Anda di halaman 1dari 22

PEMBAGIAN HADIS DARI SEGI KUANTITAS

SANAD HADIS KUALITAS SANAD HADIS DAN


PENGAMALAN HADIS

Makalah

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliahh Ilmu Hadis Prodi

Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat

Dosen Pengampu : H. Abdul Rahim, Lc., M.Pd.I.

Oleh:
Kelompok 3
ADRIAN
30100123057
ILHAM
30100123036
RIFKY IRWANSYA
30100123047
PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN, FILSAFAT
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2023

i
KATA PENGANTAR
‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-

Nya, sehingga kami dari kelompok 3 dapat menyelesaikan tugas makalah yang

berjudul “Pembagian Hadis dari segi kuantitas sanad Hadis kualitas sanad Hadis dan

pengamalan Hadis” tepat pada waktunya. Kemudian salam dan shalawat semoga

terlimpah kepada manusia terbaik di sepanjang sejarah, khatam an-Nabiyyin atau

penutup para nabi. Dialah Nabi sekaligus Rasul yang diutus sebagai Rahmatan

lilalamin, rahmat bagi seluruh alam dan untuk menyempurnakan budi atau akhlak

yang baik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak: Rusmin Abdul Rauf lc.,

M.IRKH. Selaku dosen Aqidah dan Filsafat Islam yang telah memberikan tugas ini

sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi

yang kami tekuni.

Penulis menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata

sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis nantikan

demi kesempurnaan makalah ini.

Samata, 30 September 2023

Kelompok 3

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................1
DAFTAR ISI..........................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................3

A. Latar Belakang.............................................................................................................3

B. Rumusan Masalah........................................................................................................4

C. Tujuan Penelitian.........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................5

A. Pengertian Sanad.........................................................................................................5

B. Pembagian Hadis Berdasarkan Kuantitas Sanad.........................................................6

C. Pembagian hadis berdasarkan kualitas sanad...........................................................11

D. Implementasi Hadis dalam Kehidupan.......................................................................16


BAB III PENUTUP..............................................................................................................20

A. Kesimpulan................................................................................................................20

B. Saran.........................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................21

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadis merupakan sumber hukum islam yang kedua setelah Al-Qur’an.

Sebelum menerapkan sesuatau yang baru dalam hidup ada kalanya kita harus tau

asal muasal kualitas dari sesuatu perkataan juga perbuatan dari Nabi Muhammad

ditulis dalam hadis. Hadis atau al-hadits menurut bahasa al-Jadid yang artinya

sesuatu yang baru. Hadis sering disebut dengan al-Khabar yang berarti berita, yaitu

sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain.

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan banyak bermunculan penelitian

tentang kajian keilmuan islam, terutama dalam hadis banyak sekali bahasan dalam

ilmu hadis yang sangat menarik dan sangat penting untuk dibahas dan dipelajari,

terutama masalah ilmu hadis. Maka sebelum memakai hadis adakalanya kita harus

tau kualitas dan kuantitasnya.

Didalam makalah ini, akan di sajikan tentang pembagian hadis dari segi

kualitas dan kuntitas sanad. Dari segi kuantitas sanad mencakup: mutawatir, ahad,

dan gharib. Sedangkan dari segi kualitas sanad mencakup : shahih, hasan dan dhaif.

Dari makalah ini diharapkan pembaca bisa mengerti dan memahami hadis dari

segi kualitas dan kuantitas sanad. Jadi tidak akan terjadi keragu-raguan dalam

mengikuti amalan yang di perbuat dari hadis.

3
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan sanad?

