Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PERBEDAAN HADIST DENGAN ALQURAN, KEHUJJAHAN DAN


UNSUR-UNSUR HADIST

Disusun Oleh:
Nazwa Amrina : 2210631120152
Rasydan Al-Farizi : 2210631120153
Riana Handayani Hasan : 2210631120170
Salwa Syifa Salsabila : 2210631120171

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM 2022


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr.Wb
Puji dan syukur kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan karunianya sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tuga kelompok untuk mata kuliah Ulumul
Hadits dengan judul “Perbedaan Hadits dengan Al-Quran,Kehujjahan dan Unsur-unsur
Hadits”
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.
Teimakasih saya ucapkan kepada bapak Muhammad Faizin, S.Pd.,MP.d yang telah
membantu kami baik secara moral maupun materi. Terimakasih juga saya ucapkan kepada
teman teman sekelompok yang telah mendukung sehingga bisa menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. 1


DAFTAR ISI................................................................................................................................ 2
BAB 1 ......................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN........................................................................................................................ 3
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................. 3
1.3 Tujuan ............................................................................................................................... 3
BAB II......................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN .......................................................................................................................... 5
2.1 Pengertian Hadits dan Al-quran ........................................................................................... 5
2.2 Perbedaan Hadits dan Al-quran ........................................................................................... 5
2.3 Pengertian Hujjah ............................................................................................................... 6
2.4 Dalil-Dalil Kehujjahan Hadits ............................................................................................. 6
2.5 Fungsi Hadits Terhadap Al-quran ........................................................................................ 7
2.6 Unsur-Unsur Hadits ............................................................................................................ 9
BAB III...................................................................................................................................... 10
PENUTUP ................................................................................................................................. 10
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................... 10
3.2 Saran ............................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 11

2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Al-Quran sebagai sumber hukum pertama dan utama dalam ajaran agama islam
tentunya menempati posisi yang signifikan. Mengingat posisinya yang signifikan itu maka
diperlukan adanya pemahaman yang komprehensif terkait dengan eksistensi al-quran. Selain
al-quran, setiap muslim juga mengenal adanya sumber hukum yang kedua yakni hadits atau
sunnah, baik hadits qudsi maupunu hadits nabawi.
Keduanya menjadi sumber hukum islam yang diyakini dan dipedomani oleh seluruh
umat islam. Keduanya memiliki perbedaan-perbedaan, perbedaan diantara keduanya harus
diketahui oleh setiap musli sebagai landasan awal dalam memahami keduanya lebih lanjut.
Pemahaman yang baik terhadap keduanya akan mempengaruhi kualitas ibadah dari setiap
muslim.
Hadits atau sunnah adalah sumber ajaran islam yang kedua setelah al-quran. Dimana
keduanya merupakan pedoman dan pengontrol segala tingkah laku dan perbuatan manusia.
Untuk al-quran semua periwayatan ayat-ayatnya mempunyai kedudukan sebagai sesuatu
yang mutlak kebenaran beritanya, sedangkan hadits nabi tingkat keabsahannya masih perlu
dikaji ulang aoakah betul-betul dari nabi atau hanya karangan orang atau golongan tertentu
saja.
Adanya tingkat perbedaan keabsahan tersebut karna memang tingkat integritas dan
kredibilitas penerima atau periwayat dari hadits-hadits tersebut juga berbeda. Ada yang
rendah, sedang, dan tinggi. Itulah salah satu factor penyebab mengapa kemudian muncul
nama hadits-hadits shahih, hasan dan da’if. Tentunya dari jenis-jenis tingkatan hadits tersebut
berimplikasi pada tingkat kehujjahan hadits tersebut sebagai sumber hukum kedua setelah al-
quran.

1.2 Rumusan Masalah


Agar penulisan makalah terarah maka kami membuat beberapa rumusan masalah
yaitu sebagai berikut:
1. Apa pengertian hadits dan al-quran?
2. Apa perbedaan hadits dan al-quran?
3. Apa pengertian hujjah?
4. Apa dalil-dalil hujjah?
5. Apa kegunaan hadits terhadap A-Quran?
6. Apa saja unsur-unsur hadist?

