Anda di halaman 1dari 23

LEVEL KEJELASAN MAKNA (MUHKAM DAN MUTASYABIH) PADA

AL-QUR’AN MENURUT PERSPEKTIF AL-JABIRI

MAKALAH
DITULIS UNTUK BAHAN MATERI DISKUSI PADA MATA KULIAH
STUDI AL-QUR`AN DAN HADITS

OLEH:
AHYA MAULIDA NOOR RIZKY
22203011054

DOSEN PENGAMPU:
Dr. MUHAMMAD TAMTOWI, M. Ag

MEGISTER ILMU SYARIAH


FAKULTAS SYARI`AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana yang

telah memberi petunjuk agama yang lurus kepada hamba-Nya, Sholawat serta

salam semoga tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW yang membimbing

umatnya dengan suri tauladan nya yang baik.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan anugerah,

menurunkan firman dengan bahasa yang sangat luar biasa dalam pandangan hamba-

Nya, kata syukur pula dalam kesempatan ini dapat menyelesaikan makalah Studi

Al-qur`an dan Hadits. Makalah ini dibuat dengan memperhatikan syarat-syarat

yang telah ditentukan bersama ketika pertemuan kontrak kuliah dan pedoman

penulisan ilmiah UIN Sunan Kalijaga. Makalah ini mencakup materi muhkam dan

mutasyabih pada Al-Qur’an.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang terlibat

dalam pembuatan makalah ini. Penulis berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi

pembacanya. Penulis juga menyadari banyak sekali kekurangan yang terdapat

dalam makalah ini dan disini penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun, untuk perbaikan makalah selanjutnya.

Demikian sekedar pengantar dari penulis, penulis ucapkan banyak

terimakasih.

Yogyakarta, Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 3
D. Manfaat Penulisan ..................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Kejelasan Makna (Muhkam dan Mutasyabih) Pada Al-Qur’an ................... 4
1. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih..................................................... 4
2.Ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih ...................................................... 6
3.Sebab-sebab terjadinya Mutasyabih dalam Al-Qur’an ............................ 8
B. Level Kejelasan Makna (Muhkam dan Mutasyabih) menurut Al-Jabiri .... 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 17
B. Saran ....................................................................................................... 18
REFERENSI .................................................................................................... 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan sifat Rahman dan Rahim-Nya, Allah menurunkan pedoman

sebagai hidayah untuk mencapai kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat.

Agar kebahagiaan itu dapat dicapai manusia, perlu adanya petunjuk yang

kebenarannya tidak disangsikan lagi oleh manusia. Tuhan sendiri

menjanjikan bagi setiap hamba-Nya yang mengikuti petunjuk-Nya, mereka

pasti akan memperoleh kebahagiaan dengan Al-Qur’an sebagai pedoman

pertama dan utama umat Islam. 1

Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang diturunkan

kepada Rasul Allah (Nabi Muhammad SAW). Al-Qur’an dijadikan sebagai

pedoman umat Islam dalam menata dan melaksanakan kehidupan dunia dan

akhirat. Al-Qur’an sebagai way of life, untuk itu umat Islam harus berusaha

mengetahui dan memahami isi kandungannya secara komprehensif.

Pengetahuan dan pemahaman terhadap Al-Qur’an semestinya diterapkan

dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. 2

Prinsip kita menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup bukan

hanya pada tahu dan paham tentang isi dari kandungannya namun juga pada

pengetahuan dan pemahaman cara mengkaji Al-Qur’an tersebut. Sehingga

pemahaman terhadap Al-Qur’an bukan hanya sebatas materi saja, tetapi

1
Amroeni Drajat, Ulumul Qur'an: Pengantar Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. (Jakarta: Prenada
Media, 2017), hlm. 1.
2
Badrudin, ‘Ulumul Qur’an: Prinsip-prinsip dalam Pengkajian Ilmu Tafsir Al-Qur’an
(Serang : Penerbit A-Empat, 2020) hlm.1.

1
berlanjut pada tahap pengkajian terhadap Al-Qur’an itu sendiri termasuk

mendalami ilmu-ilmu yang melandasi dalam penafsiran Al-Qur’an.3

Secara tekstual, ayat Al-Qur’an ada yang mudah dipahami secara

langsung (muhkam) namun juga tidak sedikit yang membutuhkan

penjelasan lebih detail disebabkan praktisnya teks-teks tersebut

(mutasyabih). Untuk mengatasi problem yang merupakan kebutuhan umat

Islam terhadap apa yang terkandung dalam Al-Qur’an, maka tidak

mengherankan jika para ulama melakukan langkah-langkah pembedahan

melalui tafsir Al-Qur’an, hal ini terus berkembang sampai sekarang. 4

Dalam kajian Al-Qur’an dan tafsir, muhkam dan mutasyabih

merupakan salah satu instrumen penting yang mengandung kontroversi

dikalangan para ahli tafsir. Dalam sejarahnya, kajian mengenai ayat

muhkam dan mutasyabih sudah menjadi bahan pembicaraan dikalangan

mufassirin dari zaman dahulu hingga saat ini karena pemahaman Al-Qur’an

yang terus berkembang dan telah melahirkan beraneka corak kitab tafsir.

