Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah Ilmu Al-Qur’an
dan hadits tentang Klasifikasi Hadits

Dosen Pengampu Dr. Yusef Rafiqi, S.Ag., MM.

DISUSUN OLEH:

Ai Siti Aisyah 221002145

Alisya Tazkiyani 221002121

Gilang Mauli Anwar 221002122

Rifki Raihan Fadhila 221002129

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS SILIWANGI

TAHUN 2022

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan karunia-Nya kepada kami sehingga dapat membuat makalah ini yang berjudul
“KLASIFIKASI HADITS”. Tidak lupa shalawat beserta salam kita curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Juga kepada tabi’in, para sahabat dan semoga sampai kepada kita selaku
umatnya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Al Quran dan Hadits
yang diampu oleh Dr. Yusep Rafiqi. Kami telah menggunakan semua keahlian kami untuk
menyusun makalah ini seakurat mungkin. Namun perlu diketahui bahwa penyusunan
makalah ini tentunya belum sempurna dan masih memiliki banyak kesalahan dan
kekurangan. Oleh karena itu, sebagai penulis makalah ini, saya mohon saran dab kritiknya
dari semua pihak yang membaca makalah ini.

Tasikmalaya, 25 Oktober 2022

Penyusun

2
Daftar Isi

Kata Pengantar .........................................................................................................i


Daftar Isi .................................................................................................................ii
Bab I
Pendahuluan ..........................................................................................................1
Bab II Pembahasan ...............................................................................................2
1. Pembagian Hadits menurut kualitas perawinya
a. Hadits Shahih ........................................................................................4
b. Hadits Hasan .........................................................................................7
c. Hadits Dha’if .......................................................................................10
Bab III Penutup ..................................................................................................14
a. Kesimpulan ...............................................................................................14
Daftar Pustaka …………………………………………………………………..15

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengan percepatan teknologi dan ilmu pengetahuan peradaban juga mengikuti
perkembangan yang terjadi dengan muncul berbagai pemahaman dan pengkajian
berbagai hukum yang tidak terjadi dimasa lampau hingga menimbulkan banyak
perselisihan dalam memaknai sebuah peristiwa atau masalah dalam kehidupan,
dikalangan umat Islam khususnya yang menjadi panduan hidup di muka bumi ialahal-
Qur’an yang berisikan jawaban tentang segala sesuatu yang ada di dunia baik secara
tersirat maupun secara tersurat, namun konteksnya ada sebagian yang perlu penelaah
lebih mendalam karena tidak di ungkapkan secara gamblang maka di perlukan
pengkajian dengan memakai hadis yang bersumber dari Rasulullah SAW.
Hadits merupakan sumber hukum yang kedua setelah al-qur’an juga sebagai
pedoman bagi umat muslim yang harus dipelajari. Bahkan Allah SWT memerintahkan
kita untuk mempelajari ilmu hadits. Pada dasarnya hadits itu ialah penjelas al-qur’an.
Apabila tidak ditemukannya suatu hukum dalam al-qur’an maka umat Islam
mencarinya dalam hadits-hadits Rasulullah SAW.
Selain memahami kandungan hadits, kita diharuskan untuk mengetahui dan
memahami tentang klasifikasi haditsnya. Oleh karena itu, kami akan menjelaskan
bagaimana pengelompokan hadits dari berbagai aspek yang mungkin masih sedikit
yang mengetahuinya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana klasifikasi hadits yang ditinjau dari sumber berita?
2. Bagaimana klasifikasi hadits yang ditinjau dari persambungan sanad?
3. Bagaimana klasifikasi hadits dari sifat sanad dan cara penyampaian periwatannya?

