Anda di halaman 1dari 17

SUMBER HUKUM ISLAM YANG DISEPAKATI MELIPUTI:

AL-QUR’AN DAN AS-HADITS

Untuk memenuhi tugas Mata kuliah Ushul Fiqh

Dosen Pengampu : Shidqi Ahyani, M.Ag

Oleh :

Syamsul Arifin 17110064

Faqih Miftachul Huda 17110047

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM

MALANG

2020
Kata Pengantar

Puji syukur selalu dipanjatkan kehadirat Allah SWT, sebab dengan segala
rahmat, taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini meskipun
masih banyak kekurangannya. Dan kami juga berterima kasih kepada Bapak
Shidqi Ahyani, M.Ag selaku dosen mata kuliah Ushul Fiqh beserta teman-teman
yang turut membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami harap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan serta
pengetahuan kita tentang Sumber hukum Islam yang disepakati : Al-qur’an dan
Hadits bagi siapapun yang membacanya. Kami sadar bahwa makalah ini banyak
sekali kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, kami berharap ada
yang mengkritik, dan memberikan saran untuk kebaikan makalah yang akan kami
buat berikutnya.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.


Kami mohon maaf apabila ada kesalahan kata-kata yang kurang baik dan benar
kami memohon kritikan dan saran yang membangun dari pembaca sekalian demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Malang, 24 Februari 2020

Penulis

i
Daftar Isi

Halaman Judul

Kata Pengantar .............................................................................................. i

Daftar Isi ......................................................................................................... ii

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 1
1.3 Tujuan .................................................................................................. 1

BAB II Pembahasan

2.1 Al-qur’an............................................................................................... 2
2.2 Hadits.................................................................................................... 4

BAB III Penutup

3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 13


3.2 Kritik dan saran ……………………………………………………… 13

Daftar Pustaka

ii
BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ’ain , yakni kewajiban


pribadi setiap muslim dan muslimah, sedang mengkaji ajaran Islam terutama
yang dikembangkan oleh akal pikiran manusia, diwajibkan kepada masyarakat
atau kelompok masyarakat.
Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai
akal dan pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan, bersikap seimbang
dalam memenuhi kebutuhan spiritual maupun material, mengembangkan
kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, berakhlak mulia,
berpikir postif dan lain sebagainya yang telah tercantum di dalam Alqur’an.
Dalam menetapkan hukum syariah terdapat beberapa sumber hukum
yang dapat dijadikan acuan yaitu Al qur’an, sunnha, ijma’, dan qiyas. Pada
kesempatan kali ini akan dibahas mengenai sumber hukum islam yang berasal
dari al qur’an dan hadits.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Al-qur’an sebagai sumber hukum Islam yang disepakati ?
2. Bagaimana Hadits sebagai sumber hukum Islam yang disepakati ?

1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui dan memahami Al-qur’an sebagai sumber hukum Islam
yang disepakati.
2. Dapat mengetahui dan memahami Sunah sebagai sumber hukum Islam
yang disepakati.

1
BAB II

Pembahasan

2.1 Al-qur’an
Al-qur’an secara bahasa berasal dari kata qara’ yang artinya membaca.
Sedangkan menurut istilah Al-qur’an merupakan kalamullah yang diturunkan
kepada nabi Muhammad melalui malaikat Jibril secara mutawatir dan
merupakan pedoman bagi manusia dan merupakan amal ibadah waktu
membacanya.1 Al qur’an terdiri dari 30 Juz 114 surah, 6.326 ayat, dan
324.345 huruf2. Surah dalam Al-qur’an dibedakan kedalam 2 bagian yaitu :
Surah Makiyyah (Surah yang turun di Mekah yang berisi tentang kepercayaan
atau keimanan kepada Allah) dan Surah Madaniyah (Surah yang turun di
Madinah yang berisi tentang hubungan sesama manusia dan manusia dengan
makhluk ciptaan Allah SWT lainnya).3
Didalam Al qur’an terdapat beberapa hukum-hukum seperti4 :
a. Hukum-hukum I’tiqodiyah : Hukum yang berhubungan dengan keimanan
b. Hukum-hukum Amaliyah : Hukum yang berhubungan dengan perbuatan
atau perkataan seorang mukalaf untuk memperoleh keridhoan Allah SWT
c. Hukum-hukum Khuluqiyah : Hukum yang berhubungan dengan
keutamaan-keutaman antara akhlak baik maupun kemudhorotan akhlak
buruk

