Anda di halaman 1dari 25

GARIS-GARIS BESAR ISI ALQURAN

Mata Kuliah:
Ulumul Quran (Lanjutan)

Dosen Pengampu:
Dr. H. Abdul Basir, M.Ag.

Disusun Oleh Kelompok 1:

Isnaniah NIM. 170102010054


Retno Vinasti NIM. 170102010483
Maimunah NIM. 170102010896
Nur Islamiah NIM. 170102011123

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BANJARMASIN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul Garis-garis Besar Isi Alquran dengan baik meskipun banyak terdapat
kekurangan di dalamnya. Makalah ini sepenunya penulis dedikasikan untuk mata
kuliah Ulumul Quran Lanjutan.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini bisa terwujud atas bantuan
dan jasa berbagai pihak, baik dalam bantuan moril maupun materil. Untuk itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Ulumul Quran
Lanjutan Dr. H. Abdul Basir, M.Ag. yang telah membimbing dan memberikan
masukan terhadap pembuatan makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis dan pembaca pada umumnya. Penulis mengakui bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang
sangat membangun bagi pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.

Banjarmasin, 29 Januari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang...........................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................1
C. Tujuan Penulisan........................................................................1
BAB II Pembahasan
A. Pengertian Alquran..................................................................... 2
B. Garis-garis Besar Alquran.......................................................... 2
1. Akidah................................................................................. 3
2. Ibadah.................................................................................. 6
3. Al-wa’du wal Wa’id........................................................... 8
4. Akhlak................................................................................. 12
5. Hukum................................................................................. 15
6. Kisah................................................................................... 17
7. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi....................................... 18
BAB III Penutup
A. Simpulan .................................................................................... 21
B. Saran .......................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Alquran merupakan sumber hukum yang utama dan pertama dalam Islam.
Alquran yang secara harfiah berarti “bacaan sempurna” tiada satu bacaan pun sejak
manusia mengenal baca tulis lima ribu tahun yang lalu yang dapat menandingi
Alquran Al-Karim, bacaan sempurna lagi mulia itu.
Alquran adalah kitab suci terakhir yang diturunkan oleh Allah kepada umat
manusia melalui Nabi Muhammad Saw. untuk dijadikan sebagai pedoman hidup.
Petunjuk-petunjuk yang dibawanya pun dapat menyinari seluruh isi alam ini.
Sebagai kitab bidayah sepanjang zaman, Alquran memuat informasi-informasi dasar
tentang berbagai masaah, baik informasi tentang hukum, etika, kedokteran dan
sebagainya.
Di dalam surat-surat dan ayat-ayat Alquran terkandung kandungan yang
secara garis besar dapat kita bagi menjadi beberapa hal pokok atau hal utama beserta
pengertian atau arti definisi dari masing-masing kandungan inti sarinya. Untuk itu
dalam pembahasan kali ini saya akan memaparkan tentang garis-gars besar isi
Alquran.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Alquran?
2. Apa saja garis-garis besar isi Alquran?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Alquran?
2. Untuk mengetahui garis-garis isi Alquran?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Alquran
Berbicara tentang pengertian Alquran, apakah itu dipandang dari sudut bahasa
maupun istilah. Banyak para ulama berbeda pandangan dalam mendefinisikannya.
Qara’a mempunyai arti mengumpulkan dan menghimpun, dan qira’ah berarti
menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lain dalam satu ucapan
yang tersusun rapi. Quran pada mulanya seperti qira’ah , yaitu masdar (infinitive)
dari kata qara’a atau qur’anan, sebagaimana firman Allah:

﴾۱۸﴿ ٗ‫﴾ فَاِ َذا قَ َر ْٲ ٰنهُ فَاتَّبِ ْع قُرْ ٰانَه‬۱۷﴿ ٗ‫اِ َّن َعلَ ْينَا َج ْم َعهٗ َو قُرْ ٰانَه‬
Artinya: Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (dalam
dadamu) dan (membuat pandai) membacanya, apabila Kami telah selesai
membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. (Al-Qiyamah: 17-18).
Adapun pengertian Alquran menurut istilah yang telah disepakati oleh para
ulama adalah “Kalam Allah yang bernilai mukjizat yang diturunkan kepada
“pungkasan” para nabi dan rasul (Nabi Muhammad SAW) dengan perantaraan
malaikat Jibril AS, yang tertulis pada mashahif, diriwayatkan kepada kita secara
mutawatir, yang membacakannya dinilai sebagai ibadah yang di awali dengan surat
al-Fatihah dan di tutup dengan surat an-Naas.1

B. Garis-garis Besar Isi Alquran


Alquran diturunkan ke dunia agar menjadi peyunjuk bagi manusia yang
bertaqwa sebagai petunjuk dan pedoman hidup. Alquran mengandung bebrapa
beberapa pokok ajaran. Secara garis besar isi Alquran meliputi akidah, ibadah, al-
wa’du wal wa’id, akhlak, hukum, kisah, ilmu pengetahuan dan teknologi.
1. Akidah
1
Muhammad Roihan, “Studi Pendekatan Alquan”, dalam Jurnal Thariqah Ilmiah, Vol. 01 No.
01 Januari, 2014, h. 32-33.