Atas latarbelakang tersebut, maka dalam hal ini penulis akan memaparkan

mengenai “Level Kejelasan Makna Pada Al-Qur’an Menurut Perspektif Al-

Jabiri”.

3
Ibid
4
Hukmiah dan Masri Saad, “Al-Qur’an antara Teks dan Konteks”, Jurnal Kajian
Keislaman, Vol.1, No.1 (2020), hlm. 3.

2
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana level kejelasan makna (Muhkam dan Mutasyabih) pada Al-

Qur’an?

2. Bagaimana level kejelasan makna (Muhkam dan Mutasyabih) menurut

perspektif Al-Jabiri?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui bagaimana level kejelasan makna (Muhkam dan

Mutasyabih) pada Al-Qur’an.

2. Untuk mengetahui bagaimana level kejelasan makna (Muhkam dan

Mutasyabih) menurut perspektif Al-Jabiri

D. Manfaat Penulisan

Melalui tulisan makalah ini, penulis berharap dapat menambah pengetahuan

kepada penulis sendiri pada khususnya dan kepada teman-teman mahasiswa

program Magister Ilmu Syariah secara umumnya. Dengan makalah ini juga

penulis berharap dapat memberikan manfaat sebagai bahan informasi ilmiah

untuk teman-teman yang akan melakukan penelitian lebih mendalam

terhadap level kejelasan makna pada Al-Qur’an.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kejelasan Makna (Muhkam dan Mutasyabih) Pada Al-Qur’an

1. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih

Term muhkam dan mutasyabih merupakan istilah yang berasal

dari bahasa Arab. Menurut ahli tafsir, muhkam secara etimologi berasal

dari kata al-itqan dan juga dari kata al-ihkam. Muhkam secara bahasa

berasal dari kata hakama. Kata hukum berarti memutuskan antara dua

hal atau lebih perkara, maka hakim adalah orang yang mencegah yang

zalim dan memisahkan dua pihak yang sedang bertikai. Muhkam adalah

sesuatu yang dikokohkan, jelas, fasih dan membedakan antara yang hak

dan batil. 5

Adapun term mutasyabih secara etimologi berasal dari kata at-

tama’sil. Mutasyabih juga berasal dari kata tasyabuh, yang bisa

bermakna sesuatu dari dua hal menyerupai yang lain. Bila diderivasikan,

syubhah ialah keadaan dimana salah satu dari dua hal tidak dapat

dibedakan dengan yang lain karena ada kemiripan. Menurut az-Zarqani,

mutasyabih juga bisa berarti samar, yang juga mengandung konotasi

yang biasanya membawa pada ketidakpastian dan ragu (iltibas).

Timbulnya keraguan tersebut tidak lain dikarenakan miripnya dua benda

5
Diah Rusmala Dewi dan Ghamal Sholeh Hutomo, “Hikmah dan Nilai-nilai Pendidikan
Adanya Ayat-ayat Muhkamat dan Mutasyabihat dalam Al-Qur’an”, Jurnal Keislaman dan Ilmu
Pendidika, Vol.2, No.1, 2020, hlm. 65.

4
yang diamati tersebut, sehingga tidak dapat, atau sulit sekali

menentukan perbedaannya. 6

Selain pengertian berdasarkan bahasa (etimologi), adapun secara

terminologi (istilah), muhkam dan mutasyabih seperti yang diungkapkan

oleh para ulama adalah sebagai berikut:

1. Kelompok ahlussunnah berpendapat bahwa ayat-ayat muhkam

adalah ayat yang baik melalui takwil (metafora) ataupun tidak,

maksudnya dapat diketahui dengan gamblang, Sementara itu, ayat-

ayat mutasyabih adalah ayat yang maksudnya hanya dapat diketahui

oleh Allah, seperti saat kedatangan hari kiamat, keluarnya Dajjal,

dan huruf-huruf muqaththa’ah.

2. Ibn Abbas mendefinisikan ayat-ayat muhkam sebagai ayat yang

tidak memunculkan kemungkinan sisi arti lain, sedangkan ayat-ayat

mutasyabih yaitu ayat yang mempunyai kemungkinan sisi arti

banyak.

3. Al-Mawardi mengemukakan bahwa ayat-ayat muhkam adalah ayat

yang maknanya dapat dipahami akal, seperti bilangan rakaat shalat,

kekhususan bulan Ramadhan untuk pelaksanaan puasa wajib,

sedangkan ayat-ayat mutasyabih sebaliknya.7

Muhkam adalah kata yang dipakai oleh Al-Qur’an untuk

menunjuk ayat yang terang makna dan lafalnya yang diletakkan untuk

6
Fikria Najitama, “Diskursus Muhkam dan Mutasyabih dalam Tafsir”, An-Nidzam Vol.4,
No.1, 2017, hlm. 155.
7
Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2007), hlm. 121-122.