1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui dan memahami klasifikasi hadits ditinjau dari sumber beritanya.
2. Dapat memahami pembagian hadits ditinjau dari persambungan sanadnya.
3. Dapat memahami hadits dari sifat sanad
4. Dapat mengetahui cara penyampaian periwatannya.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pembagian Hadist Ditinjau dari Sumber Beritanya

Hadits dipandang berasal sumber berita, dibagi sebagai empat macam yaitu
Qudsi, Marfu’, Mawquf, dan Maqthu’. Secara umum bisa dikatakan Jika sumber
berita itu dari Allah dinamakan hadist Qudsi. Jika sumber berita datangnya berasal
Nabi disebut hadis Marfu’, Bila datangnya sumber berita berasal dari sahabat maka
disebut hadis Mawquf, dan Bila datangnya berasal dari tabi’in maka disebut hadis
Maqthu’. sumber berita diatas tidak dapat dibuktikan keshahihan suatu hadis
sekalipun datangnya dari Allah atau Nabi, karena tinjauan kualitas Shahih, Hasan, dan
Dha’if tidak hanya terlihat berasal dari sumber berita. Akan tetapi ditinjau dari sifat-
sifat pembawa berita. dengan demikian hadist Qudsi, Marfu’, Mawquf, dan Maqthu’
maka tidak mutlak keshahihannya, terkadang Shahih, Hasan, dan Dha’if. Secara jelas
masing-masing akan dijelaskan dibawah ini sebagai berikut:

1. Hadist Qudsi
Menurut bahasa kata Al-qudsi nisbah dari kata al-quds yang diartikan “suci”
(ath-thaharah dan at-tanzih). Hadis ini dinamakan suci (al-qudsi), karena disandarkan
kepada Dzat Tuhan Yang Maha Suci. Atau dinisbahkan pada kata Illah (Tuhan) maka
disebut hadist Ilahi dan atau dinisbahkan kepada Rabb (Tuhan), maka pula Hadist
Rabbani. Kata qudsi, sekalipun diartikan suci hanya merupakan sifat bagi hadist,
demikian juga nama Rabbani dan Ilahi.Yang dimaksud Hadits Qudsi adalah: “Sesuatu
yang dikabarkan Allah Ta’ala kepada Nabi-Nya dengan melalui ilham atau impian,
yang kemudian Nabi menyampaikan makna dari ilham atau impian tersebut dengan
ungkapan kata beliau sendiri” (Rahman, 1974: 69).

Hadist qudsi adalah hadist yang diriwayatkan nabi secara ahadi (tidak
mutawatir) sandarannya kepada Allah. Pada umumnya disandarkan pada Allah karena
Allah yang berfirman atau yang memunculkan berita atau terkadang disandarkan
kepada Nabi, karena beliaulah yang memberitahukan dari Allah, berbeda dengan Al-
qur’an yang hanya disandarkan kepada Allah.

5
2. Hadist Marfu’
Marfu’ secara etimologi berarti yang diangkat, yang disandarkan, yang
dimajukan, yang dirangkaikan, atau yang disampaikan. sedangkan secara terminology
artinya adalah Sabda atau perbuatan atau ketetapan atau sifat yang disandarkan
kepada Nabi SAW (Hassan, 2002:285).
Adapun menurut Salim (1997: 98), marfu’ adalah setiap hadits yang
dinisbatkan kepada Nabi SAW, baik perkataan, perbuata, taqrir, atau sifat. Marfu’
bias berderajat shahih, hasan dan dlaif. Hadis marfu’ adalah hadis yang terangkat
sampai kepada Rasulullah. Atau menunjukkan ketinggian kedudukan beliau sebagai
seorang Rasul.

