PEMBAGIAN HADIST
Disusun Oleh
Kelompok 2:
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT., berkat rahmat dan izin-Nya, kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pembagian Hadist (mutawatir, ahad, shohih, hasan,
dhoif, maudu’)” sebagai tugas mata kuliah Hadist.
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui .Terima kasih tak terhingga kami dedikasikan
kepada berbagai pihak yang telah mendukung terselesaikannya makalah ini. Terima kasih tak
terhingga kami kepada Ibu Musbhihah Rodliyatun, S.Pd.I., M.Pd.I selaku dosen pengampu
yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini.
Tak lepas dari kekurangan, kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Saran dan kritik yang membangun diharapkan demi karya yang lebih baik dimasa
mendatang. Besar harapan kami semoga makalah ini membawa manfaat khususnya bagi kami
dan bagi pembaca pada umumnya.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... ii
BAB I ........................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 2
C. Tujuan ......................................................................................................................................... 2
BAB II ....................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 3
A. Definisi Hadist dan Pembagian Hadist ............................................................................................ 3
B. Pembagian Hadits Menurut Kuantitas Sanad ................................................................................. 4
C. Pembagian Hadits Menurut Kualitas Sanad.................................................................................... 7
BAB III .................................................................................................................................................... 13
PENUTUP ............................................................................................................................................... 13
A. Kesimpulan................................................................................................................................ 13
B. Saran ......................................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengertian hadist menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan
sesuatu yang dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita sesuatu yang
diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seorang kepada orang lain. Secara
istilah yaitu syara’ yang berarti hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW, baik itu
ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir). Hadist merupakan sumber hukum kedua
setelah al-qur’an. Hadist dibukukan pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz,
khalifah kelima Bani Umayyah. Sedangkan sebelumnya hadist-hadist Nabi SAW masih
terdengar dalam ingatan para sahabat untuk kepentingan dan pegangan mereka sendiri.
1
Hadist mempunyai kekuatan untuk ditaati serta mengikat untuk semua umat
islam. Dalam kedudukannya sebagai penjelas, hadist kadang-kadang memperluas
hukum dalam Al Qur’an atau menepatkan sendiri hukum di luar apa yang ditentukan
Allah dalam Al-qur’an. Kedudukan hadist juga sebagai bayani atau menjalankan
hukum al-qur’an, tidak diragukan lagi dan dapat di terima oleh semua pihak. Jadi dapat
disimpulkan bahwa hadist merupakan penjelas aritinya hadist memberikan penjelasan
yang lebih rinci terhadap ayat-ayat al-qur’an yang penjelasannya masih samar dan juga
memperluas maksud dari sesuatu yang ada di dalam ayat al-qur’an tersebut.
Di dalam makalah ini akan diuraikan mengenai pembagian hadist dari segi
kualitas dan kuantitas perawinya. Dari penyususan makalah ini diharapkan pembaca
1
Achmad Sarbanun. Macam-macam Hadist dari Segi Kualitasnya. Lampung Selatan. Hal 346
1
bisa memahami apa itu hadist dan juga dari segi kualitas dan kuantitas perawinya
sehingga tidak akan terjadi keraguan dalam mengikuti amalan yang diperbuat dari
hadist.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud hadist dan pengertian hadist?
2. Bagaimana pembagian hadist berdasarkan kuantitas sanad?
3. Bagaimana pembagian hadist berdasarkan kualitas sanad?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian hadist dan pembagian hadist
2. Untuk mengetahui pembagian hadist berdasarkan kuantitas sanadnya
3. Untuk mengetahui pembagian hadist berdasarkan kualitas sanadnya
2
BAB II
PEMBAHASAN
2
Rafi Mariska. Pengklasifikasian Hadits dari Berbagai Aspek. Banda Aceh. 2015. Hal 7
3
B. Pembagian Hadits Menurut Kuantitas Sanad
1. Hadits Mutawatir
a. Pengertian Hadits Mutawatir
Arti mutawatir secara bahasa berarti al-mutatabi’ yang artinya yang
datang kemudian, beriringan atau beruntun. Secara istilah pengertian hadist
mutawatir yaitu ada beberapa redaksi pengertian yaitu hadist yang
didasarkan pada pancaindera (dilihat dan didengar) yang diberitakan oleh
segolongan orang yang mencapai jumlah banyak yang mustahil menurut
tradisi mereka sepakat bohong.3
Artinya hadist mutawatir dapat di definisikan dengan redaksi yang
beragam meskipun esensinya sama, yaitu hadist yang diriwayatkan oleh
banyak periwayat pada tiap-tiap tingkatan sanadnya sehingga dapat
dipercaya kebenarannya mustahil mereka sepakat berdusta tentang hadist
yang mereka riwayatkan.
b. Syarat-syarat Hadits Mutawatir
Syarat-syarat hadits mutawatir adalah sebagai berikut.