2. Apa saja pembagian hadis berdasarkan kuantitas dan kualitas?

3. Bagaimana pengamalan hadis dalam kehidupan?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengertian Sanad.

2. Mengetahui pembagian hadis berdasarkan kuantitas dan kualitas.

3. Mengetahui pengamalan hadis dalam kehidupan.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sanad

Sebelum masuk pada pembagian hadis maka sebelumnya kita harus mengetahui

apa yang dimaksud dengan sanad. Untuk memahami tentang sanad hadis, perlu

lebih dahulu memahami riwayah al-hadis. Dalam istilah ilmu hadis, yang

dimaksud dengan riwayah al-hadis atau al-riawayah adalah kegiatan penerimaan

dan penyampaian hadis, serta penyandaran hadis itu kepada matarantai para

periwayatnya dengan bentuk bentuk tertentu. Ada tiga unsur yang harus dipenuhi

dalam periwayahan hadis, yaitu:

1. Kegiatan menerima hadis dari periwayat hadis,

2. Kegiatan mnyampaikan hadis itu kepada orang lain, dan

3. Ketika hadis itu disampaikan maka susunan mata rantai periwayatan

disebutkan.1

Dengan mengikuti penjelasan di atas, maka dengan jelas bahwa orang yang

melakukan periwayatan hadis disebut al-rawi; apa yang diriwayatkan disebut al-

rawiyah; susunan mata rantai periwayatnya disebut sanad atau lazim pula disebut

isnad dan kalimat yang disebutkan setelah sanad disebut matan. Jadi jelaslah

bahwa sanad hadis sama dengan susunan mata rantai periwayat hadis, dan

diikutsertakan dengan hadis yang hendak disampaikan kepada seseorang atau

murid.2

Sanad berarti sandaran, yaitu jalan matan dari Nabi Muhammad SAW sampai

kepada orang yang mengeluarkan (mukhrij) hadis itu atau mudawwin (orang yang

1
Sa’dullah Assa’id, Hadis-hadis Sekte,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996) hal.12
2
Sa’dullah Assa’id, Hadis-hadis Sekte, hal.12

5
menghimpun atau membukukan) hadis. Sanad biasa disebut juga dengan isnad

yang artinya penyandaran. Pada dasarnya orang atau ulama yang menjadi sanad

hadis itu adalah perawi juga. Atau dengan redaksi lain sanad adalah periwayatan

yang dapat menghubungkan matan hadis kepada Nabi Muhammad SAW.3

B. Pembagian Hadis Berdasarkan Kuantitas Sanad

Kuantitas hadis disini yaitu dari segi jumlah orang yang meriwayatkan suatu hadis

atau dari segi jumlah sanadnya. Jumhur ulama membagi hadis secara garis besar

menjadi dua macam, yaitu hadis mutawatir dan hadis ahad, di samping pembagian

lain yang diikuti oleh sebagian para ulama yaitu pembagian menjadi tiga macam

yaitu: hadis mutawatir, hadis masyhur dan hadis ahad.4

1. Hadis Mutawatir

Hadis mutawatir secara bahasa merupakan isim fa’il dari kata al-tawatur yang

bermakna al-tatabu (berturut-turut) atau datangnya sesuatu secara berturutturut dan

bergantian tanpa ada yang menyela. Secara istilah, dikalangan ulama hadis, hadis

mutawatir didefinisikan dengan redaksi yang beragam meskipun esensinya sama,

yaitu hadis yang diriwayatkan oleh banyak periwayat pada tiaptiap tingkatan

sanadnya sehingga dapat dipercaya kebenarannya mustahil mereka sepakat berdusta

tentang hadis yang mereka riwayatkan5

a. Syarat Syarat Hadis Mutawatir

Hadis mutawatir dinyatakan valid ke mutawatirannya apabila memenuhi

persyaratan berikut:

1) Diriwaayatkan Oleh Perawi Yang Banyak

3
Mardani, Hadis Ahkam, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012) hal.14
4
Rozali, Ilmu Hadis, (Medan: Azhar Centre, 2019) hal. 60
5
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, (Jakarta: Batavia dvertisin, 2001 )hal.200.

6
Hadist mutawatir harus diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi yang

membawa keyakinan bahwa mereka tidak bersepakat untuk berdusta. Para ulama

berbeda pendapat ada yang menetapkan jumlah tertentu dan ada yang tidak

menetapkannya. Adapun ulama yang menetapkan jumlah tertentu masih berselisih

mengenai jumlahnya. Al-qadi Al-baqillani menetapkan bahwa jumlah perawi hadis

mutawatir sekurang kurangnya lima orang.selain itu Astikhary menetapkan bahwa

yang paling baik minimal 10 orang, sebab jumlah itu merupakan awal bilangan

banyak.

