Dosen Pengampu:
H. A. Nahrowi, S.Pd.I, M.Pd
Oleh:
Kelompok 2
Indah Puspitasari NIM 222344046
Putri Julyanti NIM 222301241
SEMESTER 4
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
DINAMIKA UMMAT
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa
ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak H. A. Nahrowi, S.Pd.I,
M.Pd sebagai dosen pengampu mata kuliah Ulumul Hadist 2 yang telah membantu
memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Kelompok 2
ii
DAFTAR ISI
COVER…………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR……………………………………………………. ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………… iii
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………… 2
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………….. 2
BAB II: PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Al-Qur’an dan Hadist……………………………………….. 3
2.2 Hubungan Hadist terhadap Al-Qur’an………………………………….. 5
2.3 Kedudukan dan Fungsi Hadist terhadap Al-Qur’an…………………… 7
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………... 12
3.2 Saran……………………………………………………………………. 12
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
BAB II
PEMBAHASAN
umumnya Al Qur’an bersifat global sehingga tidak cukup untuk dipelajari sendiri
melainkan membutuhkan ilmu-ilmu Al Qur’an, tafsir-tafsir dan hadis-hadis.
seringkali dengan redaksi yang sedikit berbeda dengan redaksi yang diucapkan oleh
Nabi SAW.
Meskipun demikian, bukan berarti keabsahan hadist diragukan begitu saja
mengingat kebaikan pada diri Nabi Muhammad SAW dan sahabat beliau yang
memiliki ingatan yang baik dalam menghafal hadis beliau, sehingga keabsahan
hadits-hadits dapat terjaga.
Al Qur’an menunjuk nabi sebagai orang yang harus diteladani kaum muslimin
sejak masa sahabat sampai hari ini telah bersepakat untuk menetapkan hukum
berdasarkan sunnah Nabi, terutama yang berkaitan dengan petunjuk operasional.
Keberlakuan Hadist sebagai sumber hukum diperkuat pula dengan kenyataan bahwa
Al Qur’an hanya memberikan garis-garis besar dan petunjuk umum yang
memerlukan penjelasan dan rincian lebih lanjut untuk dapat dilaksanakan dalam
kehidupan manusia.
۴۴﴿ ﴾ِباْلَبِّيٰن ِت َو الُّز ُبِۗر َو َاْنَز ْلَناِاَلْيَك الِّذ ْك َر ِلُتَبِّيَن ِللَّناِس َم اُنِّز َل ِاَلْيِهْم َو َلَعَّلُهْم َيَتَفَّك ُرْو َن
“(mereka Kami utus) dengan membawa keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-
kitab. Dan Kami turunkan Ad Zikr (Al Qur’an) kepadamu, agar engkau menerangkan
kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, agar mereka
memikirkan”(An Nahl:44)
Hadist memberikan rincian terhadap pernyataan Al Qur’an yang masih
bersifat global. Misalnya Al Quran menyatakan perintah sholat dalam QS Al Baqarah
ayat 3. Shalat dalam ayat tersebut masih bersifat umum sehingga hadist lebih
merincinya, misalnya shalat yang dikerjakan adalah shalat wajib dan sunah.
Rasulullah SAW bersabda:
Dari Thalhah bin Ubaidillah: bahwasannya telah datang seorang Arab Badui
kepada Rasulullah SAW dan berkata: “Wahai Rasulullah beritahukan kepadaku
salat apa yang difardukan untukku?” Rasul berkata: “Salat lima waktu, yang
lainnya adalah sunnah” (HR Bukhori dan Muslim).
b. Hadist membatasi kemutlakan ayat Al Qur’an.
Misalnya Al Qur’an mensyariatkan wasiat. QS. Al Baqarah: 180
﴿ ُك ِتَب َع َلْيُك ْم ِاَذ اَح َضَر َاَح َد ُك ُم اْلَم ْو ُت ِاْن َتَر َك َخ ْيًر اۚ اْلَو ِصَّيُة ِلْلَو اِلَدْيِن َو اَاْلْقَر ِبْيَن ِباْلَم ْع ُرْو ِف ۚ َح ًّقا َعلَى اْلُم َّتِقْيَن
180﴾
“Diwajibkan atas kamu, apabila maut hendak menjemput seseorang di antara kamu,
jika dia meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orang tua dan karib kerabat
dengan cara yang baik (sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertaqwa.” (Al
Baqarah:180)
Kemudian hadist memberikan batas maksimal pemberian harta warisan
melalui wasiat yaitu tidak melampaui sepertiga dari harta tersebut. Hadist ini
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
c. Hadist memberikan pengecualian terhadap pernyataan Al Qur’an yang
bersifat umum.
12
3.1 Kesimpulan
Hadist menurut bahasa berarti sesuatu yang baru (al jadid), sesuatu yang dekat
(al qarib) atau berita (al khabar). Sedangkan menurut istilah adalah segala perkataan,
perbuatan, dan hal ihwal Nabi Muhammad SAW.
Al Qur’an menurut bahasa berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qur’anan yang
artinya bacaan. Sedangkan menurut istilah adalah kitab suci Allah SWT yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril untuk menjadi
petunjuk dan pedoman manusia dan mendapatkan pahala bagi yang membacanya.
Makna dalam ayat-ayat Al Qur’an masih bersifat global sehingga kedudukan
hadist terhadap Al Qur’an adalah untuk menafsirkannya. Penafsiran hadist terhadap
ayat-ayat Al Qur’an itu bisa berbentuk menjelaskan kemujmalan ayat, menerangkan
kemusykilannya, mengkhususkan keumumannya dan menentukan kemutlakannya.
3.2 Saran
Kami sadar bahwasanya dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan. Maka dari itu masih perlu saran dan kritik para pembaca
agar makalah ini bisa mencapai kesempurnaa dikemudian hari.
13
DAFTAR PUSTAKA
Ali Anas Nasution. 2015. Hubungan Hadis dengan Al Qur’an. Jakarta: Jurnal
Thariqah Vol. 02 No. 02
Audi Rahman. 2010. Kajian Ulumul Hadis. Jakarta: Jurnal Ulumul Hadis
Muhammad bin Shalih al Utsaimin. 2008. Pengantar Ilmu Hadis. Jurnal Ilmu Hadis.
Nata, Abuddin. 2010. Metodologi Studi Islam: Metode Peneletian Hadis.
RajaGrafindo Persada. Jakarta
Shihab, Quraish. 1996. Membumikan Al Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat. Mizan. Bandung
Supiana. 2012. Metodologi Studi Islam: Studi Sumber Ajaran Islam, Al Qur’an.
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI. Jakarta
Yasir, Muhammad, Ade Jamaruddin. 2016. Studi Al Qur’an. Asa Riau. Riau
14