berdekatan.
Sedangkan menurut ulama muhadistin memandang kedua istilah tersebut
mempunyai pengertian yang sama, yang keduanya dapat dipakai secara
bergantian.
viii
b. Al-musnad
mempunyai beberapa arti yang berbeda dengan istilah al-isnad.
Pertama al-musnad berarti hadist yang diriwayatkan dan disandarkan atau
diisnadkan kepada seseorang yang membawanya, seperti Ibnu Syaibah Az-
Zuhri, Malik Bin Annas, Amrah binti Abn. Ar-Rahman dan lain-lain. Kedua
al-musnad berarti nama suatu kitab yang menghimpun hadist-hadist dengan
sistem penyusunan berdasarkan nama para sahabat rawi hadist, seperti kitab
musnad Ahmad Bin Hanbal. Ketiga al-musnad berarti nama bagi hadist yang
mempunyai kreteria marfu` (disandarkan kepada Nabi SAW) dan mutthasil
(sanad-nya bersambung sampai kepada Nabi SAW).
c. Musnid
artinya orang yang meriwayatkan hadist dari jalurnya baik ia paham
atau tidak6.
2. Tinggi rendahnya rangkaian sanad (silsilatu adz-dzahab)
Sebagaimana kita ketahui, bahwa suatu hadist sampai kepada kita,
tertulis dalam kitab hadist, melalui sanad-sanad. Rangkaian sanad yang
berderajat tinggi menjadikan suatu hadist lebih tinggi derajatnya daripada hadist
yang rangkaian sanad-nya sedang atau lemah. Para muhadditsin7 membagi
tingkatan sanad-nya sebagai berikut:
a. Ashahhu al-Asanid (sanad-sanad yang lebih shahih)
Penilaian ashahhu al-sanid ini hendaklah secara muqoyyad (di
khususkan). Contoh asahhu al-asanid yang muqoyyad tersebut adalah :
1) Sahabat tertentu, yaitu Umar ibnu Al-Khattab r.a.,yaitu yang
diriwayatkan oleh Ibnu Syihab Az-Zuhri dari Salim bin
`Abdullah bin Umar, dari ayahnya (Abdullah bin Umar), dari
kakeknya (Umar bin Khattab).
6
http://mustwildan.blogspot.com/2012/12/30/pengertiansanadhadist.html
7
Penamaan untuk para ahli hadist
ix
2) Penduduk kota tertentu, yaitu kota Mekkah, yang diriwayatkan
oleh Ibnu Uyainah dari Amru bin Dinar dari Jabir bin Abdullah.
b. Ahsanu al-Asanid
Derajatnya lebih rendah dar Ashahhu al-Asanid, contohnya yaitu,
Bahaz bin Hakim dari ayahnya (Hakim bin Muawiyah) dari kakeknya
(Muawiyah bin Haidah).
c. Adh`afu al-Asanid
Rangkaian sanad yang paling rendah derajatnya, antara lain:
1) Abu Bakar ash-Shiddiq, yaitu hadist yang diriwayatkan oleh
Shodaqoh bin Musa dari Aby Ya`qub Farqab bin Ya`qub dari
Murrah ath-Thayyib dari Abu Bakar r.a.
2) Kota Yaman ialah yang diriwayatkan oleh Hafs bin `Umar dari
al-Hakam bin Aban dari Ikrimah dari Ibnu Abbas.8
3. Jenis-jenis sanad hadist
Sanad dibagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut:
a. Sanad Aliy
Sanad aliy adalah sebuah sanad yang jumlah perawinya lebih sedikit
jika dibandingkan dengan sanad lain. Hadist-hadist dengan sanad yang
jumlah rawinya sedikit akan tertolak dengan sanad yang sama jika jumlah
rawinya lebih banyak. Sanad aliy ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu sanad
yang mutlak dan sanad yang nisbi (relatif)
1) Sanad aliy yang bersifat mutlak adalah sebuah sanad yang rawinya
hingga sampai kepada Rosulullah lebih sedikit jika dibandingkan sanad
yang lain. Jika sanad tersebut sahih, sanad itu menempati tingkatan
tertinggi dari jenis tingkatan aliy
2) Sanad aliy yang bersifat nisbi adalah sebuah sanad yang jumlah rawi
didalamnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan para imam ahli hadist,
8
Danil Fajar. Pengertian Sanad dan Matan Hadist.