1.3 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian hadits dan al-quran
2. Untuk mengetahui perbedaan hadits hadits dengan al-quran
3. Untuk mengetahui latar belakang yang mendasari kehujjahan hadits

3
4. Untuk mengetahui kriteris hadits yang bisa menjadi hujjah
5. Untuk mengetahui unsur-unsur hadits

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hadits dan Al-quran


Hadits berasal dari lafal “hadatsa” yang berarti baru, peristiwa, muda, perkataan, atau
cerita. Hadits dalam istilahnya dikenal sebagai segala sikap, perkataan, perbuatan, dan
penetapan atau persetujuan (taqrir) dari Rasulullah SAW. Semua hal itu kemudian dicatat
atau diinget dalam bentuk hadits yang dihafalkan, disebarkan, dan disebar luaskan oleh para
sahabat, tabiin, serta para ulama.
Al-quran berasal dari lafal Bahasa arab, “qara-yaqra’u-qur’anan” yang berarti
membaca bacaan atau lafal tertentu. Dalam hal ini, al-quran dimaksud sebagai bentuk bacaan
yang sempurna dan tiada cela. Secara istilah al-quran adalah wahyu Allah SWT yang
diturunkan kepada nabi Muhammad SAW secara berangsur angsur melalui malaikat Jibril,
baik langsung mapun tidak langsung.

2.2 Perbedaan Hadits dan Al-quran


Sebagian ulama mengatakan kata al-quran tidak ada akar katanya, ia merupakan nama
bagi kalam Allah SWT (‘alam murtajal). Dalam istilah para ulama banyak yang memberikan
definisi dengan berbagai redaksi, tetapi definisi yang paling lengkap menurut penulis
sebagaimana yang dikatakan Dr. Shubhi shalih dalam bukunya mabahits fi ulum al-quran
yang artinya “kalam allah yang mengandung mukjizat, diturunkan kepada Nabi SAW, tertulis
pada mushaf, diriwayatkan secara mutawatir, dan yang dinilai ibadah dengan membacanya”.
Dari definisi diatas dapat dijelaskan bahwa:
a. Al-quran adalah firman Allah SWT, bukan sabda nabi, bukan perkataan manusia, dan
bukan pula perkataan malaikat.
b. Al-quran mengandung mukjizat seluruh kandungannya, sekalipun sekecil huruf, dan
titiknyapun yang dapat mengalahkan lawan-lawannya
c. Al-quran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW secara mutawatir
d. Membaca al-quran dinilai ibadah
Dengan demikian, al-quran dapat dibedakan dengan hadits dengan beberapa perbedaan
sebagai berikut:
a. Al-quran mukjizat rasul sedangkan hadits bukan mukjizat sekalipun hadits qudsi
b. Al-quran terpelihara dari berbagai kekurangan dan pendistorsian tangan orang-orang
jahil, sedangkan hadits tidak terpelihara sepperti al-quran. Namun, hubungan
keduanya secara integral tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain.
c. Al-quran seluruhnya diriwayatkan secara mutawatir, sedangkan hadits tidak banyak
diriwayatkan secara mutawatir. Mayoritas hadits diriwayatkan secara ahad (individu,
artinya tidak sebanyak Riwayat mutawatir)
d. Kebenaran ayat-ayat al-quran dari bersifat qath’I al wurud (pasti atau mutlak
kebenarannya) dan kafir yang mengingkarinya. Sedangkan kebenaran hadits
kebanyakan bersifat zhanni al wurud (relatif kebanarannya), kecuali yang mutawatir.

5
e. Al-quran redaksi atau (lafal dan maknanya dari Allah SWT dan hadits qudsi
maknanya dari Allah SWT redaksi nya dari nabi sendiri sesuai dengan maknanya.
Sedangkan hadits Nabawi berdasarkan wahyu Allah SWT atau ijtihad yang sesuai
dengan wahyu. Oleh karena itu, haram meriwayatka n al-quran secara makana tanpa
lafal, dan boleh periwayatan secara makna dalam hadits dengan persyaratan yang
ketat.
f. Proses penyampaian al-quran melalui wahyu yang tegas (jali), sedangkan hadits qudsi
melalui wahyu, atau ilham dan atau mimpi dalam tidur.
g. Kewahyuan al-quran disebut dengan wahyu matluw (wahyu yang dibacakan) sedang
kewahyuan sunnah disebut wahyu ghayr matluw (wahyu yang tidak dibacakan), tetapi
terlintas dalam hati secara jelas dan yakin kemudian diungkapkan Nabi dengan
redaksinya sendiri.
h. Membaca al-quran dinilai sebagai ibadah; setiap satu huruf pahalanya 10 kebaikan,
sedangkan membaca hadits sekalipun qudsi tidak di nilai ibadah, kecuali disertai
dengan niat yang baru.
i. Di antara surah al-quran wajib dibaca dalam sholat seperti membaca surah al-fatihah
yang dibaca pada setiap rakaat. Sedangkan dalam hadits tidak ada yang harus dibaca
dalam sholat sekalipun qudsi, bahkan tidak sholat seseorang yang menggantikan surah
al-quran dengan hadis qudsi.
j. Haram menyentuh atau membawa mushhaf al-quran menurut Sebagian pendapat bagi
yang berhadas, baik hadas kecil maupun hadas besar (tidak bersuci).
k. Haram memperjual belikan mushhaf al-quran menurut imam Ahmad dan makruh
menurut Imam Asy-Syafi’i.