2
Aqidah secara bahasa berasal dari kata ‫ عقد‬yang berarti ikatan. Secara istilah,
aqidah adalah keyakinan hati atas sesuatu. Menurut T.M. Hasbi ash-Shiddieqy,
aqidah adalah urusan yang harus dibenarkan dalam hati dan diterimanya dengan cara
puas, serta tertanam kuat ke dalam lubuk jiwa dan tidak dapat digoncangkan oleh
badai subhat (T. M. Hasby ash-Shiddieqy: 1973).2
Hassan al-Banna, mendefinisikan akidah adalah sebagai sesuatu yang
mengharuskan hati yang membenarkan, yang membuat jiwa tenang, tentram
kepadanya dan yang menjadi kepercayaan bersih dari kebimbangan (Hassan al-
Banna: 1983). Menurut Ibrahim Muhammad bin Abdullah al-Burnikan, kata akidah
telah melalui perkembangan makna, melalui beberapa tahap, yaitu: Tahap pertama,
akidah diartikan sebagai: Tekad yang bulat (al-azm al-muakkad), mengumpulkan (al-
Jam’u), Niat (al-niyah), menguatkan perjanjian, sesuatu yang diyakini dan dianut oleh
manusia baik itu, benar atau bathil. Tahap kedua, perbuatan hati (sang hamba).
Kemudian aqidah didefinisikan sebagai keimanan yang tidak mengandung kontra.
Maksudnya membenarkan bahwa tidak ada sesuatu selain iman dalam hati sang
hamba, tidak diasumsi selain, bahwa ia beriman kepada-Nya. Tahap ketiga, di sini
akidah telah memasuki masa kematangan dimana ia tela h terstruktur sehingga
disiplin ilmu dengan ruang lingkup permasalahan tersendiri (Ibrahim Muhammad bin
Abdullah al-Burnikan: 1998).3
Inti pokok ajaran akidah adalah masalah tauhid, yakni keyakinan bahwa Allah
Maha Esa. Setiap Muslim wajib meyakini ke-Maha Esa-an Allah. Orang yang tidak
meyakini ke-Maha Esa-an Allah Swt. berarti ia kafir, dan apabila meyakini adanya
Tuhan selain Allah Swt. dinamakan musyrik. Dalam akidah Islam, di samping
kewajiban untuk meyakini bahwa Allah Swt. itu Esa, juga ada kewajiban untuk
meyakini rukun-rukun iman yang lain. Tidak dibenarkan apabila seseorang yang
mengaku berakidah/beriman apabila dia hanya mengimani Allah saja, atau meyakini
2
Fikri, “Aqidah dan Budaya: Upaya Melihat Korelasi Agama atau Budaya Dalam
Masyarakat”, dalam Jurnal Sekolah Tinggi Agama Islam Nurul Falah Airmolek Kabupaten Indragiri
Hulu Provinsi Riau, Vol.1 No.2, Desember, 2016, h. 338.
3
Ibid, h. 339.

3
sebagian dari rukun iman saja. Rukun iman yang wajib diyakini tersebut adalah: iman
kepada Allah Swt., iman kepada malaikat-malaikat Allah, iman kepada kitab-kitab
Allah Swt., iman kepada Rasul-Rasul Allah Swt., iman kepada hari akhir, dan iman
kepada Qadla’ dan Qadar.4
Secara terminologis terdapat beberapa definisi aqidah yang dikemukakan oleh
para ulama Islam, antara lain:
Menurut Hasan Al-Banna “Aqaid (bentuk jamak dari aqidah) adalah beberapa
perkara yang wajib di yakini kebenaranya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa,
menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikit pun dengan keragu-raguan”.5
Menurut Abu bakar Jabir al-Jazairy “Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang
dapat diterima secara umum (aksioma) oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan
fitrah. Kebenaran itu dipatrikan di dalam hati serta diyakini kesahihan dan
keberadaanya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan
kebenaran itu”.
Dari dua definisi di atas, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
rangka mendapatkan suatu pemahaman mengenai aqidah yang lebih proporsional,
yaitu:
a. Setiap manusia memiliki fitrah mengakui kebenaran, indra untuk mencari
kebenaran dan wahyu untuk menjadi pedoman dalam menentukan mana yang
baik dan mana yang buruk. Dalam beraqidah hendaknya manusia
menempatkan fungsi masing-masing instrumen tersebut pada posisi
sebenarnya.
b. Keyakinan yang kokoh itu terbebas dari segala pencampur adukan dengan
keragu-raguan walaupun sedikit. Keyakinan hendaknya bulat dan penuh, tiada
bercampur dengan syak dan kesamaran. Oleh karena itu untuk sampai kepada

4
Kementrian Agama Republik Indonesia, Buku Siswa Al-Qur’an Haadis Kelas X, (Jakarta:
Kementrian Agama, 2014), h. 50
5
Ohan Sudjana, Fenomena Aqidah Islamiyah Berdasarkan Quran dan Sunnah, ( Jakarta :
Media Dakwah , 1994),  h.10-13

4
keyakinan itu manusia harus memiliki ilmu, yakni sikap menerima suatu
kebenaran dengan sepenuh hati setelah meyakini dalil-dalil kebenaran.
c. Aqidah tidak harus mampu mendatangkan ketentraman jiwa kepada orang
yang meyakininya. Dengan demikian, hal ini mensyaratkan adanya
keselarasan dan kesejahteraan antara keyakinan yang bersifat lahiriyah dan
keyakinan yang bersifat batiniyah. Sehingga tidak didapatkan padanya suatu
pertentangan antara sikap lahiriyah dan batiniah.
d. Apabila seseorang telah meyakini suatu kebenaran, konsekuensinya ia harus
sanggup membuang jauh-jauh segala hal yang bertentangan dengan kebenaran
yang diyakininya itu.6
Dari keterangan diatas penyusun dapat menyimpulkan bahwa aqidah adalah
perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya,
sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh
keraguan dan kebimbangan.
Sumber aqidah Islam adalah Alquran dan as-sunnah. Artinya apa saja yang
disampaikan oleh Allah dalam Alquran dan rasulullah dalam sunnah-nya wajib di
imani, diyakini, dan diamalkan.7 Ada beberapa dalil tentang aqidah, yaitu :
a. Dalil Aqli
Dalil ini dapat diterima apabila hasil keputusannya dipandang masuk akal atau
logis dan sesuai dengan perasaan, tentunya yang dapat menimbulkan adanya
keyakinan dan dapat memastikan adanya iman yang dimaksudkan. Dengan
menggunakan akal manusia merenungkan dirinya sendiri dan alam semesta, yang
dengannya ia dapat melihat bahwa dibalik semua itu terdapat adanya Tuhan pencipta
yang satu.8
b. Dalil Naqli

6
Satria Effendi, Ushul Fiqh, Cet III (Jakarta: Kencana, 2009) h. 79
7
Ibid, h.79
8
Ibid, h. 44

5
Yaitu dalil yang bersumber dari al-Qur’an. Dan dalam hal ini, landasan
hukum aqidah yang bersumber dari al-Qur’an antara lain :