Kandungan pokok dalam Al-qur’an menurut pendapat Syekh Muhammad


Abduh5 antara lain :

1
Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam (Ilmu ushul fiqh),( Jakarta :
Rajawali Pres, 1985), hlm. 22.
2
Berdasarkan al-qur’an terjemahan Departemen Agama
3
Syfi’i Karim, Fiqh-Ushul Fiqh, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), hlm. 57.
4
H.A Djazuli, Ushul Fiqh (Metodologi Hukum Islam), (Jakarta: PT. Raja Grafindo ,
2000), hlm. 82.
5
Nazar Bakry, Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), hlm.
37.

2
1. Akidah atau Tauhid, sebagai inti sari dari seluruh aqidah (kepercayaan)
karena manusia ada yang menyembah berhala dan ada yang menyembah
Allah SWT.
2. Ibadah, menghidupkan rasa ketauhidan dalam hati dan menerapkannya
alam jiwa dengan arti hubungan antara makhluk dengan sang khalik.
3. Janji baik dan buruk, memberikan kabar gembira kepada orang-orang
yang berpegang pada Al-qur’an dan pahala sebagai imbalannya, serta
berita penakut dan akibatnya bagi orang-orang yang tidak berpegang
pada Al-qur’an.
4. Menjelaskan jalan kebahagiaan, cara-cara yang dapat ditempuh agar
manusia dapat menikmati kebahagiaan didunia dan di akhirat
5. Kisah dan sejarah, mengenai beberapa peristiwa yang terjadi di masa
lampau yang mana dengan mengetahuinya akan memperoleh petunjuk
atau pedoman mengenai peraturan-peraturan Allah SWT.

Dalam pemahaman mengenai hukum yang ada di Al-qur’an terdapat dua


kemungkinan6, yaitu :

1. Petunjuk dalil dalam al-qur’an yang bersifat Qath’I artinya nash yang
menunjukkan kepada suatu arti yang pemhamannya tertentu, tidak
mungin ditakwilkan dan tidak mungkin dipahamkan lain. contoh :
Artinya : perempuan berzina dan laki-laki yang berzina maka deralah
tiap-tiap orang keduanya seratus kali dera (QS. Al-Nur : 2)
Ayat ini qath’i dalilnya karena dengan tegas mengatakan bahwa had atau
hukuman bagi seseorang yang melakukan zina baik laki-laki maupun
perempuan adalah didera sebanyak seratus kali tidak boleh kurang dan
tidak boleh lebih.
2. Petunjuk dalil dalam al-qur’an yang bersifat Dzanni artinya nash-nash
yang menunjukkan suatu arti namun terdapat sebuah kemungkinan untuk
di ta’wwilkan dan keluar dari sebelumnya. Seperti contoh :
Artinya: wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri
(menunggu) 3 kali quru’ (QS. Al-baqarah : 228)

6
Op.cit, Djazuli, hlm. 85-86.

3
Dari ayat diatas dapat diartikan bahwasannya quru’ berarti suci atau haid
sehingga terdapat beberapa perbedaan pendapat mengenai hukum yang
diambil oleh ulama berdasarkan ayat diatas.

Selain dalil yang bersifat qath’I dan dzanni, ada pula dalil yang bersifat
kauli dan juz’i. dalil kulli merupakan dalil yang mempunyai sifat keseluruhan
dan tidak menunjukkan kepada suatu persoalan tertentu, seperti : Artinya :
Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi ini (QS. Al-baqarah : 11).
Sedangkan untuk dalil juz’i merupakan kebalikan dari dalil kauli yang artinya
dalil yang menunjukkan kepada suatu persoalan dan suatu hukum tertentu,
seperti: Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan puasa atas
kamu sekalian.