3. Hadist Mauwquf
Mawquf menurut bahasa waqaf yang artinya berhenti atau stop. Dalam al-
qur'an terdapat tanda tanda waqaf yang harus di patuhi oleh pembacanya. Menurut
pengertian istilah ulama hadits, ialah: “segala sesuatu yang disandarkan kepada
sahabat baik dari pekerjaan, perkataan, dan persetujuan, baik bersambung sanadnya
maupun terputus.”. Kata Ibnu Al-Atsar dalam Al-jami’: Hadits yang dihentikan
(sandarannya) pada seorang sahabat tidak bersembunyi bagi seorang ahli hadits, yaitu
suatu hadits yang disandarkan kepada seseorang sahabat. Apabila telah sampai kepada
seorang sahabat, ia (seorang perawi) berkata: bahwasanya sahabat berkata begini,atau
berbuat begini, atau menyuruh begini. Sebagian ulama mendefisinikan hadits
mawquf adalah: Hadits yang disandarkan kepada seorang sahabat, tidak sampai
kepada nabi.
Mauquf menurut bahasa berarti yang terhenti, sedangkan menurut istilah
adalah perkataan atau perbuatan atau taqrir yang disandarkan kepada seorang
shahabat Nabi SAW. Dalam lafadznya jelas disebtkan bahwa riwayat tersebut
merupakan perkataan atau perbuatan shahabat. Sebagaimana hadits, riwayat mauquf
juga ada yang shahih, hasan dan dlaif. Namun, riwayat mauquf tidak menjadi hujjah
dalam agama (Hassan, 2002:297-298).

4. Hadist maqthu
Al Maqthu’ artinya yang ddiputuskan atau yang terpotong. Dalam ilmu hadits,
maqthu’ berarti perkataan, perbuatan, atau taqrir yang disandarkan kepada tabi’i atau
orang dibawahnya (Salim, 1997:98). Sebagaimana mauquf, riwayat maqthu’ ada yang

6
shah dan ada pula yang dlaif. Maqthu’ ini samasekali tidak dapat dijadikan hujjah
dalam agama karena bukan sabda atau perbuatan Nabi (Hassan, 2002: 299).
Walaupun bukan merupakan hadits, namun maqthu’ termasuk dalam pembahasan
ilmu hadits karena bagaimanapun, kita juga perlu mengetahuinya agar kita lebih
berhati-hati dalam menggunakan dalil sebagai landasan berbuat kita, terutama yang
menyangkut masalah syari.

1 2.2 Pembagian Hadist Berdasarkan Sanad

Sanad menurut bahasa berarti sandaran, yang kita bersandar pada¬ nya, dan berarti
dapat diperpegangi, dipercayai. Sedangkan me¬nurut istilah, sanad berarti keseluruhan
rawy dalam suatu hadits dengan sifat dan bentuk yang ada. Selanjutnya matan menurut
bahasa berarti punggung jalan (muka jalan) tanah yang keras dan tinggi. Sedangkan
matan menurut istilah ialah bunyi atau kalimat yang terdapat dalam hadits yang menjadi
isi riwayat. Apa¬ kah hadits tersebut berbentuk qaul (ucapan) fi’il (perbuatan, taqrir
(ketetapan) dan sebagainya dari Rasulullah Saw. Dalam meneliti sanad sekurang-
kurangnya diperlukan lima syarat yaitu:

a) Mencari biografi perawi,

b) Membahas keadilan dan ke dlabitan perawi,

c) Membahas kemuttashilan sanad (sanad yang bersambung),


d) Membahas syadz dan,
e) Membahas illat hadits.

Selanjutnya dalam meneliti matan maka yang harus diperhatikan adalah:

1) Meneliti matan dengan melihat kualitas sanadnya


2) Meneliti susunan matan yang semakna 3) Meneliti kandungan matan.

Perkembangan dan pengaruh sanad terhadap klasifikasi hadits pada gejala


umum dapat diklasifikasi bahwa sanad pada tingkat sahabat jumlahnya lebih sedikit
dibanding pada tingkat tabi’in dan pada tingkat tabi’in lebih sedikit dibanding dengan
tingkat tabi’it-tabi’in dan seterusnya sampai pada tingkat jumlah yang cukup banyak.

