Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KAEDAH KESHAHIHAN SANAD HADIST


(Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Metodologi Kritik Hadist)

Disusun oleh:

Agung Pangestu Putra 191342

Dosen pengampu:

Nur Ikhlas, M.A

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

SULTAN ABDURRAHMAN KEPULAUAN RIAU

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

1442 H/ 2021 M
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah
menganugrahkan kepada kita nikmat iman, islam, dan ihsan, beserta kesehatan
dan kemudahan sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan baik.
Makalah dengan judul “Kaedah Keshahihan Sanad Hadist” disusun dalam
rangka untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Kritik Hadist. Di dalam
makalah ini pasti banyak kesalahan baik dari segi penulisan, sumber, pembahasan,
tata bahasa dan tanda baca.
Sehingga kami menerima kritik dan saran dari pembaca sekalian sebagai
bahan evaluasi penulis. Semoga makalah ini bisa menjadi bahan bacaan dan
bermanfaat buat pembaca, dan terkhusus buat penulis.

Tanjungpinang, 11 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR.....................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.....................................................................................3
B. Rumusan Masalah................................................................................3
C. Tujuan Penulis.......................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kaedah Keshahihan Sanad Hadist......................................4


B. Kaedah Keshahihan Sanad Hadist.........................................................4
C. Contoh Hadist Shohih...........................................................................7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................................8
B. Saran......................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Hadis merupakan sumber ajaran Islam yang kedua sesudah al-Qur'an, secara
resmi ditulis dan dikumpulkan dalam suatu kitab pada masa pemerinrahan
khalifab Umar bin Abd. Azis (W.101 H). Oleh sebab itu umat Islam wajib
menjadikan hadist sebagai pedoman dalam segalah aktifitas, baik dalam
melaksanakan pengabdiannya sebagai hamba Allah maupun sebagai khalifah
dimuka bumi ini.
Para ulama hadist dalam lawatannya mencari hadist, tidak hanya terbatas
pada upaya mengumpulkan hadist yang diperolehnya semata, tetapi juga
melakukan penelitian terhadap hadist-hadist yang mereka peroleh. Karena itu,
proses pengumpulan hadist memakan waktu yang cukup lama baru berhasil
menghimpun hadist-hadist dalam suatu kitab, di samping para muharrij masing-
masing mempunyai metode dalam menyusun kitab mereka, sehingga muncul
berbagai jenis kitab hadist.
Para ulama dalam melakukan penelitian hadist, menitikberatkan perhatian
salah satunya pada sanad hadist, Oleh karena itu, para ulama menetapkan kaedah-
kaedah yang berkenaan dengan hal tersebut sebagai syarat untuk diterimanya
suatu hadist.
B. Rumusan Masalah.
1. Apa pengertian kaedah keshahihan sanad hadist?
2. Apasajakah yang menjadi kaedah keshahihan sanad hadist?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kaedah keshahihan sanad hadist
2. Untuk mengetahui apasaja yang menjadi kaedah keshahihan sanad hadist

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kaedah Keshahihan Sanad Hadist

Secara etimologis, kata kaidah berasal dari bahasa arab ‫ قاعدة‬yang artinya
alas bangunan, aturan atau undang-undang. Kaidah juga diartikan sebagai norm
(norma), rule (aturan), atau principle (prinsip). Dalam konteks makalah ini,
kaidah kesahihan hadis dipahami sebagai aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang
telah dirumuskan oleh para ulama hadis untuk meneliti tingkat kesahihan suatu
hadis.
Kaidah kesahihan hadis dapat diketahui dari pengertian hadis sahih itu
sendiri. Para ulama telah memberikan definisi hadis sahih yang telah diakui dan
disepakati kebenarannya oleh para ahli hadis, di antaranya sebagai berikut :

‫احلديث الصحيح هو احلديث الذي اتصل سنده بنقل العدل الضابط عن العدل الضابط‬
‫اىل منتهاه وال يكون شاذا وال معلال‬
“Hadis sahih adalah hadis yang bersambung sanadnya (sampai kepada Nabi),
yang diriwayatkan oleh rawi (periwayat) yang ‘adil dan dhabith dari rawi lain
yang (juga) ‘adil dan dhabith sampai akhir sanad, dan (di dalam hadis hadis itu)
tidak terdapat kejanggalan (syudzudz) serta tidak mengandung cacat (‘illat).”1