5
suatu makna yang kuat dan mudah dipahami. Sedangkan mutasyabih

adalah kata yang dipakai oleh Al-Qur’an untuk menunjuk ayat yang

bersifat global (mujmal) yang membutuhkan ta’wil (mu’awal) dan sukar

dipahami (musykil), sebab ayat-ayat yang mujmal membutuhkan rincian;

ayat-ayat yang mu’awal, baru dapat diketahui maknanya setelah

dita’wilkan, dan ayat-ayat yang musykil samar maknanya dan sukar

dimengerti.8

Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa muhkam

adalah ayat-ayat yang maknanya sudah jelas, tidak samar lagi. Adapun

mutasyabih adalah ayat-ayat yang maknanya belum jelas sehingga

memerlukan pentakwilan untuk mengetahui maksudnya.

2. Ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih

Al-Qur’an di tinjau dari sisi kejelasan muhkam atau mutasyabihnya

terbagi menjadi 3 macam:

a. Muhkam Umum, seluruh Al-Qur’an disifati dengannya, seperti

fiman Allah SWT:

ِ ُ‫ا ٓل ۚر ِك َٰت َبٌ أ ُ ۡح ِك َم ۡت َءا َٰ َيت ُ ۥهُ ث ُ َّم ف‬


ٍ ‫صلَ ۡت ِمن لَّد ُۡن َح ِك ٍيم َخ ِب‬
‫ير‬

“Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya muhkam serta
di jelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang
Maha Bijaksana lagi Maha Tahu,” (QS. Hud :1)9

b. Mutasyabih Umum, seluruh Al-Qur’an disifati dengannya, seperti

firman Allah SWT:

8
Muhammad Chirzin, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, (Yogyakata: PT Dana Bhakti Prima
Yasa, 1998), hlm. 72.
9
QS. Hud (11):1.

6
َ ‫ي ت َۡق‬
‫ش ِع ُّر ِم ۡنهُ ُجلُود ُ ٱلَّذِينَ يَ ۡخش َۡو َن‬ َ َٰ َ ‫ث ِك َٰت َبٗ ا ُّمت‬
َ ِ‫ش ِب ٗها َّمثَان‬ ِ ‫سنَ ۡٱل َحدِي‬
َ ‫ٱَّللُ ن ََّز َل أ َ ۡح‬
َّ

‫شا ٓ ۚ ُء‬ ِ َّ ‫ٱَّلل َٰذَلِكَ هُدَى‬


َ َ‫ٱَّلل يَهۡ دِي ِبِۦه َمن ي‬ ِ ۚ َّ ‫َربَّ ُه ۡم ث ُ َّم ت َ ِلينُ ُجلُودُه ُۡم َوقُلُوبُ ُه ۡم ِإلَ َٰى ذ ِۡك ِر‬

‫ٱَّللُ فَ َما لَ ۥهُ ِم ۡن هَا ٍد‬ ۡ ‫َو َمن ي‬


َّ ‫ُض ِل ِل‬

"Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-


Qur’an yang mutasyabih lagi berulang-ulang, gemetar karenanaya
kulit orang-orang yang takut kepada tuhannya, kemudian menjadi
tenang kulit dan hati mereka diwaktu mengingat Allah. Itulah
petunjuk Allah, dengan kitab itu dia menunjukki siapa yang di
kehendakinya. Dan barang siapa yang disesatkan Allah, niscaya tak
ada baginya seorang pun pemberi petunjuk.”(QS. Az-Zumar :23)10

c. Muhkam Khusus pada sebagiannya dan Mutasyabih Khusus pada

sebagian lainnya, seperti firman Allah SWT:

‫ت‬ٞۖ ٞ ‫شبِ َٰ َه‬ ِ َ‫ت ُّم ۡح َك َٰ َمتٌ ه َُّن أ ُ ُّم ۡٱل ِك َٰت‬ٞ َ‫ب ِم ۡنهُ َءا َٰي‬
َ َٰ َ ‫ب َوأُخ َُر ُمت‬ َ َ ‫علَ ۡيكَ ۡٱل ِك َٰت‬
َ ‫ِي أَنزَ َل‬
ٓ ‫ه َُو ٱلَّذ‬

‫ِهۦ‬ٞۖ ‫شبَهَ ِم ۡنه ُ ۡٱبتِغَا ٓ َء ۡٱل ِف ۡتنَ ِة َو ۡٱبتِغَا ٓ َء ت َۡأ ِوي ِل‬
َ َٰ َ ‫غ فَيَتَّبِعُونَ َما ت‬ٞ ‫فَأ َ َّما ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِ ِه ۡم زَ ۡي‬