http://danilfajar.blogspot.com/2013/06/07/pengertian-sanad-dan-matan-hadist.html
x
seprti ibnu juraij, malik, as’syafii, bukhori, muslim dan sebagainya,
meskipun jumlah perawinya setelah mereka hingga sampai kepada
rosululloh lebih banyak.
b. Sanad Nazil
Adalah sebuah sanad jumlah rawinya lebih banyak jika dibandingkan
dengan sanad yang lain. Hadist dengan sanadnya lebih banyak akan tertolak
dengan sanad yang sama jika jumlah rawinya lebih sedikit9.
xi
Azami, pada tingkatan sahabat pengumpulan dan pemeliharaan hadist dilakukan
dengan tiga cara, yaitu: (į) learning by memorizing, yaitu dengan cara
mendengarkan setiap perkataan dari Nabi SAW secara hati-hati dan
menghafalkannya; (ii) learning thorough writing, yaitu mempelajat\ri hadist dan
menyimpannya dalam bentuk tulisan. Dalam cara ini yaitu penyimpanan dan
penyampaian hadist dalam bentuk tulisan, terdapat sejumlah sahabat, yaitu seperti
Abu Ayyub al-Anshori (w.52 H), Abu Bakar Al-Siddiq (w.13 H), Abd Allah ibn
Abbas (w. 68 H) Abd Allah ibn Umar (w.74 H), dan lain-lain. (iii) learning by
practice,yaitu para sahabat mempraktikkan setiap apa yang mereka pelajari
mengenai hadist, yang diterimanya baik melalui hafalan maupun tulisan11.
Demikian cara sahabat dalam menerima dan memelihara hadist-hadist
Nabi SAW. Cara demikian tetap di pertahankan oleh para sahabat dan ulama’
yang datang setelah mereka, setelah wafatnya Nabi SAW. Khusus mengenai
kegiatan penulisan hadist yang dilakukan oleh masing-masing generasi periwayat
hadist, mulai dari gegerasi sahabat, generasi tabi’in, tabi’i al-tabi’in, sampai para
ulama’ sesudah mereka, telah di dokumentasikan oleh M.M. Azami didalam
disertasi doktornya yang berjudul studies early hadith literature.
Dalam perkembangan berikutnya, proses pendokumentasian hadist semakin
banyak dilakukan denga tulisan. hal ini terlihat dari delapan metode mempelajari
hadist yang di kenal di kalangan ulama’ hadist, tujuh di ataranya , yaitu metode
kedua sampai kedelapan, adalah sangan tergantung kepada meteri tertulis,
kedelapan metode tersebut adalah :
a. Sama’
Sama’, yaitu bacaan guru atau nuridnya-muridnya. Metode ini berwujud
dalam empat bentuk, yakni : bacaan secara lisan, bacaan dari buku, Tanya jawab,
dan mendiktekan.
11
Odjat. Ulumul hadist. http://odjat_blog.blogspot.com/2010/10/03/peran-sanad-dalam-
pendokumentasian-hadist/ulumul-hadist.html
xii
b. Ardh
Ardh, yaitu bacaan para murid kepada guru. Dalam hal ini para murid
atau seseorang tertentu yang di sebut Qari’, membacakan hadist di hadapan
gurunya, dan selanjutnya yang lain mendenganrkan serta membandingkan denag
catatan mereka atau menyalin dari catatan tersebut.
c. Ijazah
Ijazah, yaitu memberi izin kepada seseorang untuk meriwayatkan sebuah
Hadist atau buku yang bersumber darinya, tanpa terlebih dahulu Hadist atau buku
tersebut dibaca di hadapannya.