➢ Pewartaan yang disampaikan perawi harus berdasarkan hasil dari
pendengaran dan pengelihatan
➢ Jumlah rawi-rawinya harus mencapai suatu ketentuan yang tidak
memungkinkan untuk berbohong.
➢ Adanya keseimbangan antara rawi-rawi dalam thabaqah (lapisan
pertama dengan rawi-rawi dalam thabaqah berikutnya.
c. Pembagian Hadits Mutawatir
➢ Hadits Mutawatir Lafdzi
Hadist mutawatir lafdzi adalah hadist dengan susunan redaksi
dan maknanya sama antara satu dengan yang lainnya.
3
Mazwan. Klasifikasi Hadits. Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh. Hal 4
4
Menurut Abu Bakar Al Bazzar, hadist ini diriwayatkan oleh
40 orang sahabat. Menurut sebagian ulama menyatakan
bahwa hadist tersebut diriwayatkan oleh 62 sahabat dengan
susunan redaksi dan makna yang sama.4
➢ Hadits Mutawatir Ma’nawi
Hadist mutawatir ma’nawi adalah hadist yang lafal dan
maknanya berlainan antara riwayat satu dengan lainnya, tetapi terdapat
kesesuaian makna secara umum.
“Shalatlah kamu
seperti kalian melihat aku shalat.”
4
Dr. N. Oneng Nurul Bariyah, M. Ag. Ilmu Hadist. Tanggerang Selatan. CV Tunas Ilmu. 2011. Hal 46
5
2. Hadits Ahad
a. Pengertian Hadits Ahad
Hadist ahad adalah hadist yang disampaikan oleh satu orang. Hadist
ahad ini merupakan hadist yang tidak memenuhi syarat-syarat mutawatir.
Menurut ulama lain yaitu menjelaskan bahwa hadist ahad ini merupakan
hadist yang sanadnya shahih dan bersambung hingga sampai kepada
sumbernya (Nabi Muhammad Saw) tetapi kandungannya memberikan
pengertian zhanni dan tidak sampai pada qath’i.5
b. Syarat-syarat Hadits Ahad
Dalam hadist ahad ini tidak memiliki syarat khusus karena hadist ini
sudah tidak mencapai atau memenuhi syarat-syarat hadist mutawatir.
c. Pembagian Hadits Ahad
➢ Hadits Masyhur
Hadist masyhur menurut bahasa artinya jelas, Nampak, dan
terkenal. Sedangkan secara istilah adalah hadist yang diriwayatkan oleh
tiga orang atau lebih dalam setiap thabaqahnya tetapi jumlah tersebut
tidak sampai pada jumlah rawi hadist mutawatir.6
5
Sintia Pramita. Pembagian Hadist. UIN Sumatera Utara. Hal 6
6
Tajul Arifin. Ulumul Hadits. Bandung. Gunung Djati Press. Hal 106
6
Contoh hadist aziz yaitu sebagai berikut:
➢ Hadits Gharib
Hadist Gharib menurut bahasa artinya menyendiri dan jauh dari
kerabatnya. Secara istilah adalah hadist yang diriwayatkan oleh seorang
perawi yang menyendiri dalam meriwayatkannya.7
Contoh hadist Gharib adalah sebagai berikut:
7
Sintia Paramita. Pembagian Hadist. UIN Sumatera Utara. Hal 8
7
sesamanya, selamat dari kejanggalan (syadz) dan cacat (‘illat). Yang
dimaksudkan hadist shahih adalah hadist yang sehat dan benar, tidak
terdapat penyakit dan cacat.8
b. Syarat-Syarat Hadits Shahih
➢ Sanadnya bersambung
➢ Periwayatan bersifat adil
➢ Periwayatan bersifat dhabit
➢ Tidak janggal atau Syadz
➢ Terhindar dari (‘illat)
c. Pembagian Hadits Shahih
➢ Hadits Shahih Li-Dzatih
Hadist shahih li-dzatih adalah hadist shahih dengan sendirinya,
artinya hadist yang sudah memenuhi lima syarat hadist shahih
sebagaimana disebutkan di atas.