‫ل ِم ۡن ِعن ِد‬ٞ ُ‫ٱلر ِس ُخونَ فِي ۡٱل ِع ۡل ِم يَقُولُونَ َءا َم َّنا بِِۦه ك‬ ُۗ َّ ‫َو َما يَعۡ لَ ُم ت َۡأ ِويلَ ٓۥهُ ِإ ََّّل‬
َّ َٰ ‫ٱَّللُ َو‬
11
ِ ‫َّل أ ُ ْولُواْ ۡٱۡل َ ۡل َٰ َب‬
‫ب‬ ٓ َّ ِ‫َربِن َُۗا َو َما يَذَّ َّك ُر إ‬

“Dialah yang menurunkan Al-kitab (Al-Qur’an) kepada kamu. Di


antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkam, itulah pokok-pokok isi
Al-Qur’an, dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabih. Adapun orang-
orang yang dalam intinya condong kepada kesesatan, maka kereka
mengikuti ayat-ayat yang mutasyabih daripadanya untuk
menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal
tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah dan orang-
orang yang mendalam ilmunya berkata:”kami(juga) beriman
kepada ayat-ayat yang mutasyabih semuanya itu dari sisi Rabb
kami.”dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya)
melainkan orang-orang yang berakal.”(QS. Ali Imran:7) 12

10
QS. Az Zumar (39):23.
11
QS. Ali Imran (3):7.
12
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Bagaimana kita memahami Al-Qur’an
(Malang: Cahaya Tauhid Press, 2006), hlm.64-66.

7
3. Sebab-sebab terjadinya Mutasyabih dalam Al-Qur’an

Secara rinci, adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam Al-Quran adalah

disebabkan tiga hal: yaitu karena kesamaran pada lafal, pada makna, dan

pada lafal dan maknanya. 13

a. Kesamaran pada lafal:

Sebagian adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam Al-Quran

itu disebabkan karena kesamaran pada lafal, baik lafal yang

masih mufrad (lafal yang belum tersusun dalam kalimat) ataupun

yang sudah murakab. Kesamaran pada lafal mufrad, maksudnya

adalah ada lafal-lafal mufrad yang artinya tidak jelas, baik

disebabkan lafalnya yang gharib (asing), atau musytarak (bermakna

ganda). 14

Contoh lafal mufrad seperti kata ‫ أَبًّا‬dalam ayat 31 surah Abasa: ‫َوفا َ ِك َهة‬

‫( َوأَبًّا‬dan buah-buahan serta rerumputan). Kata abban tersebut jarang

terdapat dalam Al-Quran, sehingga asing. Kalau tidak ada

penjelasan dari ayat berikutnya sulit dimengerti.

Adapun kesamaran lafal mufrad bermakna ganda, seperti

َ ‫علَ ْي ِه ْم فَ َرا‬
lafal ‫ اليَ ِمي ِْن‬dalam ayat 93 surah Al-Shaad : ‫غ‬ َ ‫ض ْربا‬
َ ‫( بِاليَ ِمي ِْن‬lalu

dihadapinya berhala-berhala itu sambil memukulnya dengan tangan

kananya/dengan kuatnya/sesuai dengan sumpahnya).

13
Mushlihin, Sebab-Sebab Adanya Ayat Mutasyabihat diakses dari
https://www.referensimakalah.com, dikutip pada 3 Oktober 2022.
14
Ibid

8
Kesamaran pada lafal murakab disebabkan karena lafal-lafal

murakab itu terlalu ringkas atau terlalu luas, atau karena susunan

kalimatnya kurang tertib. Contoh lafal murakab yang ringkas

QS.An-Nisa/4:3.15

َ ‫سا ٓ ِء َم ۡثن ََٰى َوث ُ َٰ َل‬


‫ث‬ َ ِ‫اب لَكُم مِنَ ٱلن‬
َ ‫ط‬َ ‫َوإِ ۡن ِخ ۡفت ُ ۡم أ َ ََّّل ت ُ ۡق ِسطُواْ فِي ۡٱليَ َٰت َ َم َٰى فَٱن ِك ُحواْ َما‬

ْ‫ َع فَإ ِ ۡن ِخ ۡفت ُ ۡم أ َ ََّّل ت َعۡ ِدلُواْ فَ َٰ َو ِحدَة ً أ َ ۡو َما َملَ َك ۡت أ َ ۡي َٰ َمنُكُ ۡۚم َٰذَلِكَ أ َ ۡدن َٰ َٓى أ َ ََّّل تَعُولُوا‬ٞۖ َ‫َو ُر َٰب‬

“Dan jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-
hak) perempuan yang yatim (bila kamu mengawininya), maka
kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi, dua, tiga atau
empat”.16

Ayat tersebut masih sukar dipahami karena susunan

kalimatnya terlalu singkat sehingga membutuhkan keterangan

tambahan untuk melengkapinya agar dapat memperjelas

maksudnya, yaitu “jika takut tidak dapat berlaku adil terhadap hak

istrinya yang yatim harus dijaga status dan hartanya sebagai anak

yatim, maka supaya menikahi wanita yang tidak yatim dimana lebih

bebas sedikit penjagaan terhadap hak-haknya”. Contoh

lafal murakab yang terlalu luas QS. Asy-Syuura/42:11.