d. Munawalah
Munawalah, yaitu memberikan kepada seseorang sejumlah hadist tertulis
untuk di riwayatkan/disebarluaskan, seperti yang di lakukan Al-Zuhri (w.124 H)
kepada Al-Tsauri, Al-Auza’i, dam lainnya.
e. Katibah
Katibah, yaitu menuliskan hadist untuk seseorang yang selanjutnya untuk
di riwayatkan kepada orang lain.
f. I’lam
I’lam, yaitu memberitahu seseorang tentang kebolehan untuk
meriwayatkan sebuah hadist dari buku tertentu berdasarkan atas otoritas ulama’
tertentu.
g. Washyyat
Washyyat, yaitu seseorang meriwayatkan sebuah buku atau catatan
tentang hadist kepada orang lain yang di percayainya dan di perbolehkannya
untuk meriwayatkannya kepada orang lain.
h. Wajadah
Wajadah, yaitu medapatkan buku atau catatan seseorang tentang hadist
tanpa izin dari yang bersangkutan untuk meriwayatkan hadist tersebut kepada
xiii
orang lain. Dan cara yang seperti ini tidak di pandang oleh ulama’ hadist sebagai
cara untuk menerima atau mempelajari hadist12.
Melalui cara-cara di atas, masing-masing sanad hadist secara
berkesinambungan. Mulai dari sahabat, tabi’in, tabi’i al-tabi’in, dan seterusnya
sampai terhimpunnya hadist-hadist Nabi SAW di dalam kitab-kitab hadist seperti
yang kita jumpai sekarang, telah memelihara dan menjaga keberadaan dan kemurnian
hadist.
Kegiatan pendokumentasian hadist yang telah di lakukan oleh para Sanad
hadist sebagai mana telah di jelaskan di muka, merupakan satu konstribus besar bagi
keterpeliharaan dan kesinambungan ajaran agama Islam yang telah di sumbangkan
oleh para sanad hadist.
12
Andi Nurmilla. Makalah sanad dan matan hadist.
http://qikichan.blogspot.com/2015/05/12/peran-sanad-dalam-pendokumentasian-hadist/makala-sanad-
dan-matan-hadist.html
xiv
telah digunakan oleh masing-masing periwayat dalam meriwayatkan hadist yang
bersangkutan, misalnya sami’tu akhbaranī , ‘an, dan anna13.
Kualitas Hadist yang dapat diterima sebagai dalil atau hujjah adalala
shahih dan hasan dan keduanya disebut juga sebagai hadist maqbul (hadist yang
dapat diterima sebagai dalil atau dasar penetapan suatu hukum)14, diantara
sarat qabul dalam suatu hadist adalah berhubungan erat dengan sanad hadist
tersebut, yaitu sanad-nya bersambung, bersifat adil, dhabith dan sarat selanjutnya
berhubungan erat dengan matan hadist yaitu hadistnya tidak syadz, dan tidak
terdapat padanya illat.
Dari keriteria yang di sebut diatas agar suatu hadist dapat di terima
sebagai dalil atau hujjah, tiga diantaranya berhubungan dengan sanad hadist
tersebut. Suatu hadist manakala sanad-nya tidak bersambung atau terputus, maka
hadist tersebut tidak bisa diterima sebagai dalil atau hujjah. Keterputusan sanad
dapat terjadi pada awal sanad, baik satu orang perawi atau lebih (disebut hadist
mu’allaq), atau pada akhir sanad (disebut hadist mursal). atau terputusnya
sanad satu orang (munqathi’), atau dua orang atau lebih secara beryrytan
(mu’dhal), dan lainnya. Demikian juga halnya jika sanad hadist mengalami cacat,
baik cacat yang berhubungan dengan keadilan para perawi, seperti pembohong,
fasik, pelaku bid’ah, atau tidak di ketahui sifatnya , atau cacatnya berhubungan
dengan ke-dhabith-annya, seperti sering berbuat kesalahan, buruk hafalannya,
lalai, sering ragu, dan menyalahi keterangan orang-orang terpercaya. Keseluruhan
cacat tersebut, apabila terdapat pada salah seorang perawi dari suatu sanad hadist,
maka hadist tersebut juga dinyatakan dha’if dan ditolak sebagai dalil15.
