Anda di halaman 1dari 20

ULUMUL QUR’AN

Dosen Pengampu

LOGO UNIVERSITAS

NAMA
NIM

PROGRAM STUDI
FAKULTAS
UNIVERSITAS
2022

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 28 September 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................

DAFTAR ISI..............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................

1. 1 Latar Belakang..........................................................................................4

1. 2 Rumusan Masalah.....................................................................................5

1. 3 Tujuan Penelitian.......................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................

2. 1 Pengertian Ulumul Quran..........................................................................6

2. 2 Ruang Lingkup dan Bahasan Ulumul Qur’an...........................................7

2. 3 Sejarah Pertumbuhan Ulumul Qur’an.......................................................9

2. 4 Manfaat, Urgensi, dan Tujuan Mempelajari Ulumul Qur’an..................12

Bab III Maki dan madani


3.1 Kesimpulan..............................................................................................14

3.2 Saran........................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................

3
BAB I PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan bukti mukjizat nabi Muh}ammad saw., Sekaligus
memiliki berbagai macam keistimewaan. Keistimewaan al-Quran selain
sebagai mukjizat yang di berikan kepada nabi Muh}ammad saw., al-Quran
juga mempunyai keistimewaan dari segi susunan bahasa yang unik dan
mempersonalkan, dan pada saat yang sama mengandung makna-makna
yang dapat dipahami oleh siapapun yang memahami bahasanya, walaupun
tentu tingkatan pemahaman mereka akan dapat berbeda tergantung
berbagai faktor. Ibnu al-Kaldun berkata al-Qur’an di wahyukan dalam
bahasa Arab, sesuai dengan retorika dan gaya mereka, sehingga mereka
semuanya memahaminya. Demikian ilustrasi bahwa al-Qur’an adalah
sumber ajaran Islam yang menempati posisi sentral dan menjadi inspirator,
serta pemandu gerakan-gerakan umat Islam selama lebih dari empat abad.
Al-Qur’an merupakan pedoman pertama dan utama bagi umat Islam.
alQur’an diturunkan dalam bahasa Arab, namun yang menjadi masalah
dan pangkal perbedaan adalah kapasitas manusia yang sangat terbatas
dalam memahami alQur’an. Karena pada kenyataannya tidak semua yang
pandai bahasa Arab, sekalipun orang Arab sendiri,mampu memahami dan
menangkap pesan Ilahi yang terkandung di dalam al-Qur’an secara
sempurna. Terlebih orang ajam (non-Arab). Bahkan sebagian para sahabat
nabi, dan tabi’in yang tergolong lebih dekat kepada masa nabi, masih ada
yang keliru menangkap pesan al-Qur’an. Kesulitan-kesulitan itu
menyadarkan para sahabat dan ulama generasi berikutnya akan
kelangsungan dalam memahami al-Qur’an. Mereka merasa perlu membuat
rambu-rambu dalam memahami al-Qur’an. Terlebih lagi penyebaran Islam
semakin meluas, dan kebutuhan pada pemahaman al-Qur’an menjadi
sangat mendesak. Hasil jerih payah para ulama itu menghasilkan cabang
ilmu al-Qur’an yang sangat banyak. Adanya permasalahan tersebut
menjadi urgensi dari ilmuilmu al-Qur’an sebagai sarana menggali pesan

4
Tuhan, serta untuk mendapat pemahaman yang benar terhadap al-Qur’an.

1. 2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat dituliskan adalah
1. Apa pengertian dari ulumul Qu’an?
2. Apa saja ruang lingkup dan pokok bahasan Ulumul Qur’an?
3. Bagaimana sejarah pertumbuhan Ulumul Qur’an?
4. Apa manfaat, urgensi dan tujuan mempelajari Ulumul Qur’an?

1. 3 Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, tujuan penulisan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui apa pengertian dari ulumul Qu’an
2. Untuk mengetahui apa saja ruang lingkup dan pokok bahasan Ulumul
Qur’an
3. Untuk mengetahui bagaimana sejarah pertumbuhan Ulumul Qur’an
4. Untuk mengetahui apa manfaat, urgensi dan tujuan mempelajari
Ulumul Qur’an
5.