2.3 Pengertian Hujjah


Yang dimaksud dengan kehujjahan hadits (hujjiyah hadits) adalah keadaan hadits
yang wajib dijadikan hujjah atau dasar hukum (al-dalil al-syar’i), sama dengan al-quran
dikarenakan adanya dalil-dalil Syariah yang menunjukannya. Menurut wahbah az-zuhaili
dalam kitabnya ushul fiqh al-islami, orang yang pertama kali berpegang dengan dalil-dalil ini
diluar ijma adalah imam asy-syafi’i dalam kitabnya ar-risalah dan al-umm. Kehujjahan hadits
sebagai dalil syara’ telah ditetapkan berdasarkan dalil-dalil qath’iy yang menuturkan tentang
kenabian Muhammad SAW.
Selain itu, keabsahan hadits sebagai dalil juga ditunjukan oleh nash-nash qath’iy yang
menyatakan, bahwa beliau SAW. tidak menyampaikan sesuatu (dalam konteks syariat)
kecuali berdasarkan wahyu yang telah diwahyukan.

2.4 Dalil-Dalil Kehujjahan Hadits


Ada beberapa dalil yang menunjukkan atas kehujjahan sunnah dijadikan sebagai
sumber hukum Islam, yaitu sebagai berikut.
a. Dalil Al-Quran
Banyak sekali dalil-dalil Al-Quran yang memerintahkan patuh kepada Rasul dan
mengikuti sunnahnya. Perintah patuh kepada Rasul berarti perintah untuk mengikuti
sunnah sebagai hujjah, antara lain sebagai berikut.
1. Konsekuensi Iman kepada Allah adalah taat kepda-Nya, sebagaimana fieman Allah
dalam surat Ali-imran (3) : 179.

6
ٌ ‫ؤٌْمنُواٌ َوتَتَّقُواٌ فَلَكُ ٌْم أ َ ْجرٌ عَ ِظ‬
‫يم‬ ِ ُ ‫ٱَّلل َو ُر سُلِ ِهۦٌۚ َوإِن ت‬
ِ َّ ِ‫فَـ َٔ ِامنُواٌ ب‬
“Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman
dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar”.
Beriman kepada Rasul berarti taat kepada apa yang disampaikan kepada umatnya,
baik Al-quran maupun hadits yang dibawanya.
2. Perintah beriman kepada Rasul, dibarengkan dengan perintah beriman kepada
Allah SWT.
3. Kewajiban taat kepada Rasul untuk menyambut perintah Allah SWT.
4. Perintah taat kepada Rasul bersama perintah taat kepada Allah SWT.
5. Perintah taat kepada Rasul secara khusus sebagaimana Allah berfirman dalam surat
Al-hasyr ayat 7.
َ ‫ل فَ ُخذُو ٌُه َو َما نَ َه ٰىكُ ٌْم‬
ٌ‫عنْهُ فَٱنت َ ُهوا‬ ٌُ ‫سو‬
ُ ‫ٱلر‬َّ ‫َو َماٌ َءات َ ٰىكُ ٌُم‬
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah”.
b. Dalil Hadits
Hadits yang dijadikan dalil kehujjahan sunnah banyak sekali, diantaranya
sebagaimana sabda Nabi SAW.
َ َ ‫ ِكت‬: ‫ضلُّ ْوا َما ت َ َم سَّكْت ُ ْم بِ ِه َما‬
‫اب للاِ َو سُنَّةَ َر سُ ْولِ ِه‬ ِ َ ‫ت فِيْكُ ْم أ َ ْم َري ِْن لَ ْن ت‬
ُ ْ‫ت َ َرك‬
Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama
berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. (HR. Al-
Hakim dan Malik)
Hadits diatas menjelaskan bahwa seseorang tidak akan sesat selamanya apabila
hidupnha berpegang teguh atau berpediman pada Al-Quran dan sunnah. Kehujjahan
seunnah sebagai konsekuensi ke-ma’shum-an (terpelihara) Nabi SAW dari sifat
bohong dari segala apa yang beliau sampaikan, baik berupa perjataan, perbuatan, dan
ketetapannya. Kebenaran Al-Quran sebagai mukjizat disampaikan melalui sunnah.
Demikian juga pemahaman Al-Quran juga dijelaskan oleh sunnah dalam praktik
hidup beliau. Oleh karena itu, jika sunnah tidak dapat dijadikan hujjah, Al-Quran
yang sebagai efek produknya akan dipertanyakan kehujjahannya.
c. Ijma’ Para Ulama
Para ulama sepakat bahwa sunnah sebagai hujjah, semua umat Islam menerima dan
mengikutinya, kecuali sekelompok minoritas orang. Kehujjahan sunnah adakalanya
sebagai mubayyin (penjelas) terhadap Al-Quran, atau berdiri sendiri sebagai hujjah
untuk menambah hukum-hukum yang belum ditetapkan oleh Al-Quran. Sunnah yang
dijadikan hujjah tentunya sunnah yang telah memenuhi persyaratan shahih, baik
mutawatir atau ahad.

