MAKALAH
Oleh:
i
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL....................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................. 4
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 23
ii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis merupakan salah satu sumber ajaran Islam yang penting, selain
Alqur'an. Keduanya berfungsi sebagai panduan dan pengawas bagi perilaku dan
status periwayatan Hadis Nabi masih perlu dipertimbangkan apakah berasal dari Nabi
atau tidak.1
ayat-ayat Alqur'an yang memiliki karakteristik yang berbeda, seperti yang bersifat
Muhkamat maupun Mutasabiat. Oleh karena itu, Hadis memiliki nilai penting sebagai
seringkali manusia menghadapi Hadis yang tidak memenuhi kriteria tertentu, yang
dikenal sebagai Hadis lemah atau tertolak, baik dari segi Sanad (rantai perawi)
maupun Matan (isi). Perbedaan ini disebabkan oleh keragaman orang yang menerima
kontroversi di kalangan umat Islam, dengan kritik dan protes yang terus muncul
karena berbagai analisis atas keabsahan Hadis, baik dari segi kejelasan Sanadnya
Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana periwayatan Hadis oleh
Nabi kepada sahabat, serta cara sahabat-sahabat meriwayatkannya. Hal ini akan
1
M. Ichsan dan E. Dewi, Hukum Islam Sebagai Monitoring Perubahan Sosial (Al-Mashadir:
Jurnal Ilmu Hukum dan Ekonomi Islam, 2023), hal. 71-82.
2
M. Ichsan dan E. Dewi, Hukum Islam Sebagai Monitoring Perubahan Sosial, hal. 71-82.
1
2
membantu kita membedakan mana Hadis yang sahih dan mana yang tidak sahih
sebuah Hadis dapat dilestarikan mulai dari masa Nabi hingga saat ini. Tentu saja, ada
metode dan teknik khusus yang digunakan oleh perawi untuk menerima dan
menyampaikan Hadis tersebut. Dalam makalah ini, kami akan menjelaskan lebih
Banyak di antara kita hanya mengenal isi atau matan dari sebuah Hadis, tanpa
memahami bagaimana Hadis tersebut disampaikan, mulai dari zaman Nabi hingga
saat para ulama mengkompilasi Hadis tersebut dalam buku-buku. Karena banyaknya
orang yang kurang akrab dengan aspek periwayatan Hadis, makalah ini akan
B. Rumusan Masalah
terkait, yaitu:
3
S. S. Ummah, Digitalisasi Hadis (Studi Hadis Di Era Digital) (Diroyah: Jurnal Studi Ilmu
Hadis, 2019), hal. 41.
2
3
C. Tujuan Penulisan
3
4
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam bahasa Indonesia, kata “riwayat”, yang berasal dari bahasa Arab,
memiliki beberapa makna, seperti cerita, sejarah, dan tambo. Namun, dalam konteks
Ilmu Hadis, istilah “riwayat” merujuk pada proses penerimaan dan penyampaian
Hadis, serta pengaitan Hadis tersebut ke dalam rangkaian periwayatan dengan format
tertentu. Sedangkan menurut Ilmu Hadis yang dimaksud periwayat adalah kegiatan
penerimaan dan penyampaian Hadis, serta penyandaran Hadis itu kepada rangkaian
para periwayatan dengan bentuk-bentuk tertentu, orang yang telah menerima Hadis
dari seorang periwayat, tetapi dia tidak menyampaikan Hadis itu pada orang lain
maka dia disebut periwayat, sekiranya orang tersebut menyampaikan Hadis yang
telah diterimanya oleh orang lain, tetapi ketika menyampaikan Hadis itu dia tidak
menyebutkan rangkaian para periwayatnya maka orang tersebut juga tidak dapat
4
C. Fauziah, I ‘Tibār Sanad dalam Hadis (Al-Bukhari: Jurnal Ilmu Hadis, 2018), hal. 123-
142.
5
M. Asrullah, Teknik Periwayatan Hadits (IQRA: Jurnal Magister Pendidikan Islam, 2023),
hal. 96-107.