Surah al-Ikhlas, ayat 1-4


‫ َولَ ْم يَ ُكن لَّ ۥهُ ُكفُ ًوا َأ َح ۢ ٌد‬  .‫ لَ ْم يَلِ ْد َولَ ْم يُولَ ْد‬.ُ‫ص َمد‬
َّ ‫ ٱهَّلل ُ ٱل‬.‫۞قُلْ هُ َو ٱهَّلل ُ َأ َح ٌد‬
Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Dia tiada beranak dan tiada pula
diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia".
Surah an-Nahl, ayat 51 :
ٰ ٰ ٰ ۟
ِ ‫فَِإيَّ َى فَٱرْ هَب‬  ‫ِإنَّ َما هُ َو ِإلَ ۭهٌ ٰ َو ِح ۭ ٌد‬  ‫۞ َوقَا َل ٱهَّلل ُ اَل تَتَّ ِخ ُذ ٓوا ِإلَهَ ْي ِن ْٱثنَي ِْن‬
‫ُون‬
Allah berfirman: "Janganlah kamu menyembah dua tuhan; sesungguhnya
Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut".
Surah al-Baqarah, ayat 163 :
ِ ‫۞ َوِإ ٰلَهُ ُك ْم ِإ ٰلَ ۭهٌ ٰ َو ِح ۭ ٌد ٓاَّل ِإ ٰلَهَ ِإاَّل هُ َو ٱلرَّحْ ٰ َمنُ ٱلر‬
‫َّحي ُم‬
Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.9

2. Ibadah
Ibadah berasal dari kata ‫دًا‬444‫ َع ْب‬- ‫ ُد‬444ُ‫ َد – يَ ْعب‬444َ‫ا َدةً \ َعب‬444َ‫ ِعب‬artinya mengabdi atau
menyembah. Yang dimaksud ibadah adalah menyembah atau mengabdi sepenuhnya
kepada Allah Swt. dengan tunduk, taat dan patuh kepada-Nya. Ibadah merupakan
bentuk kepatuhan dan ketundukan yang ditimbulkan oleh perasaan yakin terhadap
kebesaran Allah Swt., sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Karena
keyakinan bahwa Allah Swt. mempunyai kekuasaan mutlak.10
Ibadah merupakan tujuan diciptakannya manusia, Allah  berfirman, “Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.

9
Rachmat Syafe’i, Al-Hadis Aqidah, Akhlak, Social, Dan Hukum, (Bandung : Pustaka Setia,
2000), h.15
10
Kementrian Agama Republik Indonesia, Buku Siswa Al-Qur’an Haadis …), h. 51

6
Aku tidak menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki
supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dia-lah Maha Pemberi
rizki yang mempunyai kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat: 56-58)
Allah  memberitahukan, hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar
mereka melaksanakan ibadah kepada Allah . Dan Allah Maha Kaya, tidak
membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya.
Karena ketergantungan mereka kepada Allah , maka mereka menyembah-Nya sesuai
dengan aturan syari’at-Nya. Maka siapa yang menolak beribadah kepada Allah , ia
adalah sombong. Siapa yang menyembah-Nya tetapi dengan selain apa yang
disyari’atkan-Nya maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan siapa yang hanya
menyembah-Nya dan dengan syari’at-Nya, maka dia adalah mukmin muwahhid
(yang mengesakan Allah).
Perintah menyembah kepada Allah banyak diterangkan dalam Alquran salah
satunya didalam Q.S Al-Baqarah ayat 21.
Artinya: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan
orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa”.(Q.S Al-Baqarah/2:21)
Ibadah dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu: ibadah mahiah dan ghairu
mahiah. Ibadah mahiah artinya ibadah khusus yang tata caranya sudah ditentukan,
seperti: shalat, puasa, zakat dan haji. Sedangkan ibadah ghairu mahiah artinya
ibadah yang bersifat umum, tata caranya tidak ditentukan secara khusus, yang
bertujuan untuk mencari ridha Allah Swt., misalnya: silaturrahim, bekerja mencari
rizki yang halal diniati ibadah, belajar untuk menuntut ilmu, dan sebagainya. Selain
beribadah kepada Allah Swt. karena kesadaran manusia sebagai makhluk ciptaan
Allah Swt., manusia juga memiliki kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya bersama manusia lainnya. Maka Alquran tidak hanya memberikan ajaran
tentang ibadah sebagai wujud kebutuhan manusia terhadap Allah Swt. tetapi juga
mengatur bagaimana memenuhi kebutuhan dalam hubungannya dengan manusia lain
Misalnya: sillaturrahim, jual beli, hutang piutang, sewa menyewa, dan kegiatan lain

7
dalam kehidupan bermasyarakat. Kegiatan dalam hubungan antar manusia ini
disebut dengan mu’amalah.11

3. Al-wa’du wal Wa’id


a. Definisi Al-Wa’du (janji) dan Wal Wa’id (ancaman)
Janji dan ancaman adalah Firman Allah yang sudah menjadi ketentuan-
Nya akan dilakukan terhadap manusia sebagai balasan amalnya yang baik dan
yang buruk. Allah berjanji akan memberi kebahagiaan kepada orang yang
beriman dan beramal shalih dan memberi penderitaan kepada orang yang berbuat
maksiat. Janji dan ancaman Allah adalah sesuatu yang pasti terjadi baik di dunia
maupun di akhirat.12
Konsep al-wa’du wa al-wa’id mendorong manusia bertanggung jawab
terhadap apa yang dilakukannya baik atau buruk. Ajaran ini membersihkan Dzat
Tuhan dari segala tuduhan yang tidak pantas terhadap-Nya. Tuhan itu Maha Adil
sehingga tidak mungkin Tuhan menciptakan perbuatan buruk manusia. Tuhan
hanya menciptakan segala sesuatu yang baik, sedangkan manusia dapat
menciptakan amalnya yang buruk. Oleh karena itu, manusia secara hakiki
menerima ancaman Tuhan dengan penderitaan disebabkan kesalahannya sendiri.
Sebaliknya Tuhan Maha Adil memberikan kebahagiaan kepada manusia yang
beramal shalih.13
b. Ayat-ayat tentang Janji dan Ancaman
Jika dilihat redaksi ayat Alquran istilah yang sering digunakan untuk
menunjukkan tentang janji adalah dengan huruf syarat dan jawabnya. Di samping
itu Alquran juga menggunakan huruf tatsniah.
Kalimat syarat sering muncul dengan redaksi man ‘amila shalihan min
dzakarin aw untsa... atau wa man ya’mal min al-shalihati... (barang siapa yang
11
Ibid., h. 52
12
Mira Fauziah, “Janji dan Ancaman Sebagai Metode Dakwah Al-Qur’an”, dalam Jurnal Al-
Mu’Ashirah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Arranairy, Vol. 15 No.1 Januari, 2018, h. 16.
13
Ibid., h. 18.

