Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Kedudukan dan fungsi hadist Bayan Tasyri ,Bayan Taqrir, Taqhsis Dan Nasakh.
Tugas makalah untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
STUDI HADIST

Dosen Pengampu :
Drs. H. Muhammad Anshori, M.Pd.
Disusun Oleh :
Adinda fayza salsabila (2201012486)
Afreza Lailatun nazalah (2201012481)
Anis Permata Sari (2201012552)
Aulia Novitasari (2201012485)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS KH. A. WAHAB HASBULLAH TAMBAKBERAS
JOMBANG
2022

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
segala rahmat dan ridha-Nya yang telah diberikan kepada kami sehingga dapat
menyelesaikan makalah STUDI HADITS dengan baik dan tepat waktu yang telah
ditentukan.
Sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW. yang diutus sebagai rahmat untuk sekalian alam dan
membimbing umat ke jalan yang lurus.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Materi
Studi Hadits. Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besar nya kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini. Kami juga
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat
kami harapkan dari para pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki
pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.
Waalaikumssalam Wr.Wb

Jombang, 18 November 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................... 2
BAB 1 ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 1
BAB II ....................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ........................................................................................................ 2
1. Kedudukan Hadits .............................................................................................. 2
2. Fungsi Hadist ...................................................................................................... 3
1. Bayan At-Tasyri’ .................................................................................................. 3
2. Bayan At-Taqrir .................................................................................................... 4
3. Bayan At-Takhsis ................................................................................................. 5
4. Bayan Nasakh ....................................................................................................... 5
BAB III .......................................................................................................................... 6
PENUTUP ................................................................... Error! Bookmark not defined.
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 7
B. Daftar Isi ………………………………………………………………………………………………………………...8

3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadist yang merupakan penasifran terhadap al-Qur’an dalam praktik
maupun penerapan ajaran Islam secara faktual dan ideal adalah salah satu
sumber ajaran Islam selain al-Qur’an. Di katakan seperti itu karena kepribadian
Nabi Besar Muhammad SAW adalah bentuk perwujudan dari Al-Qur’an yang
di tafsirkan untuk umat manusia dalam menjalani kehidupannya sehari-hari.
Hal ini berdasarkan pada beberapa argumentasi, baik itu dari dalil aqli ataupun
naqli, yang tersurat dalam hadist nabi maupun dari nash al-Qur’an.Umat Islam
mungkin tidak bisa memahami syariat-syariat Islam secara lengkap dan dalam
tanpa kedua sumber hukum Islam yaitu al-Qur’an dan hadist. Di karenakan
kedua sumber hukum tersebut memberikan penjelasan bahwa hadist Rasulullah
SAWadalah sumber hukum ajaran Islam selain al-Qur’an yang harus dikuiti
oleh umat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kedudukan Studi Islam Dalam Al-qur’an ?
2. Apa fungsi hadist dalam AL-qur’an?
3. Apa bentuk macam macam bentuk fungsi hadist bayan tasry,bayan taqrir,
tashsis dan nasakh?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui hadist bayan tasyri,taqrir,takhsis dan nasakh
2. Untuk mengetahui hadist bayan tasyri, taqrir,takhsis dan nasakh
3. Untuk mengetahui macam macam bentuk fungsi hadist bayan tasry,bayan
taqrir, tashsis dan nasakh

