Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PENGKLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN TEMPAT PENYANDARANNYA


DOSEN PENGAMPU: M.Noor, MHI

Disusun Oleh kelompok 9


MUHAMMAD IBNU ATOILLAH (220202104)
AMIRUL LATIFAH (220202090)
AHMAD (220202091)

HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kamipanjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang melimpahkan rahmat,
hidayah,dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
tentang sanat dan matan.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagaipihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikanbanyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.Dan harapan semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi parapembaca untuk memperbaiki dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agarmenjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih
banyakkekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yangmembangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang pengklsifikasi hadits
berdasarkan tempat penyadarannya dapat memberikan manfaat dan menambah
pengetahuan pembaca.
Mataram, 18 Oktober 2022

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan ...................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Hadis Qudsi ............................................................................................................. 2
B. Hadis Marfu’ ........................................................................................................... 4
C. Hadis Maqthu’ ......................................................................................................... 6
BAB III PENUTUP ............................................................................................................. 7
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 7
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 8

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan banyak bermunculan penelitian tentang
kajian keilmuan Islam, terutama dalam ilmu hadis banyak sekali bahasan dalam ilmu
hadis yang sangat menarik dan sangat penting untuk dibahas dan dipelajari, terutama
masalah ilmu hadis.
Sebagian orang bingung melihat jumlah pembagian hadis yang banyak dan
beragam. Tetapi kemudian kebingungan itu menjadi hilang setelah melihat pembagian
hadis yang ternyata dilihat dari berbagai tinjauan dan berbagai segi pandangan, bukan
hanya segi pandangan saja.
Untuk mengungkapkan tinjauan pembagian hadis maka pada bahasan ini akan
membahas pembagian atau klasifikasi hadis-hadis tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi?
2. Apa Perbedaan Hadits Qudsi, Hadits Nabawi dan Alqur’an ?
3. Apakah pengertian Hadits Marfu’?
4. Apa Saja Macam-macamHadits Marfu’ ?
5. Apakah pengertian Hadits Maqthu’?
C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi
6. Menjelaskan Perbedaan Hadits Qudsi, Hadits Nabawi dan Alqur’an
2. Menjelaskan pengertian Hadits Marfu’
3. Menjelaskan Macam-macamHadits Marfu’
5. Menjelaskan pengertian Hadits Maqthu’

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hadis Qudsi
1. Pengertian
Hadits qudsi, disebut juga dengan istilah hadits Ilahi atau hadits Rabbani. Menurut
bahasa berasal dari kata ‫ القدس‬yang berarti suci yaitu hadis yang dinisbatkan pada
dzat yang Maha Suci yaitu Allah SWT. Nisbah ini menunjukan
rasa ta’dzhim(hormat akan kebesaran dan kesucianNya), oleh karena kata itu
sendiri menunjukan kebersihan dan kesucian secara bahasa. Sehinga berarti
mensucikan Allah.
Sedangkan menurut istilah sesuatu yang dikhabarkan Allah SWT. kepada Nabi
Muhammad SAW. dengan melalui ilham atau impian, yang kemudian Nabi
menyampaikan ma’na dari ilham atau impian tersebut dengan ungkapan kata
beliau sendiri.
Sehingga dapat dikatakan bahwa hadits Qudsi adalah suatu hadits yang berisi
firman Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi SAW, kemudian Nabi SAW
menerangkannya dengan menggunakan susunan katanya sendiri serta
menyandarkannya kepada Allah SWT. Dengan kata lain, hadits qudsi ialah hadits
yang maknanya berasal dari Allah SWT, namun lafalnya berasal dari Nabi SAW.
2. Pengertian Hadis Nabawi
Menurut istilah, pengertian hadis nabawi ialah apa saja yang disandarkan kepada
Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, maupun sifat.
Dapat dikatakan, hadits yang lafal maupun maknanya berasal dari Nabi
Muhammad SAW sendiri.
3. Perbedaan Hadis Qudsi dengan Hadis Nabawi
a. Hadits Nabawi dinisbahkan dan disampaikan oleh Nabi Muhammad. Adapun
Hadits Qudsi dinisbahkan kepada Allah. Nabi Muhammad hanya berstatus
sebagai penyambung lidah dari-Nya.