5
BAB II PEMBAHASAN

2. 1 Pengertian Ulumul Quran


Al-Quran adalah kitab Allah yang berisi kalam dari Yang Maha Suci,
mukjizat Nabi Muhammad yang abadi, diturunkan kepada sorang Nabi
yang terakhir yakni Nabi Muhammad saw, penutup para Nabi dan Rasul
dengan perantaraan malaikat Jibril alaihissalam. Istilah Ulumul Quran
berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata ulum dan Al-Quran. Kata ulum
merupakan bentuk jamak dari kata ilmu. Adapun Al-Quran sebagaimana
didefinisikan oleh ulama ushul, ulama fiqh dan ulama bahasa (Syahbah,
1992 : 18) yang artinya
Artinya: “Kalam Allah yang diturunkan kapada Nabi-Nya, Muhammad
SAW yang lafadzh-lafazhnya mengandung mukjizat, membacanya
mengandung nilai ibadah, diturunkan secara mutawatir dan ditulis pada
mushaf, mulai dari awal surat Al-fatihah sampai akhir surat An-Naas”.
Adapun mengenai definisi Ulumul Quran berdasarkan istilah, para ulama
mengungkapkannya dengan redaksi yang tidak terlalu berbeda
sebagaimana dijelaskan berikut ini.
1. Menurut Manna al-Qaththan: Ulumul Quran adalah ilmu yang
mencakup pembahasan yang berkaitan dengan al-Quran dari sisi
informasi tentang asbab al-nuzul (sebab-sebab turunya al-Quran),
kodifikasi dan tertib penulisan al-Quran, ayat-ayat yang diturunkan di
Mekkah (Makkiyah) dan ayat-ayat yang diturunkan di Madinah
(Madaniyah), dan hal-hal lain yang berkaitan dengan al-Quran”. (Al-
Qaththan, 1973 : 15)
2. Menurut al-Zarqani : Ulumul Quran adalah beberapa pembahasan yang
berkaitan dengan al-Quran dari sisi turun, urutan penulisan, kodifikasi,
cara membaca, kemukjizatan, nasikh, mansukh, penolakan hal-hal
yang dapat menimbulkan keraguan terhadapnya serta hal lainnya”.
(Abd. Azhim, tt : 27)
3. Menurut Abu Syahbah: Ulumul Quran adalah ilmu yang memiliki

6
objek-objek pembahasan yang berhubungan dengan al-Quran, mulai
dari proses penurunan, urutan penulisan, penulisan, kodifikasi, cara
membaca, penafsiran, kemukjizatan nasikh-mansukh,
muhkammutasyabih, serta pembahasan lainnya. (Syahbah, 1992 : 25)
4. Menurut Ash-Shabuny: Ulumul Quran adalah seluruh pembahasan
yang berhubungan dengan al-Quran al-Karim yang abadi, baik dari
segi penyusunannya, pengumpulannya, sistematikanya, perbedaan
antara surat Makiyah dan Madaniyah, pengetahuan tentang nasikh dan
mansukh, pembahasan tentang ayat-ayat yang muhkamat dan
mutasyabihat, serta pembahasan lain yang berhubungan dengan al-
Quran al-Majid”. (Ash-Shabuny, 1991 : 14)
Definisi-definisi tersebut di atas telah disepakati oleh para ulama dan ahli
ushul serta mempunyai maksud yang sama meskipun dengan redaksi yang
agak berbeda, bahkan mereka sependapat bahwa Ulumul Quran adalah
sejumlah pembahasan yang berkaitan dengan al-Quran, dan pembahasan
itu menyangkut materi-materi yang selanjutnya menjadi pokok-pokok
bahasan Ulumul Quran.

2. 2 Ruang Lingkup dan Bahasan Ulumul Qur’an


Ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an pada dasarnya luas dan sangat
banyak karena segala aspek yang berhubungan dengan al-Qur’an, baik
berupa ilmu agama seperti tafsir, ijaz, dan qira'ah, maupun ilmu-ilmu
bahasa Arab seperti ilmu balaghah dan ilmu irab al-Qur’an adalah bagian
dari Ulumul Qur’an. Di samping itu, banyak lagi ilmu-ilmu yang
terangkum di dalamnya. As-Suyuthi dalam kitab al-Itqan misalnya,
menguraikan sebanyak 80 cabang Ulumul Qur’an. Dari tiaptiap cabang
terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Bahkan menurut Abu Bakar
Ibn al-Arabi sebagaimana dikutib as-Suyuthi, Ulumul Qur’an itu terdiri
dari 77.450 cabang ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang
terdapat dalam al-Qur’an, dimana tiap kata dikalikan empat. Sebab, setiap
kata dalam al-Qur’an mengandung makna dzahir, batin, terbatas, dan tidak