‫ير‬
ُ ‫ص‬ِ ‫س ِمي ُع ۡٱل َب‬
َّ ‫ء َوه َُو ٱل‬ٞۖ ٞ ‫س َك ِم ۡث ِلِۦه ش َۡي‬
َ ‫لَ ۡي‬

“Tidak ada sesuatu apapun seperti yang seperti-Nya”17

Pada ayat tersebut kelebihan huruf kaf dalam kata kamitslihi.

Sehingga sulit dimengerti maksudnya.18

15
Ibid
16
QS. An-Nisa (3):3
17
QS. Asy-Syura (42):11.
18
Diah Rusmala Dewi dan Ghamal Sholeh Hutomo, op.cit. hlm. 70.

9
b. Kesamaran pada Makna Ayat

Terkadang terjadinya ayat mutasyabihat itu disebabkan

karena adanya kesamaran pada makna ayat. Contohnya seperti

makna dari sifat-sifat Allah swt, makna ihwal hari kiamat,

kenikmatan surga, siksa kubur dan siksa neraka. Akal pikiran

manusia tidak akan bisa menjangkau semua hal tersebut, sehingga

maknanya sulit ditangkap. Hal ini seperti firman Allah SWT

ِ ‫َو ِعندَ ۥهُ َمفَا ِت ُح ۡٱلغ َۡي‬


‫ب ََّل َيعۡ لَ ُم َها ٓ ِإ ََّّل ه ۚ َُو‬

“Dan kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya, tidak ada yang
mengetahui selain Dia”. 19

Kesamaran dalam hal-hal tersebut, tidak karena lafalnya

yang asing, bermakna ganda, atau karena tertibnya melainkan

karena makna dari lafal-lafalnya tidak terjangkau oleh akal pikiran

manusia.

c. Kesamaran pada Lafal dan Makna Ayat

Terkadang adanya ayat mutasyabihat terjadi disebabkan kesamaran

dalam lafal dan makna ayat-ayat itu. Contoh Q.S. al-

Baqarah/2:189.

ْ‫س ۡٱلبِ ُّر ِبأَن ت َۡأتُوا‬


َ ‫ج َولَ ۡي‬ ۡ ِ َّ‫ ِة قُ ۡل ِهي َم َٰ َوقِيتُ ِللن‬ٞۖ َّ‫ع ِن ۡٱۡل َ ِهل‬
ِ ُۗ ‫اس َوٱل َح‬ َ َ َ‫يَ ۡسٔ َٔلُونَك‬

َ َّ ْ‫ورهَا َو َٰلَ ِك َّن ۡٱل ِب َّر َم ِن ٱتَّقَ َٰ ُۗى َو ۡأتُواْ ۡٱلبُيُوتَ ِم ۡن أ َ ۡب َٰ َو ِب َه ۚا َوٱت َّقُوا‬
‫ٱَّلل‬ ِ ‫ۡٱلبُيُوتَ ِمن ظُ ُه‬

َ‫لَ َعلَّكُ ۡم ت ُ ۡف ِل ُحون‬

19
QS. Al-An’am (6):59.

10
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah “bulan
sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah)
haji. Dan bukanlah kebijakan memasuki rumah-rumah dari
belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang
bertakwa”.20

Kesamaran pada ayat tersebut yaitu: pertama, dari lafal

terlalu ringkas. Kedua dari segi makna tidak jelas yang dimaksud,

karena termasuk adat kebiasaan khusus orang Arab yang tidak

mudah diketahui oleh bangsa lain. 21

Beberapa contoh ayat Al-Qur’an di atas menunjukkan

bahwa di dalam Al-Qur’an terdapat lafal-lafal mutasyabih yang

makna-maknanya serupa dengan makna yang kita ketahui dalam

kehidupan di dunia tetapi pada dasarnya kata-kata tersebut tidaklah

sama dengan makna yang diketahui manusia. Misalnya kata

“bersemayam, wajah Allah, tangan Allah, diatas hambanya”.22

Dengan demikian, kajian muhkamat dan mutasyabbihat

basisnya adalah teks (nash) Al-Qur’an; jelas dan tidak jelasnya

makna dilihat dari teks tersebut menunjuk pada satu arti ataukah

menunjuk pada arti banyak; atau teks tersebut menunjukkan pada

makna yang jelas dan mono tafsir ataukah menunjukkan pada

makna yang samar dan multi tafsir. Oleh karena itu, kajian

muhkamat dan mutasyabbihat dapat dikatakan bisa bersifat objektif

dan juga bisa bersifat subjektif. Dikatakan objektif, disebabkan

20
QS. Al-Baqarah (2):189.
21
Muhammad Tarmuzi dan Fatia Inast Tsuroya, “Studi Ulumul Qur’an: Memahami Kaidah
Muhkam-Mutasyabih dalam AlQur’an”, Jurnal Al-Wahid, Vol. 2, No. 2, 2021, hlm. 458.
22
Ibid.