7
• Jenis-jenis sanad hadist :
a. Sanad Aliy
Sanad aliy adalah sebuah sanad yang jumlah perawinya lebih sedikit jika
dibandingkan dengan sanad lain. Hadistt hadistt dengan sanad yang jumlah
rawinya sedikit akan tertolak dengan sanad yang sama jika jumlah rawinya
lebih banyak. Sanad aliy ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu sanad yang
mutlak dan sanad yang nisbi (relatif) Sanad aliy yang bersifat mutlak adalah
sebuah sanad yang rawinya hingga sampai kepada rosulullah lebih sedikit jika
dibandingkan sanad yang lain. Jika sanad tersebut sahih, sanad itu menempati
tingkatan tertinggi dari jenis tingkatan aliy. Sanad aliy yang bersifat nisbi
adalah sebuah sanad yang jumlah rawi didalamnya lebih sedikit jika
dibandingkan dengan para imam ahli hadist, seprti ibnu juraij, malik, as’syafii,
bukhori, muslim dan sebagainya, meskipun jumlah perawinya setelah mereka
hingga sampai kepada rosululloh lebih banyak.
b. Sanad Nazil
Sanad Nazril adalah sebuah sanad jumlah rawinya lebih banyak jika
dibandingkan dengan sanad yang lain. Hadist dengan sanadnya lebih banyak
akan tertolak dengan sanad yang sama jika jumlah rawinya lebih sedikit.

• Perkembangan dan pengaruh Sanad terhadap Klasfikasi Hadits :

1) Perkembangan Sanad
Gejala umum yang terdapat dalam sanad hadits adalah semakin jauh orang-
orang dari masa Rasulullah Saw., semakin bertambah pula jumlah orang-orang
yang meriwayatkan (rawi) hadits dari Nabi Saw. Apabila seorang sahabat
misalnya mempunyai sepuluh murid, maka akan kita lihat bahwa jumlah ini pada
generasi sesudahnya akan ber- kembang menjadi dua puluh atau tiga puluh dan
tersebar di berbagai pelosok negeri Islam.
Berikut ini contoh untuk menunjukkan betapa menjamurnya sanad. Contoh,
Abu Hurairah melaporkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: ketika salah seorang
di antara kalian bangun tidur, hendaknya jangan dia memasukkan tangan ke dalam
bak mandi/air sebelum dia mencuci tangannya terlebih dahulu tiga kali. Karena
seseorang tidak tahu di mana tangannya menetap pada saat dia tidur. Sekurang-
kurangnya ada tiga belas orang murid Abu Hurairah meriwayatkan hadits ini dari
beliau, dengan perincian sebagai berikut: delapan orang berasal dari Kufah, dua
orang berasal dari Bashrah, satu orang berasal dari Yaman, dan satu orang berasal

8
dari Syiria. Ada enam orang ahli yang meriwayatkan hadits di atas dari murid Abu
Hurairah, dengan perincian sebagai berikut: enam orang berasal dari Madinah,
empat orang berasal dari Bashrah, satu orang berasal dari Makkah, Yaman,
Kurasan, Syiria, serta dua orang berasal dari Kufah dan Irak. mempunyai dua
belas orang murid lainnya, lima orang dari Madinah, dua orang berasal dari
Makkah, satu orang masing-masing dari Syiria, Kufah, Thaif, Mesir, dan Yaman.

2) Pengaruh Sanad terhadap klasifikasi hadist


Ciri umum dari sebuah hadits shahih di awal bagian abad kedua hijriyah adalah
bahwa hadits itu diriwayatkan oleh sejumlah perawi dengan jumlah yang banyak
dan berasal dari berbagai provinsi dan negara. Walaupun demikian tidak semua
hadits mempunyai satu jalur dalam menyebarluaskan sanad. Kita telah memahami
bahwa sejumlah hadits diriwayatkan oleh beberapa orang sahabat dan tabi’in,
namun sejumlah hadits lainnya hanya dinukilkan oleh seorang sahabat, kemudian
diteruskan juga oleh seorang tabi’in yang hanya mempunyai seorang murid yang
meriwayatkan hadits tersebut. Oleh sebab itu, untuk melihat keberadaan hadits-
hadist tersebut dinilai berdasarkan jumlah perawinya. Berdasarkan hal ini,
semakin banyak sahabat atau tabi’in yang meriwayatkan hadits itu maka akan
semakin banyak jalan untuk menuju kepada matan hadits.