7
terbatas. Namun, menurut Hasbi ash-Shidiqie (1904-1975 M), berbagai
macam pembahasan Ulumul Qur'an tersebut pada dasarnya dapat
dikembalikan kepada beberapa pokok bahasan saja, antara lain:
1. Nuzul. Aspek ini membahas tentang tempat dan waktu turunnya ayat
atau surah al-Qur’an. Misalnya: makkiyah, madaniyah, safariyah,
hadhariah, nahariyah, syita'iyah, lailiyah, shaifiyah, dan firasyiah.
Pembahasan ini juga meliputi hal yang menyangkut asbab an-nuzul
dan sebagainya.
2. Sanad. Aspek ini meliputi hal-hal yang membahas sanad yang
mutawatir, syadz, ahad, bentuk-bentuk qira'at (bacaan) Nabi, para
penghapal dan periwayat al-Qur’an, serta cara tahammul (penerimaan
riwayat).
3. Ada’ al-Qira'ah. Aspek ini menyangkut tata cara membaca al-Qur'an
seperti waqaf, ibtida', madd, imalah, hamzah, takhfif, dan idgham.
4. Aspek pembahasan yang berhubungan dengan lafazh al-Qur’an, yaitu
tentang gharib, mu'rab, musytarak, majaz, muradif, isti'arah, dan
tasybih.
5. Aspek pembahasan makna al-Qur’an yang berhubungan dengan
hukum, misalnya ayat yang bermakna 'amm dan tetap dalam
keumumannya, ‘amm yang dimaksudkan khusus, 'amm yang
dikhususkan oleh sunnah, nash, zhahir, mujmal, mufashshal, mafhum,
manthuq, muthlaq, muqayyad, muhkam, mutasyabih, musykil, nasikh
mansukh, mu'akhar, muqaddam, ma'mul pada waktu tertentu, dan
ma'mul oleh seorang saja.
6. Aspek Pembahasan makna al-Qur’an yang berhubungan dengan
lafazh, yaitu fashl, washl, ithnab, ijaz, musawah, dan gashr
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa secara garis besar
pokok bahasan Ulumul Qur'an terbagi menjadi dua aspek utama, yaitu:
Pertama, ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti
ilmu yang mempelajari tentang jenis-jenis bacaan (qira'at), tempat dan
waktu turun ayatayat atau surah al-Qur’an (makkiah-madaniah), dan

8
sebab-sebab turunnya alQur’an (asbab an-nuzul). Kedua, yaitu ilmu yang
berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan
penelaahan secara mendalam, misalnya pemahaman terhadap lafazh yang
gharib (asing) serta mengetahui makna ayatayat yang berkaitan dengan
hukum.

2. 3 Sejarah Pertumbuhan Ulumul Qur’an


Al-Quran yang diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi
Muhammad SAW mempunyai perjalanan yang panjang baik dari segi
turunnya maupun dari segi perkembangannya. Pertumbuhan dan
perkembangan al-Quran ketika itu terus berlangsung karena apa yang
diterima Nabi, beliau sampaikan kepada para sahabat, dan sahabatpun
menyampaikannya pula kepada sahabat lainnya. Proses perkembangan dan
pertumbuhan yang begitu cepat disebabkan karena al-Quran turun dengan
menggunakan bahasa Arab, sehingga para sahabat yang memang orang
Arab cepat memahaminya, apabila mereka menemukan kesulitan mereka
dapat bertanya langsung kepada Nabi sehingga perkembangannya cukup
menggembirakan
1. Fase Sebelum Kodifikasi
Pada masa Rasulullah Saw. dan para sahabat, Ulumul Qur’an belum
dikenal sebagai suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis.
Para sahabat yang merupakan orang-orang Arab asli pada masa itu
dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa
yang diturunkan kepada Rasul. Apabila mereka menemukan kesulitan
dalam memahami ayat-ayat tertentu, maka mereka menanyakannya
langsung kepada Rasul Saw. Adapun sebab-sebab mengapa Ulumul
Qur’an belum dikodifikasikan pada masa Nabi dan Sahabat, yaitu
antara lain:
a. Pada umumnya para sahabat adalah ummi (tidak dapat menulis dan
membaca), bahkan kurang mengenal adanya bacaan dan tulisan.
b. Terbatasnya alat-alat tulis di kalangan mereka kala itu sehingga