2
b. Hadis Nabawi ada dua macam yaitu:
1. Tauqifi yaitu kandungannya diterima oleh Rasulullah SAW dari wahyu, lalu
dijelaskan kepada manusia dengan kata-kata darinya. Di sini, meskipun
kandungannya dinisbahkan kepada Allah tetapi dari sisi perkataan lebih
banyak dinsbahkan kepada Rasulullah SAW. sebab kata-kata itu dinisbahkan
kepada siapa saja yang mengatakannya, walaupun terdapat makna yang
diterimanya dari pihak lain.
2. Taufiqi. Bagian lain adalah Taufiqi. Yaitu yang disimpulkan oleh Rasulullah
SAW. menurut pemahamannya terhadap Al-Qur’an, karena fungsi
Rasulullah SAW. menjelaskan, menerangkan al-Qur’an, atau mengambil
istinbat dangan perenungan dan ijtihad. Dalam hal ini, wahyu akan
mendiamkan jika benar dan bila terdapat kesalahan didalamnya, maka
wahyu akan turun untuk membetulkannya. yang pasti taufiqi ini bukan
merupakan kalam Allah.
c. Pola (Shighat) Periwayatannya Dalam hadits qudsi terdapat dua pola
periwayatan, yaitu:
1. Rasulullah Saw mengatakan apa yang diriwayatkan dari Tuhan-Nya,
2. Rasulullah Saw mengatakan: Allah Ta’ala telah berfirman atau berfirman
Allah Ta’ala.
4. Perbedaan Hadis Qudsi dan al-Qur’an
a. Semua lafadz-lafadz (ayat-ayat) al-Qur’an adalah mu’jizat dan mutawatir,
sedangkan hadis Qudsi tidak demikian halnya.
b. Ketentuan hukum yang berlaku bagi al-Qur’an tidak berlaku dalam hadis,
seperti pantangan menyentuh bagi orang yang sedang berhadas kecil dana
pantangan membacanya bagi orang yang berhadas besar. Sedang untuk hadis
(Qudsi) tidak ada pantangannya.
c. Setiap huruf yang dibaca dari al-Qur’an memberikan hak pahala kepada
pembacanya sepuluh kebaikan.

3
d. Meriwayatkan al-Quran tidak boleh dengan ma’nanya saja atau mengganti
lafadh yang lainnya, berlainan dengan hadis. Alquran dari Allah baik lafal
maupun maknanya. Hadis qudsi maknanya dari Allah dan lafalnya dari
Rasulullah saw. Hadis qudsi ialah wahyu dalam makna tetapi bukan dalam
lafal. Oleh sebab itu menurut sebagian besar ahli hadis diperbolehkan
meriwayatkan hadis qudsi dgn maknanya saja
e. Al-Qur’an hanya dinisbahkan langsung kepada Allah yang tidak ada
keraguannya lagi. Isltilah yang digunakan biasanya adalah “Allah Ta’ala telah
berfirman”. Adapun hadis Qudsi terkadang disandarkan kepada Allah.
Penyandaraan kepada Allah itu bersifat penisbatan Insya’I (yang diadakan).
Disini juga menggunkan kata “Allah berfirman atau Allah telah
berfirman”. Tetapi penisbatannya bersifat ikhbar (pemberitaan), karena Nabi
yang mengabarkan hadis itu dari Allah. Maka dari sini Nabi mengatakan
mengenai apa yang diriwayatkan dari TuhanNya (Allah SWT).
B. Hadis Marfu’
Menurut bahasa adalah kata “marfu” berasal dari isim maf’ul dari
fiil ‫ رفع‬yang berate dinisbatkan langsung ke Rasulullah SAW. Hadits marfu
ِ ‫سلَّ َم قَ ْوالً أ َ ْو ِف ْعالً أ َ ْو ت َ ْق ِري ًْرا أ َ ْو‬
adalah ً‫صفَة‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِو َو‬ ّ ‫ِب ِإلَى النَّ ِب‬
َ ‫ي‬ ٍ ‫ ُك ُّل َح ِد ْي‬yaitu hadits yang
َ ‫ث نُس‬
khusus disandarkan kepada Nabi saw berupa perkataan, perbuatan atau taqrir beliau;
baik yang menyandarkannya sahabat, tabi’in atau yang lain; baik sanad hadits itu
bersambung atau terputus.
Berdasarkan definisi diatas hadits marfu itu ada yang sanadnya bersambung,
adapula yang terputus. Dalam hadits marfu ini tidak dipersoalkan apakah ia
memiliki sanad dan matan yang baik atau sebaliknya. Bila sanadnya bersambung
maka dapat disifati hadits shahih atau hadits hasan, berdasarkan derajat kedhabitan
dan keadilan perawi. Bila sanadnya terputus hadits tersebut disifati dengn hadits
dhaif mengikuti macam-macam putusnya perawi.
Mengingat bahwa unsur-unsur hadits itu dapat berupa perkataan, perbuatan,
maupun taqrir Nabi, maka apa yang disandarkan kepada Nabi itupun dapat