13
Arifuddin Ahmad, Qawaid Al-Tahdis .(Makassar : Universitas Islam Negeri Alauddin,
2013), h. 34.
14
M. ’Ajjaj Al-Khathib, Ushul al-Hadist,hal. 303; Shubhi al-Shalih, Ulum al-Hadist wa
Musthalahuhu (Beirut: Dar al-Fikr, 1973), hal.141
15
Rochim Fuul. Peranan sanad dalam pendokumentasian hadist.
http://www.rokhim.net/peranan-sanad-dalam-pendokumentasian-hadist/hadist-dan-matan-hadist.html
xv
Dari gambaran di atas terlihat bahwa sanad suatu hadist sangat berperan
dalam menentukan kualitas hadist, yaitu dari segi dapatnya diterima sebagai
dalil (maqbul) atau tidak (mardud). Karena begitu pentingnya peranan dan
kedudukan sanad dalam menentukan kualitas suatu hadist, maka para ulama telah
melekukan upaya-upaya untuk mengetahui secara jelas dan rinci mengenai
keadaan masing-masing sanad hadist. Upaya kegiatan ini berwujud dalam bentuk
penelitian hadist, khususnya penelitian sanad hadist. Kitab-kitab yang disusun dan
memuat tentang keadaan para perawi hadist, seperti data-data mereka, biografi
mereka, dan keadaan serta sifat-sifat mereka.
C. Pengertian Matan
”Sesuatu yang sanad berakhir padanya, berupa perkataan.” Atau dengan ungkapan
lain ”Perkataan yang terletak sesudah sanad.” [Tadrib Ar-Rawi: 1/42][i]
ِ ب ع َْن َسالِ ِم ْب ِن َع ْب ِد هَّللا ِ ع َْن َأبِي ِه َأ َّن َرسُو َل هَّللا ٍ َك بْنُ َأن
ٍ س ع َْن ا ْب ِن ِشهَا ُ َِح َّدثَنَا َع ْب ُد هَّللا ِ بْنُ يُوسُفَ قَا َل َأ ْخبَ َرنَا َمال
َ ِ ار َوه َُو يَ ِعظُ َأخَاهُ فِي ْال َحيَا ِء فَقَا َل َرسُو ُل هَّللا
صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِ ص َ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َم َّر َعلَى َرج ٍُل ِم ْن اَأْل ْن َ
ِ َد ْعهُ فَِإ َّن ْال َحيَا َء ِم ْن اِإْل ي َم
ان
xvi
”Abdullah bin Muhammad Al Ju’fi telah menceritakan kepada kami , ia berkata,’Abu
‘Amir Al-‘Aqadi telah menceritakan kepada kami, Ia berkata,’Sulaiman bin Bilal
telah menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Dinar dari Abu Shalih dari Abu
Hurairah dari Nabi ﷺ, beliau bersabda,”Iman memiliki lebih dari enam puluh
cabang, dan malu adalah bagian dari iman.”[Hadits riwayat Al-Bukhari no. 9]
Yang disebut dengan matan dari hadits di atas adalah mulai dari lafazh yang
berbunyi:
اِإْل ي َمانُ بِضْ ٌع َو ِستُّونَ ُش ْعبَةً َو ْال َحيَا ُء ُش ْعبَةٌ ِم ْن اِإْل ي َما ِن
”Iman memiliki lebih dari enam puluh cabang, dan malu adalah bagian dari
iman.”