9
mereka menuangkannya pada pelepah kurma, tulang belulang,
kulit binatang, dan lain sebagainya. Karena itu tidak mudah bagi
mereka untuk membukukan atau mengkodifikasi apa yang mereka
dengar dari Rasulullah Saw.
c. Mereka dilarang menulis sesuatu hal selain daripada al-Qur’an
karena dikhawatirkan tulisan tersebut akan tercampur aduk
dengannya. Sebagaimana ditegaskan Nabi Saw.: Dari Abu Sa'id al-
Khudri, bahwa Rasul Saw. bersabda: “Janganlah kalian menulis
(apa pun) dariku. Dan barangsiapa menulis selain al-Qur’an, maka
sebaiknya ia menghapusnya.” (HR. Muslim)
d. Sahabat adalah orang Arab asli sehingga mereka dapat menikmati
al-Qur’an secara langsung dengan ketulusan jiwa, mereka juga
dapat menerima, menyerap dan menyampaikan al-Qur’an dengan
cepat. Karena beberapa sebab itulah, Ulumul Qur’an pada masa ini
tidak ditulis. Kondisi seperti ini berlangsung selama dua masa
kepemimpinan khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq dan khalifah Umar
bin Khattab. Meskipun demikian, generasi sahabat tetap
merupakan generasi Islam pertama yang memiliki andil cukup
signifikan dalam proses penyebaran ajaran Islam, termasuk di
dalamnya Ulumul Qur’an, baik secara talaqqi maupun syafawi,
bukan secara tadwini dan kitabah (kodifikasi).
2. Permulaan Masa Kodifikasi
Wilayah Islam pada era khalifah Utsman bin Affan semakin bertambah
luas sehingga terjadi perbauran antara masyarakat Arab dan bangsa-
bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab ('ajam). Keadaan demikian
menimbulkan kekhawatiran sebagian dari sahabat akan tercemarnya
keistimewaan bahasa Arab, bahkan lebih dikhawatirkan akan merusak
qira'ah al-Qur’an yang menjadi standar bacaan masyarakat arab pada
saat itu. Sebagai solusi maka disalinlah dari tulisantulisan aslinya
sebuah al-Qur’an yang kemudian dikenal dengan mushaf imam. Proses
penyalinan al-Qur’an ini dilakukan dengan model tulisan ar-rasm

10
alutsmani. Model penulisan al-Qur’an yang kemudian dikenal sebagai
ilmu ar-rasm al-Utsmani (ilmu rasm al-Qur’an) yang disinyalir oleh
sebagian ulama sebagai dasar atau tonggak awal munculnya Ulumul
Qur’an. Lalu pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib, lahn (kerancuan)
dalam bahasa dan berbahasa Arab semakin parah. Untuk membentengi
bahasa Arab -dan tentunya al-Qur’an- dari berbagai kesalahan bacaan,
maka khalifah Ali memerintahkan Abu al-Aswad ad-Du'ali untuk
membuat kaidah (gramatikal) bahasa Arab. Karena peristiwa ini,
sebagian ahli kemudian menyebut Ali sebagai pencetus ilmu Nahwu
(gramatikal) atau ilmu I'rab al-Qur’an. Dari uraian di atas, secara garis
besar dapat dikatakan bahwa, perhatian para pembesar sahabat dan
tabi'in waktu itu adalah menyebarkan Ulumul Qur’an secara riwayat
dan talqin (dari lisan ke lisan), bukan dengan tulisan atau tadwin
(kodifikasi). Kendati demikian, apa yang mereka lakukan dapat
dikatakan sebagai permulaan proses penulisan atau kodifikasi Ulumul
Qur’an. Para sahabat yang mempunyai andil besar dalam proses
periwayatan Ulumul Qur’an secara lisan ke lisan adalah empat khalifah
rasyidin, Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Abu Musa al-Asy'ari, Zaid bin
Tsabit, dan Abdullah bin Zubair. Sedangkan dari kalangan tabi'in
adalah Mujahid, 'Atha' ‘Ikrimah, Qatadah, Sa'id bin Jubair, al-Hasan
al-Bashri, dan Zaid bin Aslam. Mereka semua adalah para tokoh
peletak batu pertama ilmu tafsir, ilmu asbabun nuzul, Ilmu nasikh
mansukh, ilmu gharib al-Qur’an, dan sebagainya yang notabene adalah
bagian dari disiplin ilmu Ulumul Qur’an
3. Masa Kodifikasi
Kemudian datanglah masa kodifikasi. Di era ini, berbagai kitab tentang
Ulamul Qur'an pun ditulis dan dikodifikasikan. Namun, poin yang
menjadi prioritas utama para ulama dimasa itu adalah ilmu tafsir,
karena ilmu ini dianggap memiliki fungsi yang sangat vital dalam
proses pemahaman dan penjelasan isi alQur’an. Adapun para penulis
pertama dalam bidang tafsir adalah Syu'bah bin alHajjaj (160 H), Wali

11
bin al-Jarrah (197 H) dan Sufyan bin Uyainah (198 H). Tafsirtafsir
mereka berisi tentang pandangan dan pendapat para sahabat dan
tabi'in. Hal ini menunjukkan betapa besarnya perhatian dan semngat
para ulama untuk memahami dan menggali makna-makna yang
terkandung dalam al-Qur’an.14 Kemudian pada abad ke-3 Hijriyah
muncul tokoh tafsir pertama yang membentangkan berbagai pendapat
dan mentarjih sebagiannya. Ia adalah Ibnu Jarir at-Thabari (310 H)
dengan kitabnya, Jami' al-Bayan fi Tafsir Ayi al-Qur'an. Kemudian
proses penulisan tafsir ini terus berlangsung hingga saat sekarang
dengan model dan karakter yang berbeda-beda antara satu masa
dengan masa yang lainnya.