2.5 Fungsi Hadits Terhadap Al-quran


a. Bayan At-Taqrir
Fungsi yang pertama adalah Bayan At-Taqrir yang berarti memperkuat isi dari Al-
Qur’an. Dalam hal ini sebagai contoh hadits yang diriwayatkan oleh H.R Bukhari dan
Muslim terkait perintah berwudhu, yakni:
“Rasulullah SAW bersabda, tidak diterima sholat seseorang yang berhadast sampai ia
berwudhu (HR. Bukhori dan Abu Hurairah)

7
Hadist diatas mentaqrir dari surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:
“Hai orang orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan sholat, maka basuhlah
Muka dan tangamnu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki”- (QS.Al-Maidah:6)
b. Bayan At-Tafsir
Fungsi yang kedua adalah Bayan At-Tafsir yang berarti memberikan tafsiran (perincian)
terhadap isi Al-Qur’an yang masih bersifat umum (mujmal) serta memberikan batasan-
batasan (persyaratan) pada ayat-ayat yang bersifat mutlak (taqyid)
Contoh hadits sebagai bayan At-tafsir adalah penjelasan nabi Muhammad SAW mengenai
hukum pencurian.
“Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau memotong
tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan”
Hadits diatas menafsirkan surat Al-Maidah ayat 38:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
siksaan dari Allah” -(QS. Al-Maidah:38)
c. Bayan At-Tasyri
Fungsi yang ketiga adalah Bayan At-Tasyri atau sebagai pemberi kepastian hukum atau
ajaran-ajaran Islam yang tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an. Biasanya Alquran hanya
menerangkan pokoknya-pokoknya saja.
Contohnya Hadits mengenai zakat fitrah, dibawah ini:
“Rosulullah telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat muslim pada bulan Ramadhan satu
sha’ kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau hamba, laki-laki atau
perempuan”-(HR. Muslim)
d. Bayan Nasakh
Fungsi yang keempat adalah Bayan Nasakh. Para ulama mendefinisikan Bayan Nasakh
berarti ketemtuan yang datang kemudian dapat menghapuskan ketentuan yang terdahulu,
sebab ketentuan yang baru dianggap lebih cocok dengan lingkungannya dan lebih luas.
Contohnya:
“Tidak ada wasiat bagi ahli waris”
Hadist ini menasakh surat QS. Al-Baqarah ayat 180:
“Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika
ia meninggalkan harta yang banyak, bewasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabat secara
ma’ruf. (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa” -(QS. Al-Baqarah:180)
Untuk fungsi hadits sebagai Bayan Nasakh ini ada perdebatan di kalangan ulama. Ada juga
yang berpendapat Bayan Nasakh bukanlah fungsi hadits.