2.2 Hadits

A. Pengertian Hadits

Hadits menurut etimologi berarti “baru” lawan dari kata “lama”. Adapun
pengertian ilmu hadits menurut terminologi, para Ulama mendefinisikannya
dengan rumusan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandang masing-
masing. Meskipun demikian, jika kita teliti dari semua rumusan itu kita dapat
menyimpulkannya ke dalam beberapa pengertian, yaitu:7

1. Ilmu hadits ialah ilmu tentang memindah dan meriwayatkan apa saja
yang dihubungkan dengan Nabi Muhammad SAW, baik mengenai
perkataan yang beliau ucapkan, atau perbuatan yang beliau lakukan,
atau pengakuan yang beliau ikrarkan (yakni berupa sesuatu yang
dilakukan di depan Nabi dan perbuatan itu tidak dilarang ) atau sifat-
sifat Nabi SAW termasuk tingkah laku Nabi yang terjadi sebelum
beliau diangkat menjadi Rasul atau sesudahnya,atau menukil/
meriwayatkan apa saja yang dihubungkan kepada sahabat atau
tabi’in. Pengertian ilmu hadits seperti ini dikenal dengan istilah “Ilmu
Riwayatu Al-Hadits”

7
Al-Malki. Muhammad Alawi, Ilmu Ushul Hadis, Yogyakarta:PustakaBelajar, hlm 37

4
2. Para Ulama ahli Ushul memberikan pengertian hadits adalah segala
perkataan Nabi, perbuatan, dan taqrirnya yang berupa dengan hukum
syara’ dan ketetapannya.8
Berdasarkan pengertian hadits menurut ahli ushul di atas jelas bahwa
hadits adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Saw baik dari segi
ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau
ketentuan-ketentuan Allah yang disyariatkan kepada manusia.
Para Ulama hadits memberikan pengertian hadits adalah sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi saw, baik berupa perkataan, perbuatan maupun sifat
beliau. Sebagian muhadditsin berpendapat bahwa pengertian hadits di atas
merupakan pengertian yang sempit. Menurut mereka, hadits mempunyai
cakupan pengertian yang lebih luas; tidak terbatas pada apa yang disandarkan
kepada Nabi Saw saja, melainkan termasuk juga yang disandarkan kepada
para sahabat dan tabi’in.

B. Status Hadits sebagai Hujjah

Hadits adalah sumber hukum Islam yang kedua. Oleh karena itu,
kewajiban mengikuti, kembali, dan berpegang teguh pada hadits merupakan
perintah Allah Swt dan juga perintah Nabi Saw, pembawa syariat yang agung.
Perintah itu tertuang dalam firman-Nya sebagai berikut:9

a) QS. Al-Maidah: 92
Artinya : “dan taatlah kamu kepada Allah Swt dan taatlah kamu
kepada Rasul-Nya dan berhati-hatilah
b) QS. An-Nisa 80
Artinya : Barangsiapa menaati rasul itu, sesungguhnya ia telah
mentaati Allah
c) Sabda Nabi Saw:

8
Suparta, Munzier, Ilmu Hadits, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, hlm 3-4
9
Al-Malki. Muhammad Alawi, Ilmu Ushul Hadis, Yogyakarta:PustakaBelajar, hlm 5-6

5
Artinya : aku tinggalkan kepadamu sesuatu. Selama kamu
sekalian berpegang teguh padanya, niscaya kamu sekalian tidak
akan tersesat sepeninggalku, yaitu Al-Qur’an dan haditsku

Berdasarkan dalil-dalil diatas, maka orang-orang yang mengingkari


hadits sebagai hujjah, dengan dalil cukup mengamalkan Al-Qur’an, sungguh
mereka itu terlalu kecil dan rendah. Mereka benar-benar telah terjerumus ke
dalam kebethilan dan kesalahan. Seruan mereka agar taat kepada Allah dan
mengikuti Al-Qur’an. Tanpa mengikuti hadits itu merupakan perbuatan
maksiat dan bid’ah. Al-Qur’an secara tegas menyebutkan bahwa orang-orang
yang tidak mau mendasarkan hukum-hukumnya dan mengembalikan segala
persoalannya kepada hadits Nabi serta tidak mau tunduk dan patuh secara
total terhadap hukum-hukum dan perintah-perintahnya dengan penuh
kesadaran, adalah termasuk orang-orang yang tidak beriman.

Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa hadits Nabi merupakan sumber
dan dasar hukum Islam setelah Al-Qur’an, dan umat Islam diwajibkan
mengikuti sebagaimana diwajibkan mengikuti Al-Qur’an. Al-qur’an dan
hadits merupakan dua sumber hukum syariat Islam yang tetep, yang orang
Islam tidak mungkin memahami syariat Islam secara mendalam dan lengkap
dengan tanpa kembali kepada kedua sumber Islam

tersebut. Seorang mujtahid dan seorang alim pun tidak diperbolehkan hanya
mencukupkan diri dengan salah satu dari keduanya.