2. 4 Manfaat, Urgensi, dan Tujuan Mempelajari Ulumul Qur’an


Manfaat mempelajari Ulumul Qur’an yaitu antara lain :
1. Menambah khazanah ilmu pengetahuan yang penting yang berkaitan
dengan al-Quran al-Karim.
2. Membantu umat Islam dalam memahami al-Qur’an dan menarik
(istinbath) hukum dan adab dari al-Qur’an, serta mampu menafsirkan
ayat-ayatnya.
3. Mengetahui sejarah kitab al-Qur’an dari aspek nuzul (turunnya),
periodenya, tempat-tempatnya, cara pewahyuannya, waktu dan
kejadiankejadian yang melatar-belakangi turunnya al-Qur’an.
4. Menciptakan kemampuan dan bakat untuk menggali pelajaran, hikmah
dan hukum dari al-Qur’an al-Karim.
5. Sebagai senjata dan tameng untuk menangkis tuduhan dan keraguan
pihak lawan yang menyesatkan tentang isi dan kandungan dari al-
Qur’an.
Letak urgensi dalam mempelajari Ulumul Qur’an yaitu pemahaman yang
baik terhadap Ilmu ini merupakan neraca yang sangat akurat dan dapat
dipergunakan oleh mufassir dalam memahami firman Allah dan
mencegahnya secara umum untuk melakukan kesalahan dan kedangkalan

12
dalam tafsir alQur’an. Ulumul Qur’an sangat erat kaitannya dengan ilmu
tafsir. Seseorang tidak akan mungkin dapat menafsirkan al-Qur’an dengan
benar dan benar tanpa mempelajari Ulumul Qur’an. Sama halnya dengan
posisi dan urgensi ilmu nahwu bagi orang yang mempelajari bahasa Arab
agar terhindar dari kesalahan berbahasa baik lisan maupun dalam konteks
tulisan. Sebagaimana pentingnya ushul fiqhi dan gawa'id fiqhiyah bagi
ilmu fiqhi, dan ilmu mushthalah hadis sebagai alat untuk mengkaji hadis
Nabi Saw. Tujuan utama Ulumul Qur’an adalah untuk mengetahui arti-arti
dari untaian kalimat al-Qur’an, penjelasan ayat-ayatnya dan keterangan
makna-maknanya dan hal-hal yang samar, mengemukakan hukum-
hukumnya dan selanjutnya melaksanakan tuntunannya untuk memperoleh
kebahagiaan dunia dan akhirat.

13
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ulumul Qur’an adalah sejumlah pengetahuan (ilmu) yang berkaitan
dengan al-Qur’an baik secara umum seperti ilmu-ilmu agama Islam dan
bahasa Arab, dan secara khusus adalah kajian tentang al-Qur’an seperti
sebab turunnya al-Qur’an, Nuzul al-Qur’an, nasikh mansukh, I’jaz, Makki
Madani, dan ilmu-ilmu lainnya. Secara garis besar, pokok bahasan Ulumul
Qur'an terbagi menjadi dua aspek utama, yaitu: Pertama, ilmu yang
berhubungan dengan riwayat sematamata, seperti ilmu yang mempelajari
tentang jenis-jenis bacaan (qira'at), tempat dan waktu turun ayat-ayat atau
surah al-Qur’an (makkiah-madaniah), dan sebab-sebab turunnya al-Qur’an
(asbab an-nuzul). Kedua, yaitu ilmu yang berhubungan dengan dirayah,
yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam,
misalnya pemahaman terhadap lafazh yang gharib (asing) serta
mengetahui makna ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum. Sejarah
ulumul Qur’an secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi tiga tahap
perjalanan yaitu tahap sebelum kodifikasi, awal permulaan kodifikasi dan
tahap kodifikasi yang melahirkan banyak ulama dan karya mereka tentang
Ulumul Qur’an. Sedangkan tujuan utama Ulumul Qur’an adalah untuk
mengetahui arti-arti dari untaian kalimat al-Qur’an, penjelasan ayat-
ayatnya dan keterangan makna-maknanya dan hal-hal yang samar,
mengemukakan hukumhukumnya dan selanjutnya melaksanakan
tuntunannya untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat

3.2 Saran
Demikianlah makalah yang kami berisikan tentang tafsir, ta’wil dan
terjemah. Makalah inipun tak luput dari kesalahan dan kekurangan
maupun target yang ingin dicapai. Adapun kiranya terdapat kritik, saran
maupun teguran digunakan sebagai penunjang pada makalah ini. Sebelum
dan sesudahnya kami ucapkan terima kasih.