2) Keseimbangan Antar Perawi Thabaqat ( Lapisan ) Pertama dan Thabaqat

Berikutnya

jika hadis diriwayatkan oleh 20 orang sahabat, kemudian di terima oleh 10 tabi’in

tidak dapat digolongkan sebagai hadis mutawatir sebabjumlah perawinya tidak

seimbang antara thabaqat pertama dan thabaqat seterusnya. 6

3) Berdasarkan Penglihatan Langsung ( Indrawi ) Atau Empiris

Berita yang disampaikan oleh perawi harus berdasarkan tanggapan pancaindra,

artinya berita yang disampaikan harus merupakan hasil pendengaran dan

penglihatannya sendiri.

b. Pembagian Hadis Mutawatir

1) Hadis Mutawatir Lafdzi

Hadis mutawatir lafdzi adalah hadis mutawatir dengan susuna redaksi yang

sama persis. 7

2) Hadis Mutawatir Ma’nawi

6
Teori Hadis, ( Jakarta: cv pustaka setia, 2016 )hl. 296
7
Rozali, Ilmu Hadis, (Medan: Azhar Centre, 2019) hal. 61.

7
Hadis mutawatir ma’nawi adalah hadis yang hanya mutawatir maknanya,

lafazhnya tidak mutawatir. Contoh mutawatir ma’nawi sangat banyak di antaranya

tentang ar-ruy’at, bilangan rakat dalam shalat dan lainnya. Contoh lainnya yaitu

Hadis yang menetapkan jumlah rakaat bagi shalat magrib 3 rakaat, karena seluruh

periwayatan dalam hal ini menetapkan bahwa shalat magrib 3 rakaat, baik yang

diriwayatkan saat Nabi saw shalat magrib di Madinah atau di Makkah, ataupun

safar (dalam perjalanan) dan bermukim, lain lagi ada riwayat bahwa para sahabat

melakukan shalat magrib 3 rakaat yang diketahui Nabi

saw. Tegasnya semua riwayat tersebut berlainan ceritanya, tetapi maksudnya satu

atau sama, yaitu menetapkan bahwa shalat magrib itu jumlahnya 3 rakaat.

3) Hadis Mutawatir Amali

Mutawatir amali adalah sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa dia

termasuk urusan agama dan telah mutawatir antara umat Islam bahwa Nabi SAW

mengerjakannya, menyuruhnya dan selain dari itu. Macam jumlah hadits

mutawatir amali ini banyak jumlahnya, seperti shalat janazah, shalat ied,

pelaksanaan haji, kadar zakat dan lain-lain.

2. Hadis Ahad

Secara bahasa kata ahad atau wahid berarti satu. Maka hadis ahad atau hadis

wahid adalah suatu berita yang disampaikan oleh satu orang.8 Sedangkan hadis

ahad menurut definisi singkatnya adalah Hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat

mutawatir.

Ulama lain mendefinisikan dengan hadis yang sanadnya shahih dan

bersambung hingga sampai kepada sumbernya (Nabi Muhammad SAW) tetapi

8
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: Rajagrafindo, 2010) hal. 107.

8
kandungannya memberikan pengertian zhanni dan tidak sampai kepada qath’i atau

yakin. Dari dua definisi di atas ada dua hal yang harus digaris bawahi, yaitu:

 Dari sudut kuantitas perawinya, hadis ahad berada di bawah kuantitas hadis

mutawatir.

 Dari sudut isinya, hadits ahad memberi faedah zhanni bukan qath’i

a. Pembagian Hadis Ahad

Dalam hadits ahad terbagi dalam tiga kelompok, yaitu

1) Hadis Masyhur

Hadits masyhur menurut bahasa ialah al-intisyar wa az-zuyu artinya sesuatu

yang tersebar dan populer.9 Sedangkan menurut istilah Hadis yang

diriwayatkan dua orang atau lebih tetapi tidak sampai batasan mutawatir

Dari sudut kualitasnya, dapat dibagi menjadi :

 Hadis Masyhur Shahih, yaitu Hadis Masyhur yang memenuhi syaratsyarat

keshahihannya. Maka Hadis Masyhur Shahih dapat dijadikan hujjah.