8
2.6 Unsur-Unsur Hadits
Dalam suatu hadits harus memenuhi 4 unsur dimana unsur tersebut dapat
mempengaruhi tingkatan hadits apakah hadits tersebut asli atau tidak. Unsur-unsur tersebut
yaitu:
1. Matan
Yakni sabda nabi atau isi dari hadits tersebut. Matan inti adalah inti dari apa yang
dimaksud oleh hadits. Matan, berasal dari Bahasa arab yang terdiri dari huruf mim-ta-nun,
matan memiliki makna “punggung jalan” atau bagian tanah yang keras dan menonjol keatas.
Apabila dirangkai menjadi kalimat matan al-hads maka definisinya adalah
“kata-kata hadits yang dengannya terbentuk makna-makna”
Adapun matan hadits itu terdiri dari dua elemen yaitu teks atau lafal dan makna (konsep),
sehingga unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh suatu matan hadits yang shahih yaitu terhindar
dari sya’zl dan ‘illat
2. Sanad
Yaitu sandaran atau jalan yang menyampaikan kepada matan hadits. Sanad inilah orang
yang mengkabarkan hadits dari Rasulullah SAW kepada orang yang berikutnya sampai
kepada orang yang menulis atau mengeluarkan hadits. Secara Bahasa, sanad berasal dari kata
sanada yang berarti penggabungan sesuatu ke sesuatu yang lain, karna didalamnya tersusun
banyak nama yang tergabung dalam satu rentetan jalan. Bisa juga berarti pegangan dinamakan
demikian karna hadits merupakan sesuatu yang menjadi sandaran dan pegangan. Sementara
secara terminologi, sanad adalah jalan yang dapat menghubungkan matan hadits sampai
kepada nabi Muhammad SAW sebagaimana yang telah dijelaskan diatas. Dengan kata lain,
sanad adalah rentetan perawi-perawi (beberapa orang yang sampai kepada matan hadits).

3. Perawi
Yaitu orang yang meriwayatkan hadits. Antara rawi dan sanad orang-orangnya sama.
Misalnya pada contoh sanad, yaitu sanad terakhir Abu Hurairah adalah perawi hadits yang
pertama, begitu seterusnya hingga kepada Imam Bukhari. Sedangkan Imam Bukhari sendiri
adalah perawi hadits yang terakhir.
Kata perawi atau al-rawi dalam Bahasa arab dari kata Riwayat yang berarti
mengindahkan atau menukilkan, yaitu memindahkan suatu berita dari seseorang kepada
oranglain. Dalam istilah hadits, al-rawi adalah orang yang meriwayatkan hadits dari seorang
guru kepada oranglain yang tercantum dalam buku hadits.

4. Mukharrij
Mukharrij secara Bahasa adalah orang yang mengeluarkan. Kaitannya dengan hadits,
Muhkarrij adalah orang yang telah menukil atau mencatat hadits pada kitabnya, seperti kitab
al-bukhari.
Memindahkan hadits dari seorang guru kepada orang lain lalu membukukannya dalam
kitab disebut mukharrij. Oleh sebab itu, semua perawi hadits yang membukukan hadits yang
diriwayatkannya disebut mukharrij seperti para penyusun al-kutub al-tis’ah(kitab sembilan).
Contohnya : (HR.Bukhari dan HR.Muslim).

9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas, kami dapat menyimpulkan bahwa tedapat beberapa perbedaan anatara
hadits dengan Al-quran, yaitu sebagai berikut.
a. Al-quran adalah mukjizat yang diturunkan oleh Allah kepada nabi secara
mutawatir, sedangkan hadits adalah perkataan, perbuatan, sikap, penetapan atau
persetujuan (taqrir) dari Rasulullah SAW
b. Kebenaran Al-quran bersifat mutlak, sedangkan hadits bersifat relatif
c. Membaca Al-quran dinilai ivadah, sedangkan hadits tidak.
kehujjahan hadits (hujjiyah hadits) adalah keadaan hadits yang wajib dijadikan hujjah atau
dasar hukum (al-dalil al-syar’i). Adapun dalil-dalil kehujjahan hadits, antara lain dalil Al-
quran, dalil Hadits, dan dalil Ijma’.
Adapun fungsi hadits terhadap Al-quran:
a. Bayan At-Taqrir (sebagai penguat isi Al-quran)
b. Bayan At-Tafsir (memberikan perincian terhadap isi Al-quran yang masih
umum)
c. Bayan At-Tasyri (pemberi kepastian hukum yang tidak dijelaskan dalam Al-
quran)
d. Bayan Nasakh (menghapuskan ketentuan yang terdahulu, sebab ketentuan
yang baru dianggap lebih cocok dengan lingkungannya dan lebih luas)
Dan adapun unsur-unsur hadits, yaitu
a. Matan (isi hadits)
b. Sanad (jalan penyampaian matan hadits)
c. Perawi (oaring yang meriwayatkan hadits)
d. Mukharrij (orang yang mengeluarkan hadits)

3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat diterima oleh para pembaca, serta dapat menambah
wawasan bagi para pembaca. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami perlukan.

10
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Ahzam,Jakarta,2008).
http://azwanans100.blogspot.co.id/2015/04/ulumul-hadits-dalil-dalilkehujjahan.html
DR. Nawir Yuslem, MA, Ulumul Hadis, (Mutiara Sumber Widya, Kota Tebing Tinggi, 1998)

11

Anda mungkin juga menyukai