14
.

15
DAFTAR PUSTAKA
Aulia, H. F. (2022). Pemikiran Kiai Sholeh Darat As Samarani dalam bidang
Ulumul Qur'an: Studi atas kitab Al Mursyid Al Wajīz Fī ‘Ilm Al Qur’ān Al
‘Azīz (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad
Siddiq Jember).
Hakim, A. M. B. (2012). Ulumul Quran. Nur alhuda.
IRSYAD, W. ULUMUL QUR’AN SEBAGAI ILMU.
Izzan, A. (2011). ULUMUL QUR'AN: Telaah tekstualitas dan Kontekstualitas
Alquran. Tafakur.
Khalid, M. R. (2010). Ulumul Qur ‘An dari Masa Ke Masa. Jurnal
Adabiyah, 10(2), 124-133.
Mattson, I., Riyadi, D. S., & Yasin, R. C. L. (2013). Ulumul Quran Zaman Kita:
Pengantar untuk Memahami Konteks, Kisah, dan Sejarah Al Quran.
Nahar, S. (2015). Studi Ulumul Quran.
A. Pengertian Ilmu Makki dan Madani
Secara bahasa Makki adalah Mekkah dan Madani adalah Madinah.
Sedangkan secara istilah terdapat tiga pengertian oleh para ulama, yaitu
sebagai berikut :
1. Pertama : Menentukannya berdasarkan tempat turun ayat. Bila ayat
turun di Mekkah dan sekitarnya seperti Mina, Arafah, dan Hudaibiyah,
sekalipun turun setelah hijrah dinamakan ayat Makkiyah. Sebaliknya jika
ayat turun di Madinah dan sekitarnya seperti Uhud dan Sila’ makai ia
disebut ayat madaniyah.
2. Kedua : Menentukannya berdasarkan khithab (objek penerima) ayat.
Bila ayat turun ditujukan kepada penduduk Mekkah, baik turun di Makkah
atau di Madinah, baik sebelum dan sesudah hijrah, ia disebut ayat
Makkiyah. Sebaliknya, jika ayat tersebut ditujukan kepada penduduk
Madinah, baik turun di Mekkah atau Madinah, baik sebelum atau sesudah
hijrah, ia tetap disebut ayat madaniyah.
3. Ketiga : Makki adalah sesuatu ayat atau surat yang diturunkan sebelum
hijrah walaupun ayat tersebut turun selain selai di Makkah. Sedangkan
Madani adalah sesuatu yang diturunkan setelah hijrah, baik yang turun di
Makkah maupun di Madinah. Dan ini termasuk pendapat yang paling
terkenal (masyhur).[1]
Adapun jika ingin mengetahui tentang ayat-ayat makki dan madani, kita
harus mengetahui terlebih dahulu tentang kelompok dan ciri-ciri tentang
ayat makki dan Madani.