Contohnya :

“Barang siapa yang hendak pergi melaksanakan shalat jumat, hendaklah ia

mandi.”

 Hadits Masyhur Hasan, yaitu hadits masyhur yang kualitas perawinya di

bawah hadits masyhur yang shahih.

Contohnya: “Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim”

 Hadits Masyhur yang dhaif, artinya Hadits Masyhur yang tidak memiliki

syarat-syarat atau kurang salah satu syaratnya dari syarat hadits shahih.

Dan tidak dapat dijadikan hujjah.

9
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, hal. 110

9
Contohnya: “Siapa yang mengetahui dirinya, niscaya ia mengetahui

Tuhan-nya”

2) Hadits Aziz

Aziz menurut bahasa berarti mulia, kuat, atau sedikit. Secara terminologis,

aziz didefinisikan sebagai Hadis yang diriwayatkan oleh sedikitnya dua orang

perawi diterima dari dua orang pula.

Sebagaimana hadits Masyhur, hadits aziz terbagi kepada shahih, hasan dan

da’if. Pembagian ini tergantung kepada terpenuhi atau tidaknya ketentuanketentuan

atau syarat-syarat yang berkaitan dengan kualitas ketiga kategori tersebut.

Contohnya :

Tidaklah beriman seseorang di antara kamu, hingga aku lebih dicintai dari

pada dirinya, orang tuanya, anaknya dan semua manusia” (H.R. al-Bukhari dan

Muslim).

3) Hadis Gharib

Gharib menurut bahasa berarti al-Munfarid artinya menyendiri atau alBa’id

an Aqaribihi artinya jauh dari kerabatnya. Sedangkan Secara terminologis, gharib

didefinisikan :

“Hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang menyendiri dalam

meriwayatkannya”

Ada dua macam pembagian Hadits Gharib, yaitu :

a) Dilihat dari sudut bentuk penyendirian perawi

 Hadits Gharib Muthlaq artinya penyendirian itu terjadi berkaitan

dengan keadaan jumlah personalianya, yakni tidak ada orang lain yang

meriwayatkan Hadits tersebut, kecuali dirinya sendiri.

10
 Hadits Gharib Nisbi artinya penyendirian itu bukan pada perawi atau

sanadnya, melainkan mengenai sifat atau keadaan tertentu, yang

berbeda dengan dengan perawi lainnya.

b) Dilihat dari sudut kaitannya antara penyendirian pada sanad dan matan.

 Gharib pada sanad dan matan secara bersama-sama, yaitu hadits Gharib

yang hanya diriwayatkan oleh salah satu silsilah sanad, dengan satu

matan haditsnya.

Gharib pada sanad saja, yaitu hadits yang telah populer dan diriwayatkan oleh

banyak sahabat, tetapi ada seorang rawi yang meriwayatkan dari salah seorang

sahabat lain yang lain yang tidak populer.

C. Pembagian hadis berdasarkan kualitas sanad

1. Hadist Shahih

Dari segi bahasa Shahih berarti dhiddus saqim, yaitu lawan kata dari sakit.

Sedangkan dari segi istilahnya, hadis shahih adalah hadis yang sanadnya

bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit dari sejak awalhingga

akhir sanad, tanpa adanya syadz dan illat. Ulama mendefinisikan hadis shahih

yakni:

Adapun hadist shahih ialah hadist yang sanadnya bersambung (sampai

kepada Nabi), diriwayatkan oleh (perawi) yang adil dan dhabit sampai akhir sanad,

tidak ada kejanggalan dan berillat .

2. Hadist Hasan

Ulama mendefiniskan hadis hasan yakni:

11
“Hadis hasan adalah hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh

rawi yang adil, yang rendah tingkat kekuatan daya hafalnya, tidak rancu dan tidak

bercacat”.