4
diklasifikasikan menjadi marfu qauli, marfu fi’li dan marfu taqriri. Dari ketiga
macam hadits marfu tersebut ada yang jelas –dengan mudah dikenal– rafanya, dan
adapula yang tida jelas rafanya. Yang jelas (sharih) disebut marfu hakiki, dan yang
tidak jelas (ghairu sharih) disebut marfu hukmi.
1. Marfu Qauly Hakiki
Ialah apa yang disandarkan oleh sahabat kepada Nabi tentang sabdanya, bukan
perbuatannya atau iqrarnya, yang dikatakan dengan tegas bahwa nabi bersabda.
Seperti pemberitaan sahabat yang menggunakan lapazh qauliyah :
2. Marfu Qauly Hukmi
Ialah hadits marfu yang tidak tegas penyandaran sahabat terhadap sabda Nabi,
melainkan dengan perantaran qarinah yang lain, bahwa apa yang disandarkan
sahabat itu berasal dari sabda nabi. Seperti pemberitaan sahabat yang
menggunakan kalimat :
3. Marfu Fi’li Hakiki
Adalah apabila pemberitaan sahabat itu dengan tegas menjelaskan perbuatan
Rasulullah SAW.
4. Marfu Fi’li Hukmi
Ialah perbuatan sahabat yang dilakukan dihadapan Rasulullah atau diwaktu
Rasulullah masih hidup. Apabila perbuatan sahabat itu tidak disertai penjelasan
atau tidak dijumpai suatu qarinah yang menunjukkan perbuatan itu
dilaksanakan di zaman Rasulullah, bukan dihukumkan hadits marfu melainkan
dihukumkan hadits mauquf. Sebab mungkin adanya persangkaan yang kuat,
bahwa tindakan sahabat tersebut diluar pengetahuan Rasulullah SAW
5. Marfu Taqririyah Hakiki
Ialah tindakan sahabat dihadapan Rasulullah dengan tiada memperoleh reaksi,
baik reaksi itu positif maupun negatif dari beliau.
6. Marfu Taqririyah Hukmy
Ialah apabila pemberitaan sahabat diikuti dengan kalimat-kalimat sunnatu Abi
Qasim, Sunnatu Nabiyyina atau minas Sunnati.

5
C. Hadits Maqthu’
Dari segi bahasa, berarti hadits yang terputus. Para ulama memberi batasan:
‫ي من قولو او فعلو موقوفاعليو سواءاتّصل سنده أمال‬
ّ ‫ما جاء عن تابع‬
“Ialah perkataan atau perbuatan yang berasal dari seorang tabi’in serta dimauqufkan
padanya, baik sandanya bersambung maupun tidak.”
Adapun hukum mengamalkan hadis hadits maqthu yaitu tidak dapat dijadikan
hujjah, mengenai hadits ini para ulama berpendapat, bahwa hadits maqthu itu tidak
dapat dijadikan hujjah. Tetapi jika pendapat itu berkembang dalam masyarakat dan
tidak diperoleh bantahan dari seseorang, maka ada ulama yang menyamakannya
dengan pendapat sahabat yang berkembang dalam masyarakat yang tidak didapati
bantahan dari seseorang, yakni dipandang sebagai suatu ijma’.

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Hadis Qudsi ialah sesuatu yang dikhabarkan Allah SWT. kepada Nabi Muhammad
SAW. dengan melalui ilham atau impian, yang kemudian Nabi menyampaikan ma’na
dari ilham atau impian tersebut dengan ungkapan kata beliau sendiri. Hadis qudsi
berbeda halnya dengan hadis Nabawi dan juga Al-Quran sesuai apa yang telah
dipaparkan diatas
2. Hadits mauquf dapat berupa hadits shahih, hasan dan dha’if diihat dari bersambung
atau tidaknya sanad. Hadits mauquf termasuk hadits dha’if apabila terdapat qarinah
dari sahabat yang lain maka derajatnya menjadi shahih atau hasan.
3. Adapun yang disebut sebagai hadis maqthu ialah sesuatu yang disandarkan kepada
para Tabi’in yang berupa perkataan maupun perbuataan baik muttasil ataupun
munqhati’. Hukum mengamalkan hadis ini para ulama berpendapat bahwa tidak dapat
dijadikan hujjah. ada ula yang menyamakannya dengan pendapat sahabat yang
berkembang dalam masyarakat yang tidak didapati bantahan dari seseorang, yakni
dipandang sebagai suatu ijma

7
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qathan, Manna, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, terj. Pustaka al-Kautsar, Jakarta ,
2009

Ash-Shiddiqy, Hasbi, M., Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadits, Bulan Bintang, Jakarta,
1954

Rahman, Fathur, Drs., Ikhtisar Mushthalahul Hadits, Al-Ma’arif, Bandung, 1987

Anda mungkin juga menyukai