B. Kaedah Keshahihan Sanad Hadist


Kaidah kesahihan yang berhubungan dengan sanad hadis pertama-tama
yaitu sanad haruslah bersambung, periwayat bersifat adil, dan periwayat bersifat
ḍabit. Dari keterangan kaedah kesahihan hadis tersebut, dapat dijelaskan lebih
rinci sebagai berikut:
1. Sanad Bersambung (Ittisal al-Sanad)
Kebersambungan sanad dalam periwayatan hadis, artinya bahwa
seorang perawi dengan perawi hadis diatasnya atau perawi dibawahnya
terdapat pertemuan langsung (liqa) atau adanya pertautan langsung dalam
bentuk relasi murid-murid, mulai dari awal hingga akhir.2 Setiap perawi

1
Mahmud At-Tahhan, Usulut Takhrij,(Maktabah Al-Ma’arif, 1991), h. 98
2
Umi Sambulah, Kajian Kritis Ilmu Hadis (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), h. 97

4
hadis yang bersangkutan benar-benar menerima hadis dari perawi diatasnya
dan begitu juga sebaliknya, sampai dengan perawi pertama.3
2. Para Perawi Adil (‘Adalat al-Ruwat)
Dalam memberikan pengertian istilah adil yang berlaku dalam ilmu
hadis, ulama berbeda pendapat. Dari berbagai perbedaan pendapat itu dapat
dihimpunkan kriterianya kepada empat butir. Penghimpunan kriteria untuk
sifat adil adalah:
a. Beragama Islam. Untuk kriteria meriwayatkan hadis di utamakan, juga
adakalanya syarat pertama ini tidak berlaku jika untuk kriteria
menerima hadis. Jadi, adakalanya periwayat tetkala menerima riwayat
boleh saja tidak dalam keadaan memeluk agama islam, asalkan saja
tatkala menyampaikan riwayat, da‘i telah memeluk agama Islam.
b. Mukalaf. Yakni mencakup balig dan berakal sehat
c. Melaksanakan ketentuan agama. Maksudnya ialah teguh dalam agama,
tidak berbuat dosa besar, tidak berbuat bid‘ah tidak berbuat maksiat,
dan harus berakhlak mulia;
d. Memelihara muru’ah. Arti muru’ah ialah kesopanan pribadi yang
membawa pemeliharaan diri manusia pada tegaknya kebajikan moral
dan kebiasaan-kebiasaan.4
3. Para Perawi Dabith (Dhabit al-Ruwat)
Aspek intektualitas (ḍabit) perawi yang dikenal dalam ilmu hadis
dipahami sebagai kapasitas kecerdasan perawi hadis. Yang dimaksud ḍabit
ada dua yaitu:

a. Periwayat yang bersifat ḍabit adalah periwayat yang:


1) Hafal dengan sempurna hadis yang diterimanya
2) Mampu menyampaikan dengan baik hadis yang dihafalnya itu
kepada orang lain.

3
Cecep Sumarna, Pengantar Ilmu Hadits (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), h.73
4
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadist (Bandung: Penerbit Angkasa
Bandung, 1987), h. 67-68

5
b. Periwayat yang bersifat ḍabit adalah periwayat yang mempu memahami
dengan baik hadis yang dihafalnya itu.5
4. Kaidah Jarh dan Ta’dil
Pertumbuhan ilmu Jarh dan Ta’dil dimulai sejak adanya periwayatan
hadis, ini adalah sebagai usaha ahli hadis dalam memilih dan menentukan
hadis shahih atau ḍaif.6
Dalam melakukan penyeleksian terhadap para perawi melalui ilmu
ini, para ahli menggunakan berbagai macam metode diantaranya Suhudi
Ismail dalam hal ini mengemukakan lebih jelas syarat-syarat yang harus
dipenuhi oleh seorang kritikus periwayat hadis (al-Jarih wa al-Mu’adil).
Menurut Suhudi Ismail syarat-syarat tersebut dapat dibagi pada dua bagian,
yakni:

a. Yang berkenaan dengan sikap pribadi:


1) Bersifat adil dalam pengertian ilmu hadis, dan sifat adilnya itu tetap
terpelihara tetkala melakukan penilaina terhadap periwayat hadis

