MAKALAH
DITULIS UNTUK BAHAN MATERI DISKUSI PADA MATA KULIAH
STUDI AL-QUR`AN DAN HADITS
OLEH:
AHYA MAULIDA NOOR RIZKY
22203011054
DOSEN PENGAMPU:
Dr. MUHAMMAD TAMTOWI, M. Ag
Segala puji bagi Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana yang
telah memberi petunjuk agama yang lurus kepada hamba-Nya, Sholawat serta
menurunkan firman dengan bahasa yang sangat luar biasa dalam pandangan hamba-
Nya, kata syukur pula dalam kesempatan ini dapat menyelesaikan makalah Studi
yang telah ditentukan bersama ketika pertemuan kontrak kuliah dan pedoman
penulisan ilmiah UIN Sunan Kalijaga. Makalah ini mencakup materi muhkam dan
dalam pembuatan makalah ini. Penulis berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi
dalam makalah ini dan disini penulis mengharapkan kritik dan saran yang
terimakasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agar kebahagiaan itu dapat dicapai manusia, perlu adanya petunjuk yang
pedoman umat Islam dalam menata dan melaksanakan kehidupan dunia dan
akhirat. Al-Qur’an sebagai way of life, untuk itu umat Islam harus berusaha
hanya pada tahu dan paham tentang isi dari kandungannya namun juga pada
1
Amroeni Drajat, Ulumul Qur'an: Pengantar Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. (Jakarta: Prenada
Media, 2017), hlm. 1.
2
Badrudin, ‘Ulumul Qur’an: Prinsip-prinsip dalam Pengkajian Ilmu Tafsir Al-Qur’an
(Serang : Penerbit A-Empat, 2020) hlm.1.
1
berlanjut pada tahap pengkajian terhadap Al-Qur’an itu sendiri termasuk
mufassirin dari zaman dahulu hingga saat ini karena pemahaman Al-Qur’an
yang terus berkembang dan telah melahirkan beraneka corak kitab tafsir.
Atas latarbelakang tersebut, maka dalam hal ini penulis akan memaparkan
Jabiri”.
3
Ibid
4
Hukmiah dan Masri Saad, “Al-Qur’an antara Teks dan Konteks”, Jurnal Kajian
Keislaman, Vol.1, No.1 (2020), hlm. 3.
2
B. Rumusan Masalah
Qur’an?
perspektif Al-Jabiri?
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
program Magister Ilmu Syariah secara umumnya. Dengan makalah ini juga
3
BAB II
PEMBAHASAN
dari bahasa Arab. Menurut ahli tafsir, muhkam secara etimologi berasal
dari kata al-itqan dan juga dari kata al-ihkam. Muhkam secara bahasa
berasal dari kata hakama. Kata hukum berarti memutuskan antara dua
hal atau lebih perkara, maka hakim adalah orang yang mencegah yang
zalim dan memisahkan dua pihak yang sedang bertikai. Muhkam adalah
sesuatu yang dikokohkan, jelas, fasih dan membedakan antara yang hak
dan batil. 5
bermakna sesuatu dari dua hal menyerupai yang lain. Bila diderivasikan,
syubhah ialah keadaan dimana salah satu dari dua hal tidak dapat
5
Diah Rusmala Dewi dan Ghamal Sholeh Hutomo, “Hikmah dan Nilai-nilai Pendidikan
Adanya Ayat-ayat Muhkamat dan Mutasyabihat dalam Al-Qur’an”, Jurnal Keislaman dan Ilmu
Pendidika, Vol.2, No.1, 2020, hlm. 65.
4
yang diamati tersebut, sehingga tidak dapat, atau sulit sekali
menentukan perbedaannya. 6
banyak.
menunjuk ayat yang terang makna dan lafalnya yang diletakkan untuk
6
Fikria Najitama, “Diskursus Muhkam dan Mutasyabih dalam Tafsir”, An-Nidzam Vol.4,
No.1, 2017, hlm. 155.
7
Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2007), hlm. 121-122.
5
suatu makna yang kuat dan mudah dipahami. Sedangkan mutasyabih
adalah kata yang dipakai oleh Al-Qur’an untuk menunjuk ayat yang
dimengerti.8
adalah ayat-ayat yang maknanya sudah jelas, tidak samar lagi. Adapun
“Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya muhkam serta
di jelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang
Maha Bijaksana lagi Maha Tahu,” (QS. Hud :1)9
8
Muhammad Chirzin, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, (Yogyakata: PT Dana Bhakti Prima
Yasa, 1998), hlm. 72.
9
QS. Hud (11):1.