• Hadist ditinjau dari sanad


Menurut bahasa musalsal berasal dari yang berarti berantai dan bertali menali. Hadis
ini dinamakan musalsal karena ada kesamaan dengan rantai (silsilah) dalam segi
pertemuan pada masing-masing perawi atau ada kesamaan dalam bagian-bagiannya.
Menurut istilah hadits musalsal adalah hadis yang sambung penyandarannya dalam
satu bentuk/ keaadaan atau satu sifat, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang
terulangulang pada para periwayatan atau pada periwayatan atau berkaitan dengan
waktu atau tempat periwayatan. Lebih luas Al-Iraqi memberikan definisi musalsal
adalah hadis yang para perawinya dalam sanad berdatangan satu persatu dalam satu
bentuk keadaan atau dalam satu sifat, baik sifat para perawi maupun sifat
penyandaran (isnâd) baik terjadi pada isnâd dalam bentuk penyampaian periwayatan
(adâ’ ar-riwâyah) maupun berkaitan dengan waktu dan tempatnya, baik keadaan para
perawi maupun sifat-sifat mereka, dan baik perkataan maupun perbuatan. Dengan
demikian hadis musalsal adalah hadis yang secara berturut-turut sanad-nya sama

9
dalam satu sifat atau dalam satu keadaan dan atau dalam satu periwayatan. Menurut
Al Hafidz Al Iraqi berkata: sedikit sekali hadis musalsal yang selamat dari kedhaifan,
dimaksudkan di sini sifst musalsal bukan pada asal matan karena sebagian matan
shahih. Ibnu Hajar berkata: Musalsal yang paling shahih di dunia adalah musalsal
hadis membaca Surah Ash-Shaff.

• Macam-macam hadist musalsal

a. Musalsal bi ahwâl ar-ruwât (musalsal keadaan perawi).

Musalsal keadaan perawi terkadang dalam perkataan (qawlî), perbuatan (fi’lî),


atau keduanya (perkataan dan perbuatan atau qawlî dan fi’lî. Contoh Musalsal
qawlî (perkataan): Hadis Mu’adz bin Jabal, bahwasannya Nabi SAW bersabda
kepadanya: Hai Mu’adz sesungghnya aku mencintaimu, maka katakanlah pada
setelah shalat: Ya Allah Tolonglah aku untuk dzikir kepada-Mu, syukur kepada-
Mu, dan baik dalam ibadah kepada-Mu. (HR. Abu Dawud) Hadis di atas
musalsal pada perkataan setiap perawi ketika menyampaikan periwayatannya
dengan ungkapan: Sesungguhnya aku mencintaimu, maka katakan di setiap
selesai shalat. Setiap perawi yang menyampaikan perawi hadis ini selalu memulai
dengan kata-kata tersebut sebagaimana yang dilakukan Rasulallah terhadap
Mu’adz.
Contoh musalsal fi’lî (perbuatan): Hadis Abu Hurairah dia berkata: Abu Al-
Qasim (Nabi SAW) memasukkan jari-jari tangannya kepada jari-jari tanganku
(jari jemari) bersabda: “Allah menciptakan bumi pada hari Sabtu.” (HR. Al-
Hakim) Setiap perawi yang menyampaikan periwayatan selalu jari jemari
terhadap orang yang menerima hadis tersebut sebagaimana yang dilakukan
Rasulallah SAW. Contoh musalsal qawlî dan fi’lî (perkataan dan perbuatan):
Hadis Anas bin Malik RA Berkata: Rasulallah SAW bersabda: Seorang hamba
tidak mendapatkan manisnya iman sehingga beriman kepada ketentusn Allah
(Qadar) baik dan buruk, manis dan pahitnya.” Rasulallah sambil memegang
jenggot bersabda: “ Aku beriman pada ketentuan Allah (qadar) baik dan buruk,
manis dan pahitnya.” (HR. Al-Hakim secara musalsal) Hadis di atas musalsal
qawlî dan fi’lî ( musalsal perkataan

10
dan sekaligus perbuatan) yaitu perkataan: “Aku beriman pada ketentuan Allah
(qadar) baik dan buruk, manis dan pahitnya” dan perbuatan memegang jenggot.
Semua perawi ketika menyampaikan periwayatan juga melakukan hal itu
sebagaimana Rasulallah SAW.

b. Musalsal bi shifât ar-ruwâh (Musalsal sifat Periwayat).

