Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

Definisi,pembagian dan contoh hadis


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Al-hadis

Dosen pengampuh : Ernawati br. Ginting

Disusun oleh :

KELOMPOK 1

DARWIS MUSTAKIM ( 0401211014 )

KHAIRIL ANDREAN ( 0401212021 )

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA TP.2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat allah ta’ala. Atas limpahan rahmad dan karunia-nya sehingga
makalah yang berjudul “DEFINISI, PEMBAGIAN DAN CONTOH HADIS” dapat kami
selesaikan dengan baik.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah al-hadis . selain itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan tentang ilmu hadis bagi para pembaca dan juga bagi kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Ernawati br. Ginting selaku dosen mata
kuliah al-hadis.ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu diselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritiknya yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Medan,25 september 2021


DAFTAR ISI

COVER............................................................................................I
KATA PENGANTAR.....................................................................II
DAFTAR ISI ...................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah ...................................................1
B.Rumusan Masalah..............................................................1
C.Tujuan Penelitian ..............................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A.Definisi hadits ...............................................................’’ 2
B.Pembagian hadits...............................................................3
C. Contoh hadis………………………………………….…5
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan ........................................................................6
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Al Quran dan hadits merupakan pedoman bagi seluruh umat islam di dunia yang
mengatur kehidupan mereka. “Aku tinggalkan dua warisan,selama kedua-duanya kamu
pegang teguh maka kamu tidak akan sesat selama-lamanya,yaitu Al-qur`an dan Sunnah
RasulNya (hadits) " itulah perkataan nabi untuk seluruh umat manusia.
Banyak diantara kita yang mungkin terjadi kesalah pahaman dalam menyebutkan
tentang apakah itu yang dinamakan hadits. Dalam makalah ini kami akan menjabarkan
tentang pengertian hadits serta macam-macam hadits yang ada.Karena hadis merupakan
sumber pokok kedua dari ajaran Islam, maka hadis- hadis yang dijadikan dasar untuk
melaksanakan ajaran Islam haruslah yang sahih dan autentik, bukan hadis yang lemah,
apalagi palsu. Untuk mengetahui otentisitas dan tingkat validitas hadis tersebut diperlukan
suatu penelitian yang cermat, terutama meriwayatkannya. Penelitian terhadap kredibelitas
orang-orang yang

2. Rumusan Masalah
a. Apa definisi hadits?
b. Apa saja pembagian hadits?
c. Apa saja contoh hadits?
3. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian hadits .
b. untuk mengetahui pembagian dan contoh hadits.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Al-Hadits
Hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang dekat
atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita yaitu sesuatu yang diberitakan,
diperbincangkan, dan dipindahkan dari seorang kepada orang lain.
Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW, baik itu
ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir). Berikut ini adalah penjelasan mengenai ucapan,
perbuatan, dan perkataan.
Hadits Qauliyah ( ucapan) yaitu hadits hadits Rasulullah SAW, yang diucapkannya
dalam berbagai tujuan dan persuaian (situasi).
Hadits Fi’liyah yaitu perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad SAW, seperti pekerjaan
melakukan shalat lima waktu dengan tatacaranya dan rukun-rukunnya, pekerjaan menunaikan
ibadah hajinya dan pekerjaannya mengadili dengan satu saksi dan sumpah dari pihak
penuduh.
Hadits Taqririyah yaitu perbuatan sebagian para sahabat Nabi yang telah diikrarkan
oleh Nabi SAW, baik perbuatan itu berbentuk ucapan atau perbuatan, sedangkan ikrar itu
adakalanya dengan cara mendiamkannya, dan atau melahirkan anggapan baik terhadap
perbuatan itu, sehingga dengan adanya ikrar dan persetujuan itu. Bila seseorang melakukan
suatu perbuatan atau mengemukakan suatu ucapan dihadapan Nabi atau pada masa Nabi,
Nabi mengetahui apa yang dilakukan orang itu dan mampu menyanggahnya, namun Nabi
diam dan tidak menyanggahnya, maka hal itu merupakan pengakuan dari Nabi. Keadaan
diamnya Nabi itu dapat dilakukan pada dua bentuk :
1. Nabi mengetahui bahwa perbuatan itu pernah dibenci dan dilarang oleh Nabi. Dalam hal
ini kadang-kadang Nabi mengetahui bahwa siapa pelaku berketerusan melakukan
perbuatan yag pernah dibenci dan dilarang itu. Diamnya Nabi dalam bentuk ini tidaklah
menunjukkan bahwa perbuatan tersebut boleh dilakukannya. Dalam bentuk lain, Nabi
tidak mengetahui berketerusannya si pelaku itu melakukan perbuatan yang di benci dan
dilarang itu. Diamnya Nabi dalam bentuk ini menunjukkan pencabutan larangan
sebelumnya.12