4
5
Jadi ada tiga unsur yang harus dipenuhi dalam periwayatan Hadis yakni:6
tidaklah sama dengan zaman sahabat Nabi. Demikian pula periwayatan pada zaman
sahabat tidak sama dengan periwayatan pada zaman sesudahnya. Cara periwayatan
Hadis-hadis pada zaman Nabi lebih terbatas dari syarat-syarat tertentu bila
karena pada zaman Nabi selain tidak ada bukti yang pasti tentang telah terjadinya
pemalsuan Hadis. Juga karena pada zaman itu seseorang akan lebih mudah
jauh jarak waktu dan Masa hidup Nabi, makin sulit pengujian kebenaran suatu Hadis.
Pada umumnya Ulama membagi tata cara atau sistem penerimaan dan
gurunya, baik secara dikte atau bukan, baik dari hafalannya maupun dibaca
bahwa suara yang didengar adalah suara gurunya, kemudian dia sampaikan
kepada orang lain. Cara “sama” oleh mayoritas ulama dinilai tinggi
6
M. Asrullah, Teknik Periwayatan Hadits, hal. 96-107.
7
M. Asrullah, Teknik Periwayatan Hadits, hal. 96-107.
5
6
gurunya, baik ia sendiri yang menyampaikan atau yang mendengar dan yang
meriwayatkan.
pembacaan dihadapannya.
3. Ijazah yaitu pemberian izin dari seseorang kepada orang lain untuk
meriwayatkan Hadis darinya atau dari kitab-kitabnya. Hal ini dibagi dalam
b. Izin untuk meriwayatkan suatu yang tidak tertentu kepada orang tertentu.
c. Izin untuk meriwayatkan suatu yang tidak tertentu kepada orang yang
tidak tertentu.
5. Mukhtabah yaitu seorang guru yang menulis sendiri atau menyuruh orang
lain untuk menulis beberapa Hadis kepada orang ditempat lain atau yang ada
dihadapannya.
6
7
Kata al-Riwayat adalah masdar dari kata kerja rawa yang berarti al-naql
Dalam bahasa Indonesia kata riwayat yang berasal dari bahasa Arab itu mempunyai
penyampaian Hadis, serta penyandaran Hadis itu kepada rangkaian para perawinya
memandang bahwa pembahasan ini patut dikaji secara mendalam agar dapat
diketahui bagaimana cara penyampaian hadis setelah Nabi meninggal, juga tentang
1. Periwayatan lafzi
8
H. Nadhiran, Periwayatan Hadis Bil Makna: Implikasi dan Penerapannya sebagai
‘Uji’Kritik Matan di Era Modern (Jurnal Ilmu Agama: Mengkaji Doktrin, Pemikiran, Dan Fenomena
Agama, 2023), hal. 187-207.
7
8
matannya sama persis seperti yang diwurudkan Rasulullah. Tentu saja para
sahib al hadith, juga karena mereka diberikan kecakapan langsung oleh Allah
melalui jalan ini. Mereka berusaha agar periwayatan hadis sesuai dengan redaksi
dengan lafzi adalah Ibn `Umar. Ia sering menegur sahabat yang membacakan
hadis yang berbeda dengan apa yang didengar dari Rasulullah SAW, seperti yang
hadis tentang lima prinsip dasar Islam dengan puasa Ramadan pada urutan
Periwayatan hadis secara lafzi ini tentu untuk hadis-hadis qawliyah (sabda)
saja. Sedang, hadis-hadis yang fi`liyah dan taqririyah, karena sifatnya, tidak
dapat disampaikan secara lafziyah. Hadis yang dalam bentuk sabda pun sangat
9
F. Nafsiyah, Periwayatan Hadis Lafzi Vs MaNawi (Al-Thiqah: Jurnal Ilmu
Keislaman, 2019), hal. 50-71.
10
F. Nafsiyah, Periwayatan Hadis Lafzi Vs MaNawi, hal. 50-71.
11
Mu’awanah, Perkembangan Hadis pada Masa Sahabat: (Taqlil wa Tathabbut min al-
Riwayah) (Kaca (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin, 2019), hal. 126-147.