Jadi, matan adalah lafazh hadits yang mengandung berbagai makna. Adapun lafazh
yang berbunyi:
ٍ ال َح َّدثَنَا َأبُو عَا ِم ٍر ْال َعقَ ِديُّ قَا َل َح َّدثَنَا ُسلَ ْي َمانُ بْنُ بِاَل ٍل ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن ِدين
َار ع َْن َ ََح َّدثَنَا َع ْب ُد هَّللا ِ بْنُ ُم َح َّم ٍد ْال ُج ْعفِ ُّي ق
َح ع َْن َأبِي هُ َر ْي َرة ٍ ِصال َ َأبِي
1. Al-Riwayah Bi al-Ma’na
xvii
Terjadi perdebatan menarik tentang boleh dan tidaknya periwayatan
secara makna tersirat dari suatu hadis. Memang adanya silang pendapat ini tidak
menghalangi kemurnian hadis yang datang dari Nabi saw. Hal ini dikarenakan
pendapat mayoritas Ulama memperbolehkan periwayatan semacam ini dengan
beberapa syarat dan kriteria. Adanya syarat dan kriteria ini mengindikasikan
bahwa tidak semua orang bisa meriwayatkan hadis secara makna. Pendapat
Mayoritas Ulama yang memperbolehkan al-Riwayah Bi al-Ma’na ini terkesan
berhati-hati dengan adanya syarat-syarat tertentu, yaitu; Yang meriwayatkan
harus orang yang benar-benar menguasai dan ahli dibidang hadis dengan
mengetahui lafadz, arti, makna, dan tujuan kandungan hadis.Yang diriwayatkan
secara makna bukan hadis yang sudah dibukukan, bahkan ada pendapat yang
mengatakan hanya sebelum masa kodifikasi Yang diriwayatkan bukan termasuk
hal yang ta’abbudi Yang diriwayatkan bukan termasuk hadis jawami’ul kalim
Perawi secara makna seharusnya mencantumkan redaksi au kama qala,
sebagaimana perkataan Nabi saw hanya diperbolehkan bagi perawi yang lupa
lafadznya atau kesulitan untuk meriwayatkannya sesuai redaksi asli sehingga
terpaksa meriwayatkan secara makna.
Periwayatan tidak sampai bertolak belakang dengan sumber
syari’at,dengan menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.
Meriwayatkan dengan sinonimnya
Berikut komentar para ulama periwayatan hadis secara makna: Ibnu Rajab
dalam Fath al-Bari-nya berkata; “Perbedaan lafadz dalam periwayatan
menunjukkan bahwa para perawi meriwayatkan hadis dengan makna dan mereka
tidak terpaku pada teksnya saja. Jika ada dua lafadz hadis yang berbeda, yang satu
jelas maknanya dan yang lain kurang jelas, maka mereka menafsiri lafadz hadis
yang tidak jelas itu dengan yang jelas dikarenakan kedua hadis itu satu esensi dan
makna”.
Abdul Haq al-Isybili berkata; “Perbedaan teks tidak mencederai hadis
selagi masih satu konteks”. Ibnu Hazm berkata; “Perbedaan lafadz dalam
xviii
periwayatan hadis bukanlah suatu aib selagi masih satu makna. Karena terkadang
Nabi saw mengucapkan suatu kata dengan diulang tiga kali, sedang para Sahabat
ra meriwayatkannya sesuai dengan apa yang mereka dengar. Sekali lagi
perbedaan ini tidak mengurangi nilai kemurnian hadis dengan catatan masih satu
esensi”.
Ibnu Siriin berkata: “Aku telah mendengarkan hadis dari sepuluh perawi,
semuanya satu makna dan lafadznya berbeda-beda”
Dalam al-Quran banyak suatu kisah yang diceritakan dengan berbagai
macam redaksi. Misalnya di surah “A” diceritakan secara ringkas, tetapi di surah
“B” diceritakan panjang lebar. Redaksi di surah “A” dan “B” juga berbeda, akan
tetapi keduanya masih satu makna dan esensi. Maka hal yang demikian tidak bisa
dihindari dalam hadis Nabawi. Bahkan ada suatu hadis yang melegalkan
periwayatan hadis secara makna, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Sulaiman ibn
Ukaimah al-Laitsi; Aku sowan kepada Nabi saw kemudian aku mengadu kepada
beliau, “Wahai Rasulullah, aku telah mendengarkan hadis dari anda akan tetapi
aku tidak mampu meriwayatkan sesuai yang aku dengar ?” ng aku dengar ?”