C. Tingkatan Hadist

Menurut Ibnu Taimiyah, Ulama yang membagi hadis menjadi 3 bagian


ini mulai diperkenalkan oleh Abu Isa Al-Tirmidzi lebih rincinya akan
dijelaskan berikut ini:10

a. Hadits shahih

10
Suparta, Munzier, Ilmu Hadits, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, hlm 130-131

6
Kata Shahih juga telah menjadi kosa kata bahasa Indonesia dengan
arti “sah; benar, sempurna sehat; pasti. Pengertian hadis shahih secara
definitif eksplisit belum dinyatakan oleh ahli hadits dari kalangan ahli al-
mutaqoddimin (sampai abad III H). Mereka pada umumnya hanya
memberikan penjelasan mengenai kriteria penerimaan hadis yang dapat
dipegangi. Diantara pernyataan-pernyataan mereka adalah :“ Tidak
diterima periwayatan suatu hadis kecuali yang bersumber dariorang-orang
yang tsiqqoh’’
Tidak diterima periwayatan suatu hadis yang bersumber dari orang-
orang yang tidak dikenal memiliki pengetahuan hadits, dusta, mengikuti
hawa nafsu,orang-orang yang ditolak kesaksiannya.

Syarat-Syarat Hadits Shahih

 Sanadnya bersambung
Yang dimaksud dengan sanadnya bersambung ialah bahwa
tiap-tiap perawinya dalam sanad hadis menerima riwayat hadis dari
perawi terdekat sebelumnya keadaan ini berlangsung demikian
sampai akhir sanad dari hadis itu.
 Perawinya adil
Kata adil menurut bahasa berarti lurus, tidak berat sebelah,
tidak zalim, tidak menyimpang. Seseorang dikatakan adil apabila
ada padanya sifat-sifat yang dapat mendorong terpeiharanya
ketaqwaan.
 Perawinya dhabit
Kata dhabit menurut bahasa adalah yang kokoh, kuat hafalan
dengan sempurna. Seorang perawi dikatakan dhabit apabila perawi
tersebut mempunyai daya ingatan dengan sempurna terhadap hadis
yang diriwayatkan
 Tidak syadz
Yang dimaksud dengan syadz adalah hadis yang matannya
tidak bertentangan dengan hadis lain yang lebih kuat atau lebih
tsiqqoh

7
 Tidak ber-illat
Menurut bahasa berarti cacat, penyakit, keburukan, dan
kesalahan baca. Dengan pengertian ini, maka yang disebut hadis
ber-illat adalah hadis-hadis yang ada cacat atau samar-samar.
b. Hadits hasan
Hasan menurut bahasa sesuatu yang disenangi. Ibnu Hajar
mendefinisikan hadits hasan adalah yang dinukilkan melalui periwayat
yang adil, sempurna ingatannya, bersambung sandnya, dengan tanpa ber-
illat dan syadz disebut hadis shahih, namun bila kekuatan ingatannya
kurang sempurna disebut hadis hasan11.
Dari definisi ini dapat diketahui bahwa hadis hasan menurut Ibnu
Hajar adalah hadis yang telah memenuhi lima persyaratan hadis shahih
hanya saja bedanya, pada hadis shahih daya ingatan perawinya sempurna,
sedang hadis hasan daya ingatan perawinya kurang sempurna. Dengan
kata lain dapat disebutkan bahwa hadis hasan menurut ibn Hajar adalah
hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, tetapi tidak begitu kuat
daya ingatannya, bersambung-sambung sanadnya, dan tidak terdapat illat
serta kejanggalan pada matannya.
Syarat-syarat hadis hasan
1. Sanadnya bersambung
2. Perawinya adil
3. Perawinya dhabit tetapi kualitas ke-dhabitannya di bawah ke-
dhabit an perawi hadis sha.hih
4. Tidak terdapat kejanggalan atau syadz, dan
5. Tidak ber-illat
c. Hadis dhaif
Kata dhaif menurut bahasa berarti lemah, sebagai lawan kata dari
kuat. Maka sebutan dari hadis dhaif, secara bahasa berarti hadis yang
lemah. Secara istilah, para Ulama tlerdapat perbedaan rumusan
dalammendefinisikan hadis dhaif ini. Akan tetapi pada dasarnya isi dan
maksudnya tidak berbeda.