Musalsal ini dibagi menjadi perkataan (qawlî) dan perbuatan (fi’lî). Contoh
musalsal sifat perawi dalam bentuk perkataan: Bahwasannya sahabat bertanya
kepada Rasulallah SAW tentang amal yang disukai Allah SWT agar diamalkan,
maka Nabi membacakan mereka Surah Shaff. Hadis ini musalsal pada membaca
Surah Shaff. Setiap periwayat membacakan Surah Shaff ketika menyampaikan
periwayatan kepada muridnya atau yang menerima hadisnya. Contoh musalsal
sifat perawi dalam bentuk perbuatan (fi’lî). Hadis Ibnu Umar
secara marfû’: Penjual dan pembeli boleh mengadakan khiyâr (memilih jadi atau
tidak). Hadis di atas musalsal diriwayatkan oleh fuqahâ kepada para fuqahâ
secara terus menerus. Atau termasuk musalsal ini seperti kesepakatan nama-nama
para perawi, seperti musalsal dalam nama Al-Muhammadin kesepakatan dalam
menyebut bangsa/nisbat mereka seperti musalsal dalam menyebut
AdDimasyqiyin dan Al-Mishriyin.

c. Musalsal bi shifât ar-riwâyah (Musalsal dalam sifat periwayatan)

Dalam musalsal ini terbagi menjadi 3 macam,yaitu musalsal dalam bentuk


ungkapan penyampaian periwayatan (adâ’), musalsal pada waktu periwayatan,
dan musalsal pada tempat periwayatan. Contoh musalsal dalam bentuk ungkapan
periwayatan seperti hadis musalsal pada perkataan setiap perawi dengan
menggunakan ungkapan aku mendengar si Fulan atau memberitakan kepada
kami si Fulan dan seterusnya. Contoh musalsal pada waktu periwayatan: Hadis
Ibnu
Abbas berkata: “Aku menyasikan Rasulallah SAW pada hari raya Idul Fitri atau
Idul Adha, setelah beliau selesai shalat menghadap kita dengan wajahnya
kemudian bersabda: “Wahai manusia kalian telah memperoleh kebaikan…,”
Hadis di atas musalsal waktu periwayatan yaitu pada hari raya Idul Fitri atau Idul
Adha. Setiap perawi mengungkapkan kalimat tersebut dalam menyampaikan
periwayatan kepada muridnya. Contoh musalsal pada tempat periwayatannya,

11
seperti kata Ibnu Abbas tentang terijabah doa di Multazam: Aku mendengar
Rasulallah SAW bersabda: “Multazam adalah suatu tempat yang diperkenankan
doa padanya. Tidak seorang hamba yang berdoa padanya melainkan
dikabulkannya.” Ibnu Abbas berkata: Demi Allah, aku tidak berdoa pada Allah
padanya sama sekali sejak mendengar hadis ini melainkan Allah memperkenan
doaku. Hadis musalsal pada tempat periwayatannya, masing-masing periwayat
mengungkapkan sebagaimana perkataan Ibnu Abbas tersebut setelah
menyampikan periwayatn hadis kepada orang lain.

• Beberapa Ketentuan Dalam Periwayatan Hadis Secara Makna

Pada masa Abu bakar r.a. dan Umar r.a. periwayatan hadis diawasi secara hati-hati
dan tidak akan diterima jika tidak disaksikan kebenarannya oleh orang lain. Dan
Kebanyakan ulama hadis membolehkan periwayatan hadis secara makna meskipun
dilakukan oleh selain sahabat, ketentuanketentuan yang disepakati para ulama hadis
adalah:

a. Yang boleh meriwayatkan hadis secara makna hanyalah mereka yang benar-
benar memiliki pengetahuan bahasa Arab yang mendalam.

b. Periwayatan dengan makna dilakukan bila sangat terpaksa, misalnya karena lupa
susunan secara harfiah.