1 Manzhur, Ibnu.Lisan Al-Arab,juz II, (Mesir: Dar Al-Mishriyah), hlm. 436


2 Manzhur, Ibnu.Lisan Al-Arab,juz II, (Mesir: Dar Al-Mishriyah), hlm. 436
2. Nabi belum pernah melarang perbuatan itu sebelumnya dan tidak diketahui pula
haramnya. Diamnya Nabi dalam hal ini menunjukkan hukumnya adalah meniadakan
keberatan untuk diperbuat. Karena seandainya perbuatan itu dilarang, tetapi Nabi
mendiamkannya padahal ia mampu untuk mencegahnya, berarti Nabi berbuat kesaahan ;
sedangkan Nabi terhindar bersifat terhindar dari kesalahan.

B.Pembagian hadits
A.Pembagian hadits ditinjau dari segi kuantitas perawinya.
1.Mutawatir:
Kata mutawatir Menurut lughat ialah mutatabi yang berarti beriring-iringan atau
berturut-turut antara satu dengan yang lain. Hadits mutawatir merupakan hadits yang
diriwayatkan oleh banyak orang dalam setiap generasi, sejak generasi shahabat sampai
generasi akhir (penulis kitab), orang banyak tersebut layaknya mustahil untuk berbohong.
Suatu hadist baru dapat dikatakan hadist mutawatir, bila hadist itu memenuhi tiga syarat,
yaitu:
a. Hadist yang diriwayatkan itu haruslah mengenai sesuatu dari Rasulullah SAW
yang dapat ditangkap oleh panca indera, seperti sikap dan perbuatannya yang
dapat dilihat dengan mata kepala atau sabdanya yang dapat didengar dengan
telinga.
b. Para rawi (orang-orang yang meriwayatkan hadist) itu haruslah mencapai
jumlah yang menurut kebiasaan (adat) mustahil mereka sepakat untuk
berbohong. Tentang beberapa jumlah minimal para rawi tersebut terdapat
perbedaan pendapat dikalangan para ulama, sebagian menetapkan dua belas
orang rawi, sebagian yang lain menetapkan dua puluh, empat puluh dan tujuh
puluh orang rawi.
c. Jumlah rawi dalam setiap tingkatan tidak boleh kurang dari jumlah minimal
seperti yang ditetapkan pada syarat kedua.
2.Masyhur:
Masyhur menurut bahasa berarti yang sudah tersebar atau yang sudah populer. Jadi
menurut bahasa hadist masyhur berarti hadist yang sudah tersebar atau tersiar. Para ulama
juga memandang hadist masyhur dalam pengartian istilah ilmu hadist yang diriwayatkan
oleh tiga orang rawi atau lebih, dan beliau mencapai derajat hadist mutawatir. Sedangkan 3

3 Manzhur, Ibnu.Lisan Al-Arab,juz II, (Mesir: Dar Al-Mishriyah), hlm. 436


batasan tersebut, jum4lah rawi hadist masyhur (hadist mustafidah) pada setiap tingkatan tidak
kurang dari tiga orang, dan bila lebih dari tiga orang, maka jumlah itu belum mencapai
jumlah rawi hadist mutawatir.
3.Ahad
Ahad (baca: aahaad) menurut bahasa adalah kata jamak dari waahid atau ahad. Bila
waahid atau ahad berarti satu, maka aahaad, sebagai jamaknya, berarti satu-satu. Hadist ahad
menurut bahasa berarti hadist satu-satu. Sebagaimana halnya dengan pengertian hadist
mutawatir, maka pengertian hadist ahad, menurut bahasa terasa belum jelas. Oleh karena itu,
ada batasan yang diberikan oleh ulama batasan hadist ahad antara lain berbunyi: hadist ahad
adalah hadist yang para rawinya tidak mencapai jumlah rawi hadist mutawatir, baik rawinya
itu satu, dua, tiga, empat, lima atau seterusnya, tetapi jumlahnya tidak memberi pengertian
bahwa hadist dengan jumlah rawi tersebut masuk dalam kelompok hadist mutawatir.
B.Pembagian hadits ditinjau dari segi kualitas perawinya.
1.Shahih
Menurut bahasa, sahih berarti sehat, bersih dari cacat, sah, atau benar, sehingga hadist
sahih menurut bahasa berarti hadist yang bersih dari cacat, atau hadist yang benar berasal dari
Rasulullah SAW. Sedangkan batasan tentang hadist sahih yang diberikan oleh ulama yaitu:
hadist sahih adalah hadist yang susunan lafazhnya tidak cacat dan maknanya tidak menyalahi
ayat (al-Qur’an), hadist mutawatir, atau ijmak dan sanadnya bersambung serta para rawinya
adil dan dhabith.
2.Hasan
Hadist hasan, menurut bahasa berarti hadist yang baik. Para ulama menjelaskan
bahwa hadist hasan tidak mengandung illat dan tidak mengandung kejanggalan. Kekurangan
hadist hasan dari hadist sahih adalah pada keadaan rawi yang kurang dhabith, yakni kurang
kuat hafalannya. Semua syarat hadist sahih dapat dipenuhi dhabithnya rawi (cermatnya rawi).
3.Dhaif
Hadits dhoif secara bahasa berarti lemah artinya bahasa berarti hadits yang lemah atau
hadits yang tidak kuat. Sedangkan secara istilah para ulama terdapat perbedaan rumusan
dalam mendefinisikan hadits dhoif ini akan tetapi pada dasarnya,isi, dan maksudnya tidak
berbeda. Beberapa definisi,diantaranya adalah sebagai berikut: 5