6
َ ي ت َۡق
ش ِع ُّر ِم ۡنهُ ُجلُود ُ ٱلَّذِينَ يَ ۡخش َۡو َن َ َٰ َ ث ِك َٰت َبٗ ا ُّمت
َ ِش ِب ٗها َّمثَان ِ سنَ ۡٱل َحدِي
َ ٱَّللُ ن ََّز َل أ َ ۡح
َّ
تٞۖ ٞ شبِ َٰ َه ِ َت ُّم ۡح َك َٰ َمتٌ ه َُّن أ ُ ُّم ۡٱل ِك َٰتٞ َب ِم ۡنهُ َءا َٰي
َ َٰ َ ب َوأُخ َُر ُمت َ َ علَ ۡيكَ ۡٱل ِك َٰت
َ ِي أَنزَ َل
ٓ ه َُو ٱلَّذ
ِهۦٞۖ شبَهَ ِم ۡنه ُ ۡٱبتِغَا ٓ َء ۡٱل ِف ۡتنَ ِة َو ۡٱبتِغَا ٓ َء ت َۡأ ِوي ِل
َ َٰ َ غ فَيَتَّبِعُونَ َما تٞ فَأ َ َّما ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِ ِه ۡم زَ ۡي
ل ِم ۡن ِعن ِدٞ ُٱلر ِس ُخونَ فِي ۡٱل ِع ۡل ِم يَقُولُونَ َءا َم َّنا بِِۦه ك ُۗ َّ َو َما يَعۡ لَ ُم ت َۡأ ِويلَ ٓۥهُ ِإ ََّّل
َّ َٰ ٱَّللُ َو
11
ِ َّل أ ُ ْولُواْ ۡٱۡل َ ۡل َٰ َب
ب ٓ َّ َِربِن َُۗا َو َما يَذَّ َّك ُر إ
10
QS. Az Zumar (39):23.
11
QS. Ali Imran (3):7.
12
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Bagaimana kita memahami Al-Qur’an
(Malang: Cahaya Tauhid Press, 2006), hlm.64-66.
7
3. Sebab-sebab terjadinya Mutasyabih dalam Al-Qur’an
disebabkan tiga hal: yaitu karena kesamaran pada lafal, pada makna, dan
ganda). 14
Contoh lafal mufrad seperti kata أَبًّاdalam ayat 31 surah Abasa: َوفا َ ِك َهة
َ علَ ْي ِه ْم فَ َرا
lafal اليَ ِمي ِْنdalam ayat 93 surah Al-Shaad : غ َ ض ْربا
َ ( بِاليَ ِمي ِْنlalu
13
Mushlihin, Sebab-Sebab Adanya Ayat Mutasyabihat diakses dari
https://www.referensimakalah.com, dikutip pada 3 Oktober 2022.
14
Ibid
8
Kesamaran pada lafal murakab disebabkan karena lafal-lafal
murakab itu terlalu ringkas atau terlalu luas, atau karena susunan
QS.An-Nisa/4:3.15
ْ َع فَإ ِ ۡن ِخ ۡفت ُ ۡم أ َ ََّّل ت َعۡ ِدلُواْ فَ َٰ َو ِحدَة ً أ َ ۡو َما َملَ َك ۡت أ َ ۡي َٰ َمنُكُ ۡۚم َٰذَلِكَ أ َ ۡدن َٰ َٓى أ َ ََّّل تَعُولُواٞۖ ََو ُر َٰب
“Dan jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-
hak) perempuan yang yatim (bila kamu mengawininya), maka
kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi, dua, tiga atau
empat”.16
maksudnya, yaitu “jika takut tidak dapat berlaku adil terhadap hak
istrinya yang yatim harus dijaga status dan hartanya sebagai anak
yatim, maka supaya menikahi wanita yang tidak yatim dimana lebih
ير
ُ صِ س ِمي ُع ۡٱل َب
َّ ء َوه َُو ٱلٞۖ ٞ س َك ِم ۡث ِلِۦه ش َۡي
َ لَ ۡي
15
Ibid
16
QS. An-Nisa (3):3
17
QS. Asy-Syura (42):11.
18
Diah Rusmala Dewi dan Ghamal Sholeh Hutomo, op.cit. hlm. 70.
9
b. Kesamaran pada Makna Ayat
“Dan kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya, tidak ada yang
mengetahui selain Dia”. 19
manusia.
Baqarah/2:189.
َ َّ ْورهَا َو َٰلَ ِك َّن ۡٱل ِب َّر َم ِن ٱتَّقَ َٰ ُۗى َو ۡأتُواْ ۡٱلبُيُوتَ ِم ۡن أ َ ۡب َٰ َو ِب َه ۚا َوٱت َّقُوا
ٱَّلل ِ ۡٱلبُيُوتَ ِمن ظُ ُه
19
QS. Al-An’am (6):59.
10
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah “bulan
sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah)
haji. Dan bukanlah kebijakan memasuki rumah-rumah dari
belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang
bertakwa”.20
terlalu ringkas. Kedua dari segi makna tidak jelas yang dimaksud,
makna dilihat dari teks tersebut menunjuk pada satu arti ataukah
makna yang samar dan multi tafsir. Oleh karena itu, kajian
20
QS. Al-Baqarah (2):189.