11
Suparta, Munzier, Ilmu Hadits, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, hlm 1

8
Menurut An-Nawawi mendefinisikan hadis dhaif ialah hadis yang
didalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadis shahih dan syarat-syarat
hadis hasan.
Menurut Nur Al-Din Itr mendefinisikan dengan hadis yang hilang
salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadis shahih dan hasan.
Pada definisi yang kedua memang disebutkan secara tegas, bahwa
jika satu syarat saja dari persyaratan hadis shaih dan hasan hilang berarti
hadis itu dinyatakan sebagai hadis dhaif. Lebih-lebih jika yang hilang itu
dua sampai tiga syarat. Seperti, perawinya tidak adil, tidak dhabit, dan
tidak terdapat kejanggalan dalam matan. Hadis seperti ini dapat dinyatakan
sebagai hadis yang sangat lemah

D. Macam-macam Hadits
a. Hadits qauliyah
Merupakan ucapan Nabi yang didengar oleh sahabat dan
disampaikan kepada orang lain. Contohnya, sahabat menyampaikan
bahwa ia mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda, “Siapa yang
tidak shalat karena tertidur atau karena ia lupa, hendaklah ia
mengerjakan shalat itu ketika ia telah ingat.”
b. Hadits fi’liyah
Merupakan perbuatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
SAW yang dilihat oleh sahabat, kemudian disampaikan kepada orang
lain dengan ucapannya. Contohnya, sahabat berkata, “Saya melihat
Nabi Muhammad SAW melakukan shalat hadits dua rakaat sesudah
shalat dzuhur.”
c. Hadits taqririyah
Merupakan perbuatan seorang sahabat atau ucapannya yang
dilakukan di hadapan atau sepengetahuan Nabi, tetapi tidak ditanggapi
atau dicegah oleh Nabi. Diamnya Nabi tersebut disampaikan oleh
sahabat yang menyaksikan kepada orang lain dengan ucapannya.
Contohnya, kisah yang disampaikan oleh sahabat yang mengetahui

9
dengan ucapannya, “Saya melihat seorang sahabat memakan daging
dhab di dekat Nabi. Nabi mengetahui, tetapi Nabi tidak melarang
perbuatan itu.”12

E. Fungsi Hadits
a. Bayan ta’kid
Menguatkan dan menegaskan hukum-hukum yang terdapat dalam
Al-Qur’an. Haditsseperti halnya mengulang apa yang sudah
dinyatakan dalam Al-Qur’an. Seperti firman Allah dalam Al-Qur’an:
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta
orang-orang yang rukuk.
Kemudian, ayat tentang zakat itu dikuatkan oleh sabda Nabi SAW:
“Islam didirikan di atas lima tiang: bersaksi bahwa tidak ada
Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah,
mendirikan shalat, membayar zakat...”
b. Bayan tafsir
Penjelas terhadap hukum-hukum dalam Al-Qur’an dalam hal-hal
berikut:
1. Menjelaskan arti yang masih samar dalam Al-Qur’an.
2. Merinci hal-hal yang dalam Al-Qur’an masih disebutkan secara
umum.
3. Membatasi hal-hal yang dalam Al-Qur’an masih disebutkan
secara umum.
4. Memperluas maksud dari sesuatu yang terdapat dalam Al-
Qur’an.
Berikut ini merupakan contoh dari bayan tafsir yang berkaitan dengan
hukum mencuri.
ِّ‫ص ِل ْالكَف‬
َ ‫ق فَقَطَ َع يَ َدهُ ِم ْن ِم ْف‬ ِ ‫أَتَى بِ َس‬
ِ ‫ار‬
“Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka
beliau memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan.”

12
Nurhayati dan Ali Imran Sinaga, Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenadamedia Group,
2018), hlm.28.

10
Hadist di atas menafsirkan surat Al-Maidah ayat 38:

ِ‫ُو اَ ْي ِديَهُ َما َج َزا ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكاالً ِمنَ هللا‬pْ ‫َّارقَةُ فَا ْقطَع‬ ُ ‫َّار‬
ِ ‫ق َوالس‬ ِ ‫َوالس‬