11
oleh letak kejelasan/kesamaran makna pada teks itu sendiri dan

dikatakan subjektif, dengan alasan setiap orang memiliki tingkat

pemahaman yang berbeda, sehingga bagi seseorang apabila satu

ayat dianggap sudah jelas maknanya, sedang bagi yang lain

dianggap ayat tersebut masih samar maknanya. Oleh karenanya

jelas ataupun tidaknya sebuah kata atau ayat bukan hanya terletak

pada teks tetapi juga pada tingkat pemahaman setiap individu. 23

B. Level Kejelasan Makna (Muhkam dan Mutasyabih) menurut Al-Jabiri

Muhammad Abid Al-Jabiri lahir pada tanggal 27 Desember 1935

di Fekik, Maroko. Ia seorang filosof Arab kontemporer. Menurut Al-Jabiri,

ada beberapa langkah untuk memahami Alqur’an secara komperehensif.

Pertama, pembacaan secara objektif dan rasional (maudu’iyyah). Kedua,

pembacaan secara kontinu atau berkelanjutan (istimrariyah). Pembacaan

pertama merupakan langkah untuk menghilangkan aspek-aspek seperti

ideologi dan benar-benar membiarkan Alqur’an berbicara dengan

sendirinya. Sedangkan pembacaan kedua, yakni dengan

mengkontekstualisasikan semangat sejarahnya dan Al-Jabiri konsisten

dalam menerapkan metode tafsirnya tersebut.24

Corak yang paling menonjol dari kitab tafsirnya ialah corak

historis, Sedangkan karakteristik utama dari kitab tafsirnya ialah al-Jabiri

23
Ibid.hlm. 459.
24
Miftahur Rahman, “Konsep Muhkam dan Mutasyabih dalam Alqur’an menurut
Muhammad ‘Abid al-Jabiri”, Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Vol. 12, No.1, 2018.
Hlm. 177.

12
selalu memberikan informasi tentang sejarah yang dianalisis dengan

realistis, rasional, dan rekonstrukstif. 25

Al-Jabiri mengawali pembahasan muhkam dan mutasyabih dengan

menunjukkan beberapa perdebatan mengenai tema-tema yang sepadan dan

banyak diperbincangan dikalangan ulama muslimin di era klasik, baik dari

kalangan para mufasir, fuqaha’ hingga mutakalimun. Persoalan muhkam

dan mutasyabih dalam Al- Qur’an merupakan perdebatan yang sama

peliknya dengan pembahasan nasikh dan mansukh dalam Al-Qur’an.

Sebagaimana para ulama sebelumnya, Al-Jabiri juga mengemukakan

bahwa perdebatan dan perselisihan mengenai pendefinisian muhkam dan

mutasyabih disandarkan terhadap QS. Ali Imran/3:7

‫ت فَأ َ َّما‬ٞۖ ٞ ‫شبِ َٰ َه‬ ِ َ ‫ت ُّم ۡح َك َٰ َمتٌ ه َُّن أ ُ ُّم ۡٱل ِك َٰت‬ٞ ‫ب ِم ۡنهُ َءا َٰ َي‬
َ َٰ َ ‫ب َوأُخ َُر ُمت‬ َ َ‫علَ ۡيكَ ۡٱل ِك َٰت‬
َ ‫ِي أَنزَ َل‬
ٓ ‫ه َُو ٱلَّذ‬

‫ِۦه َو َما يَعۡ لَ ُم‬ٞۖ ‫شبَهَ ِم ۡنهُ ۡٱبتِغَا ٓ َء ۡٱل ِف ۡتنَ ِة َو ۡٱبتِغَا ٓ َء ت َۡأ ِوي ِل‬
َ َٰ َ ‫غ فَيَت َّ ِبعُونَ َما ت‬ٞ ‫ٱلَّذِينَ فِي قُلُو ِب ِه ۡم زَ ۡي‬

ٓ َّ ‫ل ِم ۡن ِعن ِد َر ِبن َُۗا َو َما يَذَّ َّك ُر ِإ‬ٞ ُ‫ٱلر ِس ُخونَ فِي ۡٱل ِع ۡل ِم يَقُولُونَ َءا َمنَّا ِبِۦه ك‬
‫َّل‬ ُۗ َّ ‫ت َۡأ ِويلَ ٓۥهُ ِإ ََّّل‬
َّ َٰ ‫ٱَّللُ َو‬