Adapun contoh hadist shahih li-dzatih yang artinya:
Dari Ibnu Umar ra. Rasulullah saw. bersabda: “Dasar (pokok) islam itu
ada lima perkara: mengakui tidak ada Tuhan selain Allah dan mengakui
bahwa Muhammad adalah Rasul Allah, menegakkan shalat, membayar
zakat, menunaikan puasa di bulan Ramadhan dan menunaikan ibadah
haji.” (H. R. Bukhari dan Muslim)9
➢ Hadits Shahih Lighayrih
Hadist shahih lighayrih sebenarnya kurang memenuhi
persyaratan hadist shahih karena baru sampai pada tingkat hadist hasan,
karena diantara perawi ada yang hafalannya kurang sedikit
dibandingkan dalam hadist shahih tetapi karena diperkuat dengan jalan
atau sanad lain maka naik menjadi shahih lighayrih (shahihnya karena
yang lain).10
Contoh hadits lighayrih yaitu yang artinya sebagai berikut:
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Sekiranya
aku tidak menyusahkan umatku tentulah aku menyuruh mereka
8
Tajul Arifin. Ulumul Hadits. Bandung. Gunung Djati Press. Hal 106
9
Achmad Sarbanun. Macam-macam Hadist Dari Segi Kualitasnya. STAI An-Nur Jati Agung Lampung Selatan. Hal
347
10
Abdul Majid Khon. Ulumul Hadis. Jakarta. Imprint Bumi Aksara. Hal 174
8
bersunggi (menyikat gigi) disetiap mengerjakan sholat.”
4. Hadits Hasan
a. Pengertian Hadits Hasan
Hadits hasan merupakan hadits yang bersambung sanadnya,
diriwayatkan oleh rawi yang adil, yang rendah tingkat kekuatan daya
hafalnya, tidak rancu dan tidak bercacat.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa hadits hasan
hampir sama dengan hadits shahih, hanya saja terdapat perbedaan dalam hal
ingatan perawi. Pada hadits shahih, ingatan atau daya hafalannya harus
sempurna, sedangkan pada hadits hasan, ingatan atau daya hafalannya kurang
sempurna.11
b. Syarat-syarat Hadits Hasan
➢ Sanadnya bersambung
➢ Perawinya adil
➢ Perawinya dhabit, tetapi masih dibawah hadits shahih
➢ Tidak terdapat kejanggalan (syadz)
➢ Tidak ada ilat (cacat)
c. Pembagian Hadits Hasan
➢ Hadits hasan li-dzatih
Hadits hasan li-dzatih adalah sebagaimana yang telah disebutkan
sebelumnya, yaitu hasan disebabkan karena matannya terkategori baik,
tidak ada dzat dan illat, namun salah satu periwayatnya ada yang
kedhabithannya di bawah dari hadis yang terkategori shahih. Dapat
dimungkinkan juga menjadi disebut hadits shahih lighayrih karena ia
dikatrol atau ditopang oleh jalur periwayatan hadis yang lain yang lebih
kuat dari segi kualitas sanadnya sehingga derajatnya juga turut
meningkat.12
Contoh dari hadits hasan li-dzatih adalah sebagai berikut:
11
Sintia Paramita. Pembagian Hadits. UIN Sumatera Utara. Hal 10
12
Muhammad Alawi Al-Maliki. Ilmu Ushul Hadis. Yogyakarta: Pustakapelajar. 2009. hal 60
9
ي ُّ اض فَقَا َل لَ َها النَّ ِب
ُ َت ت ُ ْست َ َحْ ت أ َ ِبي ُح َبي ٍْش أَنَّ َها كَان
ِ ع ْن فَاطِ َمةَ ِب ْن ُّ ع ْن ع ُْر َوة َ ب ِْن
َ الز َبي ِْر َ ِش َهاب
ض ِة َ س َّل َم ِإذَا َكانَ دَ ُم ْال َح ْي
َ ع َل ْي ِه َو َّ ص َّلى
َ َُّللا َ ص ََل ِة َّ ع ِن ال َ ف َفإِذَا َكانَ ذَلِكَ َفأ َ ْم ِسكِي ُ فَإِنَّهُ أَس َْودُ يُ ْع َر
ص ِلٍّي فَإِنَّ َما ه َُو ع ِْرق َّ فَإِذَا َكانَ ْاْلخ َُر فَت ََو
َ ضئِي َو
Hadits hasan lighayrih adalah hadits yang pada asalnya tidak hasan
kemudian meningkat mencapai derajat hasan karena ada hadits lain yang
mendukungnya. Hadits hasan lighayrih pada dasarnya adalah hadis dho’if,
namun ia terangkat derajatnya dikarenakan ada hadits lain yang
mendukungnya. Seandainya tidak ada yang mendukungnya, maka ia tetap
menjadi hadits dho’if. 13
Dengan kata lain bahwa hadis itu dho’if disebabkan ia mursal atau
tadlis, atau para periwayatnya yang jujur dan terpercaya itu lemah, atau
dalam sanadnya terdapat periwayat yang tertutup dan dia periwayat yang
tidak pelupa dan tidak punya banyak salah, serta tidak tertuduh berbuat
dusta dan tidak pula termasuk orang yang fasik, dan hadits ditolong oleh
periwayat-periwayat yang berkedudukan sebagai syahid atau mutabi’.