c. Yang diriwatkan dengan makna bukanlah sabda nabi dalam bentuk bacaan yang
sifatnya ta’abbudi, seperti bacaan zikir, doa azan’takbir dan syahadat, dan juga
bukan sabda nabi yang dalam bentuk jawami”al-kalim.

d. Periwayatan yang meriwayatkan hadis secara makna,atau yang mengalami


keraguan akan susunan matan hadis yang diriwayatkannnya,agar menambakan
kata-kata, atau yang semakna dengannya,setelah menyatakan matan hadis yang
bersangkutan.

e. Kebolehan periwayatan hadis secara makna hanya terbatas padas masa sebelum
dibukannya,maka periwayatan hadis harus secara lafaz.

• Cara – Cara Periwayatan Hadist


Ada delapan macam kaifiyah tahammul wa al-ada’ atau sistem dan cara penerimaan
dan penyampaian hadis, yaitu sebagai berikut:
1. As-Sama’

12
2. Al-Qira’ah
3. Al-Ijazah
4. Al-Munawalah
5. Al-Mukatabah
6. Al-I’lam
7. Al-Wasiyyah
8. Al-Wijadah

13
BAB III
KESIMPULAN
Klasifikasi hadits terbagi menjadi dua yaitu berdasarkan sumber beritanya dan
berdasarkan sanadnya. Berdasarkan sumber beritanya hadits ini terbagi lagi menjadi empat
bagian yaitu hadits mauwquf, hadits maqthu, hadits qudsi dan hadits marfu’. Hadits qudsi
yaitu hadits yang diriwayatkan oleh nabi secara ahadi (tidak mutawatir) sandarannya kepada
Allah. Hadits marfu’ yaitu hadits yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik
perkataan, perbuatan, taqrir atau sifatnya. Hadits Mauwquf yaitu hadits yang disandarkan
kepada sahabat baik dari perkataan, pekerjaan dan persetujuan, baik bersambung sanadnya
atau terputus. Hadits maqthu yaitu perkataan, perbuatan atau taqrir yang disandarkan kepada
tab’I atau orang dibawahnya.
Hadits berdasarkan sanadnya yaitu keseluruhan rawy dalam suatu hadits dengan sifat
dan bentuk yang ada. Sedangkan matan yaitu bunyi atau kalimat yang terdapat dalam hadits
yang menajdi isi riwayatnya. Sanad ini terbagi menjadi dua yaitu sanad aliy dan sanad nazil.
Sanad aliy yaitu sebuah sanad yang jumlah perawinya lebih sedikit, sedangkan sanad nazil
yaitu sebuah sanad yang jumlah rawinya lebh banyak jika dibandingkan dengan sanad yang
lainnya. Perkembangan sanad ini yaitu dari gejala umum yang terdapat dalam sanad hadits
ialah semakin jauh orang-orang dari masa Rasullah SAW semakin bertambah pula jumlah
orang-orang yang meriwayatkannya. Sedangkan pengaruh dari sanad ini yaitu ciri umum
dari sebuah hadits shahih diawal bagian abad kedua hijriyah yaitu bahwa hadits itu
diriwayatkan oleh sejumlah perawi dengan jumlah yang banyak dan berasal dari berbagai
provinsi dan Negara. Berdasarkan hal ini, semakin banyak sahabat atau tabi’in yang
meriwayatkan hadits itu maka akan semakin banyak jalan untuk munuju kepada matan
hadits.

14
DAFTAR PUSTAKA
Alif, M. (2010). Jurnal Tafsir dan Hadits. Hadits ditinjau dari kuantitas sanad , 34-50.
Al-Qaththan, S. M. (n.d.). Pengantar Ilmu Hadits. Pengantar Ilmu Hadits.
Nurdin, B. (2015, 06 24). Rumahtesisskripsi. Retrieved 10 25, 2022, from rumahtesisskripsi:
http://rumahtesisskripsi.blogspot.com/2015/06/hadits-dari-berbagai-tinjaun.html?
m=1#

15

Anda mungkin juga menyukai