ِ َ‫أ ُ ْولُواْ ۡٱۡل َ ۡل َٰب‬


‫ب‬

“Dialah yang menurunkan Al-Kitab (al-Quran) kepada kamu. Di antara


(isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Alqur’an
dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang
dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti
sebahagian ayat-ayat yang mutasyabihat daripadanya untuk
menimbulkan fitnah untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada
yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang
mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang
mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami". Dan tidak dapat
mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang
berakal”. QS. Ali Imran/3:7.26

25
Ibid. hlm. 180
26
QS. Ali-Imran (3):7.

13
Al-Jabiri mengatakan,

“Perdebatan yang sangat panjang untuk memahami lafad al-muhkam,


almutayabih, um al-kitab, al-ta‟wil, dan al-rasyihuna fi al-ilmi.
Perdebatan menjadi lebih panjang dengan menambahkan pertanyaan
mana ayat yang muhkam dan mana ayat yang mutasyabih? Dan siapa
mereka yang dimaksud “al-rasyihuna fi al-ilmi?”.

Al-Jabiri mengemukakan perdebatan ini sangatlah luas sekali. Para

cendekiawan terdahulu membahasnya dengan tanpa batasan dan sering

mendistorsikan makna. Menurut al-Jabiri, mereka memaknai kata “ayat”

( ‫ ) آيَات‬dengan “suatu yang menjadi bagian dari pada Al-Qur’an. Al-Jabiri

tidak menemukan makna tersebut dalam serangkaian wacana Al-Qur’an.

Menurutnya, semua ibarah dalam Al-Qur’an menunjukkan bahwa kata ayat

tersebut bermakna “tanda” (al-alamah). Maka, ketika kata ayat dimaknai

“bagian dari Al-Qur’an” pembahasannya akan mengalami perluasan dan

tidak ada batasan. 27

Oleh karena itu, Al-Jabiri berpendapat bahwa perlunya siyaq untuk

membatasinya. Siyaq adalah urutan ayat yang saling berhubungan.

Menurutnya, pemahaman yang tidak menggunakan siyaq akan

menimbulkan penakwilan liar. Untuk memahami makna ayat di atas secara

komperehensif perlu melihat hubungan dan runtutan ayat tersebut (siyaq al-

kalam). Memahami QS. Ali-Imran/3:7 harus menghadirkan ayat-ayat yang

lain pula. Menurut al-Jabiri, QS. Ali Imran/3:7 bisa dipahami dengan

melihat QS. Ali Imran/3:1-7. Ia berpendapat bahwa ayat-ayat tersebut

sangat jelas hubungannya dengan beberapa tanda yang terdapat dari ketujuh

27
Miftahur Rahman, op.cit. hlm.182-185.

14
ayat tersebut. Pertama, tanda tauhid. Kedua, tanda kebenaran Al-Qur’an di

antara kitab Injil dan Taurat. Ketiga, tanda kelahiran. Keempat, tanda orang-

orang yang sesat. Tanda-tanda tersebut ialah persoalan akidah. Itulah ayat

al-muhkamat (tanda jelas), yakni mengenai pokok-pokok Al-Qur’an. Dari

penjabaran di atas, Al-Jabiri memahami makna ayat sebagai “tanda” (al-

alamah) kemudian dicarilah tanda-tanda itu dengan memperhatikan siyaq. 28

Al-Jabiri menjelaskan bahwa ayat-ayat muhkam adalah tanda-tanda

(baca: ayat), penjelasan, dan nyata sesuai dengan kejadian alam yang

menunjukkan bahwa Allah itu tuhan yang satu. Sedangkan ayat-ayat

mutasyabih adalah tanda-tanda yang Allah inginkan dengan suatu perbuatan

gaib. Hal ini biasanya terjadi pada nabi dan rasul-Nya. Seperti tanda

kebenaran nabi-nabinya, lebih jelasnya seperti tanda-tanda yang terjadi pada

nabi Isa yang lahir tanpa ayah. Al-Jabiri mencontohkan ayat-ayat

mutasyabihat tersebut dengan kejadian nabi Isa yang tidak sesuai dengan

kejadian alam, di mana secara umum manusia lahir pasti mempunyai

bapak. 29

Telah banyak dilakukan penelitian terhadap pemikiran Abid Al-

Jabiri ini, dapat disimpulkan beberapa poin dari paparan tersebut. Pertama,

Al-Jabiri konsisten mengaplikasikan metode penafsirannya. Kedua, Al-

Jabiri memahami ayat muhkam dan mutasyabih dalam QS. Ali Imran/3:7

yakni sebagai tanda (al-alamah), tanda yang sesuai dengan proses alam dan

28
Ibid.
29
Ibid.

15
yang gaib. Ketiga, Al-Jabiri memang mengakui adanya ayat yang musykil

(baca: sukar dipahami) dalam Al-Qur’an, tetapi hal ini bukan berarti tidak

bisa dipahami. Keempat, takwil terhadap Al-Qur’an dilakukan dengan

merujuk kepada dua cara, (1) memperhatikan siyaq, yaitu menganalisis

suatu ayat dengan memperhatikan konteks tema pembahasan yang terdapat

pada sebelum atau setelah ayat tersebut. (2) Memperhatikan asbab al-Nuzul,

yaitu menganalisis konteks sosio-historis di saat ayat tersebut diturunkan.