21
Muhammad Tarmuzi dan Fatia Inast Tsuroya, “Studi Ulumul Qur’an: Memahami Kaidah
Muhkam-Mutasyabih dalam AlQur’an”, Jurnal Al-Wahid, Vol. 2, No. 2, 2021, hlm. 458.
22
Ibid.
11
oleh letak kejelasan/kesamaran makna pada teks itu sendiri dan
jelas ataupun tidaknya sebuah kata atau ayat bukan hanya terletak
23
Ibid.hlm. 459.
24
Miftahur Rahman, “Konsep Muhkam dan Mutasyabih dalam Alqur’an menurut
Muhammad ‘Abid al-Jabiri”, Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Vol. 12, No.1, 2018.
Hlm. 177.
12
selalu memberikan informasi tentang sejarah yang dianalisis dengan
ت فَأ َ َّماٞۖ ٞ شبِ َٰ َه ِ َ ت ُّم ۡح َك َٰ َمتٌ ه َُّن أ ُ ُّم ۡٱل ِك َٰتٞ ب ِم ۡنهُ َءا َٰ َي
َ َٰ َ ب َوأُخ َُر ُمت َ َعلَ ۡيكَ ۡٱل ِك َٰت
َ ِي أَنزَ َل
ٓ ه َُو ٱلَّذ
ِۦه َو َما يَعۡ لَ ُمٞۖ شبَهَ ِم ۡنهُ ۡٱبتِغَا ٓ َء ۡٱل ِف ۡتنَ ِة َو ۡٱبتِغَا ٓ َء ت َۡأ ِوي ِل
َ َٰ َ غ فَيَت َّ ِبعُونَ َما تٞ ٱلَّذِينَ فِي قُلُو ِب ِه ۡم زَ ۡي
ٓ َّ ل ِم ۡن ِعن ِد َر ِبن َُۗا َو َما يَذَّ َّك ُر ِإٞ ُٱلر ِس ُخونَ فِي ۡٱل ِع ۡل ِم يَقُولُونَ َءا َمنَّا ِبِۦه ك
َّل ُۗ َّ ت َۡأ ِويلَ ٓۥهُ ِإ ََّّل
َّ َٰ ٱَّللُ َو
25
Ibid. hlm. 180
26
QS. Ali-Imran (3):7.
13
Al-Jabiri mengatakan,
komperehensif perlu melihat hubungan dan runtutan ayat tersebut (siyaq al-
lain pula. Menurut al-Jabiri, QS. Ali Imran/3:7 bisa dipahami dengan
sangat jelas hubungannya dengan beberapa tanda yang terdapat dari ketujuh
27
Miftahur Rahman, op.cit. hlm.182-185.
14
ayat tersebut. Pertama, tanda tauhid. Kedua, tanda kebenaran Al-Qur’an di
antara kitab Injil dan Taurat. Ketiga, tanda kelahiran. Keempat, tanda orang-
orang yang sesat. Tanda-tanda tersebut ialah persoalan akidah. Itulah ayat
(baca: ayat), penjelasan, dan nyata sesuai dengan kejadian alam yang
gaib. Hal ini biasanya terjadi pada nabi dan rasul-Nya. Seperti tanda
mutasyabihat tersebut dengan kejadian nabi Isa yang tidak sesuai dengan
bapak. 29
Jabiri ini, dapat disimpulkan beberapa poin dari paparan tersebut. Pertama,
Jabiri memahami ayat muhkam dan mutasyabih dalam QS. Ali Imran/3:7
yakni sebagai tanda (al-alamah), tanda yang sesuai dengan proses alam dan
28
Ibid.
29
Ibid.
15
yang gaib. Ketiga, Al-Jabiri memang mengakui adanya ayat yang musykil
(baca: sukar dipahami) dalam Al-Qur’an, tetapi hal ini bukan berarti tidak
pada sebelum atau setelah ayat tersebut. (2) Memperhatikan asbab al-Nuzul,
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
jelas, tidak samar lagi. Adapun mutasyabih adalah ayat-ayat yang maknanya
disebabkan tiga hal: yaitu karena kesamaran pada lafal, pada makna, dan
Q.S. Ali Imran/3: 7 sebagai tanda (al-‘alamah) yang sesuai dengan proses
alam dan yang gaib. Kemudian, Al-Jabiri memang mengakui adanya ayat
yang musykil (sukar dipahami) dalam Alquran, tetapi hal ini bukan berarti
tidak bisa dipahami sama sekali. Adapun takwil terhadap Alquran dilakukan
17
Memperhatikan asbab al-nuzul, yaitu menganalisis konteks sosio-historis
B. Saran
18
REFERENSI
A. Buku
B. Jurnal
Hukmiah dan Masri Saad, “Al-Qur’an antara Teks dan Konteks”, Jurnal
Rusmala Dewi, Diah dan Ghamal Sholeh Hutomo, “Hikmah dan Nilai-nilai
19
Al-Qur’an”, Jurnal Keislaman dan Ilmu Pendidika, Vol.2, No.1,
2020.
C. Internet
20