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Kedudukan Hadits
Kedudukannya sebagai penjelas, hadits kadang-kadang memperluas hukum
dalam AlQur’an atau menetapkan sendiri hukum di luar apa yang ditentukan Allah
dalam Al-Quran. Kedudukan Hadits sebagai bayani atau menjalankan fungsi yang
menjelaskan hukum Al-Quran, tidak diragukan lagi dan dapat di terima oleh semua
pihak, karena memang untuk itulah Nabi di tugaskan Allah SWT. Namun dalam
kedudukan hadits sebagai dalil yang berdiri sendiri dan sebagai sumber kedua
setelah Al-Quran, menjadi bahan perbincangan dikalangan ulama. Perbincangan ini
muncul di sebabkan oleh keterangan Allah sendiri yang menjelaskan bahwa
AlQuran atau ajaran Islam itu telah sempurna. Oleh karenanya tidak perlu lagi
ditambah oleh sumber lain. Jumhur ulama mengemukakan alasannya dengan
beberapa dalil, di antaranya :
1. Banyak ayat Al-Qur’an yang menyuruh umat mentaati Rasul. Ketaatan kepada
rasull sering dirangkaikan dengan keharusan mentaati Allah ; seperti yang
tersebut dalam surat An-Nisa : 59
artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), Bahkan dalam tempat lain Al-Quran mengatakan bahwa oang yang
mentaati Rasul berarti mentaati Allah, sebagaimana tersebut dalam surat An-
Nisa : 80:
Artinya : Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah
mentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami
tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.
Dari ayat diatas jelaslah bahwa Hadits itu adalah juga wahyu. Bila wahyu
mempunyai kekuatan sebagai dalil hukum, maka hadits pun mempunyai
kekuatan hukum untuk dipatuhi. Kekuatan hadits sebagai sumber hukum
ditentukan oleh dua segi: pertama, dari segi kebenaran materinya dan keduadari

2
segi kekuatan penunjukannya terhadap hukum. Dari segi kebenaran materinya
kekuatan hadits mengikuti kebenaran pemberitaannya yang terdiri dari tiga
tingkat, yaitu: mutawatir, masyhur, danahad sebagaimana dijelaskan diatas.
• Hadist mutawatir adalah hadist yang diriwayatkan oleh banyak perawi, dari
kalagan para sahabat maupun dari kalangan generasi sesudahnya dan
dipastikan diantara meraka tidak bersepakat dusta.
• Hadist masyhur adalah hadist yang diriwayatkan oleh dua orang sahabat
atau lebih yang tidak mencampai derajat mutawatir
• Hadist ahad adalah hadist yang hanya diriwayatkan oleh satu atau dua orang
perawi.
2. Fungsi Hadist
Fungsi Hadits terhadap Al-Quran dilihat dari tingkatannya, kedudukan hadits
menepati urutan kedua setelah Alquran sebagai landasan hukum Islam. Sementara
dari keutamaannya, ada empat fungsi hadits terhadap Alquran, di antaranya:
1. Bayan At-Tasyri’
Bayan At-Tasyri’ artinya memberikan kepastian hukum Islam yang tidak
dijelaskan di dalam Alquran.Dengan adanya hadits, umat Islam bisa lebih
memahami hukum yang dijelaskan dalam Alquran.
Contoh dari Bayan At-Tasyri bisa dilihat dari hadits riwayat Muslim yang
menjelaskan tentang zakat fitrah.
“Rasulullah tadist elah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada
bulan Ramadan satu sha’ kurma atau gandum untuk setiap orang, baik
merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan.” (HR. Muslim)
Hadits tersebut memperjelas hukum zakat fitrah yang terdapat dalam
surat At-Taubah ayat 103, yakni:

3
Artinya: “Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan
menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu
(menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha
Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah: 103)

2. Bayan At-Taqrir
Bayân taqrir ialah al-Hadits yang berfungsi menetapkan,
memantapkan, dan mengokohkan apa yang telah ditetapkan alQur`ân, sehingga
maknanya tidak perlu dipertanyakan lagi. Ayat yang ditaqrir oleh al-Hadits
tentu saja yang sudah jelas maknanya hanya memerlukan penegasan supaya
jangan sampai kaum muslimin salah menyimpulkan. salah satu fungsi hadits
bayan at-taqrir juga untuk memperjelas isi yang ada di dalam Alquran dengan
begitu, umat Islam bisa memahami apa yang terdapat di dalam Alquran dengan
mudah.Hal ini meliputi pemahaman tentang ketentuan hukum Islam hingga
menjalankan perintah Allah SWT yang ada di dalamnya
Contohnya dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, ada sebuah hadits
yang menjelaskan perihal berwudhu yakni:
“Rasulullah SAW bersabda, tidak diterima salat seseorang yang
berhadas sampai ia berwudhu.” (H.R Bukhari No. 6954 dan Muslim No.
225).
Hadits tersebut memperjelas ayat yang ada di dalam Alquran, yakni pada
surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:
‫س ُح ْوا‬
َ ‫ق َوا ْم‬ َّ ‫يُٰ هَا الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ٰ ْْٰٓوا اِذَا قُ ْمت ْمُٰ اِلَى ال‬
ِ ِ‫ص ٰلوةِ فَا ْغ ِسلُ ْوا ُو ُج ْو َه ُك ْم َوا َ ْي ِديَ ُك ْم اِلَى ْال َم َراف‬ َّ ‫ٰي ْٰٰٰٰٓ ا‬
َ ‫ع ٰلى‬
‫سف ٍَر‬ َ ‫ض ٰٰ ْٰٰٓى ا َ ْو‬ ٰ ‫ط َّه ُر ْو ْۗاْ َوا ِْن ُك ْنت ْمُٰ َّم ْر‬ َّ ‫ِب ُر ُء ْو ِس ُك ْم َوا َ ْر ُجلَ ُك ْم اِلَى ْال َك ْع َبي ِْن ْٰ ْٰۗ َوا ِْن ُك ْنت ْمُٰ ُجنُبًا فَا‬