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah


tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka
kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.” (QS. Al-Maidah ayat 38)
c. Bayan tasyri’
Menetapkan hukum yang belum ditetapkan dalam Al-Qur’an.
Dalam fungsi ini, Haditsberdiri sendiri karena hukum yang diputuskan
oleh Hadits belum terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Diantara
contoh hukum yang diputuskan oleh Hadits yang belum terdapat
dalam Al-Qur’an yaitu keharaman setiap binatang buas yang bertaring
dan burung yang berkuku tajam, keharaman memakai cincin dan sutra
emas bagi laki-laki.13 Berikut ini merupakan contoh dari bayan tafsir
yang berkaitan dengan hukum berpoligami.
َ َ‫اب لَ ُك ْم ِمنَ النِّ َسا ِء َم ْثنَى َوثُال‬
...َ‫ث َو ُربَاع‬ َ َ‫ َماط‬p‫فَا ْن ِكحُوْ ا‬...
“...Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua,
tiga, atau empat...” (QS. An-Nisa’ ayat 3)

Hadist berikut menetapkan haramnya berpoligami bagi seseorang


terhadap seorang wanita dengan bibinya.
p‫الَيَجْ َم ُع بَ ْينَ ْال َمرْ أَ ِة َو َع َّمتِهَا َوالَ بَ ْينَ ْال َمرْ أَ ِة َوخَالَتِهَا‬
“Tidak boleh seseorang mengumpulkan (memadu) seorang wanita
dengan bibinya (saudari bapaknya) dan seorang wanita dengan
bibinya (saudari ibunya).” (HR. Bukari Muslim)

Dalam hadist tersebut menjelaskan tentang haramnya memadukan


antara seorang perempuan dengan bibinya. Sedangkan dalam Al-
Qur’an hanya menyatakan tentang kebolehan berpoligami. Dengan
13
Suyatno, Dasar-dasar Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011),
hlm.98.

11
demikian dapat disimpulkan bahwa hadist tersebut menetapkan
hukum syari’at yang melarang berpoligami dengan bibi dari wanita
yang telah dinikahi.

12
BAB III

Penutup

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Alqur’an merupakan kalamullah SWT yang di turunkan kepada nabi
Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril secara berangsur-
angsur dan bagi yang membacanya adalah ibadah atau pahala. Isi dari
Alqur’an terdiri dari berbagai macam seperti akidah atau tauhid, janji baik
dan buruk, jalan menuju kebahagiaan, ibadah, kisah atau sejarah.
Sedangkan dalam al qur’an terdapat ayat-ayat yang bersifat qath’i dan
dzanni serta kulli dan juz’i.
2. Hadits adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Saw baik dari segi
ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum
atau ketentuan-ketentuan Allah yang disyariatkan kepada manusia.. hadits
juga berstatus sebagai hujjah dan mempunyai tiga tingkatan yaitu hadits
shoheh, hadits hasan, dan hadits dhaif. Hadits terbagi menjadi tiga macam
yaitu, hadits qauliyah, hadits fi’liyah, dan hadits taqririyah. Hadits
memiliki tiga fungsi yaitu, bayan ta’kid, bayan tafsir, dan bayan tasyri’
3.2 Kritik dan Saran
Dalam pembuatan makalah ini kami sudah membuat dengan effort yang
sungguh-sungguh namun semua itu tidak lepas dari kata sempurna karena tidak
ada yang sempurna didunia ini kecuali hanya milik Allah SWT semata oleh
karena itu kami harap adanya kritikan dan saran yang membangun dari para
pembaca semuanya wabil khusus dari dosen kami tercinta bapak Shidqi Ahyani,
M.Ag hal ini tidak lain tidak bukan bertujuan untuk meningkatkan kualitas
makalah kami nantinya dikemudian hari.
Daftar Pustaka

Bakry Nazar, 1993, Fiqh dan Ushul Fiqh, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Djazuli H.A, 2000, Ushul Fiqh (Metodologi Hukum Islam), Jakarta: PT. Raja
Grafindo.

Izomiddin. 2018. Pemikiran dan Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Penadamedia


Group.

Karim Syfi’i. 1997. Fiqh-Ushul Fiqh. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Nurhayati dan Ali Imran Sinaga. 2018. Fiqh dan Ushul Fiqh. Jakarta:
Prenadamedia Group.

Suyatno. 2011. Dasar-dasar Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Wahhab Khallaf Abdul. 1985. Kaidah-kaidah Hukum Islam (Ilmu ushul fiqh),
Jakarta : Rajawali Press.

Al Qathan Manna’ Syaikh. 2017. Dasar- Dasar Ilmu Al Qur’an. Jakarta: Ummul
Qura.
Maliki Alwi Muhammad. 2009. Ilmu Ushul Hadis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suparta Munzier. 2003. Ilmu Hadis. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

14

Anda mungkin juga menyukai