16
B. Kelompok Surat Ilmu Makki dan Madani
Menurut perkiraan sebagian ulama, di antaranya Syaikh Muhammad al
Khudari Bek, surat dan ayat Al- qur ‘an yang tergolong ke dalam kelompok
Makkiyah berjumlah sekitar 13/30% dari keseluruhan Al-qur’an, sementara
jumlah surat dan ayat yang digolongkan ke dalam kelompok Madaniyah
hanya berjumlah sekitar 11/30%. Jadi, kelompok surat Makkiyah lebih
banyak jumlahnya dari pada kelompok surat Madaniyah.
Yang tergolong ke dalam kelompok surat Madaniyah ialah : Surat al-
Baqarah, Ali Imran, An-Nisa’, Al-Maidah, Al- Anfal, At- Taubah, An – Nur,
Al- Ahzab, Al-Qital, Al-Fath, Al-Hujurat, Al-Mujadalah,Al-Hasy, Al-
Mumtahanah, As-syaffar,Al-Jumu’ah, Al-Munafiqun, At-Taghabun, At-
Thalaq, At-Tahrim, dan An-Nashr. Kecuali yang telah disebutkan ini,
semua surat dan ayat Al-Qur’an yang lainnya tergolong ke dalam
kelompok surat-surat Makkiyah.[2]
1. Ciri-Ciri Khusus Surat/Ayat Makkiyah
1. Setiap surat yang di dalamnya terdapat kata -kata yaa
ayyukhannasu (wahai manusia), kecuali tujuh ayat yang tetap tergolong
kelompok Madaniyah.
2. Surat yang di dalamnya terdapat kata-kata yaa banii adama (hai bani
Adam), kecuali dalam surat Al-Maidah.
3. Surat yang di dalamnya terdapat kata kala (sekali-kali tidak atau
janganlah begitu). Setiap surat yang di dalamnya terdapat kata sajada dan
atau ayat sajdah.
4. Setiap surat yang yang di dalamnya terdapat kisah Adam dan Iblis,
kecuali yang ada dalam surat Al- Baqarah.
5. Surat makkiyah umumnya pendek-pendek. Misalnya surat-surat yang
terdapat dalam juz Amma, tetapi ada juga yang tergolong Madaniyah
6. Redaksi ayatnya cenderung bernada keras (ancaman), tetapi agak
bersajak.
7. Isi surat Makkiyah pada umumnya berkenaan dengan perihal
akidah/keimanan atau tauhid,akhlak, surge, neraka, pahala, dan dosa.[3]
8. Surat – surat yang di dalamnya termuat huruf/lafal sumpah (qasam)
dalam berbagai bentuknya.[4]
2. Ciri-ciri Khusus Madani
1. Setiap surat yang berisi kewajiban atau had (sanksi) adalah Madani.
2. Setiap surat yang di dalamnya disebutkan orang-orang munafik adalah
Madani, kecuali surat Al- Ankabut adalah Makki.
3. Setiap surat yang di dalamnya terdapat dialog dengan Ahli Kitab adalah
Madani.
4. Setiap surat yang di dalamnya terdapat kata Yaayyuhal Latzina
Aamanu (wahai orang-orang yang beriman).
5. Surat -surat yang berisikan perihal ibadah, terutama sholat, zakat,
puasa, haji, dan lain- lain.

17
6. Surat-surat yang berisikan masalah-masalah mu’amalah dalam
konteksnya yang sangat luas.[5]
C. Pengetahuan tentang Ilmu Makki dan Madani serta Perbedaannya
Untuk mengetahui dan menentukan Makki dan Madani para ulama
bersandar pada dua cara anatara lain:
1. Sima’i Naqli ( pendengaran seperti apa adanya ). Cara pertama
didasarkan pada riwayat sahih dari para sahabat yang hidup pada saat
dan menyaksikan turunnya wahyu atau dari para tabi’in yang menerima
dan mendengar dari para sahabat bagaimana, di mana dan peristiwa apa
yang berkaitan dengan turunnya wahyu itu. Sebagian besar penentuan
Makki dan Madani itu didasarkan pada cara pertama ini.
2. Qiyasi Ijtihadi, didasarkan pada ciri-ciri Makki dan Madani. Apabila
dalam surat Makki terdapat suatu ayat yang mengandung sifat Madani
atau mengandung peristiwa Madan, maka dikatakan bahwa ayat itu
Madani. Dan apabila dalam surat Madani terdapat suatu ayat yang
mengandung sifat Makki atau mengandung peristiwa Makki, maka ayat
tersebut dikatakan sebagai ayat Makki. Bila dalam suatu surat terdapat
ciri-ciri Makki maka surat itu dinamakan surat Makki. Demikian pula bila
dalam satu surat terdapat ciri-ciri Madani, maka surat itu dinamakan surat
Madani. Inilah yang disebut qiyasi ijtihadi. Oleh karena itu, para ahli
mengatakan “ setiap surat yang di dalamnya mengandung kisah para nabi
danumat-umat terdahulu, maka surat itu adalah Makki. Dan setiap surat
yang di dalamnya mengandung kewajiban atau ketentuan, surat itu adalah
Madani.[6]
D. Kedudukan dan Kegunaan serta Faedah mengetahui ilmu Makki
dan Madani
1. Kedudukan dan Kegunaan
Lepas dari perbedaan perdapat para pakar ilmu-ilmu Al-Qur’an tentang
status ilmu Makki dan Madani apakah dia sebagai ilmu sima’i atau ilmu
ijtihadi, yang pasti ilmu ini memiliki kedudukan penting dan stategis serta
sekaligus mempunyai nilai guna yang sangat berarti dalam menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur’an. Ilmu Makki dan Madani mempunyai kedudukan
signifikan bagi musafir, paling sedikit sebagai ilmu penopang / pendukung
atau ilmu bantu. Bahkan, bagi musafir yang mengakui keberadaan konsep
nasakh mansukh dalam Al-Qur’an hampir dapat dipastikan harus
menjadikan ilmu Makki dan Madani sebagai salah satu perangkat bagi
mereka. Sebab, seperti diketahui umum, di antara prasyarat nasihk
Mansukh ialah bahwa ayat manskhah (yang di nasakh) harus diturunkan
lebih dulu dari pada auat yang me-nasakh.
Alasan lain yang juga layak dikemukakan ialah bahwa penggolongan ilmu
asbabil nuzul ke dalam ilmu-ilmu riwayatyang dengan demikian maka
sifatnya menjadi terbatas, sedangkan ilmu Makki dan Madani bisa juga di
golongkan ke dalam kelompok ilmu-ilmu ijtihad di samping ada juga yang
lebih tepat digolongkan ke dalam lingkungan ilmu-ilmu sima’I (riwayat).