8
beriman dan beramal shalih...). jika diperhatikan redaksi ayat di atas, maka
diketahui bahwa ungkapan kata janji ditandai dengan kalimat bersyarat. Dalam
dua contoh ayatdi atas adat syaratnya adalah kata-kata man, dan jawab syaratnya
ditandai dengan huruf fa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa janji Allah
akan dapat dicapai oleh seorang hamba apabila dia memnuhi syarat beriman dan
beramal shalih. Berikut dikemukakan beberapa contoh ayat yang mengandung
tentang janji Allah kepada umat manusia.
Berikut redaksi ayat-ayat alquran tentang janji
1. QS. Al-Nahl/16: 97
‫صالِحًا ِم ْن َذ َك ٍر اَوْ اُ ْنثَى َوهُ َو َمْؤ ِم ٌن فَلَنُحْ يِيَنَّهُ َحيَاةً طَيِّبَةً َولَنَجْ ِزيَنَّهُ ْم اَجْ َرهُ ْم بِٲَحْ َس ِن َما َكانُوا‬
َ ‫َم ْن َع ِم َل‬
َ‫يَ ْع َملُون‬
Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah
mereka kerjakan.
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa tolok ukur seorang hamba adalah
imannya kepada Allah. Setelah itu kesempurnaan iman baru terwujud jika ia
beramal shalih. Orang yang beriman dan beramal shalih dijanjikan oleh Allah
kehidupan yang baik di dunia maupun di akhirat. Ayat ini merupakan salah
satu ayat yang menekankan persamaan antara laki-laki dan perempuan.
Siapapun yang beramal saleh baik laki-laki maupun perempuan akan
mendapatkan janji Allah berupa kehidupan yang diliputi dengan ketenangan,
ketentraman, kesabaran, kecukupan dan rasa syukur kepada Allah Swt.14
2. QS. Al-Nisa’/4: 124
ِ ‫﴾ومن يعمل ِمن َّ حِل‬
١٢٤﴿ ‫ريا‬ َ ‫ات ِمن ذَ َك ٍر َْأو ُأنثَى َو ُه َو ُمْؤ ِم ٌن فَ ُْأولَِئ‬
ً ‫ك يَ ْد ُخلُو َن اجْلَنَّةَ َوالَ يُظْلَ ُمو َن نَق‬ َ َ ‫الصا‬ َ ْ َ َْ َ َ

14
Ibid., h. 19.

9
Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki
maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke
dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.
Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa janji Allah akan memberikan
kebaikan, kemurahan dan rahmat-Nya kepada orang-orang yang beramal saleh
baik laki-laki maupun perempuan dengan syarat keimanan kepada Allah. Dan
Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga, serta tidak menzhalimi
kebaikan mereka walaupun sekecil titik yang terdapat pada biji kurma.
Menurut tafsir al-Misbah kalimat wa man ya’mal min shalihat artinya barang
siapa yang mengerjakan sebagian amal-amal saleh, dimana kata min
(sebagian) adalah mengisyaratkan betapa besar rahmat Allah sehingga walau
hanya sebagian, bukan semua, amal-amal saleh yang demikian banyak
diamalkan seseorang, maka itu telah dapat mengantarnya masuk ke surga.
Dengan syarat bahwa dia adalah seorang mukmin.15
3. QS. Al-Baqarah/2: 25
ٍ ‫َأن هَل م جن‬
‫َّات جَتْ ِري ِم ْن حَتْتِ َها اَأْلْن َه ُار ۖ ُكلَّ َما ُر ِزقُوا ِمْن َها ِم ْن مَثََر ٍة‬ ِ ‫وب ِّش ِر الَّ ِذين آمنُوا وع ِملُوا َّ حِل‬
َ ْ ُ َّ ‫الصا َات‬ ََ َ َ ََ
‫اج ُمطَ َّهَرةٌ ۖ َو ُه ْم فِ َيها َخالِ ُدو َن‬ ِ ‫ِِ هِب‬ ِ ِ
ٌ ‫ِر ْزقًا ۙ قَالُوا َٰه َذا الَّذي ُر ِز ْقنَا م ْن َقْب ُل ۖ َوُأتُوا به ُمتَ َشا ًا ۖ َوهَلُ ْم ف َيها َْأز َو‬
Artinya: Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman
dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam
surga-surga itu, mereka mengatakan: “Inilah yang pernah diberikan kepada
kami dahulu.” Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di
dalamnya ada isteri-isteri yang Suci dan mereka kekal di dalamnya.
Di dalam ayat ini jelas bahwa janji Allah kepada orang yang beriman dan
beramal saleh berupa kabar gembira dengan balasan surga dengan segala
kenikmatannya yang abadi.

15
Ibid., h. 21.

10
Redaksi ayat Alquran tentang ancaman sering muncul dalam bentuk
isitilah wail (celakalah). Dalam bahasa Arab Al-Wail (‫ )الويل‬adalah isim
ma’rifat dikhususkan pada nama sebuah neraka yaitu neraka wail. Sedangkan
isim nakirahnya adalah wailun (‫ )ويل‬yang artinya celaka. Kata al-wail terulang
dalam al-Qur’an sebanyak 27 kali di antaranya adalah dalam surat al-Baqarah
ayat 79 terulang 3 kali, surat Ibrahim ayat 2, surat Maryam ayat 37, surat al-
Anbiya’ ayat 18 surat Shaad ayat 27, surat Az-Zumar ayat 22, surat Fushilat
ayat 6, surat Az-Zukhruf ayat 65 ayat 65, surat al-Jatsiyah ayat 7, surat Adz
dzaariyat ayat 60, surat Ath Thuur ayat 11, surat al Mursalat ayat 15 terulang
10 kali, al Muthaffifin ayat 1, surat al-Humazah ayat 1, surat al Ma’un ayat 4.
Berikut ini beberapa penjelasan ayat Alquran tentang al-Wail yaitu:
1. QS. Ibrahim/14: 2
ٍ ‫ و و يْ ل لِ ْل َك افِ ِر ين ِم ن َع َذ‬£ۗ ‫ض‬ ‫يِف‬ ِ ‫الس م‬ ‫اللَّ ِه الَّ ِذ ي لَ هُ َم ا يِف‬
‫اب‬ ْ َ ٌ َ َ ِ ‫او ات َو َم ا اَأْل ْر‬
َ َ َّ
ٍ‫ش ِد يد‬
َ
Artinya: Allah-lah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi.
dan kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih.
Allah yang milik-Nya segala yang ada di langit dan di bumi mengancam
celaka bagi orang-orang kafir dengan siksaan yang amat pedih yang tidak
dapat dielakkan oleh siapa yang mengalaminya. Kata syadid terambil dari kata
syadda yang berarti mengikat dengan kukuh. Dari makna ini dapat dipahami
maknanya yaitu kumpulan sesuatu yang sulit dipisahkan karena kukuhnya
ikatan. Siksa yang disifati dengan kata tersebut mengesankan kerasnya siksa
sekaligus sulitnya untuk dilepas dan diletakkan. 16

2. QS. Shaad/38: 27
‫ين َك َف ُروا ِم َن النَّا ِر‬ ِِ ِ َّ ِ ِ ‫السماء واَأْلرض وما بينهما ب‬
َ ‫ين َك َف ُروا ۚ َف َويْ ٌل للَّذ‬ َ ‫اطاًل ۚ َٰذل‬
َ ‫ك ظَ ُّن الذ‬ َ َ ُ َ َْ َ َ َ ْ َ َ َ َّ ‫َو َما َخلَ ْقنَا‬

16
Ibid., h. 22.

11
Artinya: Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada
antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-
orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk
neraka.
3. QS. Adz-Dzaariyat/51: 60
ِ ِ ِ ِِ
َ ُ‫ين َك َف ُروا م ْن َي ْوم ِه ُم الَّذي ي‬
‫وع ُدو َن‬ َ ‫َف َويْ ٌل للَّذ‬
Artinya: Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang kafir pada hari yang
diancamkan kepada mereka.
Maka kecelakaanlah yang besar bagi orang-orang yang kafir pada hari
yang diancamkan kepada mereka itu sebab siksa tersebut sangat pedih dan
tidak satupun yang dapat menghindar atau menolong. Surah al-Dzariyat
adalah salah satu surah yang disepakati ulama turun sebelum nabi
Muahammad hijrah ke Madinah. Tema utamanya adalah uraian tentang
keniscayaan kiamat, dibuktikan antara lain dengan membuktikan keesaan
Allah. Ajakan yang disampaikan Nabi Muhammad adalah mengakui keesaan
Allah. Ajakan itu dilakukan dengan menyampaikan janji dan ancaman baik di
dunia maupun di akhirat.17

4. Akhlak
Kata Akhlak (akhlaq) berasal dari bahasa arab, merupakan bentuk jama’ dari
“khuluq” yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau
tabiat. Kata tersebut mengandung persegi persesuaian dengan kata “khalq” yang
berarti kejadian (Supadie dan Sarjuni, 2012). Ibnu ‘Athir dalam Didiek, menjelaskan
bahwa khuluq itu artinya gambaran batin manusia yang sebenarnya (yaitu jiwa dan
sifat-sifat bathiniah), sedang khalq merupakan gambaran bentuk jasmaninya (raut
muka, warna kulit, tinggi rendah badan, dan lain sebagainya) (Supiadie, 2015). Maka
akhlak bisa dikatakan sistem etika yang menggambarkan dan tujuan yang hendak

17
Ibid., h. 24.

12
dicapai agama. Kata khulq merupakan bentuk tunggal dari akhlak, tercantum dalam
Alquran surah Al-Qalam ayat 4: “Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas
budi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4).18
Akhlak menduduki peran penting dalam kehidupan manusia, diantaranya
menjadi standar nilai bagi suatu bangsa dan menjadi tolak ukur nilai pribadi bagi
seseorang (Nasharuddin, 2007). Islam memandang akhlak itu sangat penting untuk
mewujudkan kedamaian dan keselamatan manusia di dunia dan akhirat. Itu sebabnya
Nabi Muhammad SAW diutus untuk memperbaiki akhlak manusia sebagai tercapai
ketentraman, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al- Ahzab ayat 21 yang
berbunyi; “sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Ahzab: 21).
Ayat tersebut memberikan petunjuk bahwa Nabi Muhammad SAW adalah
suri tauladan hidup bagi orang-orang yang beriman, bagi mereka yang sempat
bertemu langsung dengan Rasullulah SAW, maka cara meneladani Rasulullah dapat
mereka lakukan secara langsung. Sedangkan bagi mereka yang tidak sezaman dengan
Rasullulah SAW, maka cara meneladani Rasullulah adalah dengan mempelajari,
memehami dan mengikuti berbagai petunjuk yang termuat dalam sunnah atau Hadits
beliau.
Akhlak merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar ajaran Islam yang
memiliki kedudukan yang sangat penting, di samping dua kerangka dasar lainnya.
Akhlak merupakan buah yang dihasilkan dari proses menerapkan aqidah dan syariah.
Ibarat bangunan, akhlak merupakan kesempurnaan dari bangunan tersebut setelah
fondasi dan bangunannya kuat. Jadi, tidak mungkin akhlak ini akan terwujud pada
diri seseorang jika dia tidak memiliki aqidah dan syariah yang baik. Nabi Muhammad
Saw. dalam salah satu sabdanya mengisyaratkan bahwa kehadirannya di muka bumi

18
Alnida Azty, dkk., “Hubungan antara Aqidah dan Akhlak dalam Islam, dalam Jurnal of
Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS) ISSN 2622-3740 (Online), Vol. 1, No. 2,
Desember, 2018, h. 124.

13
ini membawa misi pokok untuk menyempurnakan akhlak manusia yang mulia. Nabi
bersabda:
Artinya: ”Sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak
yang mulia”. (HR. Ahmad).19 
Apa yang dinyatakan Nabi sebagai misi utama kehadirannya bukanlah suatu
yang mengada-ada, tetapi memang sesuatu yang nyata dan Nabi benar-benar menjadi
panutan dan teladan bagi umatnya dan bagi setiap manusia yang mau menjadi
manusia berkarakter atau berakhlak mulia. Pengakuan akan akhlak Nabi yang sangat
agung bukan hanya dari manusia, tetapi dari Allah Swt. seperti dalam firmannya: 
Artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”
(QS. al-Qalam [68]: 4). 
Karena keluhuran akhlak dan budi Nabi itulah, Allah Swt. menjadikannya
sebagai teladan yang terbaik bagi manusia, khususnya bagi umat Islam. Allah Swt.
berfirman: 
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. al-Ahzab [33]: 21). 
Untuk memahami akhlak Nabi yang lebih rinci di samping ditegaskan dalam
hadis-hadisnya, juga bisa dilihat dari keseluruhan ayat yang berisi perintah-perintah
Allah dan larangan-larangan-Nya. Apa saja yang diperintahkan Allah dalam al-Quran
pasti dilakukan oleh Nabi, dan apa saja yang dilarang Allah dalam al-Quran pasti
ditinggalkan dan dijauhi Nabi. Maka sangat tepat ketika ‘Aisyah (isteri Nabi) ditanya
oleh sahabat bagaimana tentang akhlak Nabi? ‘Aisyah menjawab, “Akhlak Nabi
adalah Alquran.” Artinya sikap dan perilaku Nabi sehari-hari tidak ada yang keluar
dan menyimpang dari semua aturan yang ada dalam Alquran. 20

19
Hami Naqrah, Sikolujiyyah al-Qishshah fi al-Qur’an,( Jami’ah al-Jazair :Risalah Dukturah,
1971), h. 85
20
Ibid., h. 34

14
Karena itu, siapa pun yang bermaksud meneladani Nabi atau bersikap dan
berperilaku seperti Nabi, maka ia harus tunduk dan patuh terhadap seluruh aturan
yang ada dalam Alquran, baik yang berupa perintah-perintah Allah maupun larangan-
larangan-Nya. Di sinilah pentingnya umat Islam memahami isi kandungan al-Quran. 

5. Hukum
Secara garis besar, hukum Islam adalah memuat dua hal pokok, yaitu apa yang
harus dilakukan oleh hamba dalam membina hubungannya dengan penciptanya,
dan apa yang harus ia lakukan dalam membina hubungan baik dengan sesama
manusia dan lingkungan sekitarnya. Berhubung dua hal ini memiliki posisi yang
sama, yaitu sebagai realisasi ibadah kepada Allah, maka keduanya perlu dinamai
dengan istilah yang berbeda. Adapun yang pertama biasa disebut sebagai ibadah
langsung, mahdah, atau ibadah murni, karena ibadah semacam ini tertuju kepada
Allah belaka. Hukum Islam yang memuat masalah ini disebut fiqih ibadah.
Sedangkan ibadah tidak langsung ini dikenal dengan istilah ibadah ijtima’iyah,
yang memuat aturan-aturan tentang hubungan antar-manusia. Karenanya, hukum
Islam yang berisi tuntunan-tuntunan ini disebut sebagai fiqih muamalah dalam arti
yang luas (Amir Syarifuddin, 2003).21
Perlu dikemukakan, bahwa ayat-ayat yang berkaitan dengan persoalan hidup
kemasyarakatan secara historis pada umumnya diturunkan di Madinah. Ayat-ayat
tersebut biasa disebut ayat-ayat ahkam atau ayat-ayat hukum. Menurut penelitian
Abdul Wahab Khallaf, bahwa dibandingkan dengan jumlah 6360 ayat yang terkan-
dung dalam Alquran, ayat hukum hanya sedikit. Jumlah ayat-ayat hukum tersebut
hanya 5,8 persen dari seluruh ayat Alquran, dengan rincian sebagai berikut:
1. Mengenai ibadah salat, pauasa, haji, dan lain-lain sebanyak 140 ayat
2. Mengenai hidup kekeluargaan, perkawinan, perceraian, hak waris dan
sebagainya, sebanyak 70 ayat

21
Ernawati, “Wawasan Al-Qur’an Tentang Hukum” ,dalam Lex Jurnalica, Vol. 13 No. 2
Agustus, 2016, h.142.

15
3. Mengenai hidup perdagangan / perekonomian, jual beli, sewa menyewa,
pinjam meminjam, gadai, perseroan, kontrak, dan sebagainya sebanyak 70
ayat
4. Mengenai soal kriminal sebanyak 30 ayat
5. Mengenai hubungan Islam dan bukan Islam sebanyak 25 ayat
6. Mengenai soal pengadilan sebanyak 13 ayat
7. Mengenai hubungan kaya dan miskin sebanyak 10 ayat
8. Mengenai soal kenegaraan sebanyak 10 ayat.22

Hukum sebagai salah satu isi pokok ajaran Alquran berisi kaidah-kaidah dan
ketentuan-ketentuan dasar dan menyeluruh bagi umat manusia. Tujuannya adalah
untuk memberikan pedoman kepada umat manusia agar kehidupannya menjadi adil,
aman, tenteram, teratur, sejahtera, bahagia, dan selamat di dunia maupun di akhirat
kelak.
Beberapa contoh ayat-ayat Al-Qur’an yang mengatur tentang ketentuan
hukum-hukum tersebut antara lain.
ِ َ‫ك هَّللا ُ ۚ َواَل تَ ُك ْن لِ ْل َخاِئنِينَ خ‬
‫صي ًما‬ َ ‫اس بِ َما َأ َرا‬ ِّ ‫َاب بِ ْال َح‬
ِ َّ‫ق لِتَحْ ُك َم بَ ْينَ الن‬ َ ‫ك ْال ِكت‬
َ ‫ِإنَّا َأ ْن َز ْلنَا ِإلَ ْي‬
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan
membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah
Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang
tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat”. (Q.S An-Nisa /4:105)
ِ َ‫صابُ َواَأْل ْزاَل ُم ِرجْ سٌ ِم ْن َع َم ِل ال َّش ْيط‬
َ‫ان فَاجْ تَنِبُوهُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون‬ َ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِإنَّ َما ْال َخ ْم ُر َو ْال َمي ِْس ُر َواَأْل ْن‬
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.”(Q.S Al-Maidah /5:90)

22
Firdaus, “Analisis Kedudukan Hukum Dalam Alquran (Suatu Analisis Keadilan dan
Kemanusiaan)”, dalam Jurnal Hukum Diktum, Vol. 10 No.2, Juli, 2012, h. 129.

16
6. Kisah
Al-Qur’an sebagai kitab suci bagi umat Islam banyak menjelaskan tentang
sejarah atau kisah umat pada masa lalu. Sejarah atau kisah-kisah tersebut bukan
hanya sekedar cerita atau dongeng semata, tetapi dimaksudkan untuk menjadi ‘ibrah
(pelajaran) bagi umat Islam. Ibrah tersebut kemudian dapat dijadikan dapat menjadi
petunjuk untuk dapat menjalani kehidupan agar senantiasa sesuai dengan petunjuk
dan keridhaan Allah Swt.23
Secara sitematik kisah berarti cerita, kisah atau hikayat. Dapat pula berarti
mecari jejak, meceritakan kebenaran dan berarti pula berita berurutan. Sedangkan
kisah meurut istilah suatu media untuk menyalurkan tentang kehidupan atau suatu
kebahagiaan tertentu dari kehidupan yang mengungkapkan suatu peristiwa atau
sejumlah peristiwa yang satu dengan yang lain saling berkaitan, dan kisah harus
memiliki pendahuluan dan bagian akhir. Sedangkan Hasby Ash Shidiqiy
mendefinisikan kisah ialah pemberitaan masa lalu tentang umat, serta menerangkan
jejak peninggalan kaum masa lalu.24

7. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


Ilmu pengetahuan adalah merupakan salah satu isi pokok kandungan kitab
suci Alquran. Bahkan kata ‘ilm itu sendiri disebut dalam Alquran sebanyak 105 kali,
tetapi dengan kata jadiannya ia disebut lebih dari 744 kali (Rahardjo, 2002), yang
memang meruapakan salah satu kebutuhan agama Islam, betapa tidak setiap kali umat
Islam ingin melaksanakan ibadah selalu memerlukan penentuan waktu dan tempat
yang tepat, umapamanya melaksanakan shalat, menentukan awal bulan Ramadhan,

23
Kementrian Agama Republik Indonesia, Buku Siswa Al-Qur’an Haadis …) h. 55
24
Ira Puspita Jati, “Kisah-kisah dalam Alquran dalam Perspektif Pendidikan” dalam Jurnal
Didaktik Islamika, Vol. 8 No. 2, Agustus 2016

17
pelaksanaan haji, semuanya punya waktu-waktu tertentu. Dalam menentukan waktu
yang tepat diperlukan ilmu astronomi. Maka dalam Islam pada abad pertengahan
dikenai istilah sains mengenai waktu-waktu tertentu (Turner, 2004). Banyak lagi
ajaran agama yang pelaksanaannya sangat terkait erat dengan sains dan teknologi,
seperti menunaikan ibadah haji, berdakwah, semua itu membutuhkan kendaraan
sebagai alat transportasi. Allah telah meletakkan garis-garis besar sains dan ilmu
pengetahuan dalam Alquran, manusia hanya tinggal menggali, mengembangkan
konsep dan teori yang sudah ada, antara lain sebgaimana terdapat dalam QS. Ar-
Rahman ayat 33 di bawah ini.25
﴾۳۳﴿ ‫ض فَا ْنفُ ُذوا ۚ الَ تَ ْنفُ ُذوْ نَ اِاَّل بِص ُْلطَا ٍن‬
ِ ْ‫ت َوااْل َر‬ ِ َ‫س اِ ِن ا ْستَطَ ْعتُ ْم اَ ْن تَ ْنفُ ُذوا ِم ْن اَ ْقط‬
ِ ‫ار السَّمٰ َوا‬ ْ ‫يَا َم ْع َش َر ْال ِج َّن َوا‬
ِ ‫ﻹ ْن‬
Ayat di atas pada masa empat belas abad yang silam telah memberikan isyarat
secara ilmiyah kepada bangsa Jin dan Manusia, bahwasanya mereka telah
dipersilahkan oleh Allah untuk menjelajah di angkasa luar asalkan saja mereka punya
kemampuan dan kekuatan (sulthan). Kekuatan yang dimaksud di sini sebagaimana di
tafsirkan para ulama adalah ilmu pengetahuan atau sains dan teknologi, hal ini telah
terbukti di era modern sekarang ini, dengan ditemukannya alat transportasi yang
mampu menembus luar angkasa, bangsa-bangsa yang telah mencapai kemajuan
dalam bidang sains dan teknologi telah berulang kali melakukan pendaratan di
Bulan, Planet Mars, Jupiter dan planet-planet lainnya.
Kemajuan yang telah diperoleh oleh bangsa-bangsa yang maju (bangsa barat)
dalam bidang ilmu pengetahuan, sains dan teknologi di abad modern ini, sebenarnya
merupakan kelanjutan dari tradisi ilmiah yang telah dikembangkan oleh ilmuan-
ilmuan muslim pada abad pertengahan atau dengan kata lain ilmuan muslim banyak
memberikan sumbangan kepada ilmuan barat, hal ini sebagaimana diungkapkan oleh
Yatim (1997) dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam: “Kemajuan Barat pada
mulanya bersumber dari peradaban Islam yang masuk ke Eropa melalui Spanyol” .26

25
Sayid qutub, “Ilmu Pengetahuan dalam Al-Qur’an”, dalam Jurnal Sumber-Sumber Ilmu
Dalam Al-Qur’an dan Hadis, Vol. 2 No.2 Oktober, 2011, h. 1341.
26
Ibid., h. 1341-1342.

18
Karakteristik Islam dalam bidang ilmu pengetahuan dapat dilihat dari 5 ayat
pertama surat Al-Alaq yang diturunkan Tuhan kepada Nabi Muhammad Saw. Pada
ayat tersebut terdapat kata iqra’ yang diulang sebanyak dua kali. Kata tersebut
menurut A. Baiquni, selain berarti membaca dalam arti biasa, juga berarti menelaah,
mengobservasi, membandingkan mengukur, mendeskripsikan, menganalisis, dan
penyimpulan secara induktif. Semua cara tersebut dapat digunakan dalam proses
mempelajari sesuatu. Hal itu merupakan salah satu cara yang dapat mengembangkan
ilmu pengetahuan. Islam demikian kuat mendorong manusia agar memiliki ilmu
penhetahuan dengan cara menggunakan akalnya untuk berpikir, merenung, dan
sebagainya.27
Di dalam Alquran cukup banyak mengandung ayat yang berkaitan dengan
teknologi. Sebagai contoh surat al-Anbiya ayat 80 dan 81 yaitu:
Artinya: “Dan setelah kami ajarkan kepada daud pembuatan baja dan perisai
(dari besi) untuk kamu, untuk memlihara kamu dalam peperangan maka apakah
kamu tidak bersyukur (dan telah kami tundukkan) bagi sulaiman angin yang kencang
tiupannya yang berhembus ke negri yang Allah berkati dan kami maha mengetahui
tentang segala sesuatu.”
Didalam ayat pertama dinyatakan bahwa nabi daud diberitahu oleh Allah swt.
tentang pembuatan baju perlindungan dari besi yang dapat di pakai dalam peperangan
jadi ia diberi ilmu tentang cara pembuatannya; beliau memperoleh know-how; beliau
menguasai teknologinya dan begitu pula nabi sulaiman as. Menurut ayat kedua Allah
swt. Memberitahu, tentang pemanfaatan tenaga angin sehingga ia dapat melayang
dengan cepat ke negri-negri disekitarnya sekehendak hatinya, seolah-olah ia dapat
memerintah angin itu. Jadi beliau mendapat teknologi pengendalian tenaga angin.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan kecanggihan teknologi kurun ini, secara betahap
tapi pasti membuktikan bahwa ayat-ayat Alquran benar dan mengagumkan.28

27
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 87.
28
Eva Iryani “Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan”, dalam Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari
Jambi, Vol.17 No.3, tahun 2007, h. 76.

19
Umat islam tidak akan lepas dari kitab sucinya yaitu Alquran. Bagi ilmuwan
Alquran adalah inspirator, maknanya bahwa dalam Alquran banyak terkandung teks-
teks (ayat-ayat) yang mendorong manusia untuk melihat, memandang, berfikir, serta
mencermati fenomena-fenomena alam semesta ciptaan Tuhan yang menarik untuk
diselidiki, diteliti dan dikembangkan. Alquran memuat segala informasi yang
dibutuhkan manusia, baik yang sudah diketahui maupun belum diketahui. Informasi
tentang ilmu pengetahuan dan teknologi pun disebutkan berulang-ulang dengan
tujuan agar manusia bertindak untuk melakukan nazhar. Nazhar adalah
mempraktekkan metode, mengadakan observasi dan penelitian ilmiah terhadap segala
macam peristiwa alam di seluruh jagad ini, juga terhadap lingkungan keadaan
masyarakat dan historisitas bangsa-bangsa zaman dahulu.29

BAB III
PENUTUP

29
Ibid, h. 76-77.

20
A. Simpulan
1. Alquran adalah sumber segala pokok ajaran Islam yang pertama dan paling
utama. Alquran adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
saw. melalui malaikat Jibril as. secara mutawattir terdiri dari 114 surah di awali
dengan surah al-Fatihah dan di akhiri dengan surah an-Naas.
2. Garis-garis besar isi Alquran meliputi akidah, ibadah, al-wa’du wal wa’id, akhlak,
hukum, kisah, ilmu pengetahuan dan teknologi.

B. Saran
Demikianlah makalah ini penulis buat, penulis berharap makalah ini dapat
memberi manfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Penulis mengakui
bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran oleh pembaca. Selain itu, penulis menyarankan
kepada pembaca pada umumnya agar terus mempelajari Ulumul Quran secara
mendalam.

DAFTAR PUSTAKA

Azty Alnida, dkk.. 2018. Hubungan antara Aqidah dan Akhlak dalam Islam,
Jurnal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS) ISSN 2622-3740
(Online), Vol. 1, No. 2

Effendi, Satria. Ushul Fiqh, Cet III Jakarta: Kencana, 2009

21
Ernawati, 2016. Al-Qur’an Tentang Hukum. Jurnal Lex Jurnalica, Vol. 13
No. 2
Fauziah, Mira. 2018. Janji dan Ancaman Sebagai Metode Dakwah Al-Qur’an.
Jurnal Al-Mu’Ashirah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Arranairy, Vol. 15
No.1
Fikri, 2016. Aqidah dan Budaya: Upaya Melihat Korelasi Agama atau Budaya
Dalam Masyarakat. Jurnal Sekolah Tinggi Agama Islam Nurul Falah Airmolek
Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau, Vol.1 No.2

Firdaus, 2012. Analisis Kedudukan Hukum Dalam Alquran (Suatu Analisis


Keadilan dan Kemanusiaan). Jurnal Hukum Diktum, Vol. 10 No.2
Iryani, Eva. 2007. Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan. Jurnal Ilmiah
Universitas Batanghari Jambi, Vol.17 No.3

Jati, Ira Puspita. 2016. Kisah-kisah dalam Alquran dalam Perspektif


Pendidikan. Jurnal Didaktik Islamika, Vol. 8 No. 2
Kementrian Agama Republik Indonesia, Buku Siswa Al-Qur’an Haadis Kelas
X, Jakarta: Kementrian Agama, 2014

Naqrah, Hami. Sikolujiyyah al-Qishshah fi al-Qur’an, Jami’ah al-


Jazair :Risalah Dukturah, 1971
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2004
Qutub, Sayid. 2011. Ilmu Pengetahuan dalam Al-Qur’an. Jurnal Sumber-
Sumber Ilmu Dalam Al-Qur’an dan Hadis, Vol. 2 No.2.

Roihan, Muhammad. 2014. Studi Pendekatan Alquan. Jurnal Thariqah


Ilmiah, Vol. 01 No. 01

Sudjana, Ohan. Fenomena Aqidah Islamiyah Berdasarkan Quran dan


Sunnah, Jakarta : Media Dakwah, 1994
Syafe’i, Rachmat. Al-Hadis Aqidah, Akhlak, Social, Dan Hukum, Bandung:
Pustaka Setia, 2000.

22

Anda mungkin juga menyukai