Bagaimanapun metode yang ditawarkan oleh Al-Jabiri, tidak bisa ditolak

bahwa ia mempunyai sumbangsi besar terhadap studi Al-Qur’an lebih

luasnya pemikiran Islam kontemporer.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kejelasan makna pada Al-Qur’an dapat dilihat dari ayat muhkam

dan mutasyabih. Bahwa muhkam adalah ayat-ayat yang maknanya sudah

jelas, tidak samar lagi. Adapun mutasyabih adalah ayat-ayat yang maknanya

belum jelas sehingga memerlukan pentakwilan untuk mengetahui

maksudnya. Secara rinci, adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam Al-Quran

disebabkan tiga hal: yaitu karena kesamaran pada lafal, pada makna, dan

pada lafal dan maknanya.

Adapun Al-Jabiri memahami ayat muhkam dan mutasyabih dalam

Q.S. Ali Imran/3: 7 sebagai tanda (al-‘alamah) yang sesuai dengan proses

alam dan yang gaib. Kemudian, Al-Jabiri memang mengakui adanya ayat

yang musykil (sukar dipahami) dalam Alquran, tetapi hal ini bukan berarti

tidak bisa dipahami sama sekali. Adapun takwil terhadap Alquran dilakukan

dengan merujuk kepada dua cara, (1) memperhatikan siyaq, yaitu

menganalisis suatu ayat dengan memperhatikan konteks tema pembahasan

yang terdapat pada sebelum atau setelah ayat tersebut. (2)

17
Memperhatikan asbab al-nuzul, yaitu menganalisis konteks sosio-historis

saat ayat tersebut diturunkan.

B. Saran

Melalui makalah ini penulis memberikan saran kepada teman-teman

mahasiswa sekalian untuk dapat menerima metode yang ditawarkan oleh

Al-Jabiri, karena tidak bisa kita pungkiri bahwa ia mempunyai sumbangsi

besar terhadap studi Al-Qur’an terlebih pemikiran Islam kontemporer ini.

18
REFERENSI

A. Buku

Anwar, Rosihon, Ulum Al-Qur’an, Bandung: CV Pustaka Setia, 2007.

Badrudin, ‘Ulumul Qur’an: Prinsip-prinsip dalam Pengkajian Ilmu Tafsir

Al-Qur’an Serang : Penerbit A-Empat, 2020

Chirzin, Muhammad, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, Yogyakata: PT Dana

Bhakti Prima Yasa, 1998.

Drajat, Amroeni, Ulumul Qur'an: Pengantar Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Jakarta:

Prenada Media, 2017.

Muhammad, Asy-Syaikh bin Shalih Al-Utsaimin, Bagaimana kita

memahami Al-Qur’an, Malang: Cahaya Tauhid Press, 2006.

B. Jurnal

Hukmiah dan Masri Saad, “Al-Qur’an antara Teks dan Konteks”, Jurnal

Kajian Keislaman, Vol.1, No.1, 2020.

Najitama, Fikria “Diskursus Muhkam dan Mutasyabih dalam Tafsir”, An-

Nidzam Vol.4, No.1, 2017.

Rahman, Miftahur “Konsep Muhkam dan Mutasyabih dalam Alqur’an menurut

Muhammad ‘Abid al-Jabiri”, Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan

Tafsir, Vol. 12, No.1, 2018.

Rusmala Dewi, Diah dan Ghamal Sholeh Hutomo, “Hikmah dan Nilai-nilai

Pendidikan Adanya Ayat-ayat Muhkamat dan Mutasyabihat dalam

19
Al-Qur’an”, Jurnal Keislaman dan Ilmu Pendidika, Vol.2, No.1,

2020.

Tarmuzi, Muhammad dan Fatia Inast Tsuroya, “Studi Ulumul Qur’an:

Memahami Kaidah Muhkam-Mutasyabih dalam AlQur’an”, Jurnal

Al-Wahid, Vol. 2, No. 2, 2021.

C. Internet

Mushlihin, Sebab-Sebab Adanya Ayat Mutasyabihat diakses dari

https://www.referensimakalah.com, dikutip pada 3 Oktober 2022.

20

Anda mungkin juga menyukai