18
Berkenaan dengan kelebihan ilmu Makki dan Madani,Abu Qasim al-
Hasan bin Muhammad bin Habib an-Naisaburi misalnya mengungkapkan
demikian “ Di antara tanda dari kebesaran ilmu-ilmu Al-Qur’an ialah
ilmutentang turunnya, ilmu tentang berbagai seginya, serta ilmu tentang
tertib turunnya di Makkah pada saat permulaan, pertengahan dan
penghabisan,demikian pula ketika di Madinah pada saat permulaan,
pertengahan, dan masa- masa akhirnya.
2. Faedah mengetahui Ilmu Makki dan Madani
Pengetahuan tentang ilmu Makki dan Madani banyak faedahnya, di
antaranya :
a) Untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan Al-Qur’an. Sebab
pengetahuan mengenai tempat turun ayat dapat membantu memahami
ayat tersebut dan menafsikannya dengan tafsiran yang benar, sekalipun
yang menjadi pegangan adalah pengertian umum lafaz, bukan sebab
yang khusus. Berdasarkan hal itu seorang penafsir dapat membedakan
antara ayat yang nasikh dengan yang Mansukh bila di antara kedua ayat
terdapat makna yang kontradiktif. Yang datang kemudian tentu
merupakan nasikh atas yang terdahulu.
b) Meresapi gaya Bahasa Al-Qur’an dan memanfaatkannya dalam metode
berdakwah menuju jalan Allah, sebab setipap situasi mempunyai bahasa
tersendiri. Memerhatikan apa yang dikehendaki oleh situasi, merupakan
arti paling khusus dalam ilmu retorika. Karakteristik gaya Bahasa Makki
dan Madani dalam Al-Qur’an pun memberikan kepada orang yang
mempelajarinya sebuah metode dalam penyampaian dakwah ke jalan
Allah yang sesuai dengan kejiwaan lawan berbicaradan menguasai pikiran
dan perasaannya serta mengatasi apa yang ada dalam dirinya dengan
penuh kebijaksanaan.
c) Mengetahui sejarah hidup Nbi melalui ayat-ayat Al-Qur’an, sebab
turunnya wahyu kepada Rasulullah sejalan dengan sejarah dakwah
dengan segala peristiwanya, baik pada periode Mekkah maupun periode
Madinah, sejak permulaan turun wahyu hingga ayat terakhir diturunkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Secara Bahasa Makki adalah Mekkah dan Madani adalah Madinah.
Sedangkan secara istilah terdapat tiga pengertian oleh para ulama’, yaitu:
menentukannya berdasarkan tempat turun ayat, menentukannya
berdasarkan khithab (objek penerima) ayat, dan yang terakhir Makki
adalah sesuatu ayat atau surat yang diturunkan sebelum hijrah walaupun
ayat tersebut turun selain selai di Makkah. Sedangkan Madani adalah
sesuatu yang di turunkan setelah hijrah, baik yang turun di Makkah
maupun di Madinah.
2. Ciri-ciri khusus surat/ayat Makkiyah

19
a) Setiap surat yang di dalamnya terdapat kata-kata yaa
ayyukhannasu ( wahai manusia ), kecuali tujuh ayat yang tetap tergolong
kelompok Madaniyah.
b) Surat yang di dalamnya terdapat kata-kata yaa banii adama (hai bani
Adam), kecuali dalam surat Al-Maidah.
c) Surat yang di dalamnya terdapat kata kala (sekali-kali tidak atau
janganlah begitu).Setiap surat yang di dalamnya terdapat kata sajada dan
atau ayat sajdah dan lain lain.
3. Ciri-ciri khusus Madani
a) Setiap surat yang berisi kewajiban atau had (sanksi) adalah Madani.
b) Setiap surat yang didalamnya disebutkan orang-orang munafik adalah
Madani, kecuali surat Al- Ankabut adalah Makki.
c) Setiap surat yang didalamnya terdapat dialog dengan Ahli Kitab adalah
Madani.

20

Anda mungkin juga menyukai