‫س ُح ْوا‬
َ ‫ام‬ َ ‫تجد ُْوا َم ۤا ًء فَت َ َي َّم ُم ْوا‬
َ ‫ص ِع ْيدًا‬
ْ َ‫طي ِبًا ف‬ َ ِ ‫ْاوَٰ َج ۤا َء ا َحدٌ مِ ْن ُك ْم ِم نَ ْالغ َۤاىِٕطِ ا َ ْو ٰل َمسْت ُمُٰ الن‬
ِ ‫س ۤا َء فَلَ ْم‬

ُ‫علَ ْي ُك ْم مِ ْن َح َرج ٍٰ َّو ٰلك ِْن ي ُِّر ْيد‬ ُ ُ‫اي ْٰ ِد ْي ُك ْم مِ ْنهُ ْۗ ْ َما ي ُِر ْيد‬
َ ‫هالل ِليَ ْجعَ َل‬ َ ‫بِ ُو ُج ْو ِه ُك ْم َو‬

َ ‫علَ ْي ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم‬


َ‫تش ْٰ ُك ُر ْون‬ َ ُ‫ِلي‬
َ ٗ‫ط ه َِر ُك ْم َو ِليُتِ َّم نِ ْع َمت َه‬

4
3. Bayan At-Takhsis
Bayan at-takhsis adalah keterangan Hadits melalui cara membatasi atau
mengutamakan ayat- ayat Al-Qur'an yang memiliki sifat umum, sehingga tidak
berlaku pada bagian-bagian yang memperoleh perkecualian. Melalui cara
membatasi keumuman ayat Al-Qur'an sehingga tidak berlaku pada bagian-bagian
tertentu.
Hadits yang berfungsi untuk mentakhsiskan keumuman ayat-ayat AlQur'an
adalah sabda Nabi SAW mengenai persoalan waris di kalangan para Nabi.
Rasulullah SAW bersabda: ”Kami (Para Nabi) tidak mewariskan sesuatu pun, dan yang
kami tinggalkan cuma berupa sedekah.”(HR. Muslim)
Hadits itu mentakhsiakan keumuman firman Allah SWT dalam Q.S. AnNisa
ayat 11 berikut:
"Allah mensyariatkan (mengharuskan) padamu mengenai (pembagian waris untuk)
anak- anakmu, (yakni) bagian anak lelaki sama dengan bagian dua anak wanita".
Hadits ini sebagai pengecualian dari keumuman ayat Al-Qur'an yang
menerangkan mengenai disyariatkannya waris untuk umat Islam Allah mengharuskan
umat Islam supaya membagikan warisan kepada pewaris, di mana hak anak lelaki
memperoleh dua bagian dan anak wanita memperoleh setengahnya. Syariat waris itu
tidak khusus untuk para nabi. Jadi mewariskan harta tidak harus dilaksanakan oleh
para Nabi akan tetapi harus bagi tiap umat Islam untuk mewariskan hartanya.