8
9
Kesulitan periwayatan secara lafz bukan hanya disebabkan karena tidak mungkin
seluruh sabda itu dihafal secara harfiyah, melainkan juga karena kemampuan
Walaupun tidak mungkin seluruh sabda Nabi dihafal oleh para sahabat,
tetapi tidak berarti bahwa tidak ada sabda Nabi yang telah berhasil dihafal dan
kemudian diriwayatkan secara harfiyah oleh para sahabat. Ada beberapa kondisi
Dalam riwayat lain, Nabi menyampaikan sabda yang sama dengan dialek
anak itu berkulit hitam legam yang berbeda dengan kulitnya. Orang itu
12
F. Nafsiyah, Periwayatan Hadis Lafzi Vs MaNawi, hal. 50-71.
13
F. Nafsiyah, Periwayatan Hadis Lafzi Vs MaNawi, hal. 50-71.
9
10
mengajak orang itu untuk memikirkan apakah mungkin seekor unta yang
berkulit merah, seperti halnya unta yang dimiliki oleh orang itu, dapat
melahirkan unta yang berkulit hitam, apabila nenek moyang unta itu ada
Dengan demikian, apa yang disabdakan oleh Nabi memiliki kesan yang
diulang tiga atau dua kali. Tidak jarang, Nabi menyampaikan sabdanya dengan
dengan baik. Dengan demikian, para sahabat akan mudah menghafal dan
Ketiga, tidak sedikit sabda Nabi yang disebutkan dalam bentuk jawami` al
kalim, yakni ungkapan pendek tetapi sarat makna. Misalnya sabda Nabi yang
ini mudah dipahami dan dihafal secara lafzi oleh para sahabat.
Keempat, di antara sabda Nabi ada yang disampaikan dalam bentuk doa,
dzikir dan bacaan tertentu dalam ibadah. Sabda-sabda itu tidak hanya
disampaikan satu kali saja, tetapi berkali-kali, bahkan ada yang disabdakan setiap
hari. Sekiranya bacaan itu pun tidak diulang-ulang oleh Nabi, niscaya para
10
11
kuat hafalannya. Pada zaman Nabi, umumnya mereka masih buta huruf. Bagi
orang-orang yang buta huruf, bahasa tutur menjadi sangat dominan. Karenanya
tidaklah mengherankan jika pada zaman Nabi tidak sedikit jumlah sahabat yang
dengan mudah menghafal Qur’an dan hadis Nabi. Kekuatan hafalan orang-orang
1) `Abd al Lah bin `Umar. Dia ketat (mutashaddid) dalam menjaga lafaz
hadis Nabi, sehingga dia tidak menambah dan mengurangi huruf atau
berkata: “tidak ada satupun dari sahabat Nabi SAW ketika mendengar
meringkasnya seperti `Abd al Lah bin `Umar. Dalam suatu riwayat, dia
Abu Umamah telah menyampaikan hadis kepada kita sesuai apa yang
didengarnya.”
14
M. Ariffin, Manhaj Al-Imam Al-Shafi'i Dalam Periwayatan Hadith: Penelitian Terhadap
Karya Ikhtilaf Al-Hadith (ALBASIRAH JOURNAL, 2022), hal. 1-11.
11
12
Al Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr (106 H), ia dididik oleh Aishah,
Tabi` berikutnya, Muhammad bin Sirin (110 H), Raja’ bin Haywah dan
c. Dari golongan atba` tabi, yaitu Imam Malik bin Anas, Hammad bin Zayd,
hadis yang panjang dan hadis yang pendek agar mudah dihafal; 3) Membaca
memberikan hadis kecuali ada tulisannya, mereka takut adanya wahm dan
2. Periwayatan Maknawi
15
F. Nafsiyah, Periwayatan Hadis Lafzi Vs MaNawi, hal. 50-71.
12
13
yang diucapkan oleh Rasul, tanpa ada sedikitpun yang menyimpang. Jadi, bahasa
dan lafaz hadis disusun oleh sahabat sendiri, sedangkan isinya berasal dari Nabi.