Oleh karena itu, hadits itu disebut hasan lighayrih.
13
Muhammad Alawi Al-Maliki. Ilmu Ushul Hadis. Yogyakarta: Pustakapelajar. 2009. hal 60
10
5. Hadits Dho’if
Kata dho’if menurut bahasa berarti lemah, sebagai lawan dari kata
dho’if adalah kuat. Maka sebutan hadist dho’if dari segi bahasa berarti
hadist yang lemah atau hadist yang tidak kuat. Secara istilah, diantara para
ulama terdapat perbedaan rumusan dalam mendefinisikan hadist dhaif ini.
Akan tetapi, pada dasarnya hadits dho’if merupakan hadits yang memiliki
kualitas lemah karena perawi yang meriwayatkan hadits tidak terlalu kuat
daya ingatnya.
14
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, (Jakarta: Batavia dvertisin, 2001 ) hal. 238
11
Keterputusan di tengah sanad dapat terjadi pada satu sanad atau
lebih, secara berturut-turut atau tidak, jika keterputusan terjadi di tengah
sanad pada satu tempat atau dua tempat dalam keadaan yang tidak
berturut-turut, hadis yang bersangkutan dinamakan hadis munqathi’.
Kata munqathi’ berasal dari bentuk inqatha’a yang berarti berhenti,
kering, patah, pecah, atau putus.
6. Hadits Maudhu’
a. Pengertian Hadits Maudhu’
Hadis Maudhu' adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW, meliputi perbuatan, perkataan, taqrir, sifat akhlaq atau
sifat semula jadinya, secara rekaan atau dusta semata-mata. Hadits maudhu'
disebut juga dengan nama hadis palsu.
b. Syarat-syarat Hadits Maudhu’
Berdasarkan definisi dari hadits maudhu’ dapat disimpulkan bahwa
hadits ini tidak memiliki syarat-syarat tertentu. Hal tersebut dikarenakan
hadist ini termasuk hadits palsu.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Hadist merupakan
sumber hukum islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Hadist juga berkedudukan sebagai
penjelas. Maksud dari penjelas disini yaitu hadist menjelaskan ayat-ayat di dalam al-
qur’an yang masih samar dan juga memperluas maksud dari apa yang sudah dijelaskan
dalam al-qur’an.
Kemudian untuk pembagian hadits berdasarkan kuantitas sanad dibedakan
menjadi dua yakni, hadits mutawatir dan hadits ahad. Dimana masing-masing hadist
tersebut memiliki ciri dan pembagiannya masing-masing. Selanjutnya, untuk
pembagian hadits berdasarkan kualitas sanadnya dibagi menjadi empat yakni, hadits
shahih, hadits hasan, hadits dho’if, dan hadits maudhu’. Yang mana semua hadits
tersebut juga memiliki kriteria dan ciri masing-masing.
B. Saran
Demikian makalah yang kami susun mengenai konsep tauhid dzat, sifat,
rububiyah, dan uluhiyah. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari segi
kelengkapan atau penulisan makalah ini. Oleh karena itu, kami meminta kritik dan
saran dari pembaca agar makalah ini dapat lebih baik lagi kedepannya.
13
DAFTAR PUSTAKA
14