4. Bayan Nasakh
Fungsi hadits yang terakhir adalah Bayan Nasakh, artinya untuk mengganti
ketentuan terdahulu. Fungsi Bayan Nasakh ini bisa dilihat dalam sebuah hadits
Muslim yang berbunyi:
“Sesungguhnya Allah telah memberikan setiap orang haknya masing-masing, maka
tidak ada wasiat untuk ahli waris.” (HR. Muslim)

5
Hal ini mengacu pada ketentuan ahli waris yang dijelaskan dalam surat AlBaqarah
ayat 180 yang berbunyi:
‫الْٰ َٰ ْق َربِيْنَ بِا ْل َم ْع ُر ْو ِفِ َحقًّا‬
ْ ‫صيَّةُ ل ِْل َوا ِلدَي ِْن َو‬
ِ ‫ض َر ا َ َحدَ ُك ُم ْال َم ْوتُ ا ِْن ت ََركَ َخي ًْرا ۖ ْۨال َو‬
َ ‫علَ ْي ُك ْم اِذَا َح‬ َ ‫ُكت‬
َ ‫ِب‬
َّ ‫علَى ْال ُم‬
َ‫تق ِٰيْن‬ َ
(Kutiba 'alaikum iza hadara ahadakumul-mautu in taraka khairanil-waiyyatu lil-
walidaini wal-aqrabina bil-ma'rufaqqan 'alal-muttaqin)
Artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang di antara kamu kedatangan
(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-
bapak dan karib kerabat secara ma’ruf. (ini adalah) kewajiban atas orangorang yang
bertaqwa.” (QS.Al-Baqarah: 180).

6
BAB III

Penutup

A. Kesimpulan
Fungsi utama hadist terhadap al-Qur’an sangatlah penting, karena pada
dasarnya hadist memiliki memiliki fungsi untuk menjelaskan makna atau
kandungan ayat-ayat alQur’an yang sangat dalam dan global. Maka dari itu
hadist hadir sebagai lil-bayan(menjelaskan) makna dari ayat-ayat yang terdapat
dalam al-Qur’an. Maka dari itu, fungsi dari terhadap al-Qur’an di kelompokan
menjadi beberapa macam bagian. Bayan yang pertama adalah bayan al-takid
yaitu hadist yang berfungsi untuk memperkuat dan memperkokoh pernyataan
dari al-Qur’an.
Di kenal dengan istilah bayan al-ta’kid karena fungsi hadis ini hanya
untuk menjelaskan dan sebagai penguat dari apa yang sudah ada di dalam al-
Qur’an.Bayan yang kedua adalah bayan al-tafsir yaitu fungsi hadis yang
memberikan penjelasan tafsiran terhadap ayat al-Qur’an, bayan ini terbagi
menjadi beberapa bagian. Pertama adalah bayan al-tafsir mujmal yaitu hadist
yang menjelaskan ayat al-Qur’an yang maknanya masih bersifat mujmal.
Kedua adalah bayan al-tafsir taqyid yaitu hadits yang fungsinya membatasi
terhadat ayat al-Qur’an yang maknanya bersifat mutlak, dan yang ketiga adalah
bayan al-tafsir takhsis yaitu hadits yang fungsinya mengkhusukan ayat al-
Qur’an yang bermakna bersifat umum.Dan bayan yang ketiga adalah bayan
altasyri yaitu hadis yang berfungsi untuk menetapkan suatu ajaran atau hukum
yang tidak terdapat dalam al-Qur’an, atau di dalam al-Qur’an hanya terdapat
pokoknya (ashl) saja.

7
DAFTAR PUSTAKA

Khairuman, B. (2010). Ulum Al Hadist. Bandung : CV Pustaka Setia. M.Agus,


A. S. (2009). Ulumul Hadis. Bandung : CV Pustaka Setia.
Qarhthan, S. M. (2004). pengantar studi ilmu hadits. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Saparullah, A. (2021, agustus 3). Urgensi kedudukan hadits terhadap al-qur'an. Studi
Hadits, hal. 11-15.
Suparta, M. (2002). Ilmu Hadis. Persabda: PT Raja Granfindo.

Anda mungkin juga menyukai