Oleh karena itu, banyak hadis yang memiliki maksud yang sama tetapi dengan
para sahabat, boleh jadi akan muncul redaksi yang berbeda, meski maksudnya
makna. Di antara mereka ialah `Ali bin Abi Talib, `Abd al Lah bin `Abbas, `Abd
al Lah bin Mas`ud, Anas bin Malik, Abu Darda’, Abu Hurayrah, dan `Aishah.
Sebagian kecil saja dari kalangan sahabat cukup ketat berpegang pada
pada periwayatan secara lafaz tidak melarang secara tegas sahabat lain
bagaimanapun juga memang sangat sulit seluruh apa yang disabdakan Nabi
hadis secara makna. Abu Bakr bin `Arabi (573 H) berpendapat selain sahabat
16
F. Nafsiyah, Periwayatan Hadis Lafzi Vs MaNawi, hal. 50-71.
17
Abdul Majid Khan, Takhrij dan Metode Memahami Hadis (Jakarta: Bumi Aksara, 2014),
hal. 30.
13
14
lainnya yang juga dikenal sangat ketat berpegang pada periwayatan secara lafaz
yakni Muhammad bin Sirin, Raja’ bin Haywah, Qasim bin Muhammad, Tha`lab
bin Nahwi, dan Abu Bakr al Razi. Tetapi kebanyakan ulama hadis membolehkan
periwayatan hadis secara makna dengan beberapa ketentuan. Ketentuan itu cukup
bacaan yang sifatnya ta`abudi, misalnya dzikir, doa, azan, takbir dan
syahadat, serta bukan sabda Nabi yang dalam bentuk jawami` al kalim.
secara lafaz.
18
Abdul Majid Khan, Takhrij dan Metode Memahami Hadis, hal. 32.
14
15
f. Mengetahui tema hadis dan maksud ucapan (hadis) Nabi, sehingga dia
dugaan.
yang disampaikan, latar belakang hadis, dan mengetahui apa saja yang
haram untuk orang yang tidak mengerti maksud Sabda Nabi. Adapun bagi orang
perbedaan antara hadis yang muhtamal dan ghayr al muhtamal, sabda yang jelas
dan lebih jelas, yang umum dan lebih umum, maka diperbolehkan meriwayatkan
penggunaan kata-kata. Karenanya, dapat saja terjadi ada kata-kata tertentu yang
termaktub dalam suatu hadis di kitab-kitab hadis belum pernah dikenal pada
zaman Nabi. Kata-kata itu muncul dalam riwayat hadis, karena periwayat hadis
yang hidup sesudah lama Nabi wafat, memakai kata-kata yang diduga memiliki
19
Kusroni, Mengenal Tuntas Seluk Beluk Periwayatan Hadis (Riwayah: Jurnal Studi
Hadis, 2018), hal. 273.
15
16
sebagai berikut:20
periwayat yang bersangkutan lupa lafaznya karena hadis mencakup lafaz dan
makna, dan ketika seseorang lupa dengan salah satu lafaz, maka harus
tentang hadis Nabi maka seseorang itu dianggap menyembunyikan ilmu dan
hukum. Namun jika tidak lupa, maka tidak boleh menyampaikan kecuali dengan
lafaz sebagaimana yang ia dengar. Hal itu karena kalam Nabi mengandung
fasahah yang tidak seperti kalam yang lainnya. Namun demikian, ada juga yang
sahabat Nabi, dengan alasan bahwa sahabat dan Nabi SAW adalah termasuk
Ada satu hal yang perlu diperhatikan dan diingat, yaitu bahwa perbedaan
pendapat sehubungan dengan periwayatan hadis dengan makna itu hanya terjadi
pada masa periwayatan dan sebelum masa pembukuan hadis. Setelah hadis
20
Kusroni, Mengenal Tuntas Seluk Beluk Periwayatan Hadis, hal. 273.