Dari definisi-definisi tersebut di atas dapat dikatakan bahwa hadist hasan

hampir sama dengan hadist shahih, hanya saja terdapat perbedaan dalam soal

ingatan perawi. Pada hadist shahih, ingatan atau daya hafalannya harus sempurna,

sedangkan pada hadist hasan, ingatan atau daya hafalannya kurang sempurna.

Dengan kata lain bahwa syarat-syarat hadist hasan dapat dirinci sebagai berikut :

 Sanadnya bersambung

 Perawinya adil

 Perawinya dhabit, tetapi ke dhabit-tanyaa di bawah ke dhabitan perawi

hadist hasan

 tidak terdapat kejanggalan (syadz)

 tidak ada illat (cacat)

3. Hadis Dhaif

Dhaif, kata dhaif menurut bahasa bararti lemah, sebagai lawan dari kata dhaif

adalah kuat. Maka sebutan hadist dhaif dari segi bahasa berarti hadist yang lemah

atau hadist yang tidak kuat. Secara istilah, diantara para ulama terdapat perbedaan

rumusan dalam mendefinisikan hadist dhaif ini. Akan tetapi, pada dasarnya, ini isi

dan maksudnya adalah sama. Ulama mendefinisikan hadis Dhaif yakni:

hadist yang didalamya tidak terdapat syarat-syarat hadist shahih dan syarat-syarat

hadist hasan

Macam-macam hadis dhaif:

a. pembagian hadis dhaif ditinjau dari segi terputusnya sanad

12
 Hadis Muallaq

Hadis muallaq secara bahasa adalah isim maf”ul dari kata ‘allaqa, yang berarti

“menggantungkan sesuatu pada sesuatu yang yang lain hingga ia menjadi

tergantung”10

 Hadis Mursal

H12adis mursal adalah hadis yang gugur dari akhir sanadnya, seorang

perawi sesudah thabi’i. Kata mursal secara bahasa beerarti terlepas atau terceraikan

dengan cepat atau tanpa ada halangan. Kata ini kemudian digunakan hadis tertentu

yang periwayatnya melepaskan hadis tanpa terlebih dahulu mengaitkannya kepada

sahabat yang menerima hadis itu dari Nabi.

 Hadis Munqathi

Keterputusan di tengah sanad dapat terjadi pada satu sanad atau lebih, secara

berturut-turut atau tidak, jika keterputusan terjadi di tengah sanad pada satu tempat

atau dua tempat dalam keadaan yang tidak berturut-turut, hadis yang bersangkutan

dinamakan hadis munqathi’. Kata munqathi’ berasal dari bentuk inqatha’a yang

berarti berhenti, kering, patah, pecah, atau putus.

 Hadis mu’an’na dan muannan.

Di samping hadis itu, hadis yang termasuk kategori hadis dhaif karena

sanadnya diduga mengalami keterputusan adalah hadis al mu’an’an dan almuannan.

Kata al-mu’an’na merupakan bentuk maful dari kata ‘an’ana yang berarti periwayat

berkata (dari....dari....) secara bahasa berarti pernyataan periwayat:si anu dari si

anu. Kata al-muannan berasal dari kata annana yang berarti periwayat berkata

10
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, (Jakarta: Batavia dvertisin, 2001 )hal. 238

13
(bahwa...bahwa...) yang menunjukkan bahwa periwayat meriwayatkan hadis dari

periwayat lain dengan menggunakan metode.

 Hadis mu’dhal.

Jika keterputusan secara bertutut-turut dan terjadi di tengah sanad, maka hadisnya

dinamakan hadis mu’dhal. Kata mu’dhal berasal dari kata kerja ‘adhala yang

berarti melemahkan, melelahkan, menutup rapat. Atau menjadi bercacat. Kata

mu’dhal digunakan untuk jenis hadis tertentu karena pada hadis itu ada bagian

sanadnya yang lemah, tertutup, atau cacat. Secara terminologi, menurut

Muhammad ‘Ajjaj al-khathib, hadis mu’dhal adalah hadis yang gugur dua orang

sanadny atau lebih secra berturut-turut.

 Hadis mawquf dan hadis maqthu.

Hadis mawquf adalah hadis yang disandarkan kepada sahabat nabi taua hadis yang

diriwayatkan dari para sahabat berupa perkataan, perbuatan, atau persetujuannya.

Dilihat dari bahasa, kata mawquf berasal dari kata waqafa yaqifu yang berarti di

hentikan atau diwakafkan. Maksudnya, hadis jenis ini dihentikan penyandarannya

kepada sahabat dan tidak sampai kepada nabi.

b. pembagian hadis dhaif karena periwayatnya tidak adil

1) Hadits mawdhu

Hadits mawdhu adalah hadits dusta yang dibuat-buat dan dinisbahkan

kepada rasulullah. Secara bahasa, mawdhu berarti sesuatu yang digugurkan

(almasqath), yang ditinggalkan (al-matruk), dan diada-adakan (al-muftara).

Menurut istilah, hadits mawdhu adalah pernyataan yang dibuat seseorang pada nabi

saw. Hadits mawdhu diciptakan oleh pendusta disandarkan kepada rasulullah untuk

memperdayai.

14
Kriteria hadits mawdhu cukup banyak berbeda dengan kriteria hadits yang

lain yang relatif lebih sedikit dan dikalangan ulama tidak ditentukan secara

teperinci. Kriteria hadits pals dapat dipaparkan sebagai berikut:

 Kriteria sanad: pengakuan periwayat (pemalsu) hadits, bertentangan dengan

realita historis periwayat, periwayat pendusta, dan keadaan periwayat dan

dorongan psikologisnya.

 Kriteria matan: buruk lafal atau redaksinya, rusak maknanya.

2) Hadits matruk

Hadits matruk adalah hadits yang diriwayatkan oleh periwayat yang

tertuduh sebagai pendusta. Menurut mahmud al-Thahhan, sebab periwayat tertuduh

dusta adalah:

 Hadits yang diriwayatkan tidak diriwayatka kecuali dari periwayat itu dan

bertentangan denga kaidah-kaidah yang telah diketahui.

 Diketahui periwayat berdusta dalam pembicaraan kesehariaan, tetapi belum

terbukti pernah berdusta tentang hadits nabi.

3) Hadits munkar

Hadits munkar berasal dari kata al-inkar (mengingkari) lawan dari aliqrar

(menetapkan). Kata munkar digunakan untuk hadits yang seakan mengingkari atau

berlawanan dengan hadits lain yang lebih kuat. Dikalangan ulama hadits, hadits

munkar didefinisikan dengan:

 Hadits yang dalam sanatnya terdapat periwayat yang mengalami

kekeliruan,kesalahan dan pernah berbuat fasik.

 Hadits yang diriwayatkan oleh periwayat yang dha’if bertentangan dengan

riwayat periwayat yang tsiqoh.

15
D. Implementasi Hadis dalam Kehidupan

Dalam konteks ini penulis akan lebih menekankan pada Implementasi hadis-

hadis Nabi dalam kehidupan sosial yang mana setiap aktivitas manusia memiliki

aturan sesuai dengan syariat islam Tidak semua masyarakat yang beragama islam

memahami dengan jelas tentang hadis-hadis Nabi. Dan juga menerapkan aturan

syariat islam dalam kehidupan sehari-hari.

Kajian ini lebih menitik beratkan kepada implementasi hadis Nabi pada masa

sekarang. Banyak perbedaan pada Masa Nabi dengan era saat ini, pada hakikatnya

dimasa Nabi harus berjuang membela kebenaran yang berkeyakinan kepada Allah

swt. Pada masa sekarang mengaplikasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari

sesuai dengan yang yang diajarkan oleh Nabi Saw. dalam konteks ruang dan waktu

yang berbeda (Muhsin 2015:2)

Memahami hadis harus berdasarkan penelitian, yang lebih sering disebut dengan

mentakhrij sanad dan matan hadis untuk memastikan kedudukan hadis. Peneliti

mentakhrij untuk mengetahui keshahihan hadis ataupun makna yang terkandung

dalam sebuah teks hadis secara tekstual maupun kontekstual untuk meminimalisir

kesalahpahaman dalam pengamalan hadis yang nantinya ditakutkan malah menjurus

kemadaratan dan malabahaya.

Hadis nabi mengajarkan bahwa kita di dunia ini harus berpegang teguh dengan

syariat islam, agar menjadi umat muslim yang rahmatan li al-‘alamin. Hal itulah yang

menjadikan sesama manusia untuk saling membantu dan menghargai satu sama lain.

Hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam yang ke dua setelah al-Qur’an yang

berisi kandungan (matan) hadis Nabi menyangkut seluruh persoalan yang dihadapi

umat manusia pada saat ini, baik itu permaalah yang terkait dengan dunia maupun

16
akhirat. Secara umum, persoalan kehidupan dapat diklasifikan ke dalam berbagai

masalah, seperti: keyakinan atau ketuhanan, moral atau akhlak, penyembahan atau

ibadah, kehidupan sosial budaya, ekonomi atau muamalah dan masalah hukum

( Nurudin, 2015:40)

Sebagai umat muslim dengan menganut ahlusunnah wal jama’ah memiliki

pemahaman yang baik tetang hadis-hadis Nabi. Karena setiap tindakan dan aktivitas

manusia selalu memiliki tujuan dan berpedoman pada syariat islam.

Rasulullah Saw. sebagai panutan untuk berprilaku dan bersikap baik terhadap

sesama muslim atau pun non-muslim dengan menjadikan kehidupan manusia lebih

terarah kejalan yang benar.

Sejak kecil kita diajarkan bersikap dan bertutur kata yang baik dengan sopan

santun. Setiap manusia mempunyai pandangan dan pendapat yang berbeda.

Perbedaan inilah yang terkadang menimbulkan hal permasalah dan terkadang menjadi

sebab terpecah belahnya suatu hubungan persaudaraan menjadikan satu sama lain

saling bermusuhan.

Kehidupan sosial yang perpedoman pada kitab suci Allah Swt. dan menjalankan

sunah nabi menjadikan seseorang untuk saling menghargai dan bertoleransi antar

manusia. Sebagai landasan yang kuat bahwa seperti halnya ia mencintai sesamanya

seperti mencintai dirinya sendiri.

Dilihat dari bermacam-macam suku bangsa indonesia menjadikan setiap daerah

memiliki keyakinan berbudaya yang berbeda. Akan tetapi dalam hal ini perlu untuk

menanamkan rasa toleransi dan kepedulian antar suku bangsa.

17
Kehidupan bermasyarakat lebih menekankan pada kepetingkan Bersama untuk

mejalin silaturahmi agar lebih rukun antar tetangga. Dan lebih menumbuhkan rasa

kepedulian sosial dan kecintaan terhadap saudara.

Yang dimaksudkan Kecintaan disini adalah bagaimana sikap kita terhadap

sesama umat muslim Ketika dia mendapat kebahagiaan atau kebaikan kita juga

merasa Bahagia dan begitu juga sebaliknya, apabila dia mendapat kesusahan kita

harus membantu dengan ikhlas. Sikap itulah yang menjadikan seseorang akan

dijauhkan dari rasa iri hati dan dengki yang dibenci oleh Allah Swt.

Seperti sabda Nabi :

‫ا يحب‬K‫ه م‬K‫تى يحب ال خي‬K‫د كم ح‬K‫ؤمن اح‬K‫ ال ي‬: ‫ال‬K‫عن اسي رضئ اهلل عنه عن النبي صلي اهلل عليه و سلم ق‬

‫ روه البخارو مسلم والنسائ‬.‫لنفسهعنه‬

Dari Anas r.a. berkata bahwa nabi saw bersabda: “ Tidakah termasuk beriman

seseorang diantara kamu sehingga mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai

dirinya sendiri. (H.R Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasa`i).

Hadis tersebut sebagai contoh dan motivasi agar umat islam saling menghargai dan

berperilaku baik terhadap saudara seiman dengan rasa yang tulus dari hati nurani

tanpa ada paksaan, sebagaimana kita beriman kepada Allah swt.

Dengan perasaan yang tulus abadi. Tidak saling menyakiti baik secara fisik atau

menyakiti hati dengan perkataan. Kita juga harus saling menjaga dan mengingatkan.

Pentingnya hubungan baik tali persaudara sesama umat muslim memberikan rasa

nyaman dan tenang.

Rasulullah telah mengajarkan secara totalitas beriman dan berkeyakinan

terhadap Allah swt. menghadirkan rasa bersyukur untuk segala sesuatu yang

diberikan oleh Allah swt. Dalam implementasi kehidupan manusia memiliki banyak

18
permasalahan yang dihadapi. Pentingnya memahami konteks hadis nabi untuk

mengetahui titik temu dalam menemukan maksud isi kandungan hadis didalamnya.

Dalam surah Al-Hujarat ayat 10 :

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara

kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu

mendapat rahmat.”

Kehidupan pada masa sekarang ini dalam ranah sosial Akan tetapi dengan

berkembangnya masa kemasa banyak kesalah dalam mengartikan isi kandungan

hadis, dan terkadang berargumentasi menggukan hadis tapi tanpa mengetahui tingkat

keshahihan hadis.

Dalam konteks sosial, menghargai pendapat orang lain dan menjaga sikap saat

berbicara. Realisasi dalam kontek hadis mengajarkan sikap berbuat kebaikan dan

meninggalkan kebajikan.

Dapat Disimpulkan bahwa sebagai umat Nabi Muhammad Saw. implementasi

hadis dalam konteks kehidupan sosial memiliki tujuan agar lebih terarah dan bersikap

lebih baik, dengan saling menghargai dan tolong menolong tanpa memandang

berbedaan. Dengan adanya aturan-aturan syariat islam yang menjadikan manusia

untuk lebih bersosialisasi memahami konteks kehidupan yang semakin berkembang

di era Modern. Pemahaman mendalam tentang kaidah-kaidah keshahihan hadis lebih

ditekankan agar tidak salah mengartikan isi kandungan hadis dan menjurus

kemadaratan dengan malabahaya.

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sanad berarti sandaran, yaitu jalan matan dari Nabi Muhammad SAW sampai

kepada orang yang mengeluarkan (mukhrij) hadis itu atau mudawwin (orang yang

menghimpun atau membukukan) hadis. Sanad biasa disebut juga dengan isnad yang

artinya penyandaran. Pada dasarnya orang atau ulama yang menjadi sanad hadis itu

adalah perawi juga. Atau dengan redaksi lain sanad adalah periwayatan yang dapat

menghubungkan matan hadis kepada Nabi Muhammad SAW.

Pembagian hadis berdasarkan kuantitas sanad

1. Hadis Mutawatir

2. Hadis Ahad

Pemagian Hadis berdasarkan kualitas sanad

1. Hadis Shahih

2. Hadis Hasan

3. Hadis Dhaif

Dalam kehidupan sehari-hari selain memerlukan al-Quran sebagai petunjuk

hidup hadis juga sangat diperlukan agar kehidupan di dunia diridhai oleh Allah swt.

B. Saran

Memahami Hadis adalah suatu hal yang harus dilakukan sebagai seorang

muslim tidak hanya memahaminya namun juga penting untuk

mengimplementasikannya dalam kehidupan agar beruntung dalam kehidupannya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Maman. 2015. Teori Hadis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Abdurrahman, Muhammad. 2000. Pergeseran Pemikiran hadis. Jakarta:

Ash-Shalih, Subhi. 1977. Ilmu-ilmu Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus

Assa’idi, Sa’dullah. 1996. Hadis-hadis Sekte. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Hasbi. Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis

Hassan, qadir. Ilmu Musthala. Jakarta: Cv. Diponegoro

Idri. 2017. Hadis dan Orientalis. Depok: PT. Balebat Dedikasi

Mardani. 2012. Hadis Ahkam. Jakarta: Rajagrafindo Persada

Pramadana

Rozali, Muhammad. 2019. Ilmu Hadis.Medan: Azhar Center

Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta: Rajagrafindo Persada

Sutarmadi, Ahmad. 1998. Al-Imam Al-Tirmidzi. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu

Yuslem, Nawir. 2001. Ulumul Hadis. Batavia: Mutiara Sumber Widya

21

Anda mungkin juga menyukai