Nabi saw bersabda: Jika kalian tidak menghalalkan yang haram serta
tidak mengharamkan yang halal dan kalian riwayatkan sesuai dengan makna,
maka hal itu tidak masalah (HR. Al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir)
Contoh periwatan hadis secara makna;
(( ً ))صم من كل عشرة يوما
“Berpuasalah sehari untuk sepuluh (hari)”
xix
“Berpuasalah tiga hari tiap satu bulan, Satu kebaikan akan
dilipatgandakan Sepuluh”
xx
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sanad adalah sandaran/ tempat bersandar, tempat berpegang, yang dipercaya atau
yang sah. Sedangkan Matan adalah lafadz hadits yang mengandung berbagai makna.
Peranan sanad dalam pendokumentasian hadist pada dasarnya terbagi pada
dua aspek. Pertama, untuk pengamanan atau pemeliharaan matan hadist. Kedua,
untuk penelitian kualitas hadist satu persatu secara terperinci.
Adapun peranan penting yang dimiliki sanad dalam kaitannya dengan hadist,
terlihat dari begitu besarnya peranan yang di mainkan oleh masing-masing perawi
hadist dalam rangka mencatat dan memlihara keutuhan hadist Nabi SAW. Kegiatan
pendokumentasian hadist, terutama pengumpulan dan penyampaian hadist-hadist
Nabi SAW, baik melalui hafalan maupun melalui tulisan yang di lakukan oleh para
sahabat, tabi’in, tabi’i al-tabi’n, dan mereka yang datang sesudahnya (sanad), sampai
generasi yang membukukan hadist-hadist tersebut, seperti Malik ibn Anas, Ahmad
ibn Hanbal, Bukhori, Muslim, dan lainnya, telah menyebabkan kepemeliharaannya
hadist-hadist sampai di tangan kita seperti sekarang.
Kualitas suatu hadist sangat ditentukan oleh kedudukan sanad dan matan
hadist. Apabila sanad nya sahih dan matan nya sahih maka hadist tersebut dapat
diketegorikan sebagai hadist shahih serta dapat dijadikan sebagai hujjah. Sebaliknya
apabila sanad dan matan-nya tidak sahih maka dikategorikan hadist dha’if dan tidak
dapat dijadikan sebagai hujjah.
B. Saran
Kami tahu dan sadar bahwa semua manusia tidak ada yang sempurna,
kesempurnaan hanya milik Allah Swt, begitu pula dengan kami dalam penulisan
makalah ini, tentu saja tidak luput dari segala kesalahan, maka dari itu kritik dan
saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki segala kekhilafan yang kami lakukan.
xxi
DAFTAR PUSTAKA
Solahudin, M. Suyadi Agus, Ulumul Hadist, Cv. Pustaka Setia, Bandung, 2008.
http://abatasa.net/sanad-dan-matan-hadist.pustaka.html
http.//:asyir’s.blogspot.com/2013/05/25/pengertian-sanad-dan-matan-hadist.html
http://danilfajar.blogspot.com/2013/06/07/pengertian-sanad-dan-matan-hadist.html
http://mustwildan.blogspot.com/2012/12/30/pengertian-sanad-hadist.html
http://makalahnih.blogspot.com/2014/09/pengertian-sanad-matan-dan-ikhtisar.html
http://odjat_blog.blogspot.com/2010/10/03/peran-sanad-dalam-pendokumentasian-
hadist/ulumul-hadist.html
http://rokhim.net/peranan-sanad-dalam-pendokumentasian-hadist/hadist-dan-matan-
hadist.html
http://qikichan.blogspot.com/2015/05/12/peran-sanad-dalam-pendokumentasian-
hadist/makala-sanad-dan-matan-hadist.html
xxii