16
17
dibukukan dalam berbagai kitab, maka perbedaan pendapat itu telah hilang dan
periwayatan hadis harus mengikuti lafaz yang tertulis dalam kitab-kitab itu,
Tahamnul wa ada' al-Hadis adalah kegiatan atau tata cara penerimaan. dan
penyampaian riwayat Hadis. Pada umumnya ulama membagi tata cara penerimaan
Dengan cara ini biasanya ulama Hadis menyampaikan Hadis Nabi kepada
Hadis-hadis itu yang sudah ada dalam hafalan syeikh ataupun dengan
jumhur ulama cara penerimaan Hadis dengan al-sama ' mi merupakan cara
yang tertinggi kualitasnya. Namun ada ulama yang berpen- dapat bahwa
bentuk ini tidak selamanya yang bersangkutan harus membacakan Hadis itu,
21
B. Gani, Periwayatan Hadis dengan Makna Menurut Muhadditsin (Jurnal Ilmiah Al-Mu
ashirah: Media Kajian Al-Qur'an dan Al-Hadits Multi Perspektif, 2019), hal. 32-44.
17
18
Ada yang berpendapat bahwa cara penerimaan Hadis model ini lebih baik
dari pada al-sama'. Karena dengan teknik ini, guru secara langsung dapat
tidak ada orang yang membetulkan jika salah dalam menyampaikan Hadis.
dengan al-qira 'ah pada dasamya lebih korektif dari pada penerimaan riwayat
dengan cara al-sama’. Kata-kata atau istilah yang dipakai untuk periwayatan cara
a. ق]]رأت على فالن, kata-kata ini dipakai bila periwayat membaca sendiri di
b. ق]]رأت على فالن وإن اس]]مع فاقرب]]ه, kata-kata ini dipakai bila periwayat tidak
اجزتكم رواية
min Hadisi
18
19
هذا من حديثىatau هذا من س]ما ع]]تى. Periwayatan dengan bentuk ini dibedakan
kepada dua macam, yaitu ada yang berbentuk murni, dalam arti ia
memberikan Hadis itu tanpa pemberian ijazah. Dan ada pula pemberian itu
5. Al-Kitabah ( ) الكتا بة, yaitu cara penerimaan Hadis di mana seorang guru
maupun tidak hadir, baik Hadis itu ditulisnya sendiri atau ia memerintahkan
macam. Pertama, penulisan yang disertai ijazah, dan kedua penulisan yang
Hadis, kitab Hadis tertentu merupakan bagian dari riwayatnya; tetapi dalam
sebab hal itu merupakan suatu indikator bahwa guru rela bila muridnya
seperti ibn Jurajj dan mayoritas ulama mutaakhirin. Dan ada juga pendapat
lain yang mengatakan bahwa penerimaan Hadis dalam bentuk al-I'lam harus
disertai dengan pemberian ijazah, jika tidak maka periwayatan Hadis itu
tidak sah.
7. Al-Washiyyah ( ) الو صية, yaitu jika seseorang mewasiatkan Hadis atau kitab
Hadis yang diriwayatkannya kepada orang lain karena berbagai sebab seperti
19
20
shahifah maupun buku- buku. Dalam hal ini biasanya seseorang memperoleh
Hadis Nabi dalam kitab yang ditulis oleh ulama yang sejaman dengannya
atau tidak. Apabila penerima Hadis ini tidak sejaman dengannya, maka al-
benar bahwa tulisan tersebut tulisan Syeikh Umar umpamanya. Oleh karena
20
21
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
tidaklah sama dengan zaman sahabat Nabi. Demikian pula periwayatan pada
sesudahnya. Hal ini disebabkan karena pada zaman Nabi selain tidak ada
bukti yang pasti tentang telah terjadinya pemalsuan Hadis. Juga karena pada
sama persis seperti yang diwurudkan Rasulullah. Tentu saja para sahabat
21
22
3. Tahamnul wa ada' al-Hadis adalah kegiatan atau tata cara penerimaan. dan
22
23
DAFTAR PUSTAKA
23