4
5 Dr.Mahmud Thahhan, 1997.Tafsir Musthalah Hadis, Yogyakarta, Titian Ilahi Press.
a. a.Hadits yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits shohih dan syarat-syarat
67
hadits hasan.
b. b.Hadits yang hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadits maqbul(hadits
shohih atau yang hasan)
c. c.Pada definisi yang ketiga ini disebutkan secara tegas,bahwa Hadits dhoif
adalah hadits yang jika satu syaratnya hilang.

C. Contoh contoh hadits


a.contoh Hadits Shahih
Abdullah bin Amr radhiallahu ‘anhuma meriwayatkan sabda Rasulullah
Shallallahu’alaihi wa sallam:Artinya :
“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita
shalihah.” (HR. Muslim no. 1467) .
Dicantumkan Al-Imam An-Nawawi dalam Riyadhush Sholihin hadits no.280
b.contoh hadits hasan :
Hadits yang diriwayatkan oleh al-timidzi, ibn majjah, dan ibn hibban dari al-hasan bin
urfah al-maharibi dari muhammad bin amr dari abu salamah dari abi hurairah, bahwa nabi
SAW bersabda:Artinya :“Usia umatku sekitar antara 60 sampai 70 tahun dan sedikit sekali
yang melebihi yang demikian itu”.
Para perawi hadits di atas tsiqqah semua kecuali ,Muhammad bin Amr dia
adalah shaduq (sangat benar). Oleh para ulama hadits nilai ta’dil shaduq tidak mencapai
dhabith tamm sekalipun telah mencapai keadilan, kedhabithannya kurang sedikit jika
dibandingkan dengan kedhabithannya hadits shahih sepertitsiqqatun (terpercaya) dan
sesamanya.
c.contoh hadits dhai’if
tentang akal. Artinya :” Agama adalah akal . Siapa yang tidak memiliki agama, tidak
ada akal baginya “Diriwayatkan oleh Imam an-Nasa’i dari Abi Malik Basyir bin Ghalib dan
Az-Zuhri dari Majma’ bin Jariyah dari pamannya . Hadits ini adalah lemah yang batil. Karena
seorang sanadnya yang bernama Bisyir bin Ghalib. Dia ini majhul (asing/tidak dikenal).
Inilah yang dinyatakan oleh Mizanul-I’tidal dan al-Asqalani dalam kitab Lisanul-Mizan

6
7 Rahman, Fathur Ikhtishar, Mushthalah Hadis, Bandung: al-Ma’arif ,1991
BAB III
PENUTUP
a. . Kesimpulan
Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan
dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama
Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan
Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah
Al-Qur'an. .
b. Saran-saran
Bahwa didalam mempelajari studi hadits hendaklah benar-benar mengetahui
pembagian hadits baik dari segi kuantitas maupun kualitas hadits itu sendiri, supaya
timbul ke ihtiyathan kita dalam menyampaikan hadits, dan untuk bisa membedakan
keshahihan suatu hadits harus mengetahui pembagian-pembagian hadits. Ditakutkan nanti
kita termasuk golongan orang-orang yang menyebarkan hadits-hadits palsu.

8 M. Noor Sulaiman PL, Antologi Ilmu Hadits, Jakarta, Gaung Persda Pres, 2008. hlm. 86.

Anda mungkin juga menyukai