2) Tidak bersifat fanatik terhadap madzhab yang dianutnya


3) Tidak bersifat bermusuhan dengan periwayat yang berbeda aliran
dengannya

b. Yang berkenaan dengan penguasaan pengetahuam, yakni memiliki


pengetahuan yang luas dan mendalam, khhususnya yang berkenaan
dengan:

1) Ajaran Islam
2) Bahasa Arab
3) Hadis dan ilmu hadis
4) Pribadi periwayat yang dikritiknya

5
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadist (Bandung: Penerbit Angkasa
Bandung, 1987), h. 70
6
M. Abdurrahman, Metode Kritik Hadis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011) h.
70-71

6
5) Dapat istiadat (al-Urf)
6) Sebab-sebab keutamaan dan ketercelaan periwayat. 7

C. Contoh Hadist Shahih


Contoh hadist shahih yang diriwayatkan oleh al-Bukhari yang telah
memenuhi syarat-syarat diterimanya suatu hadis dan tergolong shahih:

:‫ قَ َال‬،‫ك َر ِضي اللَّه َعْنهم‬ ٍ ِ‫مَسِ عت أَنَس بن مال‬:‫ مَسِ عت أَيِب قَ َال‬:‫ قَ َال‬،‫ ح َّدثَنَا معتَ ِمر‬،‫َّد‬
َ َْ َ ُ ْ ُ ْ ٌ ْ ُ َ ٌ ‫َح َّدثَنَا ُم َسد‬
،‫ َواهْلََرِم‬، ِ ‫ َواجْلُنْب‬،‫ َوالْ َك َس ِل‬،‫ك ِم َن الْ َع ْج ِز‬ ُ ‫صلَّى اللَّه َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َي ُق‬
َ ِ‫ اللَّ ُه َّم إِيِّن أَعُوذُ ب‬:‫ول‬ َ ُّ ‫َكا َن النَّيِب‬
ِ ‫ك ِمن َع َذ‬
ِ‫اب الْ َقرْب‬ ِ ِ ِ ِ ِ َ ِ‫وأَعوذُ ب‬
ْ َ ‫ َوأَعُوذُ ب‬،‫ م ْن فْتنَة الْ َم ْحيَا َوالْ َم َمات‬ ‫ك‬ ُ َ

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada


kami Mu’tamir, ia berkata; Aku mendengar ayahku berkata; Aku
mendengar Anas bin Malik ra berkata, Rasulullah saw berdo’a; “Ya
Allah, aku memohon kepada-Mu perlindungan dari kelemahan,
kemalasan, sifat pengecut dan dari kepikunan, dan aku memohon
kepada-Mu perlindungan dari fitnah (ujian) di masa hidup dan mati,
dan memohon kepada-Mu perlindungan dari adzab kubur.”

7
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadist. h. 74

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara etimologis, kata kaidah berasal dari bahasa arab ‫ قاعدة‬yang artinya
alas bangunan, aturan atau undang-undang. Kaidah juga diartikan sebagai norm
(norma), rule (aturan), atau principle (prinsip). Dalam konteks makalah ini, kaidah
kesahihan hadis dipahami sebagai aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang telah
dirumuskan oleh para ulama hadis untuk meneliti tingkat kesahihan suatu hadis.
Kaedah keshahihan sanad hadist diantaranya:
1. Sanad Bersambung (Ittisal al-Sanad)
2. Para Perawi Adil (‘Adalat al-Ruwat)
3. Para Perawi Dabith (Dhabit al-Ruwat)
4. Kaidah Jarh dan Ta’dil

B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini baik penulis maupun pembaca, dapat
mengambil manfaat serta dapat mengalikasikannya dalam kehidupan, dan semoga
Allah SWT selalu meridhoi setiap langkah kaki kita Aamiin

8
DAFTAR PUSTAKA

At-Tahhan, Mahmud. 1991, Usulut Takhrij,Maktabah Al-Ma’arif


Sambulah,Umi. 2010, Kajian Kritis Ilmu Hadis Malang: UIN-Maliki Press
Sumarna, Cecep. 2004, Pengantar Ilmu Hadits Bandung: Pustaka Bani Quraisy
Ismail, M. Syuhudi. 1987, Metodologi Penelitian Hadist Bandung: Penerbit Angkasa
Bandung
Abdurrahman, M. 2011Metode Kritik Hadis, Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai