Anda di halaman 1dari 19

KLASIFIKASI HADIST BERDASARKAN

KESHAHIHANNYA DAN JUMLAH RAWINYA


Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur
Pada Mata Kuliah Studi Al-quran dan Al-Hadis

Disusun Oleh:
DEWI PUTRIYANTI
NIM : 220023011

Dosen Pengampu :
Dr.Jalwis, S.Ag, M.Ag.

PROGRAM PASCASARJANA JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KERINCI
TAHUN AKADEMIK 2023/2024

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum
Alhamdulillah, Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt. karena dengan
berkat, taufik dan hidayatnya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “
Klasifikasi Hadist Berdasarkan Keshahihannya Dan Jumlah Rawinya, Hadis merupakan
sumber hukum kedua setelah Alquran. Oleh karena itu, seorang muslim harus mengimani
hadis. Hadis yang mesti diimani ialah hadis yang sah secara hukum serta jauh dari
kemungkaran.
Dengan disusunnya makalah ini, semoga dapat memberikan wawasan tentang klasifikasi
hadis dan semoga bermanfaat bagi kita semua.
Saya menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat
menghargai segala kritikan dan saran, jika ada kesalahan kami mohon maaf dengan sebesar-
besarnya.

Wassalam

Kerinci, 07 September 2023

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................

A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................


A. Hadis ...........................................................................................................................14

B. Klasifikasi Hadis Berdasarkan Kuantitas Perawinya....................................................3

C. Klasifikasi Hadis Berdasarkan Kualitas Perawi.............................................................4

BAB III PENUTUP .....................................................................................................................


A. Kesimpulan..................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................

ii
i
KLASIFIKASI HADIST BERDASARKAN
KESHAHIHANNYA DAN JUMLAH RAWINYA
A. LATAR BELAKANG
Hadis merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Alquran1. Hadis
diklasifikasi oleh Ulama untuk memudahkan umat Islam dalam memahami makna
hadis, Tidak seperti Al-Qur'an, dalam penerimaan Hadits dari Nabi Muhammad SAW
banyak mengandalkan hafalan para sahabatnya, dan hanya sebagian saja yang ditulis
oleh mereka. Adanya rentang waktu yang panjang antara Nabi dengan masa
pembukuan hadits adalah salah satu problem.2 . dalam menentukan dapat diterimanya
suatu hadits tidak mencukupkan diri hanya pada terpenuhinya syarat-syarat diterimanya
rawi yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena mata rantai rawi yang teruntai dalam
sanad-sanadnya sangatlah panjang. Oleh karena itu, haruslah terpenuhinya syarat-syarat
lain yang memastikan kebenaran perpindahan hadits di sela-sela mata rantai sanad
tersebut. Makalah ini mencoba mengelompokkan dan menguraikan secara ringkas
pembagian-pembagian hadits ditinjau dari berbagai aspek

Perjalanan yang panjang dapat memberikan peluang adanya penambahan atau


pengurangan terhadap materi hadits. Selain itu, rantai perawi yang banyak juga turut
memberikan kontribusi permasalahan dalam meneliti hadits sebelum akhirnya
digunakan sebagai sumber ajaran agama.3Oleh karena itu, pada kesempatan ini makalah
ini akan membahas tentang “Klasifikasi Hadist Berdasarkan Keshahihannya Dan
Jumlah Rawinya”. Makalah ini disusun dengan semaksimal mungkin. Oleh karena itu,
kami sangat menghargai kritikan dan saran sebagai kesempurnakan makalah ini.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang di maksud Hadis
2. Apa yang di maksud klasifikasi hadis berdasarkan kuantitas perawinya
3. Apa yang di maksud klasifikasi hadis berdasarkan kualitas perawinya

1
Ibnu Kasir, Tafsir Ibnu Kasir juz 5An-Nisa 24 s.d An-Nisa 147, (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2000) hlm. 273-276
2
Bacalah buku Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis. (Jakarta : Amzah). hal. 87-93
3
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah&Pengantar Ilmu Hadist, (Semarang: Pustaka Riski
Putra, 2009) hlm. 24-25

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HADITS
Hadis atau al- hadits menurut bahasa adalah al- jadid yang artinya (sesuatu yang baru)
yang berarti menunjukkan kepada waktu yang dekat atau waktu yang singkat seperti (orang
yang baru masuk/ memeluk islam). Hadis juga sering disebut dengan al- khabar, yang berarti
berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain,
sama maknanya dengan hadis.
Sedangkan pengertian hadis menurut istilah (terminologi), Para Ahli memberikan
definisi (ta’rif) yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang disiplin ilmunya.Pengertian
hadis menurut Ahli Hadis ialah:“Segala perkataan Nabi, perbuatan, dan hal ihwalnya.” Yang
dimaksud dengan hal ihwal ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi SAW. Yang berkaitan
dengan hikmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaan.1
Ada juga yang memberikan pengertian lain : “Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau”.
sementara para ulama ushul memberikan pengertian hadis adalah: “Segala perkataan Nabi
SAW, perbuatan, dan taqrirnya yang berkaitan dengan hukum syara’ dan ketetapannya”.2
Berdasarkan pengertian hadis menurut ahli ushul ini jelas bahwa hadis adalah segala
sesuatu yang bersumber dari Nabi Saw. Baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang
berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan Allah yang disyari’atkan kepada
manusia. Selain itu tidak bisa dikatakan hadis. Ini berarti bahwa ahli ushul membedakan diri
Muhammad sebagai rasul dan sebagai manusia biasa. Yang dikatakan hadits adalah sesuatu
yang berkaitan dengan misi dan ajaran Allah yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW.
Sebagai Rasulullah SAW. Inipun, menurut mereka harus berupa ucapan dan perbuatan
beliau serta ketetapan-ketetapannya. Sedangkan kebiasaan-kebiasaannya, tata cara
berpakaian, cara tidur dan sejenisnya merupakan kebiasaan manusia dan sifat kemanusiaan
tidak dapat dikategorikan sebagai hadits.

1
Soetari AD, Endang, Ilmu Hadits ( Bandung: Amal Bakti Press 1997), h. 4.
2
Tohan, Mahmud , Tafsir Mustalah Hadits (Jakarta : Insan Press, 2002), h. 6
5
B. KLASIFIKASI HADIS BERDASARKA KUANTITAS PERAWINYA
Ditinjau berdasarkan jumlah kuantitas perawinya, maka hadis terbagi ke dalam
dua macam, yaitu hadis mutawatir dan hadis ahad. Supaya lebih jelas, perhatikan bagan
pengklasifikasian hadis ditinjau dari segi Kuantitas Perawi berikut ini.

Hadis ditinjau dari Segi kuantitas


Perawi

Mutawatir Ahad

Lafzhi Ma‟nawi Amali Manshur „Aziz Gharib

Ishthilah Ghayr Ishthilahi

Mutlak
Gambar 1. Bagan Hadis ditinjau dari Segi Kuantitas Perawi. Nisbi

Muqayyad bi Ats-Tsiqah Muqayyad bi al- Muqayyad bi Ar-Rawi

6
1. Hadis Mutawatir
a) Pengertian dan Syarat-Syarat Hadis Mutawatir
Mutawatir berasal dari kata al-mutatabi yang artinya “yang datang
kemudian”, “beriringan”, atau “beruntun”. Secara istilah, hadis mutawatir adalah
suatu hadis yang bersifat indriawi (didengar atau dilihat) yang diriwayatkan oleh
orang banyak yang mencapai maksimal diseluruh tingkatan sanad dan menurut
tradisi mustahil mereka berdusta. Berdasarkan definisi tersebut, ada empat kriteria
hadis mutawatir, yaitu sebagai berikut.
a. Diriwayatkan sejumlah orang banyak
Para perawi hadis mutawatir syaratnya harus berjumlah banyak. Para ulama
berbeda pendapat tentang jumlah banyak pada para perawi hadis tersebut dan
tidak ada pembatasan yang tetap. Di antara mereka berpendapat 4 orang, 5 orang,
10 orang (karena ia minimal katsrah), 40 orang, 70 orang (jumlah Sahabat Musa
as), bahkan ada yang berpendapat 300 orang lebih. Namun, pendapat yang terpilih
minimal 10 orang seperti pendapat Al-Ishthikhari.5
b. Adanya jumlah banyak pada seluruh tingkatan sanad
Jumlah banyak orang pada setiap tingkatan sanad dari awal hingga akhir
sanad. Jika jumlah banyak tersebut hanya pada sebagian sanad saja maka tidak
dinamakan mutawatir, tetapi dinamakan ahad atau wahid. Persamaan jumlah
perawi tidak berarti harus sama jumlah angka nominalnya, mungkin saja jumlah
angka nominalnya berbeda, namun nilai verbalnya sama, yaitu sama banyak.
Misalnya, pada awal tingkatan sanad 10 orang, tingkatan sanad berikutnya
menjadi 20 orang, 40 orang, 100 orang, dan seterusnya. Jumlah yang seperti ini
tetap dinamakan sama banyak dan tergolong mutawatir.
c. Mustahil bersepakat bohong
Misalnya para perawi dalam sanad itu datang dari berbagai negara yang
berbeda, jenis yang berbeda, dan pendapat yang berbeda pula. Sejumlah para
perawi yang banyak ini secara logika mustahil terjadi adanya kesepakatan
berbohong secara tradisi.

3
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis. (Jakarta : Amzah). hal.
147.

7
Pada masa perkembangan hadis, berbeda dengan masa modern. Di
samping kejujuran, dan daya ingatan yang masih andal, transportasi tiap daerah
tidak semudah sekarang ini, sehingga tidak mungkin mereka berdusta.
d. Sandaran berita itu pada Panca indera
Artinya berita itu didengar dengan telinga atau dilihat dengan mata dan
disentuh dengan kulit, tidak disandarkan pada logika atau akal. Jika berita hadis
itu logis, tidak indrawi maka dikatakan tidak mutawatir. Contohnya ungkapan
“Kami mendengar (dari Rasulullah bersabda begini) atau “Kami sentuh atau kami
melihat (Rasulullah melakukan begini dan seterusnya)”.

Berdasarkan 4 kristeria hadis mutawatir di atas, maka jumlah hadis mutawatir


sedikit dan langka dibandingkan dengan hadis ahad.

b) Klasifikasi Hadis Mutawatir


Para Ulama membagi hadis Mutawatir ke dalam tiga, yaitu mutawatir
lafdzi, mutawatir maknawi, dan mutawatir amali.
a. Mutawatir Lafdzi
Hadis Mutawatir Lafdzi adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang
banyak yang susunan redaksi dan maknanya sesuai benar antara riwayat satu
dengan lainnya.

Contoh hadis mutawatir lafzhi adalah, yang artinya : “Barangsiapa yang sengaja
berdusta atas namaku, hendaklah ia bersiap-siap menduduki tempat duduknya di
neraka”. (H.R. Bukhari)
Menurut Abu Bakar Al-Bazzar, hadis tersebut diriwayatkan oleh 40 orang
sahabat. Sebagaian Ulama mengatakan bahwa hadis tersebut diriwayatkan oleh 62
orang sahabat dengan lafal dan makna yang sama. Hadis tersebut pada sepuluh
kitab hadis, yaitu Al-Bukhari,Muslim, Ad-Darimi, Abu Dawud, Ibn Majah, At-
Tirmidhi, At-Thayasili, Abu Hanifah, Ath-Thabrani, dan Al-Hakim4

4
M.Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis. (Bandung : Pustaka Setia). Hal. 130-131.

5
b. Mutawatir Ma‟nawi
Hadis mutawatir Ma‟nawi adalah hadis yang lafal dan maknanya
berlainan antara satu riwayat dengan riwayat lainnya, tetapi terdapat kesesuaian
makna secara umum (kulli).
Contoh hadis mutawatir ma‟nawi yang artinya : “Nabi Saw. tidak
mengangkat kedua tangannya dalam doa-doa beliau, kecuali dalam salat istiqa,
dan beliau mengangkat tangannya hingga tampak putih-putih kedua ketiaknya”.
(H.R. Bukhari)
Hadis-hadis yang semakna dengan hadis tersebut banyak sekali, lebih dari
100 hadis.5
c. Mutawatir „Amali
Hadis Mutawatir „Amali adalah :
Sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa ia dari agama dan telah
mutawatir di kalangan umat Islam bahwa Nabi saw. mengajarkannya atau
menyuruhnya atau selain dari itu. Dari hal itu dapat dikatakan soal yang
telah disepakati.
Contoh hadis mutawatir „Amali adalah berita-berita yang menerangkan waktu dan
rakaat shalat, shalat jenazah, shalat „Ied, hijab perempuan yang bukan mahram,
kadar zakat, dan segala rupa amal yang telah menjadi kesepakatan, ijma.
2. Hadis Ahad
a) Pengertian Hadis Ahad
Hadis ahad adalah hadis yang diriwayatkan oleh satu orang sahaja dan
tidak memiliki sanad atau sumber yang kuat. hadis yang jumlah rawinya tidak
sampai pada jumlah mutawatir, tidak memenuhi syarat mutawatir, dan tidak pula
sampai pada derajat mutawatir.
b) Klasifikasi hadis Ahad
1. Hadis Masyur
Hadis Masyur adalah hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih
pada setiap thabaqah-tidak mencapai derajat mutawatir. Contoh hadis masyur
adalah :

5
Ibid. Hal. 131-132
6
“Seorang mukmin adalah orang yang menyelamatkan sesama muslim lainnya
dari gangguan lidah dan tangannya”.
2. Hadis „Aziz
„Aziz menurut bahasa adalah Asy-Safief (yang mulia), Hadis aziz adalah
hadis yang hanya diriwayatkan oleh satu orang tetapi memiliki sanad yang
kuat. 6 kemudian orang-orang meriwayatkannya.
Contoh hadis „Aziz
“Kami adalah orang-orang terakhir di dunia yang terdahulu pada hari
kiamat”. (H.R. Ahmad dan An-Nasa‟i)
3. Hadis Gharib
„Gharib menurut bahasa artinya (1)yang jauh dari tanah dan (2) kalimat
yang sukar dipahami. Sedangkan menurut istilah, hadis „Gharib adalah hadis
yang diiriwayatkan oleh seorang rawi yang menyendiri dalam meriwayatkan baik
menyendiri orangnya, yakni tidak ada orang yang meriwayatkan selain rawi itu
sendiri. Juga dapat mengenai sifat atau keadaan rawi, artinya sifat atau keadaan
rawi itu berbeda dengan sifat dan keadaan rawi-rawi lain yang juga meriwayatkan
hadis tersebut.
Contoh hadis gharib,
“Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi saw. telah bersabda, Iman itu
bercabang-cabang menjadi 60 cabang dan malu itu salah satu cabang dari
iman” (H.R. Bukhari)
Hadis Gharib diklasifikan ke dalam dua macam jika ditinjau dari segi
bentuk penyendirian rawi.

6
Thabaqat adalah sekelompok orang yang berdekatan dalam usia dan isnad, atau berdekatan
dalam isnad saja. Maksud berdekatan isnad adalah mereka memiliki guru yang sama, atau
berdekatan guru-gurunya. Contohnya thabaqat pertama adalah para sahabat nabi.

7
1) Hadis Gharib muthlaq
Gharib mutlak adalah hadis yang rawinya menyendiri dalam meriwayatkan
hadis tersebut. Penyendirian rawi hadis Gharib tersebut berpangkal pada tempat
ashlus sanad, yakni tabiin bukan sahabat.
2) Hadis Gharib nisby
Gharib nisby adalah apabila penyendirian hadis mengenai sifat-sifat atau
keadaan tertentu dari seorang rawi, mempunyai beberapa kemungkinan, antara
lain :
 Sifat keadilan dan ke-dhabit-an (ke-tsiqat-an) rawi.
 Kota atau tempat tinggal tertentu.
 Meriwayatkannya dari orang tertentu.
Apabila penyendirian itu ditinjau dari segi letaknya apakah terletak di sanad
atau matan, hadis gharib terbagi lagi ke dalam tiga macam, yaitu :
 Gharib pada sanad dan matan.
 Gharib pada sanadnya saja.
 Gharib pada sebagian matannya.
Contoh Hadis Gharib Nisbi, yaitu:

 “Hadis yang diriwayatkan oleh Malik dar i al- Zuhri dari anas r.a., bahwasanya
Nabi SAW memasuki kota Mekkah dan di atas kepalanya terdapat al-mighfar
(alat penutup kepala). (HR Bukhari dan muslim) 7

C. KLASIFIKASI HADIS BERDASARKAN KUALITAS RAWI


Hadis ditinjau dari segi kualitas rawi yang meriwayatkannya, terbagi dalam
tiga macam, yaitu sahih, hasan dan Dhaif.
a. Hadis Sahih
i. Pengertian hadis sahih
Sahih menurut bahasa artinya sehat, haq dan kuat. Menurut ulama ahli
hadis, hadis sahih adalah hadis yang sanadnya bersambung, dikutip oleh orang
yang adil lagi cermat dari orang yang sama, sampai berakhir pada Rasulullah
saw., atau sahabat atau tabiin, bukan hadis yang syadz (kontroversi) dan terkena
„illat yang menyebabkan cacat dalam penerimaannya.
7
Suryadilaga, M. Alfatih, Ulumul Hadits. (Teras Buku, Yogyakarta : 2010) h. 45

8
ii. Syarat-syarat hadis sahih
Menurut muhadisin, suatu hadis dapat dinilai sahih apabila memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut.

1. Rawinya bersifat adil


Menurut Ar-Razi, keadilan adalah tenaga jiwa yang mendorong untuk selalu
bertindak takwa, menjauhi perbuatan dosa-dosa besar, menjauhi kebiasaan
melakukan dosa-dosa kecil, dan meninggalkan perbuatan-perbuatan mubah yang
menodai marwah, seperti makan sambil berdiri di jalanan, buang air kecil di
tempat yang disediakan bukan untuknya, dan bergurau berlebihan.8

Menurut Syuhudi Ismail, kriteria-kriteria periwayat yang bersifat adil adalah :


 Beragama Islam.
 Berstatus mukalaf (Al-Mukallaf).
 Melaksanakan ketentuan agama.
 Memelihara marwah.

2. Rawinya bersifat dhabit


Dhabit adalah rawi yang bersangkutan dapat menguasai hadisnya dengan
baik, baik dengan hafalan yang kuat atau dengan kitabnya, lalu ia mampu
mengungkapkannya kembali ketika meriwayatkannya.
Kalau seseorang mempunyai ingatan yang kuat, sejak menerima hingga
menyampaikan kepada orang lain dan ingatannya itu sanggup dikeluarkan kapan
dan di mana saja dikehendaki, orang itu dinamakan dhabtu shadri. Kemudian,
kalau apa yang disampaikan itu berdasar pada buku catatannya (teks book) ia
disebut dhabtu kitab. Rawi yag adil dan sekaligus dhabith disebut tsiqat.
3. Sanadnya bersambung
Yang dimaksud dengan ketersambungan sanad adalah bahwa setiap rawi
hadis yang bersangkutan benar-benar menerimanya dari rawi yang berada di
atasnya dan begitu selanjutnya sampai kepada pembicara yang pertama.
Untuk mengetahui bersambung atau tidaknya suatu sanad, biasanya ulama
hadis menempuh tata kerja penelitian berikut:

8
Ibid. Hal. 142
9
 Mencatat semua nama rawi dalam sanad yang diteliti.
 Mempelajari sejarah hidup masing-masing rawi.
 Meneliti kata-kata yang menghubungkan antara para rawi dan rawi yang
terdekat dengan sanad.

Jadi, suatu sanad hadis dapat dinyatakan bersambung apabila :


 Seluruh rawi dalam sanad itu benar-benar tsiqat (adil dan dhabit)
 Antar masing-masing rawi dengan rawi terdekat sebelumnya dalam sanad
itu benar-benar telah terjadi hubungan periwayatan hadis secara sah
menurut ketentuan tahamul wa ad al-hadis.
4. Tidak ber-‘Illat

Maksudnya bahwa hadis yng bersangkutan terbebas dari cacat kesahihannya,


yakni hadis itu terbebas dari sifat-sifat samar yang membuatnya cacat, meskipun
tampak bahwa hadis itu tidak menunjukkan adanya cacat tersebut.

5. Tidak syadadz (janggal)

Kejanggalan hadis terletak pada adanya perlawanan antara suatu hadis yang
diriwayatkan oleh rawi yang maqbul (yang dapat diterima periwayatannya)
dengan hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih kuat (rajih) dari padanya,
disebabkan kelebihan jumlah sanad dalam ke-dhabit-an atau adanya segi-segi
tarjih yang lain.

Jadi, hadis sahih adalah hadis yang rawinya adil dan sempurna ke-dhabit-annya,
sanadnya muttashil, dan tidak cacat matannya marfu‟, tidak cacat dan tidak
janggal.

Hadis shahih terbagi menjadi dua, yaitu shahih li dzatih dan shahih li
ghairih. Sahih li dzatih adalah hadis sahih yang memenuhi syarat-syaratnya secara
maksimal, seperti yang telah disebutkan di atas. Adapun hadis shahuh li ghairih
adalah hadis shahih yang tidak memenuhi syarat-syaratnya secara maksimal.
Misalnya, rawinya yang adil tidak sempurna ke-dzabit-annya (kapasitas
intelektualnya rendah). Bila jenis ini dikukuhkan oleh jalur lain semisal, maka ia

10
menjadi shahih lil ghairih. Dengan demikian, shahih li ghairih adalah hadis yang
keshahihannya disebabkan oleh faktor lain karena memenuhi syarat-syarat secara
maksimal. Misalnya, hadis hasan yang diriwayatkan melalui beberapa jalur, bisa
naik derajat dari derajat hasan ke derajat sahih.

Hadis sahih yang paling tinggi derajatnya adalah hadis yang bersanad
ashahul sanad, kemudian berturut-turut sebagai berikut:

1. Hadis yang disepakati oleh bukhari muslim


2. Hadis yang diriwatkan oleh imam bukhari sendiri
3. Hadis yang diriwayatkan oleh imam muslim sendiri.
4. Hadis sahih yang diriwatkan menurut syarat-syarat Bukhari dan Muslim,
sedangkan kedua imam itu men-takhrij-nya.
5. Hadis sahih menurut syarat bukhari, sedangkan Imam Bukhari sendiri
tidak men-takhrij-nya.
6. Hadis sahih menurut syarat Muslim, sedangkan Imam Muslim sendiri
tidak mn-takhrij-nya.
7. Hadis sahih yang tidak menurut salah satu syarat dari kedua Imam Bukhari
dan Muslim. Ini berarti si pen-takhrij tidak mengambil hadis dari rawi-
rawi atau guru-guru Bukhari dan Muslim, yang telah beliau sepakati
bersama atau yang masih disahihkan, akan tetapi, hadis yang di-takhrij-
kan tersebut, disahihkan oleh imam-imam hadis kenamaan. Misalnya
hadis-hadis sahih yang terdapat pada sahih Ibnu Huzaimah, shahih Ibnu
Hibban, dan sahih Al-Hakim.
2. Hadis Dhaif
a. Pengertian Hadis Dhaif

Dhaif menurut lughat adalah lemah,lawan dari qawi (yang kuat).


Adapun menurut muhaditsin, hadis Dhaif adalah semua hadis yang tidak
terkumpul padanya sifat-sifat bagi hadis yang diterima dan menurut pendapat
kebanyakan ulama; hadis Dhaif adalah yang tidak terkumpul padanya sifat
hadis sahih dan hasan.

11
b. Klasifikasi Hadis Dhaif

Para ulama muhaditsin mengemukakan sebab-sebab tertolaknya hadis


dari dua jurusan, yakni dari jurusan sanad dan jurusan matan.

Sebab-sebab tertolaknya hadis dari jurusan sanad adalah:

1) Terwujudnya cacat-cacat pada rawinya, baik tentang keadilan maupun ke-


dhabit-annya.
2) Ketidaksambungannya sanad, dikarenakan adalah seorang rawi atau lebih,
yang digugurkan atau saling tidak bertemu satu sama lain.
3) Adapun cacat pada keadilan dan ke-dhabit-an rawi itu ada sepuluh macam,
yaitu sebagai berikut:
1. Dusta
2. Tertuduh dusta
3. Fasik
4. Banyak salah
5. Lengah dalam menghafal
6. Menyalahi riwayat orang kepercayaan
7. Banyak waham (purbasangka)
8. Tidak diketahui identitasnya
9. Penganut bid‟ah
10. Tidak baik hafalannya

Klasikasi Hadis dhaif berdasarkan cacatnya rawi

1. Hadits Maudhu' adalah hadits yang diciptakan oleh seorang pendusta yang
ciptaan itu mereka katakan bahwa itu adalah sabda Nabi SAW, baik hal itu
disengaja maupun tidak.
2. Hadits Matruk adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang
diriwayatkan oleh orang yang dituduh dusta dalam perhaditsan
3. Hadits Munkar adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang
diriwayatkan oleh orang yang banyak kesalahannya, banyak
kelengahannya atau jelas kefasikannya yang bukan karena dusta.

12
4. Hadits Mu'allal (Ma'lul, Mu'all) adalah hadits yang tampaknya baik,
namun setelah diadakan suatu penelitian dan penyelidikan ternyata ada
cacatnya
5. Hadits Mudraj (saduran) adalah hadits yang disadur dengan sesuatu yang
bukan hadits atas perkiraan bahwa saduran itu termasuk hadits.
6. Hadits Maqlub adalah hadits yang terjadi mukhalafah (menyalahi hadits
lain), disebabkan memutar balikkan urutan Perawi.
7. Hadits Mudltharrib adalah hadits yang menyalahi hadits dengan
mengganti rawi.
8. Hadits Muharraf adalah hadits yang menyalahi hadits lain terjadi
disebabkan karena perubahan Syakal kata, dengan masih tetapnya bentuk
tulisannya.
9. Hadits Mushahhaf adalah hadits yang mukhalafahnya karena perubahan
titik kata, sedang bentuk tulisannya tidak berubah.
10. Hadits Mubham: adalah hadits yang didalam matan atau sanadnya
terdapat seorang rawi yang tidak dijelaskan apakah ia laki-laki atau
perempuan
11. Hadits Syadz (kejanggalan): adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang
yang makbul (tsiqah) menyalahi riwayat yang lebih rajih.
12. Hadits Mukhtalith adalah hadits yang rawinya buruk hafalannya,
disebabkan sudah lanjut usia, tertimpa bahaya, terbakar atau hilang kitab-
kitabnya.
3. Hadis Hasan
a. Pengertian Hadis hasan

Hasan, menurut lughat adalah sifat musyabahah dari „Al-Husna‟, artinya


bagus. Menurut Ibnu Hajar, hadis hasan adalah hadis yang bersambung-sambung
sanadnya dengan orang-orang yang adil, tetapi sedikit kurang dari segi ingatan.9

Seperti hadis sahih lain juga, hadis hasan pun terbagi atas hasan li dzatih dan
hasan li ghairih. Hadis yang memenuhi segala syarat-syarat hadis hasan disebut
hadis hasan li dzatih. Syarat untuk hadis hasan adalah sebagaimana syarat untuk

9
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah&Pengantar Ilmu Hadist,. Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2009. Hlm. 301.

13
hadis shahih, kecuali bahwa para rawinya hanya termasuk kelompok ke empat
(shaduq) atau istilah lain yang setara atau sama dengan tingkatan tersebut.

Adapun hasan li ghairih adalah hadis Dhaif yang bukan dikarenakan


rawinya pelupa, banhyak salah dan orang fasik, yang mempyunyai muttabi‟
dan syahid. Hadis Dhaif yang karena buruk hafalannya (su‟u al hifdzi), tidak
dikenal indentitasnya (mastur), dan mudallis (menyembunyikan cacat) dapat
naik derajatnya dari menjadi hasan li ghairih karena dibantu oleh hadis hadis
lain yang seminal dan semakna atau banyak rawi yang meriwayatkannya. 10

10
Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadits. (Amzah Press, Jakarta : 2010) h. 49

14
BAB III
KESIMPULAN

- Hadis jika diklasifikasikan berdasarkan kuantitas terbagi beberapa jenis,


yaitu :

1. Hadis jika ditinjau dari segi kuantitas perawi terbagi ke dalam dua,
yaitu hadis mutawatir dan hadis ahad.
2. Hadis mutawatir merupakan hadis yang diriwayatkan oleh banyak
perawi hadis dan mustahil berbuat dusta dan memiliki beberapa
persyaratan- persyaratan khusus
3. Hadis Ahad merupakan hadis yang diriwayatkan oleh beberapa perawi
hadis dan mustahil berbuat dusta, namun diantara perawi tersebut ada
yang sedikit keliru hafalannya sehingga gugur lah salah satu persyaratan
hadis mutawatir.
4. Hadis mutawatir diklasifikan atas tiga, yaitu mutawatir
Ma‟nawi, mutawatir „Amali, mutawatir Lafdzi
5. Hadis ahad terbagi menjadi tiga, yaitu hadis Masyur, hadis „Aziz, dan
hadis Gharib.
- Hadis jika diklasifikasikan berdasarkan kualitas perawi terbagi ke dalam
tiga jenis, yaitu
1. Hadits sahih : hadist yang bersih dari cacat, hadist yang benar berasal dari
nabi.
2. Hadits hasan : bagus atau baik, yaitu hadist yang sanadnya baik, tidak ada
rawi yang dicurigai berdusta.
3. Hadits dhoif : hadist yang kebenarannya lemah, dan tidak memenuhi hadist2
hasan dan shahih.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis. Jakarta : Amzah.

A.Hassan. Kitab Soal-Jawab Tentang Berbagai Masalah Agama, jil

1-2, Bandung: Diponegoro Bandung, 1968.

Ibnu Kasir, Tafsir Ibnu Kasir juz 5An-Nisa 24 s.d An-Nisa 147, Bandung:

Sinar Baru Algensindo, 2000.

Khon, AbdulMajid. UlumulHadits. (Amzah Press,Jakarta : 2010)

M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, Bandung: Pustaka Setia,

2008.

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah&Pengantar Ilmu Hadist,.

Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009.

Suryadilaga, M. Alfatih. Ulumul Hadits. Yogyakarta: Teras 2010.

Tohan, Mahmud , Tafsir Mustalah Hadits, Jakarta : Insan Press, 2002

16